sebanyak 100 orang serta narapidana dengan kasus pembunuhan sebanyak 57 orang.
Dilihat dari jenis umur, narapidana pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Binjai terdiri atas 413 orang dewasa dan 300 orang pemuda. Di antara narapidana
terdapat 2 orang WNA dan 711 orang kebangsaan Indonesia.dilihat dari sudut jenis kelamin, terdapat 693 narapidana laki-laki dan 20 orang narapidana perempuan yang
ditempatkan pada blok yang terpisah.
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai memiliki Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran sebagai berikut;
1.
Visi
Memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk
Tuhan Yang Maha Esa Membangun Manusia Mandiri.
2. Misi
Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan serta pengelolaan benda sitaan negara dalam kerangka
penegakan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.
3. Tujuan
a. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia yang
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, mandiri dan tidak
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara
wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab. b.
Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan dalam rangka mempelancar
proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. c.
Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan para pihak yang berpekara serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita untuk
keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk
negara berdasarkan putusan pengadilan.
4. Sasaran
a. Sasaran pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan adalah
meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan yang pada awalnya sebagian atau seluruhnya dalam kondisi kurang, yaitu :
1. Kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Kualitas intelektual;
3. Kualitas sikap dan perilaku;
4. Kualitas profesionalismeketerampilan ; dan
5. Kualitas kesehatan jasmani dan rohani.
b. Sasaran pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan pada dasarnya juga merupakan
situasikondisi yang memungkinkan bagi terwujudnya tujuan Pemasyarakatan
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
yang merupakan bagian dari upaya meningkatkan ketahanan sosial dan ketahanan nasional, serta merupakan indikator-indikator yang digunakan
untuk mengukur tentang sejauh mana hassil-hasil yang dicapai dalam pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan, sebagai berikut :
1. Isi Lembaga Pemasyarakatan lebih rendah daripada kapasitas ;
2. Menurunnya secara bertahap dari tahun ke tahun angka pelarian dan
gangguan keamanan ketertiban ; 3.
Semakin menurunnya dari tahun ke tahun angka residivis ; 4.
Meningkatnya secara bertahap jumlah narapidana yang bebas sebelum watunya melalui proses asimilai dan integrasi ;
5. Semakin banyaknya jenis-jenis institusi sesuai dengan kebutuhan
berbagai jenisgolongan narapidana ; 6.
Secara bertahap perbandingan banyaknya narapidana yang bekerja di bidang industri dan pemeliharaan adalah 70 : 30 ;
7. Persentase kematian dan sakit sama dengan persentase di masyarakat ;
8. Biaya perawatan sama dengan kebutuhan minimal manusia pada
umumnya ; 9.
Lembaga Pemasyarakatan dalam kondisi bersih dan terpelihara; dan 10. Semakin terwujudnya lingkungan pembinaan yang menggambarkan
proyeksi nilai-nilai masyarakat ke dalam Lembaga Pemasyarakatan dan semakin berkurangnya nilai-nilai sub kultur penjara dalam Lembaga
Pemasyarakatan.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
B. Kegiatan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Binjai
Sistem pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai berdasarkan pada Surat Edaran Nomor : KP.10.1331 tanggal 08 Februari
1965 tentang Sistem Pembinaan. Selain itu tugas Lembaga Pemasyarakatan tercantum dalam Undang-undang
Nomor : 12 Tahun 1995 Bab I Ketentuan Umum Pasal 2 bahwa Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan
pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak melanggar tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat dapat aktif berperan dalam pembangunan dan hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
1. Pembinaan Mental Rohani.
Pembinaan mental dan rohani bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan ini berupa kegiatan kerohanian
Islam yang berupa pengajian rutin, dzikir bersama, sholat berjamaah, ceramah umum, sholat Jumat dan kegiatan pendidikan intensif agama Islam yang
bekerjasama dengan PIAIPendidikan Intensif Agama Islam Kodya Binjai termasuk juga kegiatan peringatan hari-hari besar keagamaan.
2. Pembinaan Umum
Pembinaan umum merupakan suatu pembinaan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan fungsi intelektual narapidana.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
Kegiatan yang dilakukan antara lain dengan program dengan program keaksaraan fungsional, seminar, pemberdayaan perpustakaan dan berbagai
kegiatan penyuluhan lain seperti Kegiatan kejar Paket A dan Kejar Paket B. 3.
Pembinaan Keterampilan Dan Kegiatan Kerja. Pembinaan keterampilan dan kegiatan kerja dimaksudnya untuk meningkatkan
kemampuan narapidana dan mengembangkan bakat. Kegiatan yang dilakukan antara lain :
a. Membuat pot bunga;
b. Membuat batako;
c. Membuat paving blok;
d. Memelihara ikan lele;
e. Membuat pembibitan pohon;
4. Pembinaan Lainnya
a. Penyuluhan Narkoba dan Obat Berbahaya.
Merupakan suatu kegiatan pembinaan yang bertujuan untuk membimbing narapidana mengembangkan sikap kemasyarakatan dan menanamkan sikap
prososial, sehingga mereka nantinya dapat kembali ke masyarakat dan tidak mengulangi tindakan penyalahgunaan narkoba setelah mereka bebas.
Kegiatan ini dilakukan langsung oleh tim medis Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai. Bentuk kegiatan ini dilakukan dengan cara pemeriksaan
rutin, pemeriksaan berkala, serta program seminar kesehatan.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
b. Rehabilitasi Medis.
Rehabilitasi medis dilaksanakan oleh dokter dan perawat. Bentuk kegiatannya :
1. Pemeriksaan kondisi kesehatan dan status narapidana baru.
2. Identifikasi penyakit yang diderita.
3. Detoksifikasi.
4. Pemeriksaan Urine bagi pegawai dan narapidana.
5. Kontrol dokter ke blok-blok penghuni.
6. Kegiatan rawat inap dan rawat jalan.
c. Pembinaan Olahraga dan Kesenian
1. Olahraga
Kegiatan olahraga dilaksanakan setiap hari, pagi dan sore sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain lari
pagi, senam pagi, bola voli, tennis meja dan catur. 2.
Kesenian Kegiatan kesenian dimaksudkan untuk membina dan mengasah bakat-bakat
seni narapidana, sehingga mereka dapat menyalurkan bakat seni yang mereka miliki. Kegiatan kesenian yang dilaksanakan antara lain vokal group dan
group band.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
C. Pemasyarakatan Sebagai Sistem Perlakuan Pembinaan Terhadap
Narapidana dan Anak Didik
Pohon Beringin Pengayoman dalam kaitannya dengan narapidana dan anak didik, adalah merupakan suatu gagasan, ide, atau konsepsi tentang tujuan pidana
penjara dan pelaksanaannya yaitu pelaksanaan pidana penjara yang disebut “Pemasyarakatan”.
Terhadap gagasan yang dicetuskan oleh Sahardjo tersebut sebagai manusia Indonesia tidak terkecuali harus mengangkat topi yang setinggi-tinginya atas gagasan
yang telah dikemukannya itu, demikian juga Negara Indonesia c.q. Pemerintah Indonesia sudah sepantasnyalah memberikan penghargaan yang juga setinggi-
tingginya atas jasa-jasa beliau untuk memperjuangkan “hak asasi manusia” bagi semua khususnya bagi narapidana yang semula dianggap sebagai sampah masyarakat
karena telah tersesat jalan hidupnya. Memang demikianlah seharusnya. “Negara yang besar adalah Negara yang tahu bagaimana memperlakukan dan membina para
membina para pelanggar hukumnya”.
87
Hingga saat ini masih banyak terdapat perselisihan paham dan keragu-raguan tentang apa yang dimaksud dengan Pemasyarakatan, dan akibatnya nampak sekali
dalam pelaksanaan-pelaksanaannya. Sebagian pelaksana dalam gerak usahanya mengindentikkan Pemasyarakatan itu dengan pemberian kelonggaran-kelonggaran
yang lebih banyak kepada para narapidana, dengan jalan membiarkan mereka
87
A. Widiada Gunakarya.S.A, Sejarah Dan Konsepsi Pemasyarakatan,Bandung; Armico, 1988, hlm. 62-63.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
keluyuran diluar tembok, sebagian pelaksanaan mewujudkan pemasyarakatan itu sebagai fase behandeling perlakuan terakhir, sebagai overgangs fase dari dalam
tembok ke tengah-tengah masyarakat, sebagian lagi menyamakan Pemasyarakatan itu dengan sosialisasi.
88
Kalau gerak usaha menurut konsepsi liberal terutama berpusat kepada individu narapidana yang bersangkutan dan ditujukan pula kepada individu yang
bersangkutan, maka gerak usaha menurut konsepsi Pemasyarakatan berpusat dan ditujukan kepada integritas kehidupan dan penghidupan dimana individu narapidana
adalah salah satu dari anggotanya elemennya. Kedudukan dari Pemasyarakatan dalam hal ini adalah sebagai sebagian dari
pengejawatahan keadilan administration of justice dan lebih khusus lagi dalam bidang tata urusan perlakuan dari mereka yang karena mengingkari tata tertib
masyarakat dengan keputusan Hakim ditempatkan di bawah pengawasan atau perawatanasuhan Pemerintah.
Dalam bidang horizontal Pemasyarakatan meliputi : 1.
Bidang perlakuan dari orang-orang dewasa dan pemuda yang dengan keputusan Hakim ditempatkan dibawah pengawasan Pemerintah dengan pidana percobaan.
2. Bidang perlakuan dari orang-orang dewasa dan pemuda yang dengan keputusan
Hakim ditempatkan dibawah perawatanasuhan Pemerintah dengan pidana hilang kemerdekaan.
88
Ibid, hlm. 65.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
3. Bidang perlakuan dari pemuda-pemuda yang dengan keputusan Hakim
ditempatkan dibawah pengawasanasuhan Pemerintah dengan tidak menjatuhkan pidana.
Dalam bidang vertikal Pemasyarakatan meliputi : a.
Bidang Keamanan; b.
Bidang Kesehatan; c.
Bidang Kesejahteraan Sosial; d.
Bidang SprituiilKeagamaan; e.
Bidang Pendidikan perkembangan intelligensi dan ketangkasan; f.
Bidang Produksi. Usaha-usaha dalam bidang ini adalah alat Pemasyarakatan dan harus
ditujukan kepada stabilitas dari kehidupan dan penghidupan sebagaimana telah disinggung di muka dan harus dilakukan secara simultan dalam proses
Pemasyarakatan. Mengenai proses Pemasyarakatan yang diuraikan dalam prasaran bagian I
dalam garis besarnya dapat digambarkan sebagai berikut : Penghantaran kepada proses Pemasyarakatan sesungguhnya telah dilakukan
oleh Hakim yang mewakili masyarakat pada umumnya yang telah menentukan sifat dan lamanya proses pemasyarakatan. Tetapi bagaimanapun juga Hakim adalah
manusia biasa dengan sifat-sifat kemanusiaannya yang terbatas pula. Karena kemampuannya sebagai manusia terbatas, maka apa yang telah ditentukannya tentang
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
sifat dan lamanya proses pemasyarakatan bukan atau tidak merupakan hal yang mutlak.
Ketidak mutlakkan ini juga terdapat pada diri individu narapidana dan lain sebagainya yang bersangkutan. Ini mengandung arti bahwa narapidana itu makhluk
biasa, makhluk yang hidup bermasyarakat, dikaruniai itikad baik Tuhan Yang Maha Esa. Dengan itikad baik itu berarti narapidana memiliki potensi-potensi penyesuaian
diri dalam lingkungan integritas hidup dan kehidupannya. Pengingkaran terhadap cara-cara hidup dan berlaku didalam integritas hidup dan kehidupannya itu adalah
cara ia pribadi menyesuaikan diri.
89
Masyarakat di luar tidak membenarkan cara penyesuaian yang dilakukannya itu. Tetapi cara penyesuaian diri yang tidak disukai oleh masyarakat itu tidak terlepas
dari masyarakat atau keadaan masyarakat itu sendiri. Hal ketidak mutlakkan dari sesuatu keadaan, juga terdapat di dalam tiap-tiap
unsur yang tersangkut dalam proses pemasyarakatan seperti misalnya : pihak lawannya pihak yang menjadi korban langsung, pihak-pihak yang tersangkut dalam
penangkapannya, pengusut perkaranya dan pihak-pihak lainnya. Pihak-pihak yang tersangkut dalam proses pemasyarakatan itu, baik langsung
maupun tidak langsung, semuanya juga manusia yang memiliki itikad baik sebagai karunia Tuhan. Sebagai manusia mereka pun dikaruniai potensi-potensi penyesuaian
dan ingin hidup dalam perdamaian dan oleh karenanya berhasrat pula untuk
89
A Widiada Gunakarya. S.A, Sejarah Dan Konsepsi Pemasyarakatan, Bandung: Armico,1988, hlm 67.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
menciptakan dan mempertahankan integritas hidup, kehidupan dan penghidupan dalam masyarakat. Sebagai manusia mereka pun mempunyai kesanggupan memberi
maaf kepada sesamanya, kepada pihak yang pernah memperdayanya pada waktunya.
90
Pada umumnya keputusan Hakim yang disampaikan kepada Lembaga- lembaga Pemasyarakatan hanya berisi gambaran singkat, dan juga tidak memberikan
gambaran tentang perkembangan-perkembangan keadaan selanjutnya dari pihak- pihak yang tersangkut dalam proses pemasyarakatan sesudah putusan Hakim.
Dalam hal memulai proses pemasyarakatan, diperlukan keterangan- keterangan mutakhir tentang keadaan dari pihak-pihak yang tersangkut dalam proses.
Keterangan-keterangan ini dibutuhkan untuk menentukan langkah-langkah apa yang harus diambil dalam menggerakkan proses pemasyarakatan. Dengan kata lain :
bagaimana sifat, sikap, dan wujud proses situ. Sifat, sikap dan wujud proses permulaan pemasyarakatan memang ditentukan
oleh keputusan Hakim, akan tetapi sikap, sifat dan wujud proses itu ditentukan oleh hasil perpaduan dari keputusan Hakim dengan hasil-hasil penyelaman peilingen
tentang keadaan-keadaan dari pihak-pihak yang tersangkut dalam proses yang diperoleh pada waktu itu. Mengenai lama, sifat, sikap dan wujud proses
pemasyarakatan selanjutnya ditentukan oleh atau berdasarkan hasil-hasil perpaduan selanjutnya yang bersifat kumulatif.
91
90
Ibid
91
Ibid, hlm. 68.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
Dari uraian tentang proses pemasyarakatan dapat ditarik kesimpulan bahwa proseslah yang menentukan dalam melaksanakan pemasyarakaan dalam praktek. Ini
berarti bahwa yang terpenting dalam pemasyarakatan adalah prosesnya, yaitu proses kegotong royongan yang mengandung unsur-unsur social support, social
participation, social control dan social responsibility. Proses dilaksanakan berdasarkan rencana yang diajukan oleh Dewan Pembina Pemasyarakatan dan
disetujui oleh pimpinan atau Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau pimpinan tingkat atasannya sesuai dengan ketentuan yang berlakukan. Untuk melaksanakan masing-
masing rencana disusunlah program rencananya. Itulah sebabnya dikatakan bahwa program menempati urutan kedua.
Petugas Pemasyarakatan oleh karenanya harus memiliki kegairahan kegotong royongan. Ia harus mengetahui dimana tempatnya dalam proses pemasyarakatan yang
berjiwa gotong royong itu. Ia harus tahu bahwa dirinya adalah juga salah satu unsur dari proses pemasyarakatan. Ia harus tahu makna tutwuri handayani, ing ngarso sung
tulodo ing madya mangun harso. Pemasyarakatan harus ditopang olah suatu Korps Pegawai Pembina, artinya setiap pegawai atau petugas itu, dimanapun ia berada atau
ditugaskan, tetap ia adalah Pembina. Selain ditopang oleh Korps Pegawai Pembina Pemasyarakatan harus juga
didukung oleh sarana yang memadai. Tetapi sekali lagi, yang terpenting adalah para petugasnya, semangat para penyelenggaranya.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
Kesimpulan umum dari pembicaraan mengenai proses pemasyarakatan ialah bahwa pemasyarakatan itu adalah suatu proses kegotong royongan, proses yang
bergerak secara multifungsional dan simultan, yakni :
92
Pertama : Terhadap narapidana dan lain sebagainya yang bersangkutan, juga terhadap unsur-unsur lainnya. Pemasyarakatan bergerak menuju
kearah perkembangan pribadinya melalui asosiasinya sendiri, penyesuaian sendiri dengan integritas kehidupan dan penghidupannya.
Kedua : Secara simultan Pemasyarakatan juga bergerak menuju kearah
perkembangan sosial dari integritas kehidupan dan penghidupan, sama- sama menuju tujuan yang satu, ialah : masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Demikian secara garis besarisi prasaran Bahroedin Soerjobroto bagian ke I.
Berikut dibawah ini akan diungkapkan beberapa istilah yang dipergunakan atau yang terdapat dalam prasaran tersebut :
93
a. Integreteit, integritas
Kembali atau mengembalikan pada keadaan semula. Narapidana di-integrasikan kedalam masyarakat, artinya ialah bahwa narapidana kembali dikembalikan
kedalam masyarakat tempat asal mulanya dahulu, atau kedalam masyarakat kemana ia akan tinggal kelak sesudah bebas. Dengan pengambilan itu diharapkan
92
R. Achmad S. Soemadi Pradja dkk, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia, Bandung: Binacipta, 1979, hlm. 76
93
Bahroedin Soerjobroto, “Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan”, Makalah, disampaikan pada Workshop Pemasyarakatan di Jakarta tahun 1971.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
hubungan antara narapidana tersebut dengan masyarakatnya, termasuk pihak- pihak yang menjadi korban akan menjadi baik. Masing-masing menganggap
kejadian masa lampau dilupakan. Mereka menganggap seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Penerimaan yang baik dari masyarakat dan pihak-pihak
yang menjadi korban ini diperoleh setelah sebelumnya dilakukan usaha-usaha pendekatan antara narapidana dengan masyarakat cara berulang kali dan teratur
melalui pelaksanan program-program pembinaan, baik pembinaan intra mural, terlebih-lebih pembinaan yang extra mural.
b. Simultan sama dengan serentak, dilakukan bersama-sama pada satu saat.
c. Elemen atau unsur pemasyarakatan.
Elemen atau unsur pemasyarakatan dalam proses pemasyarakatan terdiri dari narapidana dan lain sebagainya yang bersangkutan, petugas pemasyarakatan,
instansi-instansi yang tersangkut dalam proses seperti misalnya Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Pamong Praja dan masyarakat. Masyarakat sebagai salah
satu unsur dapat diperinci menjadi pihak korban yang langsung maupun tidak langsung, teman-teman akrab yang bernilai positif baik keluarga narapidana,
lembaga-lembaga kemasyarakatan dan lain sebagainya. d.
Social adjustment = Penyesuaian dengan masyarakat. e.
Social readjustment = Penyesuaian diri kembali kedalam masyarakat. f.
Self propelling social adjustment Self propelling social readjustment antara narapidana dengan masyarakat berarti
penyesuaian yang timbul atas kekuatannya atau kemauannya sendiri antara
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
mereka sebagai hasil usaha-usaha pendekatan atau approach yang terus menerus, berulang kali secara teratur dan terarah seperti cuti, asimilasi dalam segala bentuk.
Jadi self propelling social readjustment itu timbul karena adanya social support, social participation, social control dan social responsibility.
g. Synchronisasi dan peilingen
Mengumpulkan peristiwa-peristiwa, kejadian-kejadian saat-saat atau keadaan- keadaan dengan cara melakukan peilingen penyelaman-penyelaman,
pengamatan-pengamatan guna memperoleh kesimpulan tentang titik-titik perpaduan nada keiramaan yang benar-benar harmonis selaras, serasi dari
social readjustment antara individu narapidana dengan masyarakat dalam arti luas diluarnya.
h. Kumulatif , yakni terus menerus bertambahnya hasil synchronisasi yang
diperoleh dengan cara penyelaman hingga akhirnya diketemukan titik perpaduan yang benar-benar harmonis. Dengan demikian maka tidak diperlukan lagi adanya
pimpinan atau bimbingan dari petugas pemasyarakatan.
94
D. Pengawasan Sebagai Pembanding Kegiatan
Pengawasan merupakan serangkaian kegiatan yang menilai dan membandingkan apa yang telah dilaksanakan dalam suatu kegiatan manajemen dan apa yang belum.
94
A. Widiada Gunakarya S.A., Op.cit hlm. 65-74.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian dari unsur–unsur yang terkandung dalam definisi tersebut.
95
1. Unsur penilaian.
2. Unsur perbandingan.
3. Unsur program yang ditetapkan telah dilaksanakan.
4. Unsur perbaikan dan koreksi.
Dalam lingkungan Aparatur Pemerintah, sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, pengawasan
bertujuan mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pemerintah dan pembangunan. Adapun sasarannya adalah :
96
1. Agar pelaksanaan tugas umum pemerintah dilakukan secara tertib berdasrkan
peraturan perundangan yang berlaku serta berdasarkan sendi–sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintah agar tercapai daya guna, hasil guna dan tepat guna
yang sebaik–baiknya. 2.
Agar pelaksanaan pembangunan dilakukan sesuai dengan rencana dan program Pemerintah serta peraturan perundangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran
yang ditetapkan. 3.
Agar hasil–hasil pembangunan dapat dinilai sebarapa jauh telah tercapai untuk memberi umpan balik berupa pendapat, kesimpulan dan saran terhadap
95
Mufham Al-Amin, Op.cit. hlm. 51.
96
Lembaga Administrasi Negara RI, Sistem Adminitrasi Negara RI, Jakarta; Gunung Agung,2007, hlm 159.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
kebijaksaan, pembinaan dan pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pembangunan.
4. Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran dan
penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang dan perlengkapan milik Negara, sehingga dapat terbina aparatur yang tertib, bersih, berwibawa,
berhasil guna dan berdaya guna. Keberadaan pengawasan merupakan salah satu aspek yang sangat vital dalam
suatu organisasi. Robert J. Mockler, memberikan pengertian bahwa pengawasan adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan–
tujuan perencanaan, merancang sistem maupun informasi maupun umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya,
menentukan dan mengukur penyimpangan–penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya yang
dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan. Maka tujuan pengawasan tidak lain adalah untuk menjamin agar kegiatan dan aktivitas yang
telah dilakukan oleh sebuah organisasi dapat dilaksanakan sesuai dengan program maupun rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
97
Agar fungsi pengawasan itu mendatangkan hasil yang diharapkan, pimpinan organisasi harus mengetahui ciri–ciri suatu proses pengawasan, dan yang lebih
97
Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah, Yogyakarta; PKHKD FH UNSOED Dengan UII Press,2006, hlm 89-90.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
penting lagi berusaha untuk memenuhi sebanyak mungkin ciri–ciri dalam pelaksanaannya.
98
Ciri – ciri itu ialah sebagai berikut : 1.
Pengawasan harus bersifat fact fiding dalam arti bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan harus menemukan fakta–fakta tentang bagaimana tugas–tugas
dijalankan organisasi. 2.
Pengawasan harus bersifat preventif yang berarti bahwa proses pengawasan itu dijalankan untuk mencegah timbulnya penyimpangan–penyimpangan dan
penyelewengan–penyelewengan dari rencana yang telah ditentukan. 3.
Pengawasan diarahkan kepada masa sekarang yang berarti bahwa pengawasan hanya dapat ditujukan terhadap kegiatan–kegiatan yang kini sedang dilaksanakan.
4. Pengawasan hanyalah sekedar alat untuk meningkatkan efisiensi.
5. Kerena pegawasan hanyalah sekedar alat untuk administrasi dan manajemen,
maka pelaksanaan pengawasan itu harus mempermudah tercapainya tujuan. 6.
Proses pelaksanaan pengawasan harus efisien. 7.
Pengawasan tidak dimaksudkan untuk menentukan siapa yang salah jika ada ketidakberesan, akan tetapi untuk menenmukan apa yang tidak betul.
8. Pengawasan harus bersifat membimbing agar para pelaksana meningkatkan
kemampuannya untuk melakukan tugas yang ditentukan baginya. Selanjutnya, Muchsan menyimpulkan bahwa untuk adanya tindakan
pengawasan diperlukan unsur–unsur sebagai berikut :
99
98
Sondang P. Siagian. Op. Cit. hlm 114.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
1. Adanya kewenangan yang jelas yang dimiliki oleh aparat pengawas.
2. Adanya suatu rencana yang mantap sebagai alat penguji terhadap pelaksanaan
suatu tugas yang akan diawasi. 3.
Tindakan pengawasan dapat dilakukan terhadap suatu proses kegiatan yang akan dicapai dari kegiatan tersebut.
4. Tindakan pengawasan berakhir dengan disusunnya evaluasi akhir terhadap
kegiatan yang dilaksanakan serta pencocokan hasil yang dicapai dengan rencana sebagai tolak ukurnya.
5. Untuk selanjutnya tindakan pengawasan akan diteruskan dengan tindak lanjut,
baik secara administratif maupun secara yuridis. Dalam konsiderans huruf B dan ketentuan Pasal 2 Undang–Undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, diterangkan bahwa Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan agar menjadi manusia
seutuhnya, bertakwa, sehat dan bertanggung jawab pada diri, keluarga dan masyarakat dan tujuan pembinaan narapidana agar warga binaan dapat diterima
kembali oleh lingkungan dan hidup secara wajar yang baik dan bertanggung jawab. Perlakuan terhadap pelanggar hukum terus mengalami perubahan sejalan
dengan perkembangan peradapan manusia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu dari doktrin pembalasan, penjeraan, rehabilitasi dan reintegrasi sosial.
Sejak tanggal 27 April 1964 perlakuan terhadap pelanggaran hukum di Indonesia mengalami perubahan yang mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan yang
99
W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, Jakarta; Grasindo,2006, hlm 132.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
menitikberatkan pada penjeraan ke Sistem Pemasyarakatan dan menitikberatkan pada pembinaan dan termasuk dalam doktrin reintegrasi sosial yang berasumsi bahwa
terjadinya pelanggaran hukum disamping karena kesalahan individu, juga karena kesalahan masyarakat yang ikut mengkondisikannya. Karena itu pembinaan
pelanggar hukum harus melibatkan masyarakat untuk memulihkan hubungan yang harmonis antara pelanggar hukum dan masyarakatnya. Konsep inilah yang
melahirkan pemulihan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan pada Sistem Pemasyarakatan. Hidup diartikan sebagai hubungan manusia dengan pencipta-Nya,
kehidupan diartikan sebagai hubungan antara sesama manusia, sedangkan penghidupan adalah hubungan manusia dalam kaitan dengan pekerjaan untuk
mempertahankan hidup dan penghidupannya.
100
Dengan mengganti istilah penjara menjadi pemasyarakatan, tentu terkandung maksud baik, yaitu bahwa pembinaan narapidana berorientasi pada tindakan–tindakan
yang lebih manusiawi dan disesuaikan dengan kondisi narapidana itu.
101
Dalam konferensi dinas direktur–direktur penjara pada bulan April 1964 menyatakan telah menerima Sistem Pemasyarakatan sebagai dasar perlakuan
terhadap narapidana. Menurut Soedjono D., mengatakan bahwa sistem Pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan narapidana yang didasarkan atas asas
Pancasila dan memandang narapidana sebagai makhluk Tuhan, individu dan anggota
100
Ma’mun, “Revitalisasi Dan Fungsi Lapas” Makalah Disampaikan Dalam Seminar Tentang : Revitalisasi Fungsi Dan Peran Lembaga Pemasyarakatan . Program Pasca Sarjana
Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional Kekhususan Kajian Strategis Kebijakan Manajemen Prison, Universitas Indonesia tanggal 25 November 2006.
101
Djisman Samosir, Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pembinaan Di Indonesia, Bandung, Bina Cipta,1992, hlm 70.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
masyarakat sekaligus. Dalam membina narapidana diperkembangkan kehidupan jiwanya, jasmaniahnya, pribadi serta kemasyarakatannya dan dalam
penyelenggaraannya mengikutsertakan secara langsung dan tidak melepas hubungan dengan masyarakat. Wujud serta cara pembinaan narapidana dalam semua segi
kehidupannya dan pembatasan kebebasan bergerak serta pergaulannya dengan masyarakat di luar lembaga disesuaikan dengan kemajuan sikap dan tingkah lakunya
serta lama pidana yang wajib dijalani. Dengan demikian diharapkan narapidana pada waktu lepas dari lembaga benar–benar telah siap hidup bermasyarakat kembali
dengan baik.
102
Dari pengertian di atas bahwa dalam sistem ini terlihat adanya upaya untuk memasyarakatkan kembali narapidana sebagai anggota masyarakat. Artinya sistem ini
berproses atau bergerak dari input menuju output dengan mendapat pengaruh dari lingkungan sistem. Jadi berhasil atau tidaknya pembinaan narapidana tergantung pada
peranan 3 unsur yaitu Pembina petugas Pemasyarakatan, narapidana dan masyarakat, hal in disebabkan Sistem Pemasyarakatan berpangkal tolak kepada
pandangan bahwa walaupun narapidana sebagai orang hukuman dibatasi kehidupannya, akan tetapi tetap diakui sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu
dalam pembinaan narapidana maka pihak masyarakat diikutsertakan di samping petugas itu sendiri.
103
102
Soedjono Dirdjosisworo, Sejarah Dan Azas-Azas Penologi Pemasyarakatan, Bandung: Amrico, 1984, hlm 199-200. Baca Juga Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan.
103
Romli Atmasasmita, Op. cit, hlm 116.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
Pada dasarnya Pemasyarakatan diselenggarakan tidak hanya untuk kepentingan narapidana saja, tetapi justru demi kepentingan masyarakat. Maka dari
itu masyarakat diharapkan pengertiannya, bantuan bahkan juga tanggung jawabnya dalam menyelenggarakan pembinaan narapidana. Sebab suatu perbuatan pelanggar
hukum selain tergantung dari sikap dan perbuatan narapidana sedikit banyak juga tergantung dari masyarakat sekitarnya.
104
Di samping itu menurut Mochtar Kusumaatmajaya, bahwa penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan yang sesungguhnya harus memenuhi unsur–unsur sebagai
berikut :
105
1. Harus adanya sarana peraturan perundang–undangan dan peraturan pelaksanaan,
yang merupakan landasan strukturil yang menunjang atau melaksanakan dasar bagi ketentuan–ketentuan operasionil suatu konsepsi, dalam hal ini konsepsi
Pemasyarakatan. 2.
Harus tersedia sarana personil yang mencukupi dan memadai bagi kebutuhan pelaksanaan tugas pembinaan narapidana.
3. Sarana administrasi keuangan, sebagai sarana materiil untuk keperluan
operasional. 4.
Sarana fisik yang sesuai dengan kebutuhan bagi pelaksanaan pembinaan narapidana, dalam proses pemasyarakatan.
104
Soedjono Dirdjosisworo, Dasar-Dasar Penologi Usaha Pembaharuan Sistem Kepenjaraan dan Pembinaan Narapidana, Bandung; Alumni,1972, hlm 96.
105
Romli Atmasasmita Achmad S. Soemadipradja, Op. cit. hlm 63.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
Dalam Sistem Pemasyarakatan Warga Binaan Pemasyarakatan mempunyai hak untuk melakukan ibadah, mendapat perawatan rohani jasmani, pendidikan,
pelayanan, kesehatan dan makanan yang layak, menyampaikan keluhan, memperoleh informasi, mendapat upah atas pekerjaannya, menerima kunjungan, mendapatkan
remisi, mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk mengunjungi keluarga, mendapatkan pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang bebas, serta hak–
hak lain sesuai dengan peraturan yang berlaku.
106
E. Pengawasan Pemberian Remisi di Lembaga Pemasyarakatan
Dalam perspektif hukum tujuan pengawasan untuk menghindari terjadinya keliruan – keliruan, baik yang sengaja maupun tidak sengaja, sebagai sesuatu usaha
preventif, atau juga untuk memperbaiki apabila sudah terjadi keliruan itu, sebagai suatu usaha represif. Dalam praktek adanya kontrol itu sering dilihat sebagai sarana
mencegah timbulnya segala bentuk penyimpangan tugas pemerintahan dari apa yang telah digariskan. Memang disinilah letak inti atau hakekat pengawasan.
107
Lembaga Pemasyarakatan sebagai instansi terakhir di dalam Sistem Peradilan Pidana dan pelaksanaan Putusan Pengadilan hukum di dalam kenyataannya tidak
mempersoalkan apakah seseorang yang hendak direhabilitasi itu adalah seseorang yang benar – benar terbukti bersalah atau tidak. Bagi Lembaga Pemasyarakatan,
106
Adi Sujatno, Sistem Pemasyarakatan Indonesia Mebangun Manusia Mandiri, Jakarta: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2004, hlm 66.
107
Paulus E Lotulung, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah, Jakarta: Bhuana Pancakarsa, 1986, hlm 15.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
tujuan pembinaan pelanggaran hukum tidak semata-mata membalas tapi juga perbaikan dimana falsafah pemidanaan di Indonesia pada intinya mengalami
perubahan seperti apa yang terkandung dalam Sistem Pemasyarakatan yang memandang narapidana orang tersesat dan mempunyai waktu untuk bertobat.
Berbeda dengan Gestichten Reglement 1917 Noimor 708 yang menyatakan bahwa narapidana adalah orang yang terhukum, Sahardjo yang dikenal sebagai tokoh
pembaharu di dalam dunia kepenjaraan Indonesia, telah mengemukakan ide Pemasyarakatan bagi terpidana. Lebih jauh Sahardjo mengemukakan bahwa pokok
dasar memperlakukan narapidana menurut kepribadian kita, ialah : a.
Tiap orang adalah manusia dan harus diperlukan sebagai manusia. b.
Tiap orang adalah mahluk kemasyarakatan, tidak ada orang yang hidup di luar masyarakat.
c. Narapidana hanya dijatuhi kehilangan kemerdekaan bergerak, jadi diusahakan
supaya mempunyai mata pencaharian.
108
Perlunya mempersoalkan hak-hak narapidana itu diakui dan dilindungi oleh hukum dan penegak hukum, khususnya para staf di Lembaga Pemasyarakatan,
merupakan suatu yang perlu bagi Negara hukum yang menghargai hak-hak asasi narapidana sebagai narapidana sebagai warga masyarakat yang harus diayomi,
walaupun telah melanggar hukum. Dengan pidana yang dijalani narapidana itu,
108
Bambang Poernomo. Op. Cit. hlm. 176
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
bukan berarti hak – haknya dicabut. Pemidanaan pada hakekatnya
109
mengasingkan dari lingkungan masyarakat serta sebagai pembebasan rasa bersalah dan sebagai
penjeraan.
47
Untuk itu Sistem Pemasyarakatan secara tegas menyatakan narapidana mempunyai hak – hak sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 1 Undang – Undang
Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana narapidana berhak : a.
Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. b.
Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani. c.
Mendapatkan pendidikan dan pengajaran. d.
Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. e.
Menyampaikan keluhan. f.
Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan.
h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya.
i. Mendapatkan pengurangan massa pidana remisi.
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga.
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat.
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas.
m. Mendapatkan hak – hak lain sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang
berlaku.
109
Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir. Op. Cit. hlm. 72
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
Remisi adalah merupakan salah satu hak yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana dalam rangka dalam pelaksanaan proses pembinaan sebagaimana
tercantum dalam Pasal 14 ayat 1 Undang – undang Nomor 12 Tahun 1995. Pengertian remisi adalah pengurangan massa pidana yang diberikan kepada
Narapidana dan Anak Pidana apabila telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan dan diberlakukan baik selama menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan.
Sehubungan dengan pemberian remisi Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina
narapidana dalam melaksanakan tugas – tugas dibantu oleh Sub Seksi Regristrasi yang mempunyai tugas untuk melakukan pendaftaran terhadap narapidana baru dan
urutan sebagai berikut : 1.
Meneliti sah atau tidaknya surat keputusan vonis surat penetapan surat perintah dan mencocokkan narapidana atau tahanan yang bersangkutan.
2. Mencatat identitas narapidana atau tahanan dalam buku register B bagi
narapidana dan buku register A untuk tahanan. 3.
Meneliti barang – barang bawaan narapidana dan tahanan, kemudian mencatatnya dalam buku penitipan barang register D, setelah itu barang – barang diberi lebel
yang diatasnya diberi nama pemilik. 4.
Mengambil teraan jari tiga jari kiri narapidana pada surat keputusan dan sepuluh jari kanan kiri pada kartu daktiloskopi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. 5.
Mengambil foto narapidana.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
6. Memerintahkan untuk memeriksa narapidana kepada dokter atau paramedis.
7. Setelah pemeriksaan kesehatan, petugas pendaftaran membuat berita acara
pemerintahan acara penerimaan narapidana yang ditandatangani bersama.
110
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh narapidana dalam perolehan remisi adalah :
1. Harus sudah memiliki vonis atau putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap. 2.
Tidak mempunyai catatan registrasi F jenis pelanggaran yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan, sehingga apabila Narapidana melakukan pelanggaran
maka usulan remisi dibatalkan. Proses peradilan seorang pelanggar hukum sebelum menjalani masa pidana
harus melalui tahapan, yaitu tahap preadjudication ditingkatkan kepolisian dan kejaksaan; tahap adjudication di Lembaga Pemasyarakatan.
Sehubungan dengan itu, prosedur Sistem Peradilan Pidana menggambarkan tugas dan tanggungjawab masing-masing aparat penegak hukum, salah satunya
adalah Hakim. Sebagai penegak hukum yang menjatuhkan hukuman terhadap pelanggaran hukum melalui putusan hukum di pengadilan tidak diberhenti tugasnya,
tetapi masih ada tugas sebagai Hakim Pengawas dan Pengamat. Tugas itu sangat relevan dengan salah satu asas yang terkandung dalam hukum acara pidana, yaitu
asas bahwa pengadilan berkewajiban mengendalikan pelaksanaan keputusannya. Perlindungan yang diberikan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
110
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 terhadap harkat dan martabat manusia, tetap mengikat terpidana juga kedalam penjara.
111
Untuk itu sesuai dengan amanat Kitab Undang-undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1991 bahwa tugas Hakim belum selesai setelah
keputusan pengadilan masih tetap mengikat, sehingga apa yang di putuskan oleh pengadilan dapat terlaksana dengan baik ini dapat dilihat pada Pasal-Pasal Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP yaitu Pasal 277 – 283. Dalam hal ini oleh Hakim Pengawas dan Pengamat serta Kejaksaan dan Lembaga
Pemasyarakatan adalah suatu rangkaian dalam pelaksanaan pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan yang tidak terpisahkan, sehingga pembinaan yang
dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan dapat berjalan dengan baik. Kemudian Hakim Pengawas dan Pengamat secara khusus bahawa penelitian demi ketetapan
yang bermanfaat bagi pemidanaan yang diperoleh dari perilaku narapidana atas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan serta pengaruh timbal balik terhadap
narapidana selama menjalani pidana. Lebih jelas disebutkan pada Pasal 283 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP bahwa hasil pengawasan dan
pengamatan oleh Hakim dilaporkan oleh Hakim pengawas dan pengamat kepada Ketua Pengadilan secara berkala.
Oleh karenanya, seluruh pasal ini mengharuskan tanggung jawab moral hakim yang mewajibkannya untuk mengikuti dan melindungi hak-hak terpidana di dalam
111
Mardjono Reksodiputro, “Hak Tersangka dan Terdakwa dalam KUHAP Sebagai bagian dari Hak-hak Warga Negara Civil Rights”, Makalah, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 1990, hlm. 23.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
penjara. Sehubungan dengan tugas hakim ini menurut Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 Tahun 1985 tentang petunjuk pelaksanaan tugas pengawas dan
pengamatan ditulis oleh Purwoto S. Gandasubrata :
112
Dalam melakukan tugas pengawasan itu hendaknya hakim pengawas dan pengamat menitikberatkan pengawasannya antara lain pada, apakah jaksa telah
menyerahkan terpidana yang dijatuhkan oleh pengadilan benar-benar manusiawi sesuai prinsip-prinsip pemasyarakatan, yaitu antara lain apakah Narapidana
memperoleh hak-haknya sepanjang pemasyarakatan- pemasyarakatan prosedural sesuai sistem pemasyarakatan telah dipenuhi misalnya pemberian asimilasi, remisi,
cuti, lepas bersyarat integrasi dan lain- lain. Dalam hubungan itu pula, jika Hakim pengamat berpendapat pembinaan dan
perilakuan yang diberikan terpidan kurang baik, ia dapat menyarankan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan usul-usul perbaikan. Tugas penting lainnya Hakim
pengawas dan pengamat adalah menghindari terjadinya pelanggaran atas hak-hak narapidana. Oleh karena itu Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 7 tahun 1985
menggariskan perlunya diadakan checking on the spot paling sedikit 3 tiga bulan sekali.
113
Selanjutnya Purwoto S Gundasubrata, menyimpulkan bahwa peran dan tanggungjawab hakim pengawas dan pengamat adalah melakukan pengawasan agar
112
Purwoto S. Gandasubrata, “Peran dan Tanggung Jawab Hakim Pengawas dan Hakim Pengamat Terhadap Putusan Pidana” , Makalah, yang dijelaskan Seminar Nasional Hukum Pidana,
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia,1991, hlm. 3.
113
Mardjono Reksodiputro, ‘’Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat Dalam Pembinaan Narapidana dan Terpidana Di Dalam Dan Diluar Lembaga Pemasyarakatan’’, Makalah, disampaikan
pada Seminar Nasional Pemasyarakatan Terpidana II, Jakarta: Universitas Indonesia, 1990, hlm. 23.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
putusan pidana dilaksanakan sebagaiman mestinya, demi tegaknya wibawa hukum, peri keadilan dan peri kemanusiaan berdasarkan Pancasila dan melakukan
pengamatan yang dititikberatkan pada pemanfaatan dan ketetapan pidana dalam rangka menentukan menemukan sentencing policy yang paling baik.
Dalam pelaksanaan pemberian remisi di Lembaga Pemasyarakatan, pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia adalah.
114
1. Pemerikasaan kelengkapan persyaratan administrasi.
2. Pemeriksaan substansi yang berkaitan dengan syarat minimal masa menjalani
pidana dan tanggal ekspirasi. 3.
Melakukan pemerikasaan terhadap buku registrasi narapidana dimaksud dalam daftar perubahan di Lembaga Pemasyarakatan atau rumah tahanan Negara
minimal dalam satu waktu 1 satu bulan setelah pemberian remisi. 4.
Pemeriksaan akhir berkaitan dengan usul pemberian hak asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas terhadap narapidana yang diusulkan dari
Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara. Sedangkan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan dalam pemberian remisi adalah melakukan monitoring pelaksanaan dan perkembangan pemberian remisi yang pelaksanaannya telah didelegasikan
114
Wawancara dengan Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan Anak didik Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Binjai, tanggal 8 Januari 2009.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
dengan Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, dimana Lembaga Pemasyarakatan, Rumah Tahanan Negara yang berada dalam wilayah
kerjanya. Sebagaimana telah mendapatkan delegelasi dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia diberi kewenangan sebagai penentu kebijakan terkait dengan
pembinaan terhadap warga Binaan Pemasyarakatan yang sedang menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan maupun Rumah Tahanan Negara termasuk
dalam hal pelaksanaan pemberian remisi. Setiap pelaksanaan kegiatan tersebut Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mengirimkan laporan mengenai jumlah dan
besarnya remisi yang diperoleh Warga Binaan Pemasyarakatan seluruh Indonesia untuk dilaporkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
115
Sehingga pengawasan pemberian remisi dilakukan mulai dari Unit Pelaksana Teknis setempat yang mengusulkan perolehan remisi, Kantor Wilayah Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk diteruskan kepada Derektorat Jendral Pemasyarakatan Direktorat Bina Regristrasi dan Statistik dan diterima oleh
narapidana yang bersangkutan. Lembaga Pemasyrakatan sebagai unit pelaksana tugas tersebut dimulai dari
atasan kepala bawahannya baik secara administrasi maupun teknis atas pelaksana pemberian remisi kepada Narapidana dan peranan pengawasan tidak ada .
116
115
Wawancara dengan Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan Anak didik Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Binjai, tanggal 8 Januari 2009.
116
Wawancara dengan Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Binjai, tanggal 8 Januari 2009.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
Atas dasar hal tersebut fungsi pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat tidak berjalan karena Hakim Pengawas dan
pengamat tidak pro aktif. Di samping itu tidak adanya model yang baku untuk membuat laporan tentang remisi yang ditunjukkan kepada Hakim Pengawas dan
Pengamat. Terlihat bahwa pengawasan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat di Lembaga
Pemasyarakatan, khususnya mengenai hak-hak narapidana sesuai Sistem Pemasyarakatan, dalam hal pemberian remisi tidak berjalan optimal sebagaimana
mestinya. Salah satu faktor penyebab adalah kurang maksimalnya Hakim Pengawas dan Pengamat dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang tecantum dalam
KUHP antara lain : 1.
Membantu ketua dalam pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan.
2. Memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana
mestinya. 3.
Sebagai bahan penelitian demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh dari perilaku narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan serta
pengaruh timbal balik terhadap narapidana selama menjalani pidananya.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
4. Membicarakan dengan kepala lembaga pemasyarakatan tentang cara pembinaan
narapidana tertentu, jika dipandang perlu demi pendayagunaan pengamatan, hakim pengawas dan pengamat.
117
Sehubungan dengan kasus pemberian remisi yang diterima Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto yang banyak mendapat sorotan karena banyak
mendapatkan jumlah remisi. Hal ini memberikan kesan buruk terhadap Lembaga Pemasyarakatan sebagai institusi yang mengusulkan pemberian remisi tersebut.
Untuk itu perlu adanya sesuatu lembagainstitusi yang mengawasi dalam pemberian remisi, dan perlu adanya syarat-syarat yang spesifik dalam perolehan remisi.
117
Wawancara dengan Kepala Seksi Pembinaan Narapidana dan Anak didik Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Binjai, tanggal 8 Januari 2009.
Daulat Siregar : Pengawasan Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan, 2009
USU Repository © 2008
BAB IV FAKTOR – FAKTOR YANG MENGHAMBAT
DALAM PEMBERIAN REMISI DAN SOLUSINYA
A. Faktor-faktor yang menghambat pemberian Remisi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara langsung di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Binjai dalam pelaksanaan pemberian remisi terhadap
Narapidana dan anak didik masih terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat, antara lain adalah :
1. Faktor Yuridis