Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

“Laporan United Nation and Development Program UNDP Tahun 2003 menunjukkan bahwa Penurunan Indeks Pembangunan Indonesia IPMI dari 0,684 menjadi 0,682 atau dari urutan 110 menjadi urutan 112 dari 175 negara.” 1 Data tersebut menunjukkan bahwa rendahnya mutu pendidikan bangsa Indonesia. Ini terjadi karena rendahnya kualitas guru sehingga tujuan pendidikan nasional tidak dapat tercapai dengan baik. Dalam proses pendidikan, guru memegang peranan yang sangat penting karena berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar ditentukan olehnya di mana ia dituntut untuk kreatif, berkompeten dan professional. Guru harus menguasai materi yang akan disampaikan, dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dan lain-lain sehingga peserta didik senang belajar dan pembelajaran pun berjalan dengan baik. Selain guru sebagai pengajar, guru juga sebagai pendidik, motivator, administrator, evaluator, pembimbing, inovator dan lain-lain. Oleh karena itu, guru tidak hanya menjalankan fungsi ahli ilmu pengetahuan transfer of knowledge, tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai values serta membangun karakter character building peserta didik secara berkelanjutan. 2 Dengan demikian, menjadi seorang guru tidaklah mudah karena tugas guru sangatlah berat. Maka dari itu, seorang guru harus mempunyai keahlian khusus dibidangnya. Sebagaimana pendapat Moh. Uzer Usman, bahwa guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Untuk menjadi guru yang profesional, ia harus menguasai betul seluk 1 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru: Analisis Kronologis Atas Lahirnya UU Guru Dan Dosen , Jakarta: eLSAS, 2006, h. 6. 2 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas Guru ..., h. 3. beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan pra jabatan. 3 Diduga kuat, ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas guru di semua jenjang pendidikan. Pertama, kurangnya kesadaran para guru untuk mengembangkan profesi keguruannya sehingga guru tersebut berpengetahuan statis, tidak kreatif dan tidak peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Ini menyebabkan profesionalisme guru di Indonesia masih diragukan. Kedua, kompetensi guru belum maksimal. Ini dapat dilihat dari data statistik tentang Guru Menurut Kelayakan Mengajar Tahun 20022003, yaitu: Tabel 1 Guru Menurut Kelayakan Mengajar Tahun 20022003 NO Jenjang Pendidikan Negeri Swasta Jumlah 1 SD a. Layak 584.395 47,3 41.315 3,3 625.710 50,7 b. Tidak Layak 558.675 45,2 50.542 4,1 609.217 49,3 Jumlah 1.143.070 92,6 91.857 7,4 1.234.927 100,0 2 SMP a. Layak 202.720 43,4 96.385 20,7 299.105 64,1 b. Tidak Layak 108.811 23,3 58.832 12,6 167.643 35,9 Jumlah 311.531 66,7 155.217 33,3 466.748 100,0 3 SMA a. Layak 87.379 38,0 67.051 29,1 154.430 67,1 b. Tidak Layak 35.424 15,4 40.260 17,5 75.684 32,9 Jumlah 122.803 53,4 40.311 46,6 230.114 100,0 4 SMK a. Layak 27.967 19,0 55.631 37,7 83.598 56,7 b. Tidak Layak 20.678 14,0 43.283 29,3 63.961 43,3 Jumlah 48.645 33,0 98.914 67,0 147.559 100,0 SUMBER : PDIP – BALITBANG 2004 Data di atas menunjukkan bahwa 49,3 guru SD, 35,9 guru SMP, 32,9 guru SMA dan 43,3 guru SMK yang belum layak mengajar. Belum layak di sini disebabkan kompetensi guru yang belum maksimal dan mengajar bukan pada bidang studinya. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru 3 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003, cet. Ke-15, h. 5. meliputi kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian. Ketiga, penghasilan guru yang minim sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan seperti ini, memaksa guru untuk bekerja di luar mengajar, seperti berdagang, buruh, bertani bagi yang tinggal di desa, bahkan ada yang menjadi tukang ojek. Oleh karena itu, waktu guru untuk mengembangkan keahliannya seperti membaca, menulis dan lain-lain habis untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Selain itu juga, perlindungan hukum bagi guru sangat tidak memadai terutama bagi guru yang bertugas di daerah terpencil. Dan masih banyak faktor lain yang menyebabkan rendahnya kualitas guru di Indonesia. Asrorun Ni’am Sholeh menjelaskan bahwa secara yuridis, kita memang telah memiliki Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tetapi UU ini tidak memuat ketentuan yang mengatur guru bertugas di sekolah swasta, karena guru tidak dapat dikelompokkan dalam kelompok pekerja atau buruh perusahaan mengingat persyaratan pendidikan dan tugasnya yang sangat berbeda dengan pekerja atau buruh. Akibatnya, banyak guru yang bertugas di sekolah swasta terkena pemutusan hubungan kerja PHK secara sepihak, mendapat perlakuan yang sewenang-wenang dan tidak dipenuhi hak-haknya. Begitu juga tidak ada perlindungan bagi guru yang bertugas di daerah terpencil, daerah bencana atau daerah konflik. Kita juga telah memiliki Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan secara umum, namun Undang-Undang ini tidak mengatur secara komprehensif mengenai guru. 4 Selanjutnya, pemerintah juga telah menyusun Undang-Undang No.14 Tahun 2005 tentang Undang-Undang Guru dan Dosen. Undang-Undang ini mengatur secara khusus berbagai aspek dari guru dan dosen baik yang menyangkut hak maupun kewajibannya. Dalam Undang-Undang ini menjelaskan bahwa guru akan memperoleh jaminan kehidupan yang sejahtera, seperti selain mendapatkan gaji pokok, guru juga mendapatkan beberapa tunjangan yaitu tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus dan 4 Asrorun Ni’am Sholeh, Membangun Profesionalitas..., h. 6-7. maslahat tambahan misalnya tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, penghargaan bagi guru, kemudahan bagi putra-putri guru, pelayanan kesehatan dan bentuk kesejahteraan lain Selain mendapatkan beberapa tunjangan, guru juga akan mendapatkan jaminan perlindungan hukum terlebih bagi guru yang bertugas di daerah terpencil. Dan juga ada penghargaan terhadap guru yang berprestasi. Namun itu semua dapat diperoleh, jika guru memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional, seperti yang tertera dalam Undang-Undang Guru dan Dosen pasal 8. 5 Dengan demikian, perjuangan guru untuk mendapatkan hidup yang lebih sejahtera tidaklah gampang. Ia harus memenuhi persyaratan yang terdapat dalam UU No.14 Tahun 2005. Untuk itu, penulis tertarik dengan masalah ini karena ingin mengetahui bagaimana kesiapan guru dalam menghadapi UU No.14 Tahun 2005. Maka dari itu, penulis memilih judul “Kesiapan Guru Merespon Undang-Undang No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Studi Kasus: MTsN 3 Pondok Pinang Jakarta Selatan”. Dan penelitian ini dilakukan hanya kepada guru dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis.

B. Identifikasi Masalah