Pengaruh Perawatan Luka Bersih Menggunakan Sodium Klorida 0,9% dengan povidine iodine 10% terhadap penyembuhan luka Post Apppendiktomi di RSU Kota Tanjung Pinang

(1)

Pengaruh Perawatan Luka Bersih Menggunakan

Sodium Clorida 0,9% dan Povidine Iodine 10%

Terhadap Penyembuhan Luka Post Appendiktomi

di RSU Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau

Christopher James Bakkara

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara


(2)

(3)

Judul : Pengaruh Perawatan Luka Bersih Menggunakan Sodium Klorida 0,9% dengan povidine iodine 10% terhadap penyembuhan luka Post Apppendiktomi di RSU Kota Tanjung Pinang

Nama : CHRISTOPHER JAMES BAKKARA Nim : 101121086

Jurusan : Fakultas Keperawatan ABSTRAK

Reaksi yang di timbulkan oleh bahan perawatan luka dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Pada perkembangannya perawatan luka menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik dari pada lingkungan kering. Teknik perawatan luka secara benar dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka post operasi apendiktomi dengan penggunaan Sodium Clorida 0,9% dan Povidine iodine 10% terhadap percepatan penyembuhan luka. Penelitian bertujuan untuk perbedaan antara perawatan luka apendiktomi dengan sodium klorida 0,9 % dan povidin iodine 10% dalam penyembuhan luka.

Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperiment two group , untuk mengidentifikasi perbedaan penyembuhan luka bersih dengan menggunakan Sodium Chlorida 0,9% dengan Povidine Iodine 10% terhadap luka post appendiktomi. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit UmumTanjung Pinang. Waktu penelitian mulai bulan juli sampai bulan september Tahun 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien post apendiktomi yang dirawat di ruang Bougenvil , ruang Dahlia dan ruang Teratai di RSU Kota Tanjung Pinang sebanyak 20 orang. Sampel merupakan seluruh anggota populasi sebanyak 20 orang dengan menggunakan tehnik total sampling. Sampel selanjutnya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok A menggunakan sodium klorida 0,9 % dan kelompok B menggunakan povidine iodine 10 %.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa pada hari kelima penyembuhan luka post appendiktomi pada kelompok yang menggunakan sodium klorida 0,9% menunjukkan kesembuhan (100%,N=10), sedangkan pada kelompok yang menggunakan povidine iodine 10% penyembuhan luka belum maksimal, dimana tanda-tanda 5 parameter inflamasi masih ditemukan. Selanjutnya untuk mengidentifikasi perbedaan penyembuhan luka diantara kedua kelompok digunakan Independen t-test dimana terdapat perbedaan yang signifikan dalam penyembuhan luka post appendiktomi antara kelompok yang menggunakan sodium klorida 0,9% dengan kelompok yang menggunakan povidine iodine 10%. Hal ini menunjukan bahwa dengan menggunakan sodium klorida 0,9% dalam perawatan luka bersih lebih cepat sembuh bila dibandingkan dengan menggunakan povidine iodine 10%.

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar dalam perawatan luka bersih kususnya luka post appendiktomi dapat menggunakan larutan sodium klorida 0,9%, sehingga panjang hari rawat pasien lebih pendek.

Kata Kunci : Perawatan luka, Apendiktomi, Sodium klorida 0,9 % dan Povidin iodine 10%.


(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengaruh perawatan luka bersih menggunakan Sodium Clorida 0,9% dengan Povidine lodine 10% terhadap penyembuhan luka appendiktomi di RSU Tanjung Pinang. Walaupun banyak kendala dalam perjalanan penyusunan tulisan ini, semuannya dapat teratasi dengan dukungan banyak pihak. Adapun tujuan dari penulisan ini agar pembaca dapat memahami tentang konsep perawatan luka yang benar dan terbaik untuk dapat dilakukan pada masa kini. Semoga dengan membaca tulisan ini, penulis berharap dapat berguna untuk menambah wawasan dan bisa dipakai sebagai dasar atau standar praktek dalam pelaksanaannya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ikhsanuddin A.Harahap. S.Kp.MNS yang telah memberi bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian tulisan ini. Kepada teman-teman, kerabat dan keluarga yang selalu mensuport dan menemani, penulis ucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga. Apabila ada kesalahan dan kekeliruan dalam penyusunan tulisan ini, penulis mohon saran, perbaikan dan kritik dari pembaca yang budiman.

Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih atas penyelesaian tulisan ini dan dapat bermanfaat bagi pembaca yang budiman.

Medan,28 januari 2012 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK... i

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL... v

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 3

3. Tujuan Penelitian ... 3

4. Manfaat Penelitian... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

1. Konsep Luka ... 5

1.1. Definisi... 5

1.2. Jenis-Jenis Luka ... 5

1.3. Penyembuhan Luka ... 8

1.3.1.Proses Penyembuhan luka yang alami ... 10

1.3.2.Prinsip Penyembuhan luka ... 13

1.3.3.Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan luka ... 19

1.3.4.Jenis-jenis Penyembuhan luka ... 24

1.3.5.Komplikasi Penyembuhan luka ... 26

1.4. Perkembangan Perawatan Luka ... 28

1.4.1.Prinsip Penanganan Luka Saat ini ... 28

1.4.2.Pengkajian Luka ... 30

1.4.3.Bahan yang digunakan untuk Perawatan luka ... 35

2. Konsep Luka Apendiktomi ... 37

BAB 3. KERANGKA PENELITIAN ... 38

1. Kerangka Konseptual ... 38

2. Kerangka Penelitian ... 40

3. Definisi Operasional ... 41

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN ... 43

1. Desain Penelitian ... 43

2. Populasi Dan Sampel ... 43

3. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 44

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 45

4.1. Informed Concent ... 45


(6)

5. Instrumen Penelitian ... 46

5.1. Data Demorgafi ... 46

5.2. Lembar Observasi Perawatan Luka Post Apendiktomi ... 46

6. Alat dan bahan ... 47

7. Prosedur Pengumpulan Data ... 47

8. Analisa Data ... 49

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

1. Hasil Penelitian ... 50

1.1 Karakteristik responden ... 50

1.1.2 Karakteristik responden group sodium klorida 0,9% ... 50

1.1.3 Karakteristik responden group povidine iodine 10% ... 50

2 Pembahasan ... 55

2.1 Penyembuhan luka appndiktomi menggunakan sodium klorida ... 55

2.2 Penyembuhan luka appendiktomi menggunakan povidine iodine ... 57

2.3 Perawatan luka bersih menggunakan Nacl & PI terhadap penyembuhan luka appendiktomi... 58

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

1 Kesimpulan ... 60

2 Saran ... 60

1.Bagi Pelayanan keperawatan ... 60

2.Bagi Pendidikan Keperawatan ... 61

DAFTAR PUSTAKA... . 67 LAMPIRAN ...

1. Lembar persetujuan menjadi responden penelitian 2. Rincian biaya penelitian

3. Jadwal kegiatan proposal penelitian 4. Jadwal kegiatan penelitian

5. Daftar riwayat hidup 6. Kuesioner data demografi 7. Lembar observasi

8. Surat izin pengambilan data dari RSU Tanjung Pinang 9. Surat Laporan Hasil Penelitian dari RSU Tanjung Pinang


(7)

DAFTAR TABEL

TABEL 5.1 DISTRIBUSI KARAKTERISTIK RESPONDEN... 51

TABEL 5.2 DISTRIBUSI SKOR HARI KE-5 SODIUM CHLORIDA... 52

TABEL 5.3 PENYEMBUHAN LUKA APP HR KE-5 SODIUM CHLORIDA.. 52

TABEL 5.4 DISTRIBUSI SKOR HARI KE-5 POVIDINE IODINE... 53

TABEL 5.5 PENYEMBUHAN LUKA APP HR KE-5 POVIDINE IODINE... 53

TABEL 5.6 DISTRIBUSI PERBEDAAN PENYEMBUHAN SC & PI... 54

TABEL DATA MASTER PENGGUNAAN SODIUM CHLORIDA... 62

TABEL DATA MASTER PENGGUNAAN POVIDINE IODINE... 63

TABEL FREQUENCY SODIUM CHLORIDA & POVIDINE IODINE... 64

TABEL FREQUENCY STATISTK SODIUM CHLORIDA & POVIDINE IOD.. 65

TABEL T TEST... 66


(8)

Judul : Pengaruh Perawatan Luka Bersih Menggunakan Sodium Klorida 0,9% dengan povidine iodine 10% terhadap penyembuhan luka Post Apppendiktomi di RSU Kota Tanjung Pinang

Nama : CHRISTOPHER JAMES BAKKARA Nim : 101121086

Jurusan : Fakultas Keperawatan ABSTRAK

Reaksi yang di timbulkan oleh bahan perawatan luka dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Pada perkembangannya perawatan luka menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik dari pada lingkungan kering. Teknik perawatan luka secara benar dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka post operasi apendiktomi dengan penggunaan Sodium Clorida 0,9% dan Povidine iodine 10% terhadap percepatan penyembuhan luka. Penelitian bertujuan untuk perbedaan antara perawatan luka apendiktomi dengan sodium klorida 0,9 % dan povidin iodine 10% dalam penyembuhan luka.

Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperiment two group , untuk mengidentifikasi perbedaan penyembuhan luka bersih dengan menggunakan Sodium Chlorida 0,9% dengan Povidine Iodine 10% terhadap luka post appendiktomi. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit UmumTanjung Pinang. Waktu penelitian mulai bulan juli sampai bulan september Tahun 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien post apendiktomi yang dirawat di ruang Bougenvil , ruang Dahlia dan ruang Teratai di RSU Kota Tanjung Pinang sebanyak 20 orang. Sampel merupakan seluruh anggota populasi sebanyak 20 orang dengan menggunakan tehnik total sampling. Sampel selanjutnya dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok A menggunakan sodium klorida 0,9 % dan kelompok B menggunakan povidine iodine 10 %.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa pada hari kelima penyembuhan luka post appendiktomi pada kelompok yang menggunakan sodium klorida 0,9% menunjukkan kesembuhan (100%,N=10), sedangkan pada kelompok yang menggunakan povidine iodine 10% penyembuhan luka belum maksimal, dimana tanda-tanda 5 parameter inflamasi masih ditemukan. Selanjutnya untuk mengidentifikasi perbedaan penyembuhan luka diantara kedua kelompok digunakan Independen t-test dimana terdapat perbedaan yang signifikan dalam penyembuhan luka post appendiktomi antara kelompok yang menggunakan sodium klorida 0,9% dengan kelompok yang menggunakan povidine iodine 10%. Hal ini menunjukan bahwa dengan menggunakan sodium klorida 0,9% dalam perawatan luka bersih lebih cepat sembuh bila dibandingkan dengan menggunakan povidine iodine 10%.

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar dalam perawatan luka bersih kususnya luka post appendiktomi dapat menggunakan larutan sodium klorida 0,9%, sehingga panjang hari rawat pasien lebih pendek.

Kata Kunci : Perawatan luka, Apendiktomi, Sodium klorida 0,9 % dan Povidin iodine 10%.


(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Tindakan pembedahan merupakan tindakan invasif yang dilakukan oleh tim medis untuk mengatasi masalah medis. Akibat yang muncul adalah adanya luka post operasi pada pasien. Proses penyembuhan luka dapat berlangsung cepat atau lambat. Cepat atau lambatnya tergantung banyak faktor, antara lain; adanya infeksi, status nutrisi, keadaan luka itu sendiri, serta pemberian obat-obatan (Kozier,1995). Berbagai pendapat tentang perawatan luka sering dibicarakan khususnya perawatan luka yang dibersihkan dengan Sodium Clorida dan Povidine Iodine 10% namun reaksi yang di timbulkan oleh bahan tersebut belum banyak dibahas. Perawatan luka dengan menggunakan anti septik lebih kita kenal dan sering digunakan pada banyak rumah sakit. Di beberapa rumah sakit perawatan luka dengan menggunakan Sodium Clorida 0,9 % mulai dikembangkan dan diterapkan, tetapi mekanisme dari bahan tersebut belum dapat dijelaskan.

Reaksi yang di timbulkan oleh bahan perawatan luka dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Lamanya penyembuhan luka pada pasien pasca operasi tergantung ada tidaknya komplikasi serta beberapa faktor ; instrinsik & ekstrinsik. Infeksi lebih sering muncul 2-11 hari pasca operasi (Kozier, 1995). Komplikasi luka meningkatkan resiko sakit dan penambahan biaya perawatan (Taylor, 1997).

Di berbagai rumah sakit mulai banyak di kembangkan teknik perawatan luka. Di Rumah Sakit Umum Tanjung Pinang pasien post operasi apendiktomi


(10)

mulai diganti balutan pada hari ke dua dengan menggunakan Sodium Clorida 0,9% sebagai pencuci luka dan ditutup kasa Povidin Iodine. Untuk ruang perawatan bedah (ruang bougenvil dan ruang dahlia) masih menggunakan Sodium Clorida dan Povidine Iodine 10% pada pasien post operasi.

Penyembuhan luka secara fisiologis terjadi dengan cara yang sama pada semua pasien, dengan sel kulit dari jaringan kembali secara cepat atau lambat. (Potter, 1998). Perawatan luka pada umumnya dilakukan dengan mengganti balutan tiap hari dan membersihkan luka memakai cairan anti septik kemudian dibiarkan kering (Gayatri,1999).

Pada perkembangannya perawatan luka menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik dari pada lingkungan kering.

Winter (1962) yang dikutip oleh Gayatri (1999) mengatakan bahwa laju epitelisasi yang di tutup oleh poly etylen dua kali lebih cepat dari pada luka yang di biarkan kering. Pada pemberian Sodium Clorida 0,9% kondisi lembab lebih lama di pertahankan dari pada Povidine Iodine 10%. Sedangkan pertumbuhan kulit pada Sodium Clorida 0,9% lebih baik dari pada Povidine Iodine 10%.

Tehnik perawatan luka secara benar dapat membantu mempercepat proses penyembuhan luka dan ini perlu terus di kembangkan. Pada penelitian ini penulis ingin membandingkan bagaimana pengaruh perawatan luka post operasi apendiktomi dengan penggunaan Sodium Clorida 0,9% dan Povidine Iodine 10% terhadap percepatan penyembuhan luka. Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat memberikan masukan pengetahuan bagi perawat dalam melaksanakan intervensi perawatan luka post operasi di lingkungan rumah sakit.


(11)

2. Pertanyaan Penelitian

2.1 Bagaimana penyembuhan luka apendiktomi dengan menggunakan Sodium Clorida 0,9% .

2,2 Bagaimana penyembuhan luka apendiktomi dengan menggunakan menggunakan Povidine Iodine 10 %.

2.3 Apakah terdapat perbedaan antara perawatan luka apendiktomi dengan Sodium Clorida 0,9 % dan Povidin Iodine 10% dalam percepatan penyembuhan luka.

3. Tujuan Penelitian

3.1 Untuk mengetahui penyembuhan luka apendiktomi dengan perawatan luka Sodium Clorida.

3.2 Mengetahui penyembuhan luka apendiktomi dengan perawatan luka Povidine Iodine 10 %.

3.3 Mengetahui perbedaan antara perawatan luka apendiktomi dengan Sodium Clorida 0,9 % dan Povidine Iodine 10 % dalam percepatan penyembuhan luka.


(12)

4. Mamfaat Penelitian

4.1 Pelayanan Keperawatan

a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi bagi perawat diruangan tentang perkembangan perawatan luka.

b. Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya mempercepat penyembuhan luka dan memperpendek masa perawatan.

4.2 Pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk menambah wawasan dan menjadi standar praktek bagi perkembangan ilmu keperawatan tentang perawatan luka bersih post operasi akan lebih baik dengan menggunakan Sodium Clorida 0,9 %.

4.3 Penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan sumber data bagi peneliti berikutnya yang berkaitan dengan usaha pelayanan kesehatan pada masa yang akan datang dalam bidang perawatan luka bersih post operasi.


(13)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan tentang pengertian luka, jenis- jenis luka dalam klasifikasinya, penyembuhan luka, perkembangan perawatan luka dan bahan yang digunakan dalam perawatan luka.

1.

Konsep Luka

1.1. Definisi

Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan banyak hal atau berbagai faktor.

Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa mambran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).

Luka adalah gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997). 1.2. Jenis-jenis luka

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukan derajat luka (Taylor,1997).

1.2.1. Berdasarkan derajat kontaminasi a. Luka bersih

Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap dalam


(14)

keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

b. Luka bersih terkontaminasi

Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.

c. Luka terkontaminasi

Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d. Luka kotor

Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.


(15)

1.2.2 Berdasarkan Penyebab

a. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul.

b. Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur .

c. Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa hingga lapisan otot.

d. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.


(16)

e. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka yang mengikut i gigi hewan yang menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut.

f. Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit dan mukosa.

1.3. Penyembuhan Luka

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan mamulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing serta perkembangan awal seluluer bagian dari proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area luka yang bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan,dapat membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor,1997). Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS) sebagai suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian kontinitas dan fungsi anatomi. Berdasarkan WHS suatu penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normalnya struktur , fungsi dan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka ditentukan oleh


(17)

tipe luka dan lingkungan instrinsik maupun ekstrinsik. Penyembuhan luka bisa berlangsung cepat. Pada luka bedah dapat diketahui adanya sintesis kolagen dengan melihat adanya jembatan penyembuhan dibawah jahitan yang mulai menyatu. Jembatan penyembuhan ini muncul pada hari kelima sampai ketujuh post operasi (Black & Jacobs, 1997).

Jahitan biasanya diangkat pada saat sudah terlihat adanya tensil strengt yang mendekatkan tepi luka. Pengangkatan jahitan ini tergantung usia, status nutrisi dan lokasi luka. Jahitan biasanya diangkat pada hari ke enam sampai ketujuh post operasi untuk menghindari terbentuknya bekas jahitan (suture marks) walaupun pembentukan kolagen sampai jahitan menyatu berakhir hari ke-21 (Taylor,C,1997). Kolagen sebagai jembatan penyembuhan ini muncul pada hari ke-5 sampai ke-7 post operasi. Bila lebih dari 7 hari berarti terjadi perlambatan sintesis kolagen yang berarti penyembuhan luka lambat (Black & Jacobs, 1997).

Suatu luka bersih akan tetap bersih bila dilakukan persiapan operasi yang baik dan tehnik pembedahan yang baik serta perawatan luka post operasi yang baik pula. Pemberian antibiotik peroral yang adekuat mampu mencegah terjadinya infeksi sehingga meski tanpa cairan antiseptik proses penyembuhan luka dapat tetap terjadi (Kartono, dikutip oleh Oetomo, 1994).


(18)

1.3.1. Proses penyembuhan luka yang alami (Kozier, 1995 & Taylor, 1997) :

a. Fase inflamasi atau lag Phase

Berlangsung pada hari ke -5. Akibat luka terjadi pendarahan. Ikut keluar trombosit dan sel-sel radang. Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dingding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit.

Terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian darah. Sel redang keluar dari pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamlin yang meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi aksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda radang. Leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan memakan kotoran maupun kuman (proses pagositosis).

Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum ada kekuatan pertautan luka sehingga di sebut fase tertinggal (lag phase).

b. Fase proliferasi atau fibroblast

Berlangsung dari hari ke-6 sampai dengan 3 minggu. Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblast (menghubungkan sel-sel) yang berasal dari sel-sel mesenkim.


(19)

Fibroblas menghasilkan mukopolisakarid dan serat kolangen yang terdiri dari asam-asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisekarid mengatur deposisi serat-serat kolangen yang akan mempertautkan tepi luka.

Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut, yang tak diperlukan dihancurkan, dengan demikian luka mengkerut/mengecil.

Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru; membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak rata disebut jaringan granulasi.

Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menutupi dasar luka, tempat diisi hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya berjalan kepermukaan yang rata atau lebih rendah, tidak dapat naik pembentukan orignan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan luka tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka : penyatuhan kembali, penyerapan yang berlebih.

c. Fase remondeling atau fase resorpsi

Dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tak ada rasa sakit maupun gatal.


(20)

Berlangsung dengan sintesis kolagen oleh fibroblas hingga struktur luka menjadi utuh. Penyembuhan luka sebagai suatu proses yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari penyembuhan kontinuitas dan fungsi anatomi.

Penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normal strukturnya, fungsinya dan penampilan anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka di tentukan oleh tipe luka dan lingkungan ekstrinsik maupun intrinsik (Wound Healing Society).

Pada luka bedah dapat di ketahui adanya sintesis kolagen dengan melihat adanya jembatan penyembuhan dibawah jahitan yang mulai menyatu. Jembatan penyembuhan ini muncul pada hari ke : 5-7 pasca operasi (Black & Jacob’s , 1997).

Jahitan biasanya diangkat pada saat sudah terlihat adanya hasil yang mendekati tepi luka. Pengangkatan jahitan itu tergantung usia, status nutrisi dan lokasi luka. Jahitan biasa diangkat pada hari ke 6-7 proses operasi untuk menghindari terbentuknya bekas jahitan walaupun pembentukan kollagen samapai jahitan menyatu berakhir hari ke-21 (Taylor, 1997).

Suatu luka yang bersih bila dilakukan persiapan dan pembedahan yang baik serta perawatan pasca operasi yang baik pula maka luka akan tetap bersih. Pemberian antibiaotik peroral yang adekuat mampu mencegah terjadinya infeksi sehingga


(21)

meski tanpa cairan anti septik proses penyembuhan luka tetap dapat terjadi (Kartono, dikutip oleh Oetomo, 1994).

1.3.2 Prinsip Penyembuhan Luka

Prinsip penyembuhan luka mengikuti fase penyembuhan luka menurut Schwatz (2000) yaitu :

a. Koagulasi

Terjadinya luka baik yang bersifat traumatic atau yang terbentuk pada pembedahan menyebabkan perdarahan dari pembuluh darah yang rusak. Vasokonstriksi segera terjadi sebagai akibat dilepaskannya katekolamin kedalam lingkungan cedera. Brakinin, serotonin, dan histamine merupakan senyawa vaso aktif lain yang dilepas oleh sel mast kejaringan sekitar. Senyawa-senyawa ini mengawali peristiwa diapedesis yaitu keluarnya sel-sel intravascular kedalam ruang ekstravaskular yang rusak. Suatu bekuan darah terbentuk dari trombosit yang dikeluarkan dari ekstravasasi darah.

Faktor-faktor pembekuan yang dilepaskan dari trombosit menghasilkan fibrin yang bersifat hemostatik dan membentuk suatu jaringan yang akan menampung migrasi lebih lanjut sel-sel inflamasi dan fibroblast. Fibrin merupakan produk akhir dari aliran proses pembekuan. Tanpa kerja fibrin ini maka kekuatan akhir dari suatu luka akan berkurang. Trombosit juga penting


(22)

dalam menghasilkan sitokin esensial yang dapat mempengaruhi peristiwa penyembuhan luka.

b. Inflamasi

Fase inflamasi dimulai dengan migrasi leukosit kedalam luka. Leukosit polimorfonuklear akan mendominasi luka dalam 24 jam pertama, diikuti oleh makrofag dalam jumlah yang banyak, dan kemudian limfosit. Sel-sel radang ini mengatur perbaikan matriks jaringan ikat dengan melepaskan berbagai macam sitokin, yang sebelumnya dikenal sebagai “faktor pertumbuhan”.

c. Fibroplasia

Fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis kolagen. Sintesis kolagen dimulai 24 jam pertama setelah cedera, namun tidak akan mencapai puncak hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari sintesi kolagen akan berkurang secara perlahan-lahan. Remodeling luka mengacu pada keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen. Pada saat serabut kolagen tua diuraikan oleh kolagenase jaringan, serabut baru dibentuk dengan kepadatan pengerutan yang makin bertambah. Proses ini akan meningkatkan kekuatan potensial dari jaringan parut.


(23)

d. Sitokin

Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh interaksi antar sel. Mereka juga berperan penting dalam penatalaksanaan penyembuhan luka. Contohnya sitokin ikut mengatur peranan dan pengaturan fibrosis, penyembuhan luka kronik, cangkokan kulit, vaskularisasi, peningkatan kekuatan tendon dan tulang setelah perbaikan.

e. Metabolisme matriks ekstraseluler

Matriks ekstraseluler merupakan suatu struktur yang kompleks, dimana berbagai jenis sel dan komponen berinteraksi. Kolagen merupakan komponen utama dari matriks ekstraseluler, dari semua jaringan lunak, tendon, ligament dan matriks tulang. f. Sintesis kolagen

Sintesis kolagen dimulai dengan transkrip DNA menjadi mRNA. Translasi mRNA berlangsung pada ribosom di reticulum endoplasma yang kasar. Kolagen berbeda dengan protein lain karena kolagen akan mengalami beberapa modifikasi jika telah mencapai lingkungan ekstraseluler. Disini terjadi pengerutan kolagen untuk membentuk fibril dan serabut kolagen. Lisil oksidase merupakan enzim yang diperlukan untuk pengerutan kolagen. Jadi pada sintesis kolagen terjadi sintesa protein tingkat tinggi, sehingga tubuh memerlukan asupan protein yang banyak dalam makanan yang dimakan.


(24)

g. Degradasi kolagen

Degradasi kolagen atau penguraian kolagen diawali oleh enzim-enzim yang sangat spesifik yang disebut kolagenase jaringan yang dihasilkan oleh berbagai sel, termasuk sel radang, fibroblast dan sel epitel. Kolagenase masih dalam bentuk tidak aktif dan harus diaktifkan oleh protein seperti plasmin. Setelah kolagenase menjadi aktif, enzim dapat dihambat dengan menggabungkannya dengan protein plasma dan jaringan yaitu makroglobulin alfa-2.

h. Substansi dasar

Substansi dasar terdiri dari proteoglikan dan glikosaminoglikan. Kombinasi kartilago dan proteoglikan berfungsi sebagai peredam syok molekuler. Keduanya juga berperan menjaga kelembapan dan mengeluarkan sitokin. Asam hialuronat memberikan linkungan yang cair untuk mempermudah gerakan sel yang cepat dan diferensiasi sel. Asam ini timbul dini dan bertahan untuk sementara waktu setelah cedera pada orang dewasa, namun bertahan lebih lama pada kulit dan luka di janin.

i. Kontraksi luka

Kontraksi luka merupakan salah satu tenaga mekanis tubuh yang paling kuat. Pada luka terbuka ditemukan sel-sel mirip fibroblast yang berkontraksi. Sel-sel ini memiliki komponen otot


(25)

polos dalam sitoplasmanya serta memiliki sifat-sifat fibroblast lainnya.

j. Epitelisasi

Sel epitel berfungsi untuk menutupi semua permukaan kulit yang terpapar dengan lingkungan luar. Kulit merupakan suatu contoh dari proses epitelisasi tetapi mekanisme perbaikan epitel adalah sama diseluruh tubuh. Lapisan luar kulit yaitu epidermis terdiri dari epitel berlapis gepeng yang melindungi kulit dari kehilangan cairan, invasi bakteri dan trauma. Luka ketebalan partial akan sembuh melalui proses epitelisasi. Terdapat dua fenomena utama dalam proses epitelisasi yaitu : migrasi dan mitosis. Setelah epitel rusak akan terbentuk bekuan darah. Keropeng merupakan bekuan darah yang mengering yang melindungi dermis dibawahnya. Migrasi sel epitel mengawali proses perbaikan dan tidak bergantung pada mitosis epitel. Sel-sel yang bermigrasi berasal dari tepi luka dan polikel rambut serta kelenjar sebasea didasar luka. Luka superficial dan tidak melewati membrane basalis akan sembuh dengan regenerasi yang cepat. Luka yang menembus membrane basalis seperti luka bakar akan sembuh melalui proses epitelisasi tapi lama dan hasilnya seringkali memuaskan.

Proses migrasi selalu dimulai dari stratum basalis dari epitel dan kelenjar sebasea serta folikel rambut yang terletak


(26)

lebih dalam. Sel-sel akan memipih dan membentuk tonjolan-tonjolan kesekitarnya. Sel ini akan kehilangan perlekatan dengan sel basal disekitarnya dan mulai bermigrasi. Beberapa hari setelah migrasi dimulai, sel akan istirahat dan membelah diri.

Setelah permukaan kulit ditutupi oleh sel-sel epitel, sel-sel ini akan kembali ke fenotipik yang normal. Epetelisasi yang berhasil, diperluas dengan mempertahankan permukaan kulit agar tetap lembab dan tidak kering. Keropeng alami mungkin cukup baik untuk tujuan ini, bahan penutup yang tidak lengket sangat baik untuk mempertahankan permukaan kulit tetap lembab dan dapat meningkatkan proses epitelisasi secara bermakna.

k. Nutrisi

Nutrisi yang tidak adekuat dapat mengganggu proses penyembuhan. Misalnya penghambatan respon imun dan opsonisasi bakteri. Defisiensi asam askorbat merupakan penyebab gangguan penyembuhan luka yang paling sering. Asam askorbat merupakan suatu kofaktor dalam hidroksilasi prolin menjadi asam aminohidroksi prolin pada sintesis kolagen dalam penambahan molekul oksigen. Jaringan parut lama, memiliki aktifitas kolagenase yang lebih tinggi dari pada kulit normal. Oleh sebab itu pada pasien skorbut, jaringan parut akan


(27)

retak lebih dahulu dibandingkan kulit normal. Terapi penggantian vitamin c secara agresif harus segera dilakukan setelah tauma mayor unutk mencegah komplikasi penyembuhan luka.

Zat besi merupakan unsure yang penting untuk penyembahan luka yang sesuai. Besi jaga diperlukan untuk berlangsungnya hidroksilase reisdu prolin. Kalsium dan magnesium dibutuhkan untuk aktivasi kolagenase dan sintesis protein secara umum. Faktor esensial lain untuk penyembuhan luka adalah suplai oksigen yang adekuat. Kebanyakan penyembuhan luka yang kronik dapat diatasi secara efektif dengan meningkatkan oksigenisasi jaringan.

1.3.3. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

a. Faktor yang mempercepat penyembuhan luka terdiri dari (Kozier, 1995 & Taylor,1997) :

1). Pertimbangan perkembangan

Anak dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan luka daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati yang dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah (Kozier, 1995).


(28)

2). Nutrisi

Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian metabolisme pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya Protein, Karbonhidrat, Lemak, Vitamin dan Miniral (Fe, Zn) Bila kurang nutrisi diperlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekwat (Taylor, 1997).

3). Infeksi

Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam percepatan penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri. Dengan adanya infeksi maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan terhambat.

4) Sirkulasi dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Saat kondisi fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan sel tidak berjalan lancar. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah berpengaruh terhadap kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan sel.

Pada orang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah Infeksi dan


(29)

lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa yang mederita gangguan pembuluh darah prifer, hipertensi atau DM. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernafasan kronik pada perokok.

5). Keadaan luka

Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan cepat. Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding dengan luka bersih. 6). Obat

Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka. Dengan demikian pengobatan luka akan berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lebih lama.

b. Faktor yang memperlambat penyembuhan luka

Tidak adanya penyembuhan luka akibat dari kerusakan pada satu atau lebih dari proses penyembuhan normal. Proses ini diklasifikasikan menjadi faktor Intrinsik dan ekstrinsik (Black & Jacob’s, 1997).


(30)

Ketika luka terinfeksi, respon inflamatori berlangsung lama dan penyembuhan luka terlambat. Luka tidak akan sembuh selama ada infeksi. Infeksi dapat berkembang saat pertahanan tubuh lemah. Diagnosa dari infeksi jika nilai kultur luka melebihi nilai normal. Kultur memerlukan waktu 24-48 jam dan selama menunggu pasien di beri antibiotika spektrum luas. Kadang-kadang benda asing dalam luka adalah sumber infeksi.

Suplai darah yang adekuat perlu bagi tiap aspek penyembuhan. Suplai darah dapat terbatas karena kerusakan pada pembulu darah Jantung/ Paru. Hipoksia mengganggu aliran oksigen dan nutrisi pada luka, serta aktifitas dari sel pertumbuhan tubuh. Neutropil memerlukan oksigen untuk menghasilkan oksigen peroksida untuk membunuh patogen. Demikian juga fibroblast dan fagositosis terbentuk lambat. Satu-satunya aspek yang dapat meningkatkan penyembuhan luka pada keadaan hipoksia adalah angio genesis.

2) Faktor ekstrinsik

Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka meliputi malnutrisi, perubahan usia dan penyakit seperti diabetes melitus. Malnutrisi dapat mempengaruhi beberapa area dari proses penyembuhan. Kekurangan protein menurunkan sintesa dari kolagen dan leukosit. Kekurangan


(31)

lemak dan karbonhidrat memperlambat semua fase penyembuhan luka karena protein di rubah menjadi energi selama malnutrisi. Kekurangan Vitamin menyebabkan terlambatnya produksi dari kolagen, respon imun dan respon koagulasi.

Pasien tua yang mengalami penurunan respon inflamatari yang memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan penurunan sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositasis terlambat. Ditambah pula kemungkinan Pasien mengalami gangguan yang secara bersamaan menghambat penyembuhan luka seperti Diabetes Melitus.

Diabetes Melitus adalah gangguan yang menyebabkan banyak pasien mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan karena gangguan sintesa kolagen, angiogenesis dan fagositosis. Peningkatan kadar glucosa mengganggu transport sel asam askorbat kedalaman bermacam sel termasuk fibroblast dan leukosit. Hiperglikemi juga menurunkan leukosit kemotaktis, arterosklerosis, kususnya pembuluh darah kecil, juga pada gangguan suplai oksigen jaringan.

Neurapati diobotik mrupakan gangguan penyembuhan lebih lanjut dengan mengganggu komponen neurologis dari


(32)

penyembuhan. Kontrol dari gulu darah setelah operasi memudahkan penyembuhan luka secara normal.

Merokok adalah gangguan Vaso kontriksi dan hipoksia karena kadar Co2 dalam rokok serta membatasi suplai oksigen ke jaringan. Merokok meningkatkan arteri sklerosis dan platelet agregasi. Lebih lanjut kondisi ini membatasi jumlah oksigen dalam luka.

Penggunaan steroid memperlambat penyembuhan dengan menghambat kologen sintesis, Pasien yang minum steroid mengalami penurunan strenght luka, menghambat kontraksi dan menghalangi epitilisasi.

Untungnya Vitamin A ada untuk meningkatkan penyembuhan luka yang terhambat karena gangguan atau penggunaan steroid.

1.3.4. Jenis-jenis penyembuhan luka

a. Healing by Primary Intention (Penutupan luka primer)

Penutupan ini akan merapatkan jaringan yang terputus dengan bantuan benang, klip dan verban perekat. Setelah beberapa waktu, maka sintesis, penempatan dan pengerutan jaringan kolagen akan memberikan kekuatan dan integritas pada jaringan tersebut. Pertumbuhan kolagen tersebut sangat penting pada tipe penyembuhan ini. Pada penutupan primer tertunda, perapatan jaringan ditunda beberapa hari setelah luka


(33)

di buat atau terjadi. Penundaan penutupan luka ini bertujuan mencegah infeksi pada luka-luka yang jelas terkontaminasi oleh bakteri atau yang mengalami trauma jaringan yang hebat. Fase-fase dalam intention primer :

1. Fase inisial berlangsung 3-5 hari

2. Sudut insisi merapat, migrasi sel-sel epitel,mulai pertumbuhan sel

3. Fase granulasi (5 hari – 4 mg)

Fibroblas bermigrasi kedalam bagian luka dan mensekresi kolagen. Selama fase granulasi luka berwarna merah muda dan mengandung pembuluh darah. Tampak granula-granula merah. Luka beresiko dehiscence dan resisten terhadap infeksi. Epitelium pada permukaan tepi luka mulai terlihat. Dalam beberapa hari lapisan epithelium yang tipis akan bermigrasi menyebrangi permukaan luka. Epitel menebal dan mulai matur dan luka mulai merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi 3-5 hari.

4. Fase kontraktur scar (7 hari – beberapa bulan)

Serabut-serabut kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling. Pergerakan miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area penyembuhan, menutup defek dan membawa ujung kulit tertutup bersama-sama. Skar yang matur selanjutnya terbentuk. Skar yang matur tidak


(34)

mengandung pembuluh darah dan pucat, serta lebih terasa nyeri dari pada fase granulasi.

b. Healing by Secondary Intention (Penutupan luka sekunder) Luka yanmg terjadi dari trauma, ulserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah besar eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang cukup luas menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih besar dari pada penyembuhan luka. Kegagalan penutupan sekunder dari luka terbuka akan berakibat terbentuknya luka terbuka kronis. c. Healing by Tertiary Intention (Penutupan luka tertier)

Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringan granulasi dijahit bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi, terbuka dan dijahit rapat setelah infeksi dikendalikan. Juga dapat terjadi ketika luka primer mengalami infeksi, terbuka dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi dan kemudian dijahit. Intension tersier biasanya mengakibatkan skar yang lebih luas dan lebih dalam dari pada intension primer atau sekunder.

1.3.5. Komplikasi penyembuhan luka

Meliputi Infeksi, pendarahan, dehiscence dan evicerasi (Kozier, 1995, Taylor, 1997)


(35)

Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari Infeksi sering muncul dalam 2-7 hari setelah pembedahan.gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainage, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan leukosit. b. Pendarahan

Dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti darain). Hipovolemia mungkin tidak cepat tampak, sehingga balutan jika mungkin harus sering di lihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika terjadi perdarahan yang berlegihan, penambahan tekanan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan & intervensi pembedahan mungkin diperlukan.

c. Dehiscence dan Eviscerasi

Dehiscence dan Eviscerasi adalah komplikasi post operasi

yang serius. Dehiscence yaitu terbukanya lapisan luka partial. Eviscerasi yaitu keluarnya pembulu kapiler melalui daerah irisan.

Sejumlah faktor meliputi ; kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, gagal untuk menyatu, bentuk yang berlebihan,


(36)

muntah dan dehidrasi dapat mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka.

Ketika dehiscence & eviscerasi terjadi luka, harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

1.4. Perkembangan perawatan luka.

1.4.1. Prinsip penanganan luka saat ini meliputi beberapa hal (Burnsurgery, 2004)

a. Mengontrol infeksi

Isolasi substansi tubuh dan tehnik cuci tangan yang baik dan benar. Sarung tangan yang bersih atau steril dan balutan steril. Instrumen steril untuk mengganti balutan.

Krasher dan Kennedi (1994) melakukan metode alternatif dalam mengganti balutan dengan kombinasi tehnik steril dan non steril.

Merujuk ke teknik “tidak boleh disentuh” adalah sebagai berikut :

1. Gunakan dua pasang sarung tangan tidak steril, kasa steril ukuran 4×4 , normal salin (Nacl 0,9%) steril.

2. Sarung tangan pertama digunakan untuk membuka bantuan luka yang kotor, kemudian lepaskan dan cuci tangan.


(37)

3. Buka peralatan steril menggunakan tehnik steril.

4. Kenakan sarung tangan kedua, tuang normal saline di atas luka dengan menampung waskom dibawah luka.

5. Pegang kasa steril pada sisanya/pinggir luka, bagian depan (yang menyentuh luka) jangan samapai tersentuh oleh tangan yang mengenakan sarung tanga tidak steril.

6. Bersihkan luka dengan gerakan sirkuler/ melingkar diawali dari bagian dalam luka kearah luar. Untuk tiap putaran kasa diganti dengan yang baru.

7. Bersihkan dan keringkan juga disekeliling luka.

8. Tutup kembali luka dengan meletakkan balutan di atasnya, pegang sisi/sudut balutan penutup dan letakkan bagian yang tidak tersentuh di atas permukaan luka.

9. Tutup dengan balutan transparan, tulis tunggal, jam dan initial balutan.

Gunakan Sodium Clorida 0,9% untuk irigasi dan bersihkan luka. Minimalkan trauma dengan gosokan luka secra hati-hati. Ganti balutan baru setiap kali membersihkan luka.

b. Moist wound healing (penyembuhan luka dengan kondisi lembab)

Kondisi fisiologis jaringan adalah dengan kondisi hidrasi yang seimbang untuk mempertahankan kelembaban.


(38)

Kondisi yang lembab memfasilitasi pertumbuhan jaringan yang baru (granulasi). Keadaan ini biasanya dapat terjaga dengan baik bila kondisi kulit utuh. Namun inilah masalahnya dimana kulit sudah mengalami kerusakan dan gagal melakukan fungsinya. Untuk itu seorang perawat memikirkan bagai mana mempertahankan kondisi hidrasi luka yang sudah kehilang perlindungan yaitu kulit, dan bahan apa yang dapat menggantikan kulit tersebut.

1.4.2. Pengkajian luka a. Lokasi

Lokasi luka dapat mempengaruhi penyembuhan luka, dimana tidak semua lokasi tubuh mendapatkan peredaran darah yang sama. Ditinjau dari prinsip fisiologis, pada bagian tubuh yang memiliki pembuluh darah yang banyak akan mendapatkan aliran darah yang banyak. Hal ini akan mendukung penyembuhan luka lebih cepat dibandingkan dari bagian tubuh yang lebih sedikit mendapat aliran darah.

b. Ukuran luka

Diukur panjang, lebar dan diameternya bila bentuk luka bulat dengan sentimeter, gambarkan bentuk luka tersebut dengan lembar transparan yang telah dicatat berpola kotak-kotak berukuran sentimeter.


(39)

c. Kedalaman luka Kedalaman luka dapat diukur dengan kapas lidi steril yang

sudah dilembabkan dengan normal saline, masukan dengan hati-hati kedalam luka dengan posisi tegak lurus (90o) hingga kedasar luka. Beri tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Ukur dengan sentimeter.

d. Gowa atau terowongan

Gowa dan terowongan dapat diketahui denga melakukan palpas jaringan disekeliling pinggir luka, dimana akan teraba tenderness/perlukan. Masukan saline melalui mulut lubang ke dasar luka/ujung terowongan. Beri tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Beri tekanan /palpasi dengan hati-hati dan kaji saluran yang abnormal tersebut.

Jangan pernah menggunakan kekuatan dorongan yang berlebilan bila menggunakan kapas lidi. Ukur lokasi dan kedalaman lubang/penetrasi. Untuk penentuan lokasi ditetepkan dengan pola arah jarum jam dengan pusat pada tengah luka dan jam 12 sesuai garis anatomis sumbu tubuh manusia. Misalnya lokasi mulut lubang terdapat pada posisi jam 8 dengan kedalaman 5 cm atau dapat dibuatkan gambar jam dengan tanda pada posisi jam 8.


(40)

e. Warna dasar luka

Warna dasar luka sangat penting dikaji karena berhububungan dengan penentuan terapi topikal dan jenis balutan luka.

Ada beberapa macam warna dasar luka yang membutuhkan perlakuan spesifik terhadap masing-masing sesuai warna dasar tersebut.

1) Nekrotik

Biasanya warna dasar hitam, tampak kering dan keras disebut keropeng. Kering tidak berarti jaringan dibawahnya tidak terinfeksi atau tidak ada sksudat, ini tidak dapat dipastikan tanpa dilakukan palpasi terlebih dahulu. Dengan melakukan palpasi dapat dirasakan ada tenderness atau tidak dibawah jaringan keropang tersebut dan disekitar luka teraba panas dan tampak tanda radang disekelilingnya yang perlu diperhatikan. Dan juga tidak terlepas dari keluhan penderita apakah merasa nyeri berdenyut dibawah jaringan nekroit tersebut. Untuk luka seperti ini membutuhkan suasana yang lembab sehingga nekrotik yang kering tersebut dapat lepas dengan sendirinya. Jenis balutan yang baik adalah hidrogel. Diatasnya diletakan kasa dan balutan transparan.


(41)

2) Sloughy

Warna dasar luka ini tampak kekuningan, sangat eksudatif atau tampak berair/basah. Sloughy ini harus diangkat dari permukaan luka karena jaringan ini juga sedang mengalami nekrotik, dengan demikian pada dasar luka akan tumbuh jaringan granulasi buntuk proses penyembuahan. Untuk luka seperti ini dibutuhkan hydrogen untuk melepas jaringan nekroit. Gunakan hydrofiber untuk menyerap eksudat yang berlebihan sehingga tercipta lingkungan yang konduksif. (moist/lembab) untuk proses panyembuhan luka. Bila luka mudah berdarah lebih baik digunakan calcium alginate. Hydrofiber yang mengandung calcium alginato dapat menghentikan pendarahan dengan segera.

3). Granulasi

Warna dasar luka ini adalah merah. Perlu diketahui bahwa ini merupakan pertumbuhan jaringan yang baik, namun tidak dapay dibiarkan tanpa pambalut. Tetap harus diberi pelindung sebagai pengganti kulit utuk mencegah kontaminasi dari dunia luar dan menciptakan kondisi lingkungan luka yang baru untuk pertumbuhan sel granulasi tersebut. Biasanya luka ini sangat mudah berdarah. Boleh diberikan balutan hydrogen dan apabila eksudat banyak


(42)

dapat digunakan hydrofiber yang mengandung calcium alginate labih efektif.

4). Epitelisasi

Warna dasarnya adalah pink, kadang-kadang sebagian luka ini masih dalam proses glanulasi. Untuk itu perlu pemilihan balutan yang dapat mendukung mutasi sel yaitu douderm tipis (extra thin). Balutan ini berbentuk wafer/padat, tidak berbentuk seruk, namun cukup lunak dan nyaman diletakan diatas permukaan luka dan tidak menimbulkan trauma terghadap luka, dapat juga menyetap eksudut yang minimal melindungi luka dari kontaminasi. 1) Infeksi

Luka ini banyak warna dasarnya, umumnya ada pada ke empat warna diatas. Untuk luka ini balutan balutan dapat dikombinasi. Bila cendrung berdarah dapat ditutup dengan calciun alginate diatas bagian yang berdarah tersebut. Untuk eksudat yang banyak dapat dipilih hydrofiber dan untuk bau yang tidak enak dapat diberikan Carboflex. Kemudian tutup denga balutan transparan untuk memantau kondisi dari luar tanpa membuka balutan

2) Funging malodours

Warna luka berfariasi, luka ini sangat kompleks biasanya dialami oleh penderita kangker, terutama kangker


(43)

mammae dimana sebagian permukaan luka sangat mudah berdarah, eksudat banyak, bau tidak enak, ukurannya besar dan lokasinya dekat dengan hidung. Untuk menentukan balutan yang efektif dapat dilakukan sesuatu dengan petunjuk pada luka yang terinfeksi yang telah ditulis sebelumnya.

1.4.3. Bahan yang digunakan untuk perawatan luka a Sodium Clorida 0,9%

Sodium Clorida 0,9% adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena tidak ada reaksi hiper sensi tivitas terhadap Sodium Clorida (Nacl). Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Liley & Aucker, 1999). Natrium dan clorida sama seperti plasma darah. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handarson, 1992). Nacl tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah Sodium Clorida 0,9%.

Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembapan sekitar luka dan membantu proses penyembuhan luka serta mudah didapat dengan harga relatif murah. (http://promise. Com/wound care/).


(44)

Hanya normal saline solutio yang di rekomondasikan oleh American Health Care Police and Research ( ALICPR) untuk perawatan luka seperti membersihkan dan membalut luka.

Normal saline fisiologis tidak akan merusak kulit dan secara adekuat menjaga kebersihan luka (Black, JM & Jacob’s, EM, 1997).

b. Povidine Iodine

Povidine Iodine adalah elemen non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang di kombinasi dengan bahan lain. Walaupun Iodine bahan non metalik, Iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang jelas. Iodine hanya larut sedikit di air tetapi dapat larut keseluruhan dalam alkohol (Lilley & Auker, 1999).

Larutan ini akan melepaskan Iodine anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alargen serta maninggalkan residu (Sodikin, 2002).

Studi menunjukkan bahwa antiseptik seperti Povidine Iodine toxic terhadap sel (Tompson, J, 2001). Iodine dengan konsentrasi > 3% dapat memberi rasa panas pada kulit. Rosa terbakar akan nampak ketika daerah yang di rawat ditutup dengan balutan Oklusif kulit dapat ternoda serta nyeri pada sisi


(45)

luka (Lilley & Aucker, 1999). Povidine Iodine 10% mempunyai aktivitas baktericida yang baik terhadap bakteri yang ada di kulit dan kelenjar keringat yang kemudian pada kulit sering timbul resida atau sisa warna Iodine (Oetomo, Ks, 1994).

2. Luka Appendictomi

Luka appendiktomi adalah luka bersih dari tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat atau membuang apendik yang terinfeksi secara mendadak atau apendicitis akut .

Luka irisan tepat di abdomen kanan bawah,dengan posisi irisan benar-benar samping atau miring,kearah tengah dari spina anterior superior,bukan langsung ke titik Mc Burnay dengan ukuran 2 – 3 cm ( Dudley,1992 ). Otot oblique kemudian ditoreh atau di iris lalu irisan dilebarkan sekitar 4 cm kedua arah. Dengan demikian panjang keseluruhan luka irisan berkisar 8 cm. Hal ini untuk memudahkan pengangkatan dan pemotongan appendik yang terinfeksi.

Luka appendiktomi adalah luka bersih yang termasuk luka akut dimana proses penyembuhan lukanya akan berlangsung secara alami menurut fase penyembuhan luka (Taylor,1997). Dengan demikian, proses penyembuhan luka appendiktomi akan mengikuti tahapan penyembuhan luka secara alami , dimana kondisi luka tetap dalam keadaan tertutup balutan steril.


(46)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Pasien post operasi appendiksitis/appendiktomi mengalami perlukaan berupa luka iris yang bersih. Irisan yang benar-benar samping atau miring dibagian bawah umbilikus/kanan bawah abdomen sepanjang ±8 cm kearah tengah dari spina anterior superior, bukan langsung di atas titik Mc Burnay (Dudley, 1992).

Pada luka dalam beberapa waktu akan mengalami perbaikan jaringan. Dalam pemberian pelayanan keperawatan, salah satu masalah yang timbul adalah potensial infeksi berhubungan dengan luka operasi. Pada pelaksanaanya perawatan harus melakukan tindakan rawat luka dalam membantu proses penyembuhan luka dan pencegahan infeksi. Perawatan luka dengan menggunakan bahan atau larutan pembersih yang sesuai dengan jenis luka (Taylor, 1997).

Untuk meningkatkan proses perbaikan jaringan perlu tindakan perawatan luka yang baik dan benar dengan penggunaan bahan yang sesuai. Perawatan luka operasi dapat menggunakan Sodium Clorida 0,9% atau menggunakan Povidine Iodine 10% dengan tehnik perawatan menggunakan tehnik lembab. Perawatan luka tetap memperhatikan tehnik steril maupun aseptik. Penggunaan Sodium Clorida untuk merawat luka dengan tehnik lembab akan menjaga kelembapan luka. Dengan kata lain lebih lama kering sehingga akan


(47)

meningkatkan laju epitelisasi jaringan epidermis, hal ini ditandai dengan adanya merah dan bengkak pada luka serta adanya rasa nyeri yang di sebut fase imflamatori. Epitelial sel membantu sebagai borier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya microorganisme. Sifat Sodium Clorida 0,9% membantu mempercepat pembentukan kolagen dengan mengkondisikan lingkungan yang seimbang (Taylor, 1997 & Potter, 1998).

Perawatan luka dengan menggunakan Povidine Iodine dilakukan dengan tehnik lembab dan tetap mempertahankan prinsip aseptik. Povidine Iodine dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol akan menyebabkan Povidine Iodine lebih cepat kering sehingga epitelisasi sel tidak dapat terbentuk dengan cepat. Povidine Iodine mengeluarkan Iodine dan menjaga dari microorganisme sehingga pada fase inflamatori yang merupakan fase rawan infeksi, luka dapat terbebas dari infeksi. Fase proliferasi luka sudah membentuk kolagen, Iodine akan membuat luka menjadi kering dan pada sebagian orang akan terjadi iritasi terkait dengan sifat Iodium yang iritan (Lilley & Aucker, 1999).

Percepatan penyembuhan luka sendiri dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam tubuh manusia seperti usia, keadaan luka, sirkulasi darah dan oksigenasi. Sedangkan faktor eksternal faktor di luar tubuh manusia yang mempengaruhi penyembuhan luka meliputi nutrisi, obat dan infeksi. Proses penyembuhan luka yang menggunakan Sodium Clorida 0,9% akan lebih cepat sembuh dari yang menggunakan Povidine Iodine 10% (Burnsurgery, 2004).


(48)

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti merumuskan kerangka penelitian berdasarkan konsep penanganan luka dengan konsep appendiktomi untuk melihat pengaruh perawatan luka bersih dengan menggunakan Sodium Chlorida 0,9% dan Povidine Iodine 10% terhadap percepatan penyembuhan luka post appendiktomi. Pada kelompok sampel akan diawali dengan pengisian data demografi, kemudian pada kelompok 1 (dengan menggunakan Sodium Chlorida 0,9%) serta kelompok 2 (dengan menggunakan Povidine Iodine 10%) akan diberi perlakuan perawatan luka bersih post appendiktomi. Setelah intervensi, maka akan dilihat efek atau pengaruh bagaimana proses penyembuhan luka pada kelompok tersebut.

2. Kerangka Penelitian

Variabel penelitian:

1. Perawatan luka bersih menggunakan Sodium Clorida 0,9 % 2. Perawatan luka bersih menggunakan Povidine Iodine 10 % 3. Penyembuhan luka appendiktomi

Perawatan luka apendiktomi dengan Sodium Chlorida 0,9 %

Penyembuhan luka Perawatan luka

apendiktomi dengan Povidine Iodine 10%


(49)

3. Definisi Operasional

3.1 Perawatan luka apendiktomi dengan Sodium Chlorida 0,9 %

Perawatan luka apendiktomi yang dilakukan dengan menggunakan larutan Sodium Chlorida 0,9%. Larutan Sodium Chlorida 0,9% adalah larutan fisiologis seperti yang ada dalam tubuh manusia dan merupakan normal salin yang aman. Larutan ini tidak menimbulkan iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembapan sekitar luka dan membantu proses penyembuhan luka serta mudah didapatkan dengan harga yang relatip murah.

3.2 Perawatan luka apendiktomi dengan Povidine Iodine 10%

Perawatan luka apendiktomi yang dilakukan dengan menggunakan larutan Povidine Iodine 10%. Larutan Povidine Iodine 10% adalah elemen non metalik dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bentuk bahan lain. Berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang jelas. Bahan ini agak iritan dan alergen sehingga cocok untuk luka kotor yang terinfeksi bakteri. Mempunyai aktivitas baktericida yang baik terhadap bakteri di kulit dan menimbulkan residu.

3.3 Penyembuhan luka appendiktomi

Luka appendiktomi adalah luka bersih dari tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat atau membuang apendik yang terinfeksi secara mendadak atau apendicitis akut. Irisan yang benar-benar samping atau miring dibagian bawah umbilikus/kanan bawah abdomen sepanjang ±8 cm kearah tengah dari spina anterior superior.


(50)

Luka apendiktomi termasuk luka akut dimana proses penyembuhan luka mengikuti tahap-tahap penyembuhan luka secara alami meliputi: a.fase inflamasi,berlangsung 1 sampai 5 hari

b.fase proliferasi berlangsung 6 sampai 3 minggu

4, Hipotesis

4.1 Terdapat perbedaan percepatan penyembuhan luka dengan menggunakan Sodium Clorida 0,9 % dan Povidine Iodine 10 % (Ha) 4.2 Tidak terdapat perbedaan percepatan penyembuhan luka dengan

menggunakan Sodium Clorida 0,9 % dan Povidine Iodine 10% (Ho)

Hasil penelitian ini didapatkan Ho ditolak dan Ha diterima.

Terdapat perbedaan percepatan penyembuhan luka dengan menggunakan Sodium Clorida 0,9% dan Povidine Iodine 10% .


(51)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan mengantipasi beberapa kesulitan yang mugkin timbul selama proses penelitian (Burns & Grove, 1991). Dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperiment two group , untuk mengidentifikasi perbedaan pengaruh perawatan luka bersih dengan menggunakan Sodium Chlorida 0,9% dan Povidine Iodine 10% terhadap penyembuhan luka post appendiktomi.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmojo, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien post apendiktomi yang dirawat di ruang Bougenuil, Dahlia & Teratai RSU kota Tanjung Pinang. Data medical record tahun 2010 didapati jumlah penderita operasi appendiktomi 168 pasien (Kode:K36).

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmojo, 2002). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Total Sampling, yaitu keseluruhan jumlah populasi dijadikan sampel, sebanyak 20 orang (dalam dua bulan).

Dengan rincian selama sebulan pasien 8-16 orang. Penelitian ini akan dilakukan selama dua bulan untuk mencapai populasi 20 orang.


(52)

Dari sini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok A menggunakan sodium klorida 0,9 % dan kelompok B menggunakan povidine iodine 10 %. Pasien diberi nomor urut 1 sampai 20, kemudian setiap nomor ganjil masuk kelompok A dan setiap nomor genap masuk kelompok B.

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti.

Kriteria inklusi :

a. Pasien bersedia diteliti

b. Pasien post appendiktomi hari pertama sebelum dan sesudah perawatan luka sampai hari ke-5 post operasi

c. Status gizi baik dengan pengukuran berat badan yang ideal d. Luka operasi ± 8 cm, luka jahitan atau heacting

e. Pasien tidak mengalami infeksi dibagian tubuh lainnya atau kondisi baik f. Obat yang dipakai untuk penyembuhan luka

g. Batasan usia 13 tahun sampai 50 tahun

h. Luka post App merupakan tindakan operasi kecil, butuh perawatan luka yang sederhana, waktu penyembuhan luka cepat, lama rawat biasanya 4-5 hr, merupakan luka akut.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang Boagenvil, ruang Dahlia dan Teratai di Rumah Sakit Umum kota Tanjung Pinang, propinsi kepulauan Riau. Alasan peneliti adalah karena Rumah Sakit Umum Tanjung Pinang merupakan rumah sakit tipe B dan maemiliki fasilitas dan spesialis yang mendukung untuk


(53)

proses pendidikan kesehatan, serta belum adanya penelitian terkait yang dipublikasikan yang menjadi bahan pertimbangan penulis untuk melakukan penelitian tersebut. Waktu penelitian akan dilaksanakan selama bulan Juli dan Agustus 2011 selama 2 bulan.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Dalam melakukan penelitian mengajukan permohonan ijin kepada Direktur RSU kota Tanjung Pinang dan dokter penanggung jawab ruangan (komite etik) yang bertanggung jawab, untuk mendapatkan persetujuan. Melakukan pendekatan dengan pasien untuk mendapatkan persetujuan dari pasien sebagai subjek penelitian dengan memperhatikan prinsip etik benefisiensi (memaksimalkan manfaat dan meminimalkan kerugian) dan nonmalefisiensi (tidak merugikan pasien). Data dikumpulkan dengan melakukan intervensi dan observasi pada pasien post op appendiktomi di RSU kota Tanjung Pinang.

4.1 Informed Concent (Lembar persetujuan penelitian).

Diberikan pada responden, tujuannya agar subjek mengetahui maksud tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Bila subjek bersedia maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subjek tidak mau diteliti, peneliti tidak akan memaksa dan menghormati haknya.

4.2Anonimity (tanpa nama). Untuk menjaga kerahasiaan idenfitas pasien, peneliti tidak akan


(54)

mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, hanya memberi nama kode.

4.3 Confidentiallity (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi dari pasien dijamin oleh peneliti.

5 Instrument Penelitian

5.1 Data Demografi

Data demografi meliputi nomor responden, usia, jenis kelamin, pekerjaan/aktivitas, dan ras/suku. Data ini berguna untuk membantu peneliti mengetahui latar belakang dari responden yang bias berpengaruh terhadap penelitian ini.

5.2 Lembar Observasi penyembuhan luka post appendiktomi

Lembar observasi akan dibuat peneliti sendiri dan mengacu pada konsep teori pada luka appendiktomi serta konsep perawatan luka bersih. Berdasarkan pase penyembuhan luka alami meliputi adanya sintesis kolagen dengan melihat adanya jembatan penyembuhan dibawah jahitan yang mulai menyatu. Jembatan penyembuhan ini muncul pada hari kelima sampai hari ke tujuh post operasi. Jahitan biasanya diangkat atau dilepas bila sudah terlihat adanya tensil strength yang mendekatkan tepi luka. Tidak didapati tanda-tanda infeksi seperti dolor, kalor, rubor dan bengkak pada daerah luka apendiktomi.

6. Alat dan Bahan

a. Kasa steril ukuran 4 x 5 cm sebanyak 10 - 15 lembar (untuk satu pasien) b. Cairan Sodium Chlorida 0,9% sebanyak 150 - 200 cc (idem)


(55)

c. Cairan Povidine Iodine 10 % sebanyak 10 -15 cc (idem) d. Plaster hipafixs selebar yang dibutuhkan.

e. Alat-alat instrument rawat luka : pinset anatomis, pinset cirurgis, gunting jaringan, gunting perban, bengkok, com kecil, bak instrument.

f. Handscoen steril 1 pasang, hand scoen bersih 1 pasang g. Perlak pengalas luka, duk steril, kain pengalas perlak. h. Alkohol 70% sebanyak 10 – 20 cc

7. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pengumpulan data pada calon responden.

b. Memberikan informed consent pada calon responden. c. Mengisi kuesioner data demografi oleh calon responden.

d. Menjelaskan jadwal kontrak kegiatan dimana kepada kelompok dilakukan perawatan luka.

e. Melakukan perawatan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan : Prosedur yang sesuai dengan kriteria inklusi di intervensi dengan dua bahan tersebut pada 2 kelompok (kelompok Sodium Clorida & kelompok Povidine Iodine). Hari pertama setelah post operasi (24 jam post op) dilakukan observasi perawatan luka dengan lembar observasi penyembuhan luka tanpa membuka balutan verban operasi. Hal ini sesuai protap perawatan luka post op di ruang perawatan. Baru setelah hari


(56)

kedua post op (2x24 jam) dilakukan perawatan luka dengan mengganti verban luka operasi. Keadaan luka di observasi dengan lembar observasi penyembuhan luka. Intervensi sesuai dengan bahan yang telah ditentukan untuk tiap responden (kelompok Sodium & kelompok Povidine) dan dilakukan perawatan luka sampai hari ke-5 post operasi. Pada hari ke-5 dilakukan total skore terhadap lembar observasi dan diamati tingkat perbedaan penyambuhan luka antara kelompok Sodium dan kelompok Povidine Iodine.

Untuk pasien yang pulang kerumah sebelum hari ke-5, peneliti melakukan perawatan lanjutan dirumah (Home care) hingga perawatan hari ke-5. Peneliti melakukan home care sebanyak 4 orang pasien yaitu kelompok sodium 3 orang pasien (Tn.H, Tn.M dan anak S) dan kelompok Povidine 1 orang pasien (Ny.R). Sebelum melakukan home care, peneliti telah menjalin kontrak kesepakatan dengan pasien dan keluarga hingga perawatan hari ke-5. Dalam melakukan perawatan luka home care, peneliti tidak meminta biaya (pelayanan gratis).


(57)

8. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat mendeskripsikan tentang distribusi frekuensi data responden mengenai umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan dan data mengenai penyembuhan luka yang diperoleh dimasukkan dalam lembar observasi.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat untuk mengetahui perbedaan perbandingan penyembuhan luka appendiktomi dengan menggunakan sodium clorida 0,9% dan Povidine iodine 10%. Selanjutnya membandingkan kelompok dengan intervensi menggunakan bahan A (Sodium clorida 0,9%) dan kelompok dengan intervensi bahan B (Povidine iodine 10%), yang menggunakan uji statistic independen t test (uji beda dua mean independen). Tujuannya untuk mengetahui signifikasi penyembuhan luka dengan menggunakan sodium clorida 0,9% dan Povidine iodine 10%.


(58)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian sebagaimana penelitian dibuat. Dalam hasil penelitian ini penulis menguraikan tentang data penelitian dan karakteristik sampel penelitian. Di bagian pembahasan diuraikan tentang perbandingan hasil penelitian :

1. Hasil Penelitian

1.1. Karakteristik responden

1.1.1. Karakteristik responden group sodium klorida 0,9%

Responden penelitian ini menunjukkan bahwa penyembuhan luka appendiktomi pada kelompok yang menggunakan Sodium Klorida 0,9% memiliki rentang usia antara 13 – 42 tahun. Setengah responden berada pada usia antara 19-24 tahun(50%, N=5). Rata-rata umur responden 21 tahun, dengan standar deviasi 8,936., Lebih dari setengah berjenis kelamin perempuan (70%, N=7). Mayoritas beragama Islam (90%, N=9) dan bila di lihat dari kesukuan Suku Jawa menduduki peringkat tertinggi (40%, n=4). Tingkat pendidikan responden 40% berpendidikan SLTP dan SMU (N=4), dan lebih dari setengah bekerja swasta (60%, N=6) serta setengah responden berpenghasilan antara Rp.800.000 sampai Rp. 1.500.000 (50%, N=5) .

1.1.2 Karakteristik responden group Povidine iodine 10%

Penyembuhan luka appendiktomi pada kelompok yang menggunakan povidine iodine 10% memiliki rentang usia antara 13-37 tahun. Dimana dua pertiganya berada pada rentang usia 25-30 th (40%, N=4). Lebih dari setengah


(59)

responden berjenis kelamin laki-laki (60% ,N=6) dan mayoritas beragama Islam (90%, N=9). Dilihat dari kesukuan, Suku Jawa menduduki peringkat tertinggi yaitu (40%, N=4). Tingkat pendidikan responden mayoritas SMU (80%, N=8). Dan lebih dari setengah bekerja swasta (60%, N=6) serta berpenghasilan diatas Rp.1.500.000,per bulan (70%, N=7). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.1. berikut ini :

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Pada Kelompok Dengan Menggunakan Povidine Iodine 10% dan Kelompok Sodium Klorida 0,9% di RSU Tanjung Pinang Tahun 2011

Karakteristik Demografi Responden

Kelompok Sodium Klorida 0,9%

Kelompok Povidine Iodine 10%

F % F %

Umur

• 13-18 tahun • 19-24 tahun • 25-30 tahun • 31-36 tahun • 37-42 tahun Mean 3 5 1 0 1 21,50 30,0 50,0 10,0 0 10,0 2 3 4 0 1 24,30 20,0 30,0 40,0 0 10,0 Jenis Kelamin • Perempuan • Laki-laki 7 3 70,0 30,0 4 6 40,0 60,0 Agama • Islam • Kristen 9 1 90,0 10,0 9 1 90,0 10,0 Suku • Batak • Jawa • Melayu • Lain-lain 1 4 2 3 10,0 40,0 20,0 30,0 1 4 3 2 10,0 40.0 30,0 20,0 Pendidikan • SD • SLTP • SMU 2 4 4 2,0 4,0 4,0 0 2 8 0 20,0 80,0


(60)

Pekerjaan

• Wiraswasta • Swasta

• Lain-lain (pelajar)

3 6 1 30.0 60.0 10,0 1 6 3 10,0 60,0 30,0 Penghasilan

• < Rp.800.000 perbulan • Rp.800.000-1.500.000

perbulan

• > Rp.1.500.000 perbulan

3 5 2 30.0 50.0 20,0 1 2 7 10,0 20,0 70,0 Skor pada fase inflamasi penyembuhan luka post appendiktomi pada hari kelima menggunakan sodium chlorida 0,9% ditemukan luka sudah menutup, hal ini diketahui dari skor yang bernilai 0, yang artinya luka sudah sembuh. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Score Pada Hari Kelima Penyembuhan Luka Post Appendiktomi Dengan Sodium Chlorida 0,9% Di RSU Kota Tanjung Pinang Tahun 2011

Fase Penyembuhan Skor Mean

Kolor 0

0,00

Dolor 0

Rubor 0

Tumor 0

Fungtio lesa 0

Tabel 5.3. Penyembuhan Luka Appendiktomi Hari Kelima Menggunakan Sodium Chlorida 0,9%

Penyembuhan Luka F %

Sembuh 10 100

Tidak Sembuh 0 0

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa penyembuhan luka appendiktomi menggunakan Sodium Chlorida 0,9% pada hari kelima, seluruh luka menunjukkan kesembuhan (100%, N=10).


(61)

Skor pada fase inflamasi penyembuhan luka post appendiktomi pada hari kelima menggunakan povidine iodine 10%, luka masih belum menutup. Hal ini diketahui dari skor pada hari kelima rata-rata 1,50, artinya luka tidak sembuh. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Score Pada Fase Inflamasi Penyembuhan Luka Dengan Povidine Iodine 10% Di RSU Tanjung Pinang Tahun 2011

Fase Penyembuhan Skor Mean

Kolor 0

1,50

Dolor 3

Rubor 9

Tumor 1

Fungtio lesa 2

Tabel 5.5. Penyembuhan Luka Appendiktomi Menggunakan Povidine Iodine 10%

Penyembuhan Luka F %

Sembuh 0 0

Tidak Sembuh 10 100

Tabel 5.5 diketahui bahwa penyembuhan luka appendiktomi menggunakan Povidine Iodine 10% pada hari kelima, seluruh luka belum sembuh (100%, N=10).


(62)

Tabel 5.6. Distribusi Perbedaan Antara Penggunaan Sodium Klorida 0,9% dan Povidine Iodine 10% Dalam Percepatan Penyembuhan Luka Post Appendiktomi di RSU Kota Tanjung Pinang Tahun 2011

Kelompok Mean Standar

Deviasi

t Sig

5,582 0,000 Sodium Klorida 0,00 0,000

Povidine Iodine 1,50 0,850

Berdasarkan tabel 5.6 perbedaan perawatan luka post appendiktomi dengan menggunakan Sodium Clorida 0,9% sebesar 0,00, dengan standar deviasi sebesar 0,00.

Perbedaan penyembuhan luka pada kelompok yang menggunakan Povidine Iodine 10% dan sodium klorida 0,9% sebesar 0,00.

Perawatan luka menggunakan Povidine Iodine 10% mempunyai nilai rata-rata sebesar 1,50 dengan standar deviasi sebesar 0,850. Pada perawatan luka yang menggunakan sodium klorida 0,9% sebesar 0,00, dengan standar deviasi sebesar 0,00. Perbedaan penyembuhan luka pada kelompok yang menggunakan povidine iodine 10% dan sodium klorida 0,9% sebesar 0,00.

Hasil uji t independen didapatkan adanya perbedaan yang signifikan atas penyembuhan luka appendiktomi dengan menggunakan sodium chlorida 0,9% dengan povidine Iodine 10% dengan nilai t sebesar 5,582 dan nilai p adalah 0,000 (p < 0,05)


(63)

2. Pembahasan

2.1. Penyembuhan Luka Appendiktomi Menggunakan Sodium Chlorida 0,9%

Luka apendiktomi merupakan luka bersih yang digolongkan kedalam luka akut. Luka akut akan mengalami proses penyembuhan luka secara alami bila tidak mengalami infeksi nosokomial. Pada luka appendiktomi haruslah dilakukan perawatan luka yang baik agar tidak muncul komplikasi abses. Oleh karena itu perawatan pasien apendiktomi memerlukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan septik yang baik. Lama hari rawat luka appendiktomi hanya berkisar 3-5 hari dan memungkinkan pasien untuk berobat jalan.

Pemberian Sodium Chlorida 0,9% pada perawatan luka post operasi merupakan cara atau prosedur keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien post operasi. Pemilihan cairan yang tepat sangat mempengaruhi perkembangan kondisi luka post operasi, karena tidak semua cairan baik digunakan dalam perawatan luka, terutama luka post operasi. Pemilihan cairan yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlambat waktu rawat dan peningkatan biaya perawatan. Larutan untuk perawatan luka bila menggunakan Sodium Chlorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah Sodium Clorida 0,9 %. Sodium Clorida merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, sesuai dengan cairan plasma darah, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan

Penyembuhan luka appendiktomi yang menggunakan sodium Chlorida 0,9% diketahui dari rata-rata penyembuhan luka post appendiktomi dengan menggunakan sodium chlorida 0,9% diperoleh rata-rata sebesar 0,00. Penggunaan


(64)

Sodium Chlorida 0,9% membantu mempercepat pertumbuhan kolagen, selain asupan nutrisi dan pemberian antibiotik. Berdasarkan hasil observasi lamanya rawatan pada 10 orang pasien di tiga ruangan perawatan (R.teratai, R Bougenvil dan R dahlia) Rumah Sakit Umum Tanjung Pinang pada post apendiktomi diketahui, pada hari ke 5 rawatan penyembuhan luka sudah mulai membaik. Hal ini diketahui dari tingkat fase inflamasi penyembuhan luka pada fase kalor, dolor, rubor, tumor dan fungtio lesa menunjukkan nilai (skor) nol. Pasien apendiktomi rata-rata berumur 24 tahun, sehingga proses perawatan luka juga tidak lama, sebab usia juga mempengaruhi proses penyembuhan luka. Luka pada anak-anak atau orang muda akan lebih cepat sembuh di bandingkan dengan orangtua. Apendiks biasanya mengalami perforasi paling tinggi pada orang lanjut usia dengan komplikasi utama adalah sepsis luka. Hal ini juga dicermati juga dengan pengobatan tetrasiklin dan antibiotik profilaksis.

Proses penyembuhan luka dengan Sodium Chlorida membuat kondisi luka tetap lembab karena fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab. Hal ini sesuai dengan pendapat Winter (1962) yang dikutip oleh Gayatri (1999) mengatakan bahwa penyembuhan luka yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap lembab sebab lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering, karena laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hal ini disebabkan karena cairan Sodium Chlorida 0,9% baik digunakan pada fase inflamatori dalam proses penyembuhan luka karena keadaan lembab invasi netrofil yang diikuti makrofag, monosit dan


(65)

limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini. Dengan penggunaan Sodium Chlorida dapat melindungi granulasi dari kondisi kering, sehingga dapat mempercepat kesembuhan.

2.2. Penyembuhan Luka Appendiktomi Menggunakan Povidine Iodine 10% Povidine iodine merupakan elemen non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang di kombinasi dengan bahan lain. Walaupun iodine bahan non metalik, iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang jelas. Iodine hanya larut sedikit di air tetapi dapat larut keseluruhan dalam alkohol (Lilley & Auker, 1999).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui dari 10 pasien paling banyak berumur antara 25-30 tahun 40%. Rata-rata umur responden 24 tahun, dengan standar deviasi 7,243 dan umur terendah 13 tahun dan umur tertinggi 37 tahun. Penyembuhan luka post apendektomi dengan menggunakan Povidine Iodine 10% mempunyai rata-rata kesembuhan sebesar 2,2 (40,0%). Pada fase inflamasi diketahui pada hari ke 5 fase kalor, dolor, tumor dan fungtio lesa mempunyai nilai (skore) 1,5. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi penyembuhan luka apendiktomi dengan menggunakan povidine iodine 10% kurang begitu efektif. Penggunaan povidine iodine 10% kurang begitu efektif, meskipun cairan tersebut merupakan antiseptik yang baik untuk mencegah infeksi bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Tomson (2001) dengan suatu studinya menunjukkan bahwa antiseptik seperti povidine iodine toxic terhadap sel. Povidine iodine 10% mempunyai aktivitas baktericida yang baik terhadap bakteri yang ada di kulit dan kelenjar keringat yang kemudian pada kulit sering timbul residu atau sisa warna


(66)

iodine (Oetomo, 1994). Tetapi tidak semua pasien dapat diberikan povidine iodine 10% karena kemungkinan beberapa pasien akan mengalami reaksi hipersentitivas. 2.3. Perawatan Luka Bersih Menggunakan Sodium Chlorida 0,9% Dengan

Povidine Iodine 10% Terhadap Penyembuhan Luka Post Appendiktomi

Perawatan luka post operasi merupakan suatu cara atau prosedur keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien post operasi. Pemilihan cairan yang tepat sangat mempengaruhi perkembangan kondisi luka post operasi pasien, karena tidak semua cairan baik digunakan dalam perawatan luka bersih, terutama luka post operasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan membandingkan penggunaan Sodium Chlorida 0,9% dan Povidine Iodine 10% dalam perawatan luka bersih pada hari kelima. Diketahui bahwa penggunaan povidine iodine 10% mempunyai nilai rata-rata kesembuhan sebesar 1,50, dengan standar deviasi sebesar 0,850 . Sedangkan perawatan menggunakan sodium klorida 0,9% sebesar 0,00, dengan standar deviasi sebesar 0,00, Sedangkan perbedaan penyembuhan luka pada kelompok yang menggunakan povidine iodine 10% dan sodium klorida 0,9% sebesar 0,000 .

Proses penyembuhan luka bersih menggunakan Sodium Chlorida 0,9% lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan povidine iodine 10%. Hal ini disebabkan karena kandungan Sodium Chlorida seimbang dan bersifat fisiologis atau sama seperti cairan tubuh. Suasana lembab yang diciptkan Sodium Chlorida dalam merawat luka dapat mempercepat terbentuknya stratum corneum dan angiogenesis untuk proses penyembuhan luka. Sebab pada fase proliferatif dalam


(67)

fisiologis penyembuhan luka, cairan Sodium Chlorida yang digunakan sangat membantu melindungi granulasi jaringan agar tetap lembab sehingga membantu proses penyembuhan.

Hasil uji statistik dengan uji t test independen di peroleh nilai t = 5,582, p = 0,000 (p < 0,05), yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan povidine iodine 10% dengan sodium chlorida 0,9% terhadap penyembuhan luka post appendiktomi. Hal ini berarti bahwa pada fase penyembuhan luka menggunakan Sodium Chlorida 0,9% mempengaruhi tingkat kesembuhan yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan Povidie Iodine 10%, karena keadaan lingkungan yang optimal akan membantu penyembuhan luka.

Suasana lembab pada perawatan luka akan mempercepat fibrinolisis, mempercepat angiogenesis, menurunkan resiko infeksi, mempercepat pembentukan growth factor serta mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif pada kulit. Hal ini sesuai dengan pendapat (Burnseurgery, 2004) bahwa kondisi yang lembab memfasilitasi pertumbuhan jaringan yang baru (granulasi). Keadaan ini biasanya dapat terjaga dengan baik bila kondisi kulit utuh. Untuk itu perlu mempertahankan kondisi hidrasi luka yang sudah kehilangan perlindungan yaitu kulit, dan bahan apa yang dapat menggantikan kulit tersebut. Sehingga Sodium chlorida merupakan larutan fisiologis yang tidak ada reaksi hipersensitive dan aman digunakan untuk kondisi apapun, karena merupakan cairan seperti plasma, yang tidak mempengaruhi sel darah merah. Hal ini sesuai pendapat yang dikutip dari (http://promise. Com/wound care/), bahwa Sodium Chlorida 0,9% merupakan


(68)

larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembapan sekitar luka dan membantu proses penyembuhan luka serta mudah didapat dengan harga relatif murah.


(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas

Nama : Christopher james bakkara

Nim : 101121086

Tempat/Tgl Lahir :Tanjung pinang, 21 Januari 1976

Agama : Katolik

Alamat : jl. Air bersih no 108 medan

Status :Berkeluarga , anak dua

II.Nama Orang Tua

Ayah : Frank .A.Bakkara

Ibu : Rosa T Sihombing

III. Riwayat Pendidikan

SD N 011 tanjung pinang (1983 –1989)

SMP Katolik tanjung pinang (1989 – 1992) SPK Stella Maris ujung pandang (1992--1995) D-III Keperawatan Telogorejo Semarang (1997—2000) Ekstensi Keperawatan USU Medan (2010 – sekarang)

IV. Riwayat pekerjaan

Th 1995 – 1997 RS Stella Maris Ujujng pandang(Sulawesi selatan) Th 2000 – 2002 RS Stella Maris Ujung pandang


(2)

KUESIONER DATA DEMOGRAFI

Kosiener 1: Data Demografi Petunjuk Pengisian :

1. Jawablah semua pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist (√ ) pada tempat yang disediakan.

2. Setiap satu pertanyaan diisi dengan satu jawaban

3. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti Kode (diisi oleh peneliti) :

1. Umur :...Tahun

2. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki

: ( ) Perempuan

3. Agama : ( ) Islam : ( ) Kristen

: ( ) Budha : ( ) Hindu

4. Suku : ( ) Batak : ( ) Jawa

: ( ) Minang : ( ) Melayu

: ( ) Lain- lain...


(3)

6. Pekerjaan : ( ) Pegawai negeri : ( ) Petani

: ( ) Buruh : ( ) Wiraswasta

: ( ) swasta : ( ) lain-lain

7. penghasilan : ( ) < 800.000,00 Perbulan

: ( ) 800.000,00 – 1.500.00,00 Perbulan : ( ) > 1.500.000,00 Perbulan


(4)

LEMBAR OBSERVASI PENYEMBUHAN LUKA

Nomor kode responden : Tanggal operasi :

Nama Pasien (Inisial) :

Ruang Perawatan :

Keterangan nilai / score

1. Kalor : 0 = Suhu 36°C – 37,5°C 1 = Suhu 37,6°C - 39°C 2 = Suhu > 39°C

4. Tumor : 0 = Tidak ada pembengkakan 1 = Bengkak sekitar luka (< 1 cm) 2 = Bengkak melewati luka (> 1 cm) Tangga

l

Hari perawatan

Fase Inflamasi Penyembuhan Luka ( Score)

Jumlah

Total

Kalor Dolor Rubor Tumor Fungtio lesa

Score

0 1 2 0 1 2 0 1 2 0 1 2 0 1 2


(5)

(6)