Pemakaian Endoskopi Secara Transoral Pada Perawatan Fraktur Subkondilar Mandibula

(1)

PEMAKAIAN ENDOSKOPI SECARA TRANSORAL PADA PERAWATAN

FRAKTUR SUBKONDILAR MANDIBULA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

YANCI AKMAL I SAGALA NIM : 060600110

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Yanci Akmal I Sagala

Pemakaian Endoskopi Secara Transoral Pada Perawatan Fraktur Subkondilar Mandibula Viii + 38 halaman

Fraktur rahang dan tulang wajah yang tidak ditangani dengan baik akan memberikan gangguan dan keluhan pada pasien dalam jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus patah rahang adalah infeksi pada jaringan lunak dan tulang rahang. Infeksi tersebut dapat menyebabkan kehilangan jaringan lunak dan keras yang banyak. Komplikasi lain, jika penyambungan tidak adekuat dan oklusi rahang atas dan bawah tidak tercapai maka akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak nyaman yang berkepanjangan pada sendi rahang (TMJ) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan kanan

Fraktur subkondilar mandibula merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada regio mandibula. Dibutuhkan perhatian serius terhadap kasus ini karena banyak pasien tidak puas dengan hasil yang didapatkan paskabedah. Teknik bedah dengan pemakaian endoskopi secara transoral pada perawatan fraktur subkondilar rahang bawah dapat dilakukan untuk mengurangi kerugian-kerugian yang didapat paskaoperasi. Teknik pembedahan ini dapat dikatakan merupakan suatu modifikasi dari teknik pembedahan terbuka dan tertutup yang sering dilakukan pada perawatan fraktur subkondilar. Teknik ini dibantu dengan seperangkat alat endoskopi. Teknik ini telah banyak dilakukan oleh para ahli bedah dengan penelitian-penelitian dan mendapatkan hasil yang baik.


(3)

Teknik perawatan fraktur subkondilar ini dilakukan dengan pendekatan bedah transoral dengan melakukan insisi intraoral untuk mendapatkan akses fragmen fraktur dan pemasangan plat dengan bantuan visualisasi langsung dari perangkat endoskopi. Setelah dilakukan fiksasi dan oklusi diperbaiki, plat dapat dipasangkan. Oleh sebab itu ilmu oklusi merupakan dasar yang penting bagi seorang spesialis bedah mulut dan maksilofasial dalam penatalaksanan kasus fraktur maksilofasial. Dengan prinsip ini diharapkan penyembuhan atau penyambungan fragmen fraktur dapat kembali kehubungan awal yang normal dan dapat beradaptasi dengan jaringan lunak termasuk otot dan pembuluh saraf disekitar rahang dan wajah. Teknik ini tidak membutuhkan insisi yang berlebih untuk mendapatkan akses ke lokasi fraktur. Teknik ini diindikasikan untuk orang dewasa tanpa adanya kelainan sistemik yang berat.

Keberhasilan perawatan ini ditentukan dari pemerikasaan riwayat keluhan, pemeriksaan klinis, radiografi sebagai diagnosa penunjang dan melakukan teknik yang baik. Komplikasi setelah pembedahan yang dapat terjadi pada semua operasi penyambungan tulang adalah terlambatnya penyambungan dan penyembuhan tulang atau kegagalan penyambungan tulang yang sering disebabkan tidak stabilnya fragmen fraktur karena immobilisasi yang kurang baik. Komplikasi yang secara klinis dan estetik tampak pada perubahan bentuk dan proporsi wajah.


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini dipertahankan dihadapan tim penguji Pada tanggal 15 November 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Abdullah, drg

2. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM 3. Indra Basar Siregar, dgr., M.Kes


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari telah mendapatkan banyak petunjuk, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dihaturkan kepada:

1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM sebagai Kepala Bagian Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes sebagai pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

3. Ketua tim penguji (Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM) dan anggota tim penguji (Abdullah, drg., dan Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM) yang memberi masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Penghormatan penulis yang teristimewa kepada orang tua tercinta Ayahanda Sabaruddin Sagala dan Ibunda Anni Naidu Simbolon serta kakanda Rahmah Muti’ah dan adik saya Ali Yasil Doresa yang telah mencurahkan kasih sayang, dukungan dan cinta serta doa yang tulus untuk penulis.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan.


(6)

6. Sahabat-sahabat penulis (Fauzan, Hanif, Ryan, Sadli, Rozy, Geri, Anzari, Mita, Lita, Tika, Esti, Nanda, Noni dan sahabat-sahabat stambuk 06 FKG-USU).

7. Semua orang yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, maupun referensi. Untuk itu semua saran dan kritik akan menjadi masukan yang berarti bagi pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat

Medan, 10 November 2010 Penulis

Yanci Akmal Sagala NIM : 060600110


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………. i

HALAMAN PERSETUJUAN……….. ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI………. iii

KATA PENGANTAR……….. iv

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR GAMBAR……… vii

BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1

BAB 2 ENDOSKOPI……… 4

2.1 Definisi……… 4

2.2 Indikasi……… 8

BAB 3 FRAKTUR SUBKONDILAR………... 11

3.1 Definisi……… 12

3.2 Anatomi Prosesus Kondiloideus………. 12

3.3 Etiologi……… 14

3.4 Gejala Klinis……… 15

3.5 Diagnosa……….. 16

3.5.1 Riwayat Keluhan……… 16

3.5.2 Pemeriksaan Klinis………. 17

3.5.3 Radiografi………... 20

BAB 4 PEMAKAIAN ENDOSKOPI SECARA TRANSORAL PADA PERAWATAN FRAKTUR SUBKONDILAR MANDIBULA……… 24

4.1 Teknik... 26

4.2 Perawatan Paska Bedah... 30

4.3 Komplikasi... 31

4.4 Keuntungan... 32

4.5 Kerugian……… 34

BAB 5 KESIMPULAN... 35


(8)

DAFTAR GAMBAR Gambar

1. Endoskop……… 5

2. Bagian luar dan dalam endoskop……… 7

3. Bagian dari distal end ………... 8

4. Monitor gambar secara langsung ……….. 10

5. Anatomi penyebaran fraktur pada mandibula ……… 11

6. Klasifikasi fraktur subkondilar ……….. 14

7. Gambaran klinis fraktur subkondilar……….. 19

8. Radiografi Fraktur subkondilar praoperasi ……… 21

9. Radiografi fraktur subkondilar paska operasi ……… 21

10.Gambar hasil CT scan fraktur subkondilar kanan praoperasi ……… 22

11.Gambar hasil CT scan fraktur subkondilar kanan paskaoperasi ……….... 22

12.Fraktur subkondilar 3 dimensi ……….. 23

13.Daerah operasi melalui transoral... 24

14.Pandangan lateral kondilar rahang bawah untuk menunjukkan penggunaan Elevator ………. 27

15.Visualisasi endoskopi fraktur subkondilar dari pandangan samping lateral. Dengan pergeseran fraktur kearah lateral……….. 29

16.Gambaran intraoperatif pada saat pemasangan skrup dengan pengeboran tulang... ……… 29

17.Visualisasi langsung pada saat bedah fraktur subkondilar di bantu dengan alat Endoskop……… 30


(9)

19.A. poto praoperasi dan pemendekan mandibula karena fraktur subkondilar

pada saat membuka mulut……….. 33 B. dua bulan paskaoperasi dengan prosedur endoskopik, dapat membuka

mulut hingga 40 mm ………. 33

20.Computed tomography (CT) pada pria 24 tahun, bilateral subkondilar fraktur dan simphyseal mandibular fraktur

A : praoperasi dengan resolusi tinggi dari koronal pada CT-Scan, tampak

gambaran khas malposisi subkondilar. ………... 33 B : paskaoperasi fraktur subkondilar dua sisi, gambaran radiografis


(10)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Yanci Akmal I Sagala

Pemakaian Endoskopi Secara Transoral Pada Perawatan Fraktur Subkondilar Mandibula Viii + 38 halaman

Fraktur rahang dan tulang wajah yang tidak ditangani dengan baik akan memberikan gangguan dan keluhan pada pasien dalam jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus patah rahang adalah infeksi pada jaringan lunak dan tulang rahang. Infeksi tersebut dapat menyebabkan kehilangan jaringan lunak dan keras yang banyak. Komplikasi lain, jika penyambungan tidak adekuat dan oklusi rahang atas dan bawah tidak tercapai maka akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak nyaman yang berkepanjangan pada sendi rahang (TMJ) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan kanan

Fraktur subkondilar mandibula merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada regio mandibula. Dibutuhkan perhatian serius terhadap kasus ini karena banyak pasien tidak puas dengan hasil yang didapatkan paskabedah. Teknik bedah dengan pemakaian endoskopi secara transoral pada perawatan fraktur subkondilar rahang bawah dapat dilakukan untuk mengurangi kerugian-kerugian yang didapat paskaoperasi. Teknik pembedahan ini dapat dikatakan merupakan suatu modifikasi dari teknik pembedahan terbuka dan tertutup yang sering dilakukan pada perawatan fraktur subkondilar. Teknik ini dibantu dengan seperangkat alat endoskopi. Teknik ini telah banyak dilakukan oleh para ahli bedah dengan penelitian-penelitian dan mendapatkan hasil yang baik.


(11)

Teknik perawatan fraktur subkondilar ini dilakukan dengan pendekatan bedah transoral dengan melakukan insisi intraoral untuk mendapatkan akses fragmen fraktur dan pemasangan plat dengan bantuan visualisasi langsung dari perangkat endoskopi. Setelah dilakukan fiksasi dan oklusi diperbaiki, plat dapat dipasangkan. Oleh sebab itu ilmu oklusi merupakan dasar yang penting bagi seorang spesialis bedah mulut dan maksilofasial dalam penatalaksanan kasus fraktur maksilofasial. Dengan prinsip ini diharapkan penyembuhan atau penyambungan fragmen fraktur dapat kembali kehubungan awal yang normal dan dapat beradaptasi dengan jaringan lunak termasuk otot dan pembuluh saraf disekitar rahang dan wajah. Teknik ini tidak membutuhkan insisi yang berlebih untuk mendapatkan akses ke lokasi fraktur. Teknik ini diindikasikan untuk orang dewasa tanpa adanya kelainan sistemik yang berat.

Keberhasilan perawatan ini ditentukan dari pemerikasaan riwayat keluhan, pemeriksaan klinis, radiografi sebagai diagnosa penunjang dan melakukan teknik yang baik. Komplikasi setelah pembedahan yang dapat terjadi pada semua operasi penyambungan tulang adalah terlambatnya penyambungan dan penyembuhan tulang atau kegagalan penyambungan tulang yang sering disebabkan tidak stabilnya fragmen fraktur karena immobilisasi yang kurang baik. Komplikasi yang secara klinis dan estetik tampak pada perubahan bentuk dan proporsi wajah.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam dunia kedokteran teknik pembedahan mengalami banyak perubahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam perawatan. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalkan insisi pada pembedahan dan mempercepat waktu penyembuhan yang lama.1-2,4 Alat bedah berkembang pesat, seperti penggunaan sinar laser pada bedah. Begitu juga dengan penggunaan perangkat endoskopi dalam tindakan operasi, alat ini banyak digunakan olehdokter

ahli bedah di rumah sakit besar di Indonesia. Kemudahan dari penggunaan alat ini dapat

mempercepat waktu pembedahan dan meminimalkan luka dan sayatan, sehingga proses penyembuhan paska bedah akan lebih cepat dan luka bekas pembedahan bisa cepat hilang.1,3-4

Teknik atau metode perawatan fraktur subkondilar rahang bawah adalah hal yang paling kontroversi diperdebatkan dalam bidang maksilofasial dan traumatologi. Kontroversi ini difokuskan pada hal positif dan negatif dari penanganan fraktur, yaitu dengan pendekatan terbuka dan tertutup. Pendekatan terbuka berdampak baik pada osteosintesis dengan mendapat posisi anatomi yang baik, tapi mempunyai kelemahan dengan kerusakan syaraf dan meninggalkan jaringan parut. Pada teknik tertutup dapat mengurangi resiko pada teknik terbuka tapi tidak dapat mencapai posisi anatomi yang benar dari fraktur, ankilosis, nekrosis pada prosesus kondiloideus, dan gangguan pertumbuhan mandibula.1,3,5 Sampai saat sekarang ini teknik tertutup adalah teknik yang paling sering dilakukan. Pilihan terbaik untuk fiksasi rahang bawah juga masih di perdebatkan, beberapa ahli mendukung pendekatan insisi intraoral sedangkan yang lainnya mendukung insisi ekstraoral. Maka dari itu dimasa mendatang diharapkan teknik penanganan fraktur subkondilar akan mengalami perkembangan yang semakin


(13)

baik dalam penanganan fraktur, seperti penggunaan endoskopi untuk membantu penanganan fraktur subkondilar dengan kombinasi alat dan teknik lain. 1,6

Untuk melakukan reduksi terbuka pada fraktur mandibula biasa melalui kulit atau oral.1-2 Secara teknis, setiap daerah pada mandibula dapat dirawat secara efektif secara oral kecuali pada daerah subkondilar. Hal ini disebabkan letak fraktur yang jauh dari daerah oral, maka dari itu digunakan endoskopi untuk visualisasi kedaerah fraktur melalui akses transoral.5

Fraktur prosesus kondiloideus ini penting karena merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada fraktur mandibula, sekitar 9-45% dari semua fraktur mandibula dan fraktur yang paling sering terjadi pada daerah prosesus kondiloideus adalah daerah pada daerah subkondilar.5 Teknik fiksasi pada daerah subkondilar terus mengalami perkembangan. Begitu juga dengan perkembangan sejarah alat fiksasi terus berlanjut dan diikuti oleh teori baru yang sesuai dengan kemajuan jaman dan kebutuhan.1,3,6 Seperti halnya pada penanganan fraktur subkondilar rahang bawah dengan pendekatan transoral dan dibantu dengan alat endoskopi untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan mengurangi resiko paska pembedahan. Beradasarkan penelitian Gui Youn Cho Lee dkk dari Universitas Hospital La Princesa kota Madrid, penggunaan endoskopi dengan kombinasi pendekatan transoral pada fraktur subkondilar dari tiga pasien tidak satupun menunjukkan tanda kelainan temporomandibular setelah perawatan enam bulan. Teknik ini telah menunjukkan hal positif dari kedua teknik konvensional diatas. Para ahli bedah maksilofasial didunia juga telah banyak yang membuktikan keuntungan dari pemakaian endoskopi pada perawatan fraktur subkondilar dengan bantuan endoskopi1 Maka dari itu penanganan fraktur subkondilar semakin popular, tetapi masih jarang digunakan secara umum.1,3

Dengan dibuatnya tulisan ini penulis berharap agar tulisan ini berguna bagi dokter gigi dan dokter gigi ahli sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan tindakan yang akan dilakukan,


(14)

khususnya pada penanganan fraktur subkondilar dan berguna bagi mahasiswa kedokteran gigi sebagai landasan teori untuk mengikuti perkuliahan mengenai penanganan fraktur subkondilar dengan bantuan alat endoskopi.


(15)

BAB 2 ENDOSKOPI

Ilmu kedokteran dan teknologi kedokteran yang berkembang pesat telah menghasilkan prosedur diagnostik yang cepat dan tepat. Salah satunya adalah penggunaan endoskopi yang membantu pemeriksaan dan tindakan dalam prosedur bedah. Endoskop adalah alat untuk memeriksa organ dalam tubuh secara visual dan langsung dilihat melalui layar monitor, sehingga dapat dilihat dengan jelas setiap kelainan organ yang diperiksa.7

Satu hal penting bahwa seorang endoskopis harus mempunyai pengetahuan kognitif mengenai rongga atau lobang sendi yang diperiksa. Yaitu teknik dan keterampilan yang cukup untuk melakukan tindakan endoskopi. Untuk penggunaan endoskopi yang baik dan benar, diharapkan para ahli bedah telah mendapat pengetahuan, pendidikan dan pelatihan keterampilan serta pengalaman yang cukup untuk mencapai kompetensi sertifikasi yang telah ditetapkan. Hal tersebut bisa dicapai dengan melakukan pendidikan/pelatihan di pusat yang telah ditentukan. Kemudian secara berkala dapat diperbaharui sesuai dengan kemajuan ilmu. 7

2.1 DEFINISI

Endoskop adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan endoskopi. Endoskopi adalah pemeriksaan secara visual dan langsung pada lubang atau rongga pada tubuh tertentu untuk melihat kelainan pada tubuh.8 pemeriksaan ini langsung di kontrol dari monitor. Alat ini berbentuk pipa kecil panjang yang dapat dimasukkan ke dalam tubuh, misalnya ke lambung, ke dalam sendi, atau ke rongga tubuh lainnya. Di dalam pipa tersebut terdapat dua buah serat optik. Satu untuk menghasilkan cahaya agar bagian tubuh di depan ujung endoskop terlihat jelas, sedangkan serat lainnya berfungsi sebagai penghantar gambar yang ditangkap oleh kamera. Di


(16)

samping kedua serat optik tersebut, terdapat satu buah bagian lagi yang bisa digunakan sebagai saluran untuk pemberian obat dan untuk memasukkan atau mengisap cairan. Selain itu, bagian tersebut juga dapat dipasangi alat-alat medis seperti gunting kecil. 9

Gambar 1. Endoskop sumber:

Endoskop biasanya digunakan bersama layar monitor sehingga gambaran organ yang diperiksa tidak hanya dilihat sendiri oleh operator, tetapi juga oleh orang lain di sekitarnya. Gambar yang diperoleh selama pemeriksaan biasanya direkam untuk dokumentasi atau evaluasi lebih lanjut.9

Endoskopi tidak hanya berfungsi sebagai alat periksa tetapi juga untuk melakukan tindakan medis seperti pengangkatan polip dan penjahitan.9 Selain itu, endoskopi juga dapat digunakan


(17)

untuk mengambil sampel jaringan jika dicurigai jaringan tersebut terkena kanker atau gangguan lainnya.9

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian alat endoskopi. Yang pertama adalah bagian yang dimasukkan ke bagian tubuh yang akan di operasi sebagai kamera yang dapat melihat dimana letak penyakit tersebut. Yang kedua adalah bagian yang bisa digunakan sebagai pemotong atau pembakar. Dan yang ketiga sebagai pembersih yaitu untuk mengangkat semua organ yang telah di potong atau di bakar. Dengan penggunaan alat ini proses operasi dan proses penyembuhan tidak akan memekan waktu yang lama. Dengan manfaat waktu yang cukup efektif dalam penggunaannya, alat ini sering direkomendasikan oleh para dokter ahli bedah. Namun alat ini bukanlah alat yang murah, harganya bisa mencapai milyaran rupiah sehingga perawatan alat ini harus ekstra hati-hati dan cermat agar tidak terjadi kerusakan , disinilah tanggung jawab para perawat kamar bedah untuk menjaga serta merawat alat mahal ini. Berikut hal hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian alat tersebut yaitu :11

1. Setelah di gunakan segera rendam alat dengan cairan desinfektan kira kira 30 menit untuk mencegah cairan darah mengering pada alat

2. Kemudian bersihkan secara mekanis dengan air mengalir sambil di sikat halus dan perlahan

3. Keringkan dengan udara dengan tekanan rendah atau lap yang cepat menyerap air 4. Setelah di bersihkan berikan oil lubricant/ pelumas kira kira 5 tetes

5. Bungkus konektor slang dengan kain untuk menyerap minyak sisa pelumasan

6. Pisahkan instrumen perlatan, lepaskan pengaitnya kemudian rendam dengan cairan desinfektan


(18)

7. Untuk membersihkan alat tersebut gunakan sikat halus dan detergen lembut.

Berikut dijelaskan gambaran endoskop.

Bagian luar :

A. Ocular / eyepiece

B. Body covers

C. Body cone

D. Control section

E. Insertion tube

F. Bending section

G. Bending rubber

H. Distal and

I. A/W button valves

J. Suction valve

K. Co2

L. Light guide section

M. Connector

N. Probe / light guide

O. Water bottle connector

P. Suction port

Q. Ground lug

R. Sub water feed

Bagian luar :

A. Image guide bundle B. Light guide bundle C. Forcep channel D. Air line E. Water line

F. Drum cable & stoppers

Gambar 2. Bagian luar dan dalam endoskop. Sumber: (http://www.1800endoscope.com/endoscopymuseum.htm)


(19)

2.2 INDIKASI

Indikasi pemakaian endoskopi pada trauma wajah meliputi fraktur pada prosesus kondiloideus mandibula, fraktur frontal sinus dan fraktur zigomatikum. Namun demikian indikasi dari penggunaan endoskopi yang terpenting adalah keadaan lokasi fraktur, ukuran, derajat kominutif dan kemampuan dari dokter itu sendiri. Pada fraktur prosesus kondiloideus indikasi pemakaian endoskopi hanya pada fraktur subkondilar saja. Sedangkan pada daerah head

dan neck prosesus kondiloideus tidak diindikasikan.12-13 Fraktur interkondilar dan fraktur leher kondilar tidak dapat dirawat dengan pendekatan endoskopi karena pertimbangan anatomi dan

Gambar 3. Bagian dari distal end sumber: (http://www.1800endoscope.com/endoscopymu seum.htm)

Keterangan

AA. Image Guide Lens

BB. Light Guide Lens

CC. Air Water Nozzle


(20)

kemungkinan penerapan fiksasi dan paparan bedah dapat mengakibatkan devaskularisasi pada kepala prosesus kondiloideus. Endoskopi diindikasikan untuk fraktur yang dapat menerima dua skrup untuk fiksasi miniplate. Fraktur subkondilar adalah yang paling diindikasikan dalam pemakaian teknik tersebut.16 Indikasi utama pemakaian endoskopi secara transoral pada perawatan fraktur subkondilar hanya pada fraktur dengan pergeseran fraktur kearah lateral dengan tidak kelainan pada TMJ. Sedangkan pada fraktur subkondilar dengan pergeseran kearah medial maka pendekatan bedah dengan ekstraoral lebih di indikasikan.1,3,5 Bagaimanapun, teknik ini membutuhkan keahlian yang tinggi bila dibandingkan dengan teknik konvensional. Oleh karena itu, kemampuan dari dokter bedah dalam mengaplikasikan alat endoskopi dan permintaaan pasien tersebut merupakan pertimbangan utama dalam pemakaian teknik teknik bedah ini. Dokter ahli diharapkan dapat menggunakan alat endoskopi berdaasarkan pola fraktur itu sendiri.12

Adapun syarat-syarat umum yang perlu dimiliki dokter ahli bedah pada penggunaan endoskopi dalam penatalaksanaan fraktur yaitu kemampuan ahli dalam mempertahankan kavitas optik, memasang fiber-optik endoskopi. Menjaga hemostatis secara adekuat dan mengaplikasikan alat endoskopi tersebut.14 Maka diperlukan pelatihan khusus dalam pemakaian endoskopi ini.


(21)

Gambar 4. Monitor gambar secara langsung dengan alat endoskopi memberikan

panduan dokter ahli. sumber : (http://www.dharmais.co.id/tl_files/facilities/gb2.gif)


(22)

BAB 3

FRAKTUR SUBKONDILAR

Dengan bertambah besarnya jumlah kasus trauma rahang, mahasiswa kedokteran gigi seharusnya memiliki pengetahuan tentang anatomi yang berperan penting pada rangka wajah.15 Fraktur mandibula tergantung pada jenis luka dan arah dan kekuatan trauma, fraktur mandibula umumnya terjadi di beberapa lokasi. Salah satu klasifikasi fraktur mandibula adalah lokasi anatomi fraktur. Fraktur mandibula menurut lokasi terjadi di prosesus kondiloideus, ramus, angulus, korpus/simfisis, alveolar, dan prosesus koronoideus.10 Berikut menggambarkan lokasi dan frekuensi fraktur pada mandibula.

Gambar 5. Anatomy penyebaran fraktur pada mandibula. (sumber : oral and maxillofacial trauma, 2003)

Pada fraktur subkondilar yang terjadi , setiap fragmen akan terjadi tumpang tindih yang mengakibatkan pemendekan dari daerah posterior. Hal ini dapat diperburuk dengan adanya otot


(23)

pengunyahan, suprahioid, dan infrahioid yang berposisi normal. Hal tersebut dapat menyebabkan gangguan kontak oklusal posterior dan gigitan terbuka. Selain itu, hal ini menyebabkan kerugian tidak menarik proyeksi dagu di pogonion tersebut.16

3.1 DEFINISI

Fraktur adalah terputusnya hubungan / kontinuitas struktur tulang atau tulang rawan yang komplet atau inkomplet. Diskontinuitas tulang ini disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang.17 Fraktur subkondilar pada mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang pada daerah subkondilar mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah dapat mengakibatkan trauma pada wajah pada keadaan patologis dan dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.18

3.2 ANATOMI PROSESUS KONDILOIDEUS

Prosesus kondiloideus terdiri dari kaput dan leher yang langsing, datar pada bidang frontal dan suatu permukaaan yang semi-konkaf. Jarak antero-posterior sekitar 20 mm dan tebalnya sekitar 10 mm. Sumbu panjang terletak latero-medial, dan tegak lurus dengan bidang ramus. Sebelah posterior prosesus kondiloideus berbentuk bulat cembung, baik kelatero-medial maupun supero-inferior. Permukaan posterior ini menghadap kearah postero-superior karena inklinasi anterior dari seluruh prosesus kondiloideus. Panjangnya kira kira 15 mm ke supero-inferior.15,19,25

Prosesus kondiloideus merupakan bagian dari mandibula yang mempunyai bagian yang berhubungan dengan korpus mandibula, prosesus alveolaris, ramus mandibula, prosesus koronoideus, angulus mandibula dan lainnya. Pada ramus mandibula membentuk lempengan


(24)

tulang vertikal dengan permukaan luar dan dalam, tepi posterior, tepi anterior dan mempunyai dua prosesus pada bagian superior. Di depannya disebut dengan prosesus koronoideus yang merupakan perlekatan otot temporalis. Di belakang yaitu prosesus kondiloideus, bersendi dengan temporalis pada artikulasi temporomandibularis. Pada permukaan ramus mandibula terdapat perlekatan otot masseter. Pada permukaan dalam bagian tengahnya terdapat foramen mandibula.15,25

Ada sangat banyak sekali variasi dari bentuk prosesus kondiloideus, bahkan bisa saja bentuk prosesus kondiloideus kiri berbeda dengan kanan pada individu yang sama. Bisa saja terjadi permukaan artikulasi miring tajam keatas dari kutup, kepusat ketinggian ujung pada prosesus kondiloideus.19

Fraktur prosesus kondiloideus dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian. Yaitu:16 1.

Pertama, fraktur pada bagian kepala kondilar (intrakapsular),

2.

Kedua, fraktur pada bagian leher kondilar

3.


(25)

3.3 ETIOLOGI

Etiologi fraktur subkondilar sebagian besar berasal dari trauma akibat kekerasan interpersonal dan kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan industri, dan injuri akibat olahraga adalah etiologi-etiologi yang kurang umum.10,20 Kebanyakan trauma diakibatkan oleh benda tumpul. Kecacatan pada orang dewasa secara umum dibawah usia 50 tahun dan angka terbesar biasanya terjadi pada pria dengan batas usia 21-30 tahun.20

Fraktur mandibula dapat terjadi karena kecelakaan lalulintas, kecelakaan industri atau kecelakaan kerja, kecelakaan rumah tangga, mabuk dan perkelahian atau kekerasan fisik. Menurut survey di District of Columbia Hospital, dari 540 kasus fraktur mandibula, 69% kasus

Gambar 6. Klasifikasi fraktur subkondilar. (Reid V,

Condylar fracture repair: use of the endoscope to advance traditional treatment philosophy, facial


(26)

terjadi akibat kekerasan fisik (perkelahian), 27% akibat kecelakaan lalu-lintas, 12% akibat kecelakaan kerja, 2% akibat kecelakaan saat olahraga dan 4% karena sebab patologi. Setiap pukulan keras pada muka dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak adalah lebih besar dibandingkan dengan tulang wajah lainnya (Nahum, 1995). Meskipun demikian fraktur mandibula lebih sering terjadi dibandingkan dengan bagian skeleton muka lainnya.18

3.4 GEJALA KLINIS

Fraktur prosesus subkondilaris memiliki gambaran yang klinis dan radiografis yang khas. Mandibula mengalami deviasi ke sisi yang cedera pada saat membuka mulut disertai dengan pergeseran protrusif. Fraktur subkondilaris yang bilateral mengakibatkan gigitan terbuka anterior, yang tampak lebih nyata bila tidak ada oklusi posterior.2,18

Gejala yang timbul dapat berupa: 18

1. Dislokasi, yaitu berupa perubahan posisi rahang yang menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang atas.

2. Penderita mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa yang sakit jika menggerakkan rahang.

3. Pembengkakan, hal ini juga dapat membantu menentukan dimana posisi fraktur juga pada penderita.

4. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan.

5. Laserasi yang terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur. 6. Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkaan.


(27)

7. Gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan mulut, hipersalifasi dan halitosis. Hal ini terjadi karena berkurangnya pergerakan normal mandibula dan terjadi stagnasi makanan yang mengakibatkan hilangnya efek self cleansing karena gangguan fungsi pengunyahan, kelumpuhan dari bibir bawah.Hal ini dapat mengganggu kesehatan jaringan periodontal.

3.5 DIAGNOSA

3.5.1 RIWAYAT KELUHAN

Setiap fraktur mempunyai riwayat trauma. Posisi waktu kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila informasi trauma yang didapat meragukan atau tidak ada maka akan menyulitkan dalam perencanan perawatan yang akan dilakaukan. Riwayat penderita harus dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis dll). Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi mengenai keadaan kardiovaskuler maupun sistem respirasi, apakah penderita merupakan penderita diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan penggunaan obat-obat anestesi.18 Hal pertama yang harus dilakukan adalah menstabilkan keadaan pasien. Riwayat penyakit pasien harus di dapat selengkap mungkin. Di usahakan didapat langsung keterangan tersebut dari pasien. Namun jika pasien kehilangan kesadaran atau status neurologis terganggu, riwayat penyakit bisa didapat dari saksi atau anggota keluarga yang mendampingi. Lima pertanyaan penting harus dipertimbangkan.10

1. Bagaimana kecelakaan terjadi


(28)

3. Apa yang spesifik dari cedera, termasuk jenis objek dihubungi, arah dari yang kontak dibuat,

4. Apakah ada kehilangan kesadaran

5. Apa yang dialami atau dirasakan pasien sekarang, seperti rasa sakit, sensasi, perubahan visual dan maloklusi

3.5.2 PEMERIKSAAN KLINIS

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan ekstra oral dan intra oral. Ekstra oral meliputi pemeriksaan luka yang terjadi pada daerah wajah untuk mengetahui lokasi, panjang, dan kedalamannya yang dapat berhubungan dengan struktur yang ada dibawah luka seperti arteri, saraf dan juga kelenjar ludah. Jika ada edema fasial diobservasi dan dievaluasi karena ini bisa merupakan tempat terjadinya fraktur.2,21 Pada pemeriksaan intra oral meliputi pemeriksaan jaringan lunak dan jaringan keras yang kemungkinan adanya pembengkakan dan laserasi. Pemeriksaan ini meliputi ada tidaknya fraktur pada mahkota dan akar gigi dan avulsi gigi dari soketnya, pemeriksaan laserasi mukosa pada mulut dan bibir. Setiap elemen gigi harus diperiksa, hal ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya gigi atau protesa yang patah yang harus segera dikeluarkan.22

Pada pemeriksaan klinis ini dapat juga dilakukan pemeriksaan fisik pada fraktur subkondilar yang merupakan bagian dari fraktur mandibula. Pemeriksaan fisik ini meliputi.18


(29)

b. Palpasi (nyeri tekan dan krepitasi) : status neurologis dan vaskuler dibagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, yaitu meliputi persendian atas dan bawah

c. Gerakan


(30)

Gambar 7. Wanita (44 tahun), gambaran klinis fraktur subkondilar unilateral sebelah kiri dengan pemendekan ramus (atas) dan gerakan mandibula yang terganggu dilihat dari

pandangan lateral. (Chen Lee, Subcondylar fracture of the mandible: an


(31)

3.5.3 RADIOGRAFI

Fraktur vertikal dari prosesus kondiloideus mandibula dan bagian medial kepala kondilar jarang ditemukan oleh radiografi konvensional dan lebih sering terdeteksi oleh computed tomography (CT) scan.23 Untuk mengetahui keakuratan gambaran radiografi dalam kelayakan penggunaan endoskop sangat diperlukan. Hal ini berguna untuk menentukan strategi pengobatan yang tepat dengan mengidentifikasi lokasi fraktur, arah perpindahan, dan derajat kominusi. Pada tahun 2001, Wilson dan rekan-rekannya membandingkan CT scan heliks dengan poto panoramik dalam mendeteksi 73 fraktur mandibula di 42 pasien berturut-turut dan berkorelasi. Helical CT scan terdeteksi 100% dari fraktur mandibula , sementara poto panoramik terdeteksi hanya 86%.16 Gambaran radiologis lokasi fraktur menurut rule of two terdiri dari.24

1. Dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral 2. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur

3. Menurut gambaran foto dua ekstremitas yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak cedera. Kemudian pergeseran fragmen tulang pada fraktur ada empat.24

1. Alignman yaitu perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut 2. Panjang, yang dapat menyebabkan pemendekan

3. Aposisi yaitu hubungan ujung fragmen satu dengan yang lainnya 4. Rotasi yaitu perputaran terhadap fragmen proksimal.

Berikut akan ditunjukkan beberapa gambaran radiografi pada pemeriksaan fraktur kondilar rahang bawah.


(32)

Gambar 8. Gambaran fraktur subkondilar praoperasi dari pandangan lateral.(Cho-Lee, Endoscopically-assist transoral approachfor the

treatment of subconylar fraktures of the mandible, Med Oral Patol Oral

Cir Bucal. 2008)

Gambar 9. Gambaran fraktur subkondilar postoperasi yang dilakukan dengan pendekatan transoral dibantu dengan endoskopik dari pandangan lateral. (Cho-Lee, Endoscopically-assist transoral approachfor the treatment of subconylar fraktures of the mandible, Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2008)


(33)

Gambar 10. Gambar hasil CT scan fraktur subkondilar kanan praoperasi (Chen Lee, Subcondylar fracture of the mandible: an endoscopic-assisted technique, 1998:5)

Gambar 11. Gambar hasil CT scan fraktur subkondilar kanan paskaoperasi (Chen Lee, Subcondylar fracture of the mandible: an endoscopic-assisted technique, 1998:5)


(34)

Gambar 12. Gambaran tiga dimensi fraktur subkondilar. (Reid V, Condylar fracture repair: use of the endoscope to advance traditional treatment philosophy, facial plastic


(35)

BAB 4

PEMAKAIAN ENDOSKOPI SECARA TRANSORAL PADA PERAWATAN FRAKTUR SUBKONDILAR MANDIBULA

Dalam beberapa tahun terakhir ini, para ahli bedah telah tertarik dengan konsep pendekatan bedah dengan meminimalkan bekas luka untuk menghindari morbiditas pada pasien. Teknik yang biasa dipakai biasa disebut dengan teknik tradisional atau teknik bedah terbuka. Konsep bedah sekarang dilakukan dengan sayatan kecil dan akses terbatas tapi menghasilkan hasil yang lebih baik. Seperti pada penggunaan endoskopi.25

Tetapi hal yang paling penting, ahli bedah harus memutuskan apakah teknik baru ini menawarkan keuntungan lebih dari teknik konvensional untuk menjamin penggunaannya dalam perawatan pasien klinis. Dalam bidang manajemen fraktur subkondilar, adanya kontroversi berkaitan dengan indikasi untuk pendekatan terbuka dengan tertutup. Yaitu keuntungan apa yang didapat dan kerugian apa yang dapat dikurangi dari teknik tersebut. Fraktur pada wilayah prosesus kondiloideus mewakili lebih dari 30% dari semua fraktur mandibula, dan pada prosesus kondiloideus fraktur yang paling sering terjadi pada wilayah subkondilar. Pada saat sekarang ini pemakaian endoskopi dalam prosedur bedah pada perawatan fraktur mandibula dengan pendekatan transoral sangat membantu para ahli dalam meminimalkan bekas luka.1,25 Hal ini telah dibuktikan dengan data yang didapat dari beberapa literatur yang berhubungan dengan fungsional, gambaran radiografi dan estetika.25

Teknik bedah moderen adalah upaya untuk mengurangi trauma pasien somatik dan psikologis. Pembedahan minimal dengan pemakaian endoskopi adalah cara terbaik untuk mencapai tujuan ini. Oleh karena itu penting untuk diketahui bahwa tidak hanya pada fraktur subkondilar saja dapat dilakukan pemakaian endoskopi. Endoskopi juga dapat dipakai pada sendi


(36)

rahang (artroskopi dari TMJ), pada trauma maksilofasial, fraktur mandibula, area orbizigomatik, sinus frontal dan pada bagian tubuh lainnya. Pemakaian Endoskopi dengan pendekatan transoral pada perawatan fraktur subkondilar adalah teknik yang dirancang untuk menggabungkan aspek-aspek positif dari dua teknik konvensional. Dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam pelaksanaan bedah pada fraktur subkondilar rahang atas.1

Gambar 13: daerah operasi melalui transoral. (Hanz, Mayer M, Minimaly invasive spine surgery: a surgical manual.2005)

Data statistik dari beberapa penelitian telah membuktikan kentungan dari teknik pemakaian endoskopi seperti dibawah ini (R Scon 2002). Dilakukan pada 17 pasien dari april 1998 sampai dengan 1999, 12 anak laki-laki dan 5 anak perempuan. Rata-rata usia 32 tahun. Jenis fraktur, tingkat dislokasi dan hasil pengurangan dievaluasi selama 6 bulan dan mendapatkan hasil yang memuaskan terhadap pasien.5


(37)

Fraktur kondilar diklasifikasikan menurut lokasi anatomi (intrakapsular dan ekstrakapsular) dan derajat dislokasi dari kepala. Ada dua pendekatan terapi utama untuk fraktur tulang ini, Dalam beberapa tahun terakhir, pengobatan fraktur subkondilar secara terbuka terbuka telah menjadi lebih umum, mungkin karena penggunaan plat dan sekrup yang memungkinkan stabilisasi dari cedera.1,5,23 Oleh karena itu, modifikasi teknik terbuka dengan penggunaan endoskopi secara transoral pada perawatan fraktur subkondilar untuk menghindari kerugian pada teknik terbuka. seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 pada indikasi pemakaian endoskopi pada perawaatan transoral bahwa fraktur subkondilar diindikasikan pada fraktur subkondilar dengan pergeseran kearah lateral dan dengan tipe fraktur sederhana tanpa adanya kelainan fungsi TMJ

5.1 TEKNIK

Jenis endoskop yang sering digunakan adalah A 30_ angle 4 mm diameter endoscope (Karl

Storz, Tuttlingen, Germany) dengan sumber cahaya xenon. Dilengkapi dengan alat penghisap

dan perangkat irigasi diujungnya.16,5

Pembedahan dilakukan dibawah anestesi umum dan injeksi di lokasi insisi intraoral pada sepanjang aspek lateral ramus dengan epinefrin yang diencerkan dengan aquades 1:1. Hal ini berguna untuk memberikan efek vasokontriksi yang akan mengurangi perdarahan ke dalam rongga optik.16

Insisi yang dilakukan adalah insisi intraoral, Teknik insisi ini sama dengan teknik insisi pada pembedahan sagital split osteotomi. Insisi pada garis oblique sepanjang 15 sampai dengan 20 mm untuk membuka akses ke lateral ramus1,3,5. Disini insisi hanya sampai mukosa saja dan dilanjutkan dengan disekting yaitu pelepasan mukosa dengan jaringan dibawahnya27. Ini dilakukan dengan alat yang tumpul kemudian dilanjutkan melepaskan lapisan periosteum pada


(38)

ramus mandibula dan didiseksi kearah sudut mandibula. Batas diseksi adalah dari sigmoid notch

kebatas inferior border dan dari mandibular notch anterior ke batas posterior border.25 Kemudian fiber optik dimasukkan melalui subperiostal dan diarahkan ke fraktur subkondilar sampai terlihat fragmen fraktur melalui visualisasi monitor . Asisten dapat memegang endoskopi sementara ahli bedah dapat melanjutkan ketahap reposisi fraktur.5,16

Reposisi atau reduksi fraktur dilakukan dengan optical retractor dibantu dengan rhinoplasty

aspirator-scraper. Tekanan dimasukkan ke gigi mandibula pada insisi intraoral untuk

memfalisitasi reposisi fragmen fraktur. Reposisi ini dapat dipertahankan dengan penggunaan elevator. Dalam visualisasi endoskopik, tampak fragmen proksimal, periosteum, dan jaringan lunak disekitar kondilus. Kemudian jaringan lunak disingkirkan dengan hati hati pada daerah fraktur untuk menempatkan miniplate.3,5

Gambar 14. Pandangan lateral kondilar rahang bawah untuk menunjukkan penggunaan elevator (Synthes paoli, PA, USA) untuk reduksi fraktur kondilar rahang bawah. Bawah :

Angled blade of angled elevator in detail. (Chen Lee, Subcondylar fracture of the mandible: an endoscopic-assisted technique, 1998:5)

Kemudian setelah reposisi fraktur subkondilar terlihat pada monitor endoskopi, dilanjutkan dengan fiksasi fraktur dengan pemasangan plat. Miniplat yang biasa digunakan adalah


(39)

2,0/miniplate AO Asif non kompresi (DCP synthes, pooli, PA, USA).5 Alat yang lain adalah a

rhinoplasty aspirator-scraper, a transcutaneous device (alat ini berguna pada pemakaian bor

untuk membuka lubang tempat sekrup dan alat memasangkan sekrup tersebut).1 Dua skrup disisipkan pada sisi fraktur. Pemakaian dua sekrup di setiap segmen untuk memastikan fiksasi fraktur padat. Beberapa penulis telah melaporkan fraktur miniplates tunggal dengan penempatan dua miniplat sangat dianjurkan.Skrup pertama dimasukkan pada fragmen proksimal. Setelah selesai sekrup pertama, sekrup kedua dimasukkan pada fragmen distal.16 Setelah selesai osteosintesis dengan dua skrup, fungsi mandibula dan sendi temporomandibular joint (TMJ) dikoreksi. Apakah ada pergeseran ketika membuka mulut dan oklusi diperiksa. Pengurangan fraktur pada batas posterior dari kenaikan ramus dikontrol melalui visualisasi endoskopi.5,25 kemudian dilakukan penjahitan pada insisi intraoral. Penggunaan karet gelang maxilla mandibular (MMF) ketat akan mempertahankan oklusi dan penataan kembali fragmen.16 Namun pada beberapa laporan kasus penggunaan MMF tidak dilakukan. Kemudian fraktur dikontrol setelah 1 minggu, 2 minggu, 3 bulan dan 6 bulan dengan radiografik.25

Keterampilan yang Klinis ini dan pengalaman dari studi dan praktek adalah prasyarat untuk melakukan prosedur pembedahan ini.3


(40)

Gambar 15. (A dan B) visualisasi endoskopi fraktur subkondilar dari pandangan samping lateral. Dengan pergeseran fraktur kearah lateral.(Chen Lee, Subcondylar fracture of the mandible: an endoscopic-assisted technique, 1998:5)

Gambar 16. Gambaran intraoperatif pada saat pemasangan skrup dengan pengeboran tulang.(Chen Lee, Subcondylar fracture of the mandible: an endoscopic-assisted technique, 1998:5)


(41)

Gambar 17. Visualisasi langsung pada saat bedah fraktur subkondilar di bantu dengan alat endoskopi. Gui-Youn Cho lee, Endoscopically-assisted transoral approach for the treatment of subcondylar fractures of the mandible, 2008.

5.2 PERAWATAN PASKA BEDAH

Setelah selesai operasi pada perawatan fraktur subkondilar juga memungkinkan terjadinya komplikasi terhadap pasien. Maka dari itu dilakukan perawatan paska bedah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Pertama dilakukan adalah pemeriksaan kesehatan secara umum, kemudian pemberian antibiotik selama 5-10 hari kedepan.1,12

Pasien harus melakukan pemeriksaan radiografi secara adekuat untuk mengetahui perkembangan fraktur subkondilar yang terjadi. Hal ini dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan CT scan1. Dan dapat juga dengan foto panoramik seperti dibawah ini.


(42)

Gambar 18. Tinggi ramus pada satu orang pasien dengan sinar-X, A. praoperasi, B. sesudah operasi (1 minggu), C. 6 bulan seterusnya. (Michael miloro, Endoscopic-assisted repair of subcondylar fractures 2003:4)

5.3 KOMPLIKASI

Komplikasi fraktur prosesus kondiloideus adalah gerakan mandibula terbatas, kejang otot,

maloklusi, patologi perubahan TMJ, wajah asimetri, dan ankilosis. Terlepas dari apakah pengobatan dilakukan atau tidak. Dapat juga terjadi pada fraktur pelat timpani, fosa mandibula tulang temporalis, dengan atau tanpa perpindahan dari segmen kondilar ke tengah fosa kranial, kerusakan untuk saraf kranial, cedera pembuluh darah, gangguan pertumbuhan, dan perubahan keseimbangan dalam otot pengunyahan.23 dalam penyembuhan fraktur dapat juga terjadi komplikasi karena teknik, perlengkapan ataupun keadaan yang kurang baik.24 Tetapi dalam teknik ini jarang terjadi komplikasi jika dilakukan dengan prosedur dan indikasi yang benar.1,6,16,25


(43)

5.4 KEUNTUNGAN

Pada pembukaan mulut 40 mm dari semua pasien yang dirawat pada teknik transoral dibantu dengan endoskopi tidak ditemukan penyimpangan yang berarti. Tidak ada tanda-tanda disfungsi TMJ dan tidak ada pasien menderita sakit pada daerah TMJ. Setelah 6 bulan perawatan tidak ditemukan adanya tanda-tanda kerusakan saraf wajah pada beberapa penelitian para ahli, panjang luka sangat minimal dan tidak terlihat. Dengan demikian fungsi estetika dapat diterima oleh pasien.1,5,16 Berikut beberapa kelebihan teknik ini:16,25

1. Gambaran fraktur yang ditangkap kamera akurat, tampak dari beberapa sudut. 2. Insisi yang dilakukan minimal dan kerusakan jaringan lunak sedikit.

3. Resiko pendarahan rendah.

4. Resiko terjadinya kerusakan syaraf rendah dan tidak meninggalkan jaringan parut 5. Estetika lebih baik paska operasi, meningkatkan kenyamanan dan kepuasan pada pasien

Pada teknik tertutup perawatan fraktur subkondilar telah mendapatkan hasil yang tidak memuaskan. Seperti terbatasnya fungsi TMJ karena pemendekan ramus. Begitu juga dengan teknik terbuka pada perawatan fraktur subkondilar yang dapat menyebabkan kerusakan saraf wajah dan meninggalkan bekas luka yang dapat mempengaruhi estetika. Kerugian dari dua teknik konvensional di atas kemudian jadi pertimbangan para ahli untuk menggunakan endoskopi.3,5,26

Lee pada 1998 sampai 2002 juga telah mempelajari pada 20 pasien fraktur subkondilar yang sebagian dirawat dengan pendekatan transoral dan sebagian lagi dengan submandibular dengan alat endoskopi. Dia membuktikan bahwa pendekatan submandibular mempunyai resiko kerusakan saraf lebih tinggi.1,30


(44)

Gambar 19. A. poto praoperasi dan pemendekan mandibula karena fraktur subkondilar pada saat membuka mulut. B. dua bulan paskaoperasi dengan prosedur endoskopik, dapat membuka mulut hingga 40 mm. (Chen Lee, Subcondylar fracture of the mandible: an endoscopic-assisted technique, 1998:5)

Gambar 20. Computed tomography (CT) pada pria 24 tahun, bilateral subkondilar fraktur dan simphyseal mandibular fraktur. A : praoperasi dengan resolusi tinggi dari koronal pada CT-Scan, tampak gambaran khas malposisi subkondilar. B : paskaoperasi fraktur subkondilar dua sisi, gambaran radiografis menunjukkan keakuratan kondilar dan kembalinya tingggi mandibula. (Chen Lee, Subcondylar fracture of the mandible: an endoscopic-assisted technique, 1998:5)


(45)

5.4 KERUGIAN

Teknik ini mempunyai beberapa kerugian. Pendekatan transoral pada perawatan fraktur subkondilar tidak secara rutin digunakan karena alasan kurangnya tenaga ahli, fasilitas alat kesulitan teknis dan visibilitas fraktur yang terbatas.5 kerugian teknik ini adalah:5,16,25

1. Jarang digunakan di rumah sakit, karena keterbatasan alat yang relatif canggih dan mahal

2. Keterbatasan lapangan pandang pada pembedahan

3. Memerlukan tenaga ahli yang mempunyai keahlian khusus yang didapat dari pelatihan dan pengalaman.

Para ahli berharap semakin majunya pemakaian alat tersebut sehingga setiap dokter dapat memutuskan indikasi dan teknik yang dibutuhkan dalam menangani fraktur subkondilar untuk menghindari dan meminimalis kerugian yang akan terjadi. Karena dalam pemakaian endoskopi ini diperlukan pengalaman dokter dan kesiapan pasien, metode ini tidak direkomendasikan untuk ahli bedah kurang berpengalaman.3 Perkembangan teknik baru dan innovasi para ahli diharapkan nantinya semakin memuaskan pasien terhadap hasil yang didapat paskaoperasi.16 Prosedur endoskopi juga telah digunakan pada fraktur ekstremitas, patah tulang pergelangan tangan, leher, kepala dan lainnya.3


(46)

BAB 5 KESIMPULAN

Pemakaian endoskopi secara transoral pada perawatan fraktur subkondilar mandibula telah terbukti dapat mengadopsi keuntungan dari dua teknik konvensional yang biasa digunakan, yaitu teknik terbuka dan teknik tertutup. Keuntungannya dapat terlihat pada tidak ada kelainan TMJ paskaoperasi, luka minimal dan kerusakan saraf sedikit. Begitu juga tingkat morbiditas pada pasien dapat diturunkan, sedikit kehilangan darah, waktu penyembuhan cepat dan estetika lebih baik. Sementara itu, kemungkinan terjadinya kerugian dari teknik terbuka dan tertutup sangat kecil. Hal tersebut telah dibuktikan berdasarkan penelitian-penelitian para ahli bedah dengan menggunakan alat endoskopi.

Endoskopi adalah alat yang membantu pemeriksaan perawatan fraktur subkondilar. Dengan proses bedah yang cepat dan tepat. Gambar yang diterima selama pemeriksaan bisa direkam untuk dokumentasi atau evaluasi lebih lanjut. Endoskopi hanya bisa digunakan sebagai alat bantu pembedahan oleh ahli bedah yang punya keahlian khusus dengan indikasi yang tepat. Dan yang paling penting, ahli bedah harus dapat memutuskan apakah suatu teknik baru tersebut menawarkan keuntungan yang lebih dari pada teknik konvensional yang biasa digunakan.

Pendekatan transoral adalah pendekatan bedah yang dapat diandalkan pada fraktur subkondilar karena kelebihannya. Namun, transoral dengan bantuan alat endoskopi masih punya kerugian. Kerugian utama adalah visualisasi kurang baik pada daerah tertentu.. Kesulitan utama dalam mempopulerkan teknik ini adalah kurangnya fasilitas alat dikarenakan mahalnya perangkat alat endoskopi dan masih jarang para ahli bedah yang bisa melakukan prosedur ini karena tidak adan pelatihan khusus.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cho-Lee GY, Rodriguez-Campo FJ, Gonzalez-Garcia R, Munoz-Guerra MF, Sastre-Perez J, Naval-Giaz L. Endoscopically-assist transoral approach for the treatment of

subconylar fraktures of the mandible. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2008 Aug:

1;13(8):E511-5.

2. Pedersen W Girdon. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta : EGC, 1996: 176, 177.

3. Lauer G, Schmelzeisen R. Endoscope-assisted fixation of mandibular condylar process

fractures. J Oral Maxilofac Surg. 1999 57:36-39.

4. George A.Temporomandibularjoint. <http://members.rediff.com/dental/tmj.html> (15 September 2009).

5. Schon R, Gutwald R, Scramm A, Gellrich, Schmelzeisen R. Endoscopy-assisted open

treatment of condylar fractures of the mandible: extra oral vs intra oral approach. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002: 31: 237-243.

6. Masdin. Fraktur-fraktur symphyseal dan parasymphyseal mandibula.

7. Satria DP. Endoskopi pada saluran cerna.

8. Shoin L, Sounders. Dorland’s illustrated medical dictionary. 26th ed. Japan: W.B Sounders Company 1987: 235.

9. Anonymous. Endoskopi <http://www.wartamedika.com> ( 1 Oktober 2008).

10.Wray David, Stenhouse David, Lee David, Clark-Andrew J E. General and oral surgery. Toronto: Churchill Livingstone, 2003:78-69.


(48)

11.Anonymous. Perawatan alat bedah endoskopi (endoscopis surgery)

(15 September 2009).

12.Thaller R. Seth, Mcdonald S.W. Facial trauma. 10 th ed . USA ; Marcel Dekker Inc, 2004: 132.

13.Kim E Goldman. Mandibular condylar and subkondilar Fractures. <www.e-medicine.com/trauma> 2008(15 mei 2010).

14.Robert M Kellman. Endoscopic management of facial fractures.

15.Derart AD. Anatomi untuk kedokteran gigi. Alih bahasa: Lilian Yuwono. Jakarta ; Hipokrates, 1993: 170-164.

16.Mueller RV, Czerwinski M, Lee C, Kellman RM. Condylar fracture repair: use of the

endoscope to advance traditional treatment philosophy. Facial Plast Surg Clin N Am.

2006: 6-3.

17.Kumala P. Kamus saku kedokteran Dorland. 25th ed. Dyah nuswantari, eds. Jakarta : EGS, 1998: 221.

18.Pradhi P. Presus bedah “fraktur mandibula”

19.McDevid W.E. Anatomi fungsional dari sistem pengunyahan. alih bahasa, Novianti L. Jakarta: penerbit buku kedokteran 1993: 78-77.

20.Nealon TF Jr. Nealon WH. Keterampilan pokok ilmu bedah. 4th ed. Alih Bahasa. Irene Winata Brahm U. Pendit. Jakarta : EGC, 1996: 114-24.

21.Obuekwe ON, Ojo MA, Akpata O, Etetafia M. Maksilofacial trauma due to road traffic


(49)

22.Heinz, Mayer M. Minimally invasive spine surgery: a surgical manual. London: springer 2005: 35.

23.Valiati R, Ibrahim D, Heitz C, dkk. The treatment of condylar fractures: to open or not to

open? a critical review of this controversy. Int J Med Sci 2008: 315-313.

24. Anonymous. Fraktur ilmu bedah

(1September 2008).

25.Miloro M, Omaha. Endoscopic-assisted repair of subcondylar fractures. Oral Surg Oral Pathol Oral Radiol Endod 2003: vol 96(4): 389-387.

26.Lee Chen, Frcsc, Facs. Subcondylar fracture of the mandible: an endoscopic-assisted

technique. operative techniques in plastic and reconstructive surgery, 1998 August

:5(3):287-294.

27.Tjiptono TR, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut. 5th ed. Medan: cahaya sukma 1989: 17-15.


(1)

Gambar 19. A. poto praoperasi dan pemendekan mandibula karena fraktur subkondilar pada saat membuka mulut. B. dua bulan paskaoperasi dengan prosedur endoskopik, dapat membuka mulut hingga 40 mm. (Chen Lee, Subcondylar fracture of the mandible: an endoscopic-assisted technique, 1998:5)

Gambar 20. Computed tomography (CT) pada pria 24 tahun, bilateral subkondilar fraktur dan simphyseal mandibular fraktur. A : praoperasi dengan resolusi tinggi dari koronal pada CT-Scan, tampak gambaran khas malposisi subkondilar. B : paskaoperasi fraktur subkondilar dua sisi, gambaran radiografis menunjukkan keakuratan kondilar dan kembalinya tingggi mandibula.


(2)

5.4 KERUGIAN

Teknik ini mempunyai beberapa kerugian. Pendekatan transoral pada perawatan fraktur subkondilar tidak secara rutin digunakan karena alasan kurangnya tenaga ahli, fasilitas alat kesulitan teknis dan visibilitas fraktur yang terbatas.5 kerugian teknik ini adalah:5,16,25

1. Jarang digunakan di rumah sakit, karena keterbatasan alat yang relatif canggih dan mahal

2. Keterbatasan lapangan pandang pada pembedahan

3. Memerlukan tenaga ahli yang mempunyai keahlian khusus yang didapat dari pelatihan dan pengalaman.

Para ahli berharap semakin majunya pemakaian alat tersebut sehingga setiap dokter dapat memutuskan indikasi dan teknik yang dibutuhkan dalam menangani fraktur subkondilar untuk menghindari dan meminimalis kerugian yang akan terjadi. Karena dalam pemakaian endoskopi ini diperlukan pengalaman dokter dan kesiapan pasien, metode ini tidak direkomendasikan untuk ahli bedah kurang berpengalaman.3 Perkembangan teknik baru dan innovasi para ahli diharapkan nantinya semakin memuaskan pasien terhadap hasil yang didapat paskaoperasi.16 Prosedur endoskopi juga telah digunakan pada fraktur ekstremitas, patah tulang pergelangan tangan, leher, kepala dan lainnya.3


(3)

BAB 5 KESIMPULAN

Pemakaian endoskopi secara transoral pada perawatan fraktur subkondilar mandibula telah terbukti dapat mengadopsi keuntungan dari dua teknik konvensional yang biasa digunakan, yaitu teknik terbuka dan teknik tertutup. Keuntungannya dapat terlihat pada tidak ada kelainan TMJ paskaoperasi, luka minimal dan kerusakan saraf sedikit. Begitu juga tingkat morbiditas pada pasien dapat diturunkan, sedikit kehilangan darah, waktu penyembuhan cepat dan estetika lebih baik. Sementara itu, kemungkinan terjadinya kerugian dari teknik terbuka dan tertutup sangat kecil. Hal tersebut telah dibuktikan berdasarkan penelitian-penelitian para ahli bedah dengan menggunakan alat endoskopi.

Endoskopi adalah alat yang membantu pemeriksaan perawatan fraktur subkondilar. Dengan proses bedah yang cepat dan tepat. Gambar yang diterima selama pemeriksaan bisa direkam untuk dokumentasi atau evaluasi lebih lanjut. Endoskopi hanya bisa digunakan sebagai alat bantu pembedahan oleh ahli bedah yang punya keahlian khusus dengan indikasi yang tepat. Dan yang paling penting, ahli bedah harus dapat memutuskan apakah suatu teknik baru tersebut menawarkan keuntungan yang lebih dari pada teknik konvensional yang biasa digunakan.

Pendekatan transoral adalah pendekatan bedah yang dapat diandalkan pada fraktur subkondilar karena kelebihannya. Namun, transoral dengan bantuan alat endoskopi masih punya kerugian. Kerugian utama adalah visualisasi kurang baik pada daerah tertentu.. Kesulitan utama dalam mempopulerkan teknik ini adalah kurangnya fasilitas alat dikarenakan mahalnya perangkat alat endoskopi dan masih jarang para ahli bedah yang bisa melakukan prosedur ini karena tidak adan pelatihan khusus.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cho-Lee GY, Rodriguez-Campo FJ, Gonzalez-Garcia R, Munoz-Guerra MF,

Sastre-Perez J, Naval-Giaz L. Endoscopically-assist transoral approach for the treatment of subconylar fraktures of the mandible. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2008 Aug: 1;13(8):E511-5.

2. Pedersen W Girdon. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa. Purwanto, Basoeseno.

Jakarta : EGC, 1996: 176, 177.

3. Lauer G, Schmelzeisen R. Endoscope-assisted fixation of mandibular condylar process

fractures. J Oral Maxilofac Surg. 1999 57:36-39.

4. George A.Temporomandibularjoint. <http://members.rediff.com/dental/tmj.html> (15

September 2009).

5. Schon R, Gutwald R, Scramm A, Gellrich, Schmelzeisen R. Endoscopy-assisted open

treatment of condylar fractures of the mandible: extra oral vs intra oral approach. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002: 31: 237-243.

6. Masdin. Fraktur-fraktur symphyseal dan parasymphyseal mandibula.

7. Satria DP. Endoskopi pada saluran cerna.

8. Shoin L, Sounders. Dorland’s illustrated medical dictionary. 26th ed. Japan: W.B

Sounders Company 1987: 235.

9. Anonymous. Endoskopi <http://www.wartamedika.com> ( 1 Oktober 2008).

10.Wray David, Stenhouse David, Lee David, Clark-Andrew J E. General and oral surgery.


(5)

11.Anonymous. Perawatan alat bedah endoskopi (endoscopis surgery)

(15 September 2009).

12.Thaller R. Seth, Mcdonald S.W. Facial trauma. 10 th ed . USA ; Marcel Dekker Inc,

2004: 132.

13.Kim E Goldman. Mandibular condylar and subkondilar Fractures.

<www.e-medicine.com/trauma> 2008(15 mei 2010).

14.Robert M Kellman. Endoscopic management of facial fractures.

15.Derart AD. Anatomi untuk kedokteran gigi. Alih bahasa: Lilian Yuwono. Jakarta ;

Hipokrates, 1993: 170-164.

16.Mueller RV, Czerwinski M, Lee C, Kellman RM. Condylar fracture repair: use of the

endoscope to advance traditional treatment philosophy. Facial Plast Surg Clin N Am. 2006: 6-3.

17.Kumala P. Kamus saku kedokteran Dorland. 25th ed. Dyah nuswantari, eds. Jakarta :

EGS, 1998: 221.

18.Pradhi P. Presus bedah “fraktur mandibula”

19.McDevid W.E. Anatomi fungsional dari sistem pengunyahan. alih bahasa, Novianti L.

Jakarta: penerbit buku kedokteran 1993: 78-77.

20.Nealon TF Jr. Nealon WH. Keterampilan pokok ilmu bedah. 4th ed. Alih Bahasa. Irene

Winata Brahm U. Pendit. Jakarta : EGC, 1996: 114-24.

21.Obuekwe ON, Ojo MA, Akpata O, Etetafia M. Maksilofacial trauma due to road traffic


(6)

22.Heinz, Mayer M. Minimally invasive spine surgery: a surgical manual. London: springer

2005: 35.

23.Valiati R, Ibrahim D, Heitz C, dkk. The treatment of condylar fractures: to open or not to

open? a critical review of this controversy. Int J Med Sci 2008: 315-313.

24. Anonymous. Fraktur ilmu bedah

(1September 2008).

25.Miloro M, Omaha. Endoscopic-assisted repair of subcondylar fractures. Oral Surg Oral

Pathol Oral Radiol Endod 2003: vol 96(4): 389-387.

26.Lee Chen, Frcsc, Facs. Subcondylar fracture of the mandible: an endoscopic-assisted

technique. operative techniques in plastic and reconstructive surgery, 1998 August :5(3):287-294.

27.Tjiptono TR, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut. 5th ed. Medan: cahaya