Persepsi guru terhadap undang-undang RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan, status guru, golongan jabatan dan kultur sekolah.

(1)

ABSTRAK

PERSEPSI GURU TERHADAP UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS GURU, GOLONGAN JABATAN,

DAN KULTUR SEKOLAH

Studi Kasus Pada Guru-Guru SMA di Kabupaten Sleman

Dina Kurniastuti Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2007

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan; (2) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari status guru; (3) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan; (4) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah.

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri dan Swasta yang ada di Kabupaten Sleman pada bulan Desember 2006. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan dokumentasi. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 1516 guru. Sampel penelitian berjumlah 336 guru. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik analisa data menggunakan uji F.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan (F hitung = 2,768 > F tabel = 2,6318); (2) ada perbedaan persepsi guru

terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari status guru (F hitung = 2,864 > Ftabel = 2,6318); (3) ada perbedaan persepsi guru terhadap

UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan (F

hitung = 2,771 > F tabel = 2,0455); (4) ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI

No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah (F hitung =


(2)

ABSTRACT

TEACHER’S PERCEPTION TOWARD RI CONSTITUTION NO.14, 2005 ABOUT LECTURER AND TEACHER VIEWED FROM THE

EDUCATIONAL LEVEL, TEACHERS’ STATUS, OFFICIAL CATEGORY AND SCHOOL CULTURE

A Case Study : Senior High School Teachers in Sleman Regency Dina Kurniastuti

Sanata Dharma University 2007

The purposes of this research were to know whether or not there were any differences of teachers’ perception toward RI. Constitution No. 14, 2005 about lecturer and teacher viewed from : 1) the educational level; 2) teachers’ status; 3) official categori; 4) school culture.

This research was conducted at private and public senior high schools in Sleman Regency during December 2006. The method of data collection was documentation and questionnaire. The population of this research was 1516 teachers. The samples of this research were 336 teachers. The technique of sampling taken was purposive sampling. The technique of data analysis was F test.

The results of this research showed that: (1) there was a difference of teachers’ perception toward RI. Constitution No. 14, 2005 about lecturer and teacher viewed from the educational level (Fcount = 2,768 > Ftable = 2,6318); (2)

there was a difference of teachers’ perception toward RI. Constitution No. 14, 2005 about lecturer and teacher viewed from teachers’ status (Fcount = 2,864 >

Ftable = 2,6318); (3) there was a difference of teachers’ perception toward RI.

Constitution No. 14, 2005 about lecturer and teacher viewed from official category (Fcount = 2,771 > Ftable = 2,0455); (4) there was a difference of teachers’

perception toward RI. Constitut ion No. 14, 2005 about lecturer and teacher viewed from school culture (Fcount = 18,273 > Ftable = 2,3989).


(3)

PERSEPSI GURU TERHADAP UNDANG-UNDANG RI N0. 14

TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DITINJAU DARI

TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS GURU, GOLONGAN

JABATAN DAN KULTUR SEKOLAH

Studi Kasus Pada Guru-Guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Sleman SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Disusun Oleh :

DINA KURNIASTUTI

021334 084

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2007


(4)

(5)

(6)

MOTTO

Kit a adalah pelukis dar i pot r et dir i kit a masing-masing. Kit a

akan menj adi apa nant inya dit ent ukan oleh sikap kit a,

per buat an kit a dan segala sesuat u yang kit a pelaj ar i.

(Mar y-Ellen Dr ummond)

Ku Per sembahkan Kar ya ini Unt uk :

0.

Bapak Ibuku yang tercinta

1.

Suami dan ke-2 anakku yang

tersayang

2.

Keluargaku yang terkasih


(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 03 April 2007 Penulis


(8)

ABSTRAK

PERSEPSI GURU TERHADAP UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, STATUS GURU, GOLONGAN JABATAN,

DAN KULTUR SEKOLAH

Studi Kasus Pada Guru-Guru SMA di Kabupaten Sleman

Dina Kurniastuti Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2007

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan; (2) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari status guru; (3) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan; (4) perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah.

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri dan Swasta yang ada di Kabupaten Sleman pada bulan Desember 2006. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan dokumentasi. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 1516 guru. Sampel penelitian berjumlah 336 guru. Tehnik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik analisa data menggunakan uji F.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan (F hitung = 2,768 > F tabel = 2,6318); (2) ada perbedaan persepsi guru

terhadap UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari status guru (F hitung = 2,864 > Ftabel = 2,6318); (3) ada perbedaan persepsi guru terhadap

UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan (F

hitung = 2,771 > F tabel = 2,0455); (4) ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI

No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah (F hitung =


(9)

ABSTRACT

TEACHER’S PERCEPTION TOWARD RI CONSTITUTION NO.14, 2005 ABOUT LECTURER AND TEACHER VIEWED FROM THE

EDUCATIONAL LEVEL, TEACHERS’ STATUS, OFFICIAL CATEGORY AND SCHOOL CULTURE

A Case Study : Senior High School Teachers in Sleman Regency Dina Kurniastuti

Sanata Dharma University 2007

The purposes of this research were to know whether or not there were any differences of teachers’ perception toward RI. Constitution No. 14, 2005 about lecturer and teacher viewed from : 1) the educational level; 2) teachers’ status; 3) official categori; 4) school culture.

This research was conducted at private and public senior high schools in Sleman Regency during December 2006. The method of data collection was documentation and questionnaire. The population of this research was 1516 teachers. The samples of this research were 336 teachers. The technique of sampling taken was purposive sampling. The technique of data analysis was F test.

The results of this research showed that: (1) there was a difference of teachers’ perception toward RI. Constitution No. 14, 2005 about lecturer and teacher viewed from the educational level (Fcount = 2,768 > Ftable = 2,6318); (2)

there was a difference of teachers’ perception toward RI. Constitution No. 14, 2005 about lecturer and teacher viewed from teachers’ status (Fcount = 2,864 >

Ftable = 2,6318); (3) there was a difference of teachers’ perception toward RI.

Constitution No. 14, 2005 about lecturer and teacher viewed from official category (Fcount = 2,771 > Ftable = 2,0455); (4) there was a difference of teachers’

perception toward RI. Constitut ion No. 14, 2005 about lecturer and teacher viewed from school culture (Fcount = 18,273 > Ftable = 2,3989).


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih karena skripsi ini telah selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk mem,enuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Akuntansi. Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini mendapatkan berbagai masukan, kritik dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

1. Bapak S. Widanarto P., S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Bapak S. Widanarto P., S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan skipsi ini.

4. Bapak Ibu guru di SMA negeri dan swasta se Kabupaten Sleman yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.


(11)

5. Bapak Ngadiyo, S.Pd. dan ibu ku Siti Sudarmiyati, S.Pd. yang dengan sabar memberikan dorongan, nasehat dan selalu berdoa untuk penulis.

6. Suamiku tercinta Priyo Siswanto yang dengan sabar menemani, memberikan dorongan dan tidak lupa memberi semangat penulis.

7. Temanku Yunatan Arie angkatan 2001, yang telah menjadi teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-temanku angkatan 2002 Pendidikan Akuntansi B, Fransiska Eka Cahyaningrum (She’ska), Epifania Prabaningrum (Fanya), Hening Tyas Subekti (Tea- us), Kris Suminar (Kris-sum), Elisabeth Yuli P. (Elly), Theresia Yuanditha (Dhita), de’ Herlina N.K (Ci-Plux) dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang berarti dalam penulisan skripsi ini. Semoga semua kebaikan dan bantuannya mendapat imbalan yang sepantasnya dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Yogyakarta, April 2007 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

JUDUL……….…….… I

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..ii

HALAMAN PENGESAHAN………..iii

MOTTO………....iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………v

ABSTRAK………vi

ABSTRACT………vii

KATA PENGANTAR………viii

DAFTAR ISI……….x

DAFTAR TABEL………..xiv

DAFTAR LAMPIRAN………...xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1

A. Batasan Masalah………. 6

A. Rumusan Masalah………...7

A. Tujuan Penelitian……….…7

A. Manfaat Penelitian………. .8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Persepsi………. ..10


(13)

A. Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 Tentang Guru

dan dosen………….………. 20

A. Tingkat Pendidikan………24

A. Status Guru………26

A. Golongan Jabatan……….……..27

. A. Kultur Sekolah………...28

A. Kerangka Berpikir……….32

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian………..40

A. Subjek dan Objek Penelitian………..40

A. Waktu dan Tempat Penelitian………40

A. Variabel Penelitian dan Pengukurannya………41

A. Populasi dan Sampel………..48

A. Teknik Pengumpulan Data………49

A. Tehnik Pengujian Instrumen……….50

1. Pengujian Validitas………..……….. 50

1. Pengujian Reliabilitas……….54

A. Teknik Analisis Data……….…52

1. Pengujian Prasyarat Analisis………...55

a. Uji Normalitas………...55


(14)

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data……… ..60

1. Deskripsi Responden Penelitian………..………61

a. Tingkat Pendidikan Guru………...61

b. Status Guru………61

c. Golongan Jabatan………..…63

d. Kultur Sekolah………...64

2. Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen………..67

B. Analisis Data……….73

1. Pengujian Prasyarat Analisis………...73

a. Uji Normalitas………...73

b. Uji Homogenitas………75

2. Pengujian Hipotesis……….77

a. Hipotesis Pertama (Perbedaaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Tingakat Pendidikan)……….77

b. Hipotesis Kedua (Perbedaaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Status Guru)……….78


(15)

c. Hipotesiss Ketiga (Perbedaaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari

Golongan Jabatan)……….79

d. Hipotesis Keempat (Perbedaaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Kultur Sekolah)……….80

C. Pembahasan………...81

1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan………81

2. Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Status Guru………85

3. Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Golongan Jabatan………...90

4. Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau Dari Kultur Sekolah………94

BAB V. KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN A. Kesimpulan………..101

B. Saran………102

C. Keterbatasan………105

DAFTAR PUSTAKA………106 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Daftar Tempat penelitian………...………49

Tabel 3.2. Hasil Pengukuran Validitas………...53

Tabel 4.1. Sebaran Responden Penelitian………...60

Tabel 4.2. Deskripsi Responden Menurut Tingkat Pendidikan………..61

Tabel 4.3. Deskripsi Responden Menurut Status Guru………..62

Tabel 4.4. Deskripsi Responden Menurut Golongan Jabatan...………..63

Tabel 4.5. Deskripsi Responden Menurut Kultur Sekolah……….67

Tabel 4.6. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen………68

Tabel 4.7. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan………..69

Tabel 4.8. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Status Guru………..70

Tabel 4.9. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Golongan Jabatan………71

Tabel 4.10. Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Kultur Sekolah……….72

Tabel 4.11. Hasil Pengujian Normalitas………...74

Tabel 4.12. Hasil Pengujian Homogenitas Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan……….75


(17)

Tabel 4.14 Hasil Pengujian Homogenitas Ditinjau Dari Golongan Jabatan...……….76 Tabel 4.15 Hasil Pengujian Homogenitas Ditinjau Dari Kultur Sekolah…...……….76 Tabel 4.16. Hasil Pengujian Perbedaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun

2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan……...78 Tabel 4.17 Hasil Pengujian Perbedaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Status Guru………...79 Tabel 4.18 Hasil Pengujian Perbedaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun

2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau Dari Golongan Jabatan..……...80 Tabel 4.19 Hasil Pengujian Perbedaan Persepsi Guru Terhadap UU RI No.14 Tahun


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian………109

Lampiran 2. Data Pra Penelitian………...120

Lampiran 3. Pengujian Instrumen Penelitian………...125

Lampiran 4. Data Induk Penelitian………...130

Lampiran 5. Deskripsi Data……….166

Lampiran 6. Pengujian Pra Syarat Analisis………..171

Lampiran 7. Pengujian Hipotesis Penelitian………175

Lampiran 8. Daftar Tabel Statistik………...177


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

. Latar Belakang Masalah

Buramnya wajah pendidikan Indonesia dicerminkan dari rendahnya mutu pendidikan, rendahnya angka indeks mutu sumber daya manusia, dan rendahnya daya saing bangsa. Rendahnya mutu pendidikan tentu bukan semata- mata disebabkan mutu kependidikan. Ada banyak faktor lain yang cukup dominan menentukan tinggi rendahnya mutu pendidikan suatu bangsa, antara lain: kesejahteraan tenaga kependidikan, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, perlindungan tenaga kependidikan, dan lain- lain.

Kehadiran Undang-Undang RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dimaksudkan sebagai landasan hukum kebijakan pemerintah pusat dan daerah di masa yang akan datang termasuk penyelenggara pendidikan. Undang- undang tersebut menjadi payung hukum untuk menata dan membangun hari depan guru dan dosen menjadi tenaga profesional dan bermartabat. Tenaga guru dan dosen diharapkan sejalan dengan tuntutan mutu akademik pada satuan-satuan pendidikan.

Di Indonesia, usulan perbaikan kesejahteraan guru memang bergulir tanpa kejelasan. Undang-undang guru dan dosen, yang dinanti oleh jutaan guru di seluruh pelosok negeri akhirnya disahkan pada tanggal 06 Desember 2005 lalu.


(20)

2

dan jaminan peningkatan kesejahteraan guru. Undang- undang tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa peningkatan gaji guru paling sedikit dua kali lipat dari PNS non guru untuk golongan, pangkat, dan masa kerja yang sama. Tunjangan profesi guru sebesar 50% dari gaji pokok, serta tunjangan khusus untuk guru di daerah terpencil (gurcil) atau di daerah khusus besarnya seratus persen dari gaji pokok.

Berdasarkan undang- undang tersebut posisi guru sebagai sebuah profesi akan mendapatkan perlindungan hukum dan kesejahteraan guru semakin terjamin. Karenanya, sudah saatnya guru-guru di Indonesia harus bersiap-siap memasuki era dan semangat baru, yakni berkonsentrasi untuk meningkatkan kualitas kinerja secara profesional, tanpa harus berpikir mencari penghasilan lain dengan cara mencari pekerjaan sampingan. Hal demikian tentu sumbangan guru akan lebih besar bagi bangsa untuk bangkit dari keterpurukan, menjadi bangsa yang cerdas, maju, mandiri, sejahtera dan berbudaya serta memiliki daya saing dalam tataran pergaulan internasional.

Akankah kesejahteraan guru seperti yang tercantum dalam undang- undang itu terealisasi? Hal itu tentu tergantung kepada kemampuan pemerintah. Meskipun demikian pemerintah diharapkan dapat merealisasikannya meski secara bertahap, misalnya dimulai dengan meningkatkan tunjangan profesi. Kemudian, jika anggaran sudah memungkinkan barulah pada peningkatan gaji pokok. Pemerintah dapat secara bertahap meningkatkan anggaran pendidikan hingga sebesar 20% pada APBD sesuai amanat UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun


(21)

3

2003 tentang Sisdiknas agar undang-undang guru dan dosen tidak mengalami hambatan dalam pelaksanaannya.

Pasal-pasal dalam UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen sangat ideal untuk membentuk guru dan dosen yang profesional sekaligus terpenuhi hak-haknya. Salah satu unsur yang mendukung adalah dengan adanya sertifikasi. Uji sertifikasi pendidik merupakan kontrol kualitas calon pendidik, sehingga setiap orang yang memiliki sertifikasi pendidik telah dinilai dan diyakini mampu melaksanakan tugas mendidik, mengajar dan melatih peserta didik. Sertifikasi ini akan menimbulkan dampak positif terhadap profesi guru di tanah air. Selain meningkatkan kualitas guru juga ada pengakuan dari pemerintah terhadap profesi guru. Sertifikasi mengajar ini sangat penting dimiliki oleh para pendidik. Berdasarkan hasil sertifikasi, guru dan dosen bisa mendapatkan berbagai fasilitas terutama yang berhubungan dengan tunjangan yang akan diperoleh. Upaya yang harus ditempuh guru untuk mendapatkan sertifikasi ini cukup sulit karena harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut antara lain: setiap pengajar baik guru maupun dosen harus mempunyai kualifikasi akademis yaitu minimal mempunyai ijasah D4 atau S1, guru pernah mengikuti mata kuliah dasar keguruan minimal 36 SKS dan guru harus berhasil dalam uji kompetensi sebagai seorang pengajar.

Latar belakang pendidikan guru merupakan kualifikasi akademik yang dimiliki oleh guru. Latar belakang guru di sekolah dengan demikian dapat


(22)

4

belakang pendidikan yang memadai (D4/S1). Banyak guru dengan tingkat pendidikan DII dan DIII menjadi guru di sekolah. Sejalan dengan tuntutan undang-undang, diduga kuat perbedaan tingkat pendidikan guru ini akan menyebabkan cara pandang guru atau persepsi guru terhadap undang- undang akan berbeda.

Golongan jabatan guru ditentukan dari tingkat pendidikan, jam mengajar, prestasi, masa kerja dan sebagainya. Kenaikan golongan jabatan guru non PNS dan guru PNS berbeda, guru PNS berdasarkan pada masa kerja sedangkan guru non PNS berdasarkan jam mengajar. Semakin tinggi golongan jabatan seorang guru maka semakin tinggi gaji yang akan diterimanya sehingga kesejahteraannya dapat terjamin. Sejalan dengan tuntutan undang-undang, diduga kuat perbedaan golongan jabatan guru ini akan menyebabkan cara pandang guru atau persepsi guru terhadap undang-undang akan berbeda.

Status guru merupakan kedudukan guru dilihat dari prototipenya dalam suatu sistem sosial. Guru dengan status non PNS akan termotivasi untuk mendapatkan sertifikasi dibandingkan guru PNS sebab guru yang memiliki sertifikasi akan memperoleh tunjangan fungsional sehingga guru non PNS yang gajinya terbilang relatif rendah akan mempunyai tambahan pendapatan. Sejalan dengan tuntutan undang-undang, diduga kuat perbedaan status guru ini akan menyebabkan cara pandang guru atau persepsi guru terhadap undang- undang akan berbeda.


(23)

5

Persepsi guru juga bisa dibentuk dari kebudayaan tempat tinggalnya, karena kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini. Salah satunya adalah dipengaruhi oleh kultur sekolah yaitu suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya guru. Pada kultur sekolah yang bercirikan power distance kecil, persepsi guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen diduga lebih positif dibandingkan dengan power distance besar. Sebab perbedaan kekuasaan antara atasan dan bawahan sama serta sistem hirarki bukan merupakan dasar dan hanya sebatas aturan yang berbeda. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan power distance besar memiliki karakteristik yang sebaliknya.

Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan individualism, persepsi guru terhadap undang- undang tentang guru dan dosen diduga lebih positif dibandingkan dengan guru yang berasal dari sekolah yang bercirikan collectivism, sebab guru yang berasal dari sekolah yang bercirikan individualism sistem kerja yang dianut adalah sistem kerja individual sehingga baik buruknya kerja tergantung pada guru sendiri. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan collectivism memiliki karakteristik yang sebaliknya.

Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity persepsi guru terhadap undang- undang tentang guru dan dosen diduga lebih posit if dibandingkan dengan guru pada sekolah yang bercirikan femininity, sebab


(24)

6

masalah akan lebih tegas. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan femininity memiliki karakteristik yang sebaliknya.

Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance kuat, persepsi guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen diduga lebih positif dibandingkan dengan guru yang berasal dari sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance lemah, sebab guru dengan uncertainty avoidance kuat suka bekerja keras. Sedangkan pada kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance lemah memiliki karakteristik yang sebaliknya.

Berdasarkan latar belakang tersebut terutama karena telah disahkannya UU RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang akan mewujudkan harapan para pendidik khususnya yang berkaitan dengan kesejahteraan, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian, dengan judul “Persepsi Guru Terhadap

Undang -Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen Ditinjau

Dari Tingkat Pendidikan, Status Guru, Golongan Jabatan dan Kultur

Sekolah”, studi kasus pada guru-guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten

Sleman.

A. Batasan Masalah

Banyak faktor yang mempengaruhi persepsi guru terhadap Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Penelitian ini memfokuskan pada tingkat pendidikan guru, status guru, golongan jabatan guru dan kultur sekolah. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005


(25)

7

juga ada banyak aspek, tetapi dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada bab empat bagian pertama dari UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru yaitu kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi, bagian kedua tentang hak dan kewajiban.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan guru?

2. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari status guru?

3. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan guru?

4. Apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari pendidikan guru.


(26)

8

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari status guru.

3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan guru. 4. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No.

14 tahun 2005 tentang guru dan dosen ditinjau dari kultur sekolah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini kiranya dapat bermanfaat bagi: 1. Bagi Pemerintah

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan profesi guru, khususnya yang berkaitan dengan kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi serta hak dan kewajiban guru yang dirumuskan dalam Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005.

2. Bagi Guru

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk memperbaiki citra guru dan memberikan dukungan yang positif untuk menjadi guru yang profesional.

3. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan pengetahuan dan memberikan pengalaman yang bermanfaat terutama mengenai profesi guru yang erat kaitannya dengan kesejahteraan dan penghargaan terhadap profesi guru.


(27)

9

4. Bagi peneliti selanjutnya

Dapat mendorong pemikiran-pemikiran kritis dalam bentuk penelitian-penelitian pengembangan sehingga dapat memberi sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.

5. Bagi Universitas

Dapat memberi tambahan informasi khususnya tentang profesi guru, sebagai penyelenggara pendidikan yang menghasilkan lulusan yang berkualifikasi sebagai tenaga pengajar dan dapat memberikan tambahan referensi penelitian yang ada di perpustakaan.


(28)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah pengamatan secara global, kemampuan untuk membedakan antara obyek yang satu dengan yang lain berdasarkan ciri-ciri fisik obyek-obyek itu misalnya ukuran, warna dan bentuk (Winkel, 1986:161). Menurut Masidjo (1995:96), tingkah laku dalam tingkatan persepsi mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan dan pembedaan antara rangsangan-rangsangan yang ada. Menurut Mahfudh Shalahuddin (1991:73), persepsi merupakan bentuk pengalaman yang belum disadari benar, sehingga individu yang bersangkutan belum mampu membedakan diri sendiri dengan objek yang dihayati. Menurut Bimo Walgito (1994:53), persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Supaya individu dapat menyadari dan dapat mengadakan persepsi maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu :

0. Adanya objek yang dipersepsi


(29)

11

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dapat datang dari dalam yang langsung mengenai syaraf penerima (sensoris) yang bekerja sebagai reseptor.

0. Alat indera atau reseptor

Yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus, dan ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respons diperlukan syaraf motoris.

0. Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi, maka untuk mengadakan persepsi ada syarat yang bersifat fisik atau kealaman, fisiologis dan psikologis.

Persepsi seseorang sering dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (Miftah Tohha dalam Yulianti, 2005:7) :

0. Psikologi

Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di alam dunia ini sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi.


(30)

12

1. Keluarga

Pengaruh yang paling besar terhadap anak-anak adalah keluarga. Orang tua telah mengembangkan suatu cara yang khusus di dalam memahami dan melihat kenyataan di dunia ini banyak sikap dan persepsi-persepsi mereka diturunkan kepada anak-anak mereka.

2. Kebudayaan

Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, nilai dan cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.

Menurut Irwanto (1988:76) persepsi lebih bersifat psikologis daripada merupakan proses penginderaan, maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :

a. Perhatian yang selektif

Individu memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang tertentu sehingga obyek-obyek atau gejala-gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai obyek pengamat.


(31)

13

Rangsang yang bergerak di antara rangsang yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga rangsang yang besar di antara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan yang intensitas rangsangnya paling kuat.

c. Nilai-nilai dan kebutuhan individu

Seorang seniman mempunyai pola dan cita rasa yang berbeda dibandingkan orang yang bukan seniman. Anak pada golongan ekonomi rendah menganggap satu keping uang logam bernilai besar dibanding dengan anak orang kaya.

d. Pengalaman terdahulu

Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsi dunianya.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu proses dalam diri seseorang untuk mengetahui, menginter pretasikan dan mengevaluasi obyek atau subyek lain yang dipersepi, menyangkut sifat-sifatnya, kualitasnya dan kedudukannya, sehingga terbentuklah gambaran mengenai obyek atau subyek yang dipersepsikan.

A. Guru


(32)

14

Guru adalah seorang pekerja profesional yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh atasan yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di sekolah, khususnya dalam kegiatan proses belajar mengajar atau kegiatan instruksional dari mata pelajaran yang diampunya. Untuk melaksanakan tugas tersebut secara bertanggung jawab, seorang guru wajib memiliki berbagai kemampuan dasar keguruan. Kemampuan dasar keguruan yang dimaksud meliputi kemampuan dasar personal-sosial dan kemampuan dasar profesional (Masidjo, 1995:10). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sedangkan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Menurut Sardiman (1986:123-125) guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggungjawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu yaitu :


(33)

15

1. Persyaratan administratif

Meliputi soal kewarganegaraan (warga negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan permohonan serta ketentuan lain sesuai dengan kebijakan yang ada.

2. Persyaratan teknis

Persyaratan teknis yang bersifat formal yaitu harus berijasah pendidikan guru. Syarat yang lain adalah menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendisain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan/ pengajaran.

3. Persyaratan psikis

Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis antara lain sehat rohani, dewasa dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggungjawab, berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian.

4. Persyaratan fisik

Meliputi berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit menular. Dalam persyaratan ini juga termasuk kerapian dalam berpakaian dan kebersihan.


(34)

16

Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, guru sebagai seorang pendidik mempunyai hak untuk memperoleh (Undang-Undang Sisdiknas,2003):

a. Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. b. Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja

c. Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan perkembangan kualitas

d. Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual

e. Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaraan pelaksanaan tugas.

Selain itu guru sebagai seorang pendidik, juga mempunyai kewajiban untuk (Undang-Undang Sisdiknas, 2003):

a. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis.

b. Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan

c. Memberikan teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.


(35)

17

Menurut Peter F. Oliver dalam Piet A. Sahertian (1990:36), guru mempunyai peranan sebagai berikut :

a. Guru sebagai penceramah. Memang tugas guru sebagai penyampai informasi disebut juga sebagai penceramah pada zaman itu.

b. Guru sebagai orang sumber (resource person). Guru dianggap sebagai manusia sumber. Melalui guru dan dari guru pengetahuan disampaikan kepada anak didik.

c. Guru sebagai fasilitator. Guru menyediakan berbagai lingkungan untuk belajar, memperlengkapi berbagai sumber yang membantu siswa untuk dapat belajar. d. Guru sebagai konselor. Guru membantu siswa memberi nasehat, memberanikan

siswa, mendengarkan keluhan dan menciptakan suasana belajar siswa, menyuruh memecahkan persoalan dirinya sendiri.

e. Guru sebagai pemimpin kelompok. Dalam belajar guru berperan sebagai master ceremony, pemimpin dalam kelompok, yang menstimulir gejala-gejala untuk belajar bersama dalam kelompok belajar, memandang gejala-gejala sehingga semua berpartisipasi bersama.

f. Guru sebagi tutor. Guru menolong seorang demi seorang dengan bermacam cara.

g. Guru sebagai manajer yang menyajikan pelayanan media belajar yang disediakan.


(36)

18

h. Guru sebagai pembina laboratorium. Guru meletakkan berbagai pendekatan dalam menyajikan pelayanan. Maksudnya eksperimen dalam proses mengajar menyusun berbagai kegiatan penelitian oleh siswa melalui observasi dan mencatat hasil observasi dengan demikian anak ikut aktif memecahkan.

i. Guru sebagai penyusun program. Guru merancangkan pelajaran. Menyusun desain mengajar di mana siswa dapat belajar baik secara individual maupun secara kelompok.

j. Guru dapat juga berperan sebagai manipulator (pengubah lingkungan belajar). Guru dapat menciptakan iklim belajar, melalui berbagai stimulus, seperti penguatan (reinforcement). Sehingga siswa mengalami perubahan tingkah laku. 4. Kode Etik Guru

Kode etik merupakan tatanan yang menjadi pedoman dalam menjalankan tuhas dan aktivitas suatu profesi. Dalam menjalankan profesinya guru di Indonesia berpedoman pada kode etik guru yang berisi sebagai berikut (Samana, 1994:117) : a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia

seutuhnya yang berjiwa Pancasila.

b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.

c. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan binbingan dan pembinaan.


(37)

19

d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.

e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

f. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

g. Guru memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.

h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

i. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. 5. Prinsip Guru

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanankan berdasarkan prinsip sebagai berikut :

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketagwaan dan berakhlak mulia.


(38)

20

d. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan e. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.

f. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

g. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

h. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa dan kode etik profesi.

B. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan

Dosen

Dipandang dari sudut kekuatan hukumnya, undang-undang adalah sumber hukum yang terpenting dan terutama. Undang-undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh presiden dengan persetujuan (bukan disahkan) Dewan Perwakilan Rakyat (Iman Soepomo, 1972:20). Undang-Undang No. 14 tahun 2005 ini merupakan


(39)

undang-21

undang yang mengatur tentang guru dan dosen. Di dalam undang-undang tentang guru dan dosen ini berisi beberapa bab. Salah satu bab diantaranya yang akan dibahas adalah bab yang ke IV yaitu guru. Bab ini mempunyai sembilan bagian, namun penulis membatasi hanya pada bagian pertama yaitu kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi, bagian kedua yaitu hak dan kewajiban. Isi dari pasal-pasal yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagian Kesatu : Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi

Seorang guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani adalah kondisi kesehatan fisik mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut ditujukan kepada penyandang cacat. Sedangkan kualifikasi akademik dapat diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Kompetensi guru itu sendiri dapat diperoleh melalui pendidikan profesi, antara lain :

a. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.

b. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.


(40)

22

c. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran luas dan mendalam.

d. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

Sertifikat pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi, yang dilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel. Semua orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.

2. Bagian Kedua : Hak dan Kewajiban

Dalam melaksanakan tugas profesionalnya, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum yaitu pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarga secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan jaminan hari tua serta jaminan kesejahteraan sosial. Selain itu juga berhak mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaraan tugas keprofesionalan;


(41)

23

memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan peraturan perundang-undangan; memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan; memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan/atau memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

Di sisi lain, guru juga berkewajiban untuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika; dan memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.


(42)

24

C. Tingkat Pendidikan

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntunan perubahan zaman. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan. Ada 3 jenis pendidikan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini yaitu :

1. Pendidikan formal

Yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Misalnya SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi


(43)

25

Yaitu jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Misalnya berbentuk kursus-kursus.

3. Pendidikan informal

Yaitu jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Menurut Winkel (1986:160) Pendidikan informal adalah suatu jenis pendidikan yang tidak terencana dan tersusun secara tegas dan tidak sistematis, dilaksanakan di luar sekolah terutama dalam keluarga.

Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan (LPTK) mempunyai empat macam program pendidikan guru (Piet A. Sahertian, 1994 : 68) yaitu :

1. Program gelar yang melalui jenjang Sarjana (S1) dengan lama studi 4-7 tahun. 2. Program Pasca Sarjana dengan lama studi 6-9 Tahun (S2)

3. Program Doktor dengan lama studi 8-11 tahun (S3)

4. Program Non Gelar (program diploma) dengan rincian sebagai berikut : a. program Diploma (D1) dengan lama studi 1-2 tahun

b. Program Diploma 2 (D2) dengan lama studi 2-3 tahun c. Program diploma 3 (D3) dengan lama studi 3-5 tahun

Selain itu juga ada program akta mengajar, yang diberikan kepada mereka yang berasal dari fakultas non keguruan untuk memperoleh kemampuan mengajar pada berbagai tingkatan sekolah. Program akta mengajar ini terdiri atas:


(44)

26

2. Akta II sebanyak 20 SKS dan dapat ditempuh bagi mereka yang sudah memperoleh 60 Sks dalam bidang non kependidikan.

3. Akta III sebanyak 20 SKS yang dapat ditempuh selama dua semester setelah memiliki 90 SKS untuk bidang studi non kependidikan.

4. Akta IV dengan beban kresit 20 SKS ditempuh selama dua semester setelah memiliki 120 SKS dalam bidang studi non kependidikan.

5. Akta V dengan beban kredit 20 SKS bagi mereka yang telah memiliki 160 SKS bidang studi di luar kependidikan.

D. Status Guru

Guru meliputi semua orang di sekolah-sekolah yang bertanggung jawab dalam pendidikan para murid. Status (kedudukan) yang dipergunakan dalam hubungannya dengan guru-guru berarti martabat atau penghargaan yang diberikan kepada mereka, sebagai tingkat pengakuan atas pentingnya fungsi mereka serta atas kemampuan mereka dalam melakukannya dan persyaratan kerja, penggajian serta keuntungan-keuntungan materi lainnya yang diberikan kepada mereka dibandingkan dengan golongan-golongan karya lainnya.

Menurut Piet A. Sahertian (1994:10) yang dimaksud dengan status guru adalah kedudukan guru dilihat dari prototipenya dalam suatu sistem sosial. Di dalam pendidikan, status guru itu terdiri atas :


(45)

27

a. Guru Negeri adalah guru yang diangkat dan bekerja dalam suatu instansi milik pemerintah, guru yang diperkerjakan di suatu instansi swasta tetapi tetap digaji oleh negara.

b. Guru swasta adalah guru yang diangkat oleh suatu yayasan tertentu dan digaji oleh yayasan atau lembaga tersebut. Guru swasta masih dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok seperti :

- Guru Honorer adalah guru yang bekerja karena diangkat oleh yayasan atau lembaga tertentu dan digaji oleh yayasan tersebut tetapi belum mengajar penuh atau dapat dikatakan sebagai guru bantu.

- Guru Yayasan adalah guru yang diangkat dan digaji oleh yayasan dan sudah berstatus sebagai guru tetap dari yayasan.

- Guru Tidak Tetap Yayasan adalah guru yang diangkat dan digaji oleh yayasan tetapi statusnya belum tetap.

E. Golongan Jabatan

Jabatan atau pekerjaan adalah satu kelompok dari tugas-tugas atau kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh pegawai bagi organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Penggolongan dari jabatan seorang guru didasarkan pada ijasah pendidikan terakhir guru.


(46)

28

Jenjang kepangkatan menurut golongan ruangnya adalah sebagai berikut (Booklet Kepegawaian, 2003:20) :

1. I/a : Juru Muda

2. I/b : Juru Muda Tingkat I 3. I/c : Juru

4. I/d : Juru Tingkat I 5. II/a : Pengatur Muda

6. II/b : Pengatur Muda Tingkat I 7. II/c : Pengatur

8. II/d : Pengatur Tingkat I 9. III/a : Penata Muda

10.III/b : Penata Muda Tingkat I 11.III/c : Penata

12.III/d : Penata Tingkat I 13.IV/a : Pembina

14.IV/b : Pembina Tingkat I 15.IV/c : Pembina Utama Muda 16.IV/d : Pembina Utama Madya 17.IV/e : Pembina Utama


(47)

29

F. Kultur Sekolah

1. Pengertian Kultur Sekolah

Hofstede (1994:5) mengartikan kultur sebagai :

“A collective phenomenon, because it is at least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is collective programming of the mind which distinguishes the members of the one group or category of people from another”.

Kultur merupakan bentuk pemprograman mental secara kolektif yang membedakan anggota kelompok satu dengan kelompok yang lainnya dalam pola pikir, perasaan dan tindakan anggota suatu kelompok. Hofstede (1994:4) menyebut kultur sebagai: “software of the mind”. Substansi perbedaan tersebut lebih tampak pada praktik kultur dari pada nilai-nilai. Sebagai bentuk pemprograman mental secara kolektif, kultur cenderung sulit berubah, kalaupun berubah akan membutuhkan waktu yang lama dan perlahan-lahan.

Berdasarkan pengertian kultur menurut Antropolog Clifford Geertz dalam Siti Sumarni (2005), kultur sekolah dideskripsikan sebagai pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara memandang persoalan dan memecahkannya. Ini bermakna bahwa secara alami kultur akan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikut dan sekolah didesain untuk memperlancar proses tranmisi kultural antar generasi.


(48)

30

Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut. Merujuk pada konteks organisasi menurut Depdiknas dalam Dapiyanta (2002:92) kultur adalah kualitas kehidupan yang diwujudkan dalam aturan-aturan atau norma, tata kerja, kebiasaan, gaya seorang anggota. Kualitas itu tumbuh dan berkembang sesuai nilai-nilai dan spirit atau keyakinan yang dianut oleh organisasi. Kultur dapat dipahami dari dua sisi yaitu batiniah dan lahiriah. Dari sisi batiniah kultur berupa nilai, prinsip, semangat dan keyakinan yang dianut oleh organisasi. Adapun pada sisi lahiriah kultur berupa aturan atau prosedur yang mengatur hubungan antar anggota organisasi baik formal maupun informal, prosedur kerja yang harus diikuti pemimpin dan anggota organisasi, kebiasaan kerja yang dimiliki keseluruhan anggota organisasi, symbol, image dan sebagainya.

Kultur sekolah diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai atau spirit yang dianut sekolah tersebut. Kualitas ini berwujud dalam bentuk bagaimana keseluruhan anggota sekolah, kepala sekolah, para guru, para tenaga kependidikan bekerja, belajar dan berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah. Jadi sesuai dengan hal yang terkait dengan kultur, maka kultur sekolah bisa diartikan sebagai suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kualitas kehidupan sekolah.


(49)

31

Menurut Dapiyanta (2002:93), kultur sekolah ialah perilaku lahir batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan sekolah yang berpola dan mentradisi. Mentradisi disini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis, selalu berproses. Menurut Arief Ahmad (2005) kultur sekolah yang positif dapat menghasilkan produk kultur yang baik seperti peningkatan kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah dan institusi, terjamin hubungan yang sinergi antara warga sekolah, timbul iklim akademik yang baik serta interaksi yang menyenangkan. Kultur sekolah yang kondusif akan tercermin dalam organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah, kebijakan, aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan serta penampilan fisik.

Berdasarkan pengertian kultur tersebut diatas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa, sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah.

Dimensi-dimensi yang terdapat dalam kultur sekolah yaitu dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat dalam nama kekuasaan anggota institusi didistribusikan secara berbeda. Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian atar individu cenderung memudar. Dimensi


(50)

32

collectivism menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terdapat perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan masyarakat dimana individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian. Pada sekolah, dimensi power distance (jarak kekuasaan) mencakup indikator yaitu perbedaan kekuasaan antara atasan dan bawahan, tingkat pengawasan, sistem penggajian, hubungan antara atasan dan bawahan didukung inisiatif atasan. Dimensi collectivism vs individualism mencakup dasar hubungan atasan dan bawahan, sistem manajemen kerja yang dianut dan pemberian gaji didasarkan pada keterampilan dan aturan. Dimensi femininity vs masculinity mencakup indikator guru mampu mengatasi masalah; atasan tegas, yakin dan penuh inisiatif; mempunyai filosofi hidup untuk bekerja; dan memecahkan masalah dengan musyawarah. Dimensi uncertainty avoidance mencakup anggota sekolah yang suka bekerja keras, waktu adalah uang, penghargaan terhadap ide dan sikap, motivasi dengan keamanan dan penghargaan atau rasa memiliki serta ketelitian dan ketepatan waktu datang dengan alamiah.


(51)

33

G. Kerangka Berpikir

1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau dari Tingkat Pendidikan

Cara pandang guru terhadap undang-undang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Antara guru yang satu dengan guru yang lain akan mempunyai tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Tingkat pendidikan guru yang dimaksud adalah tingkat pendidikan formal yang dicapai untuk dapat melaksanakan tugas profesinya sebagai seorang guru. Tingkat pendidikan formal mencakup SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Untuk dapat menjadi seorang guru saat ini minimal harus berpendidikan D2, sebab pada umumnya guru-guru saat ini berpendidikan D2, D3, D4/S1 dan S2. Sedangkan guru-guru lama yang masih berpendidikan terakhir SPG atau yang setaranya, pemerintah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studinya.

Pada umumnya orang-orang sependapat bahwa dengan semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai oleh seseorang maka semakin luas wawasan serta pengetahuannya pada suatu bidang tertentu sesuai dengan profesi yang ingin diraihnya. Selain itu juga semakin tinggi tingkat pendidikan guru maka guru tersebut akan semakin mempunyai keinginan yang lebih tinggi untuk mengembangkan prestasi disekolah seperti membuat karya tulis, menulis buku, dan sebagainya. Guru dengan pendidikan S1 akan memiliki pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan


(52)

34

dan keterampilan yang lebih mantap dibandingkan dengan guru yang berpendidikan D3. Dengan semakin luasnya wawasan, keinginan yang tinggi untuk mengembangkan prestasi, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan keterampilan yang berbeda ini maka pandangan guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen akan berbeda pula. Cara pandang inilah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi guru dalam memandang undang-undang tentang guru dan dosen.

Berdasarkan penjelasan di atas, diturunkan hipotesis sebagai berikut : Ha1 : Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang

guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan.

1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau dari Status Guru

Guru yang bekerja dalam suatu instansi tertentu akan mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap undang-undang tentang guru dan dosen ini. Sebab guru yang bekerja di suatu instansi atau sekolah baik negeri maupun swasta mempunyai status yang berbeda-beda. Ada guru swasta yang berstatus sebagai guru tetap tetapi ada juga yang berstatus diperkerjakan oleh pemerintah dan ada guru yang masih berstatus honorer. Demikian juga guru-guru yang bekerja di sekolah negeri ada yang sudah menjadi guru tetap, ada yang masih menjadi guru tidak tetap dan ada yang menjadi guru bantu atau guru honorer. Guru yang


(53)

35

berstatus non PNS akan menjalankan tugasnya lebih berat dibandingkan guru yang PNS karena status guru non PNS ditentukan juga dengan prestasi dan jam mengajar, sedangkan guru PNS akan lebih ringan karena status yang sudah pasti dan adanya kenaikan pangkat yang berkala. Guru di sekolah swasta yang berstatus non PNS akan menjalankan tugasnya sungguh-sungguh karena kelangsungan hidup sekolah akan sangat tergantung dari guru-guru di sekolah tersebut, sedangkan guru PNS akan lebih ringan karena guru tersebut dijamin oleh pemerintah. Dengan adanya sertifikasi dimungkinkan guru yang berstatus non PNS akan berpandangan lebih positif terhadap undang-undang tentang guru dan dosen dibandingkan dengan guru PNS. Walaupun gaji yang diterima oleh guru yang non PNS terbilang relatif lebih rendah dari guru PNS tetapi, jika guru tersebut mempunyai sertifikasi maka secara otomatis guru non PNS yang bersertifikasi mempunyai tambahan pendapatan seperti berbagai tunjangan yang didapatkan dari kepemilikan sertifikasi tersebut, misalnya tunjangan fungsional. Sehingga guru-guru tersebut termotivasi untuk mendapatkan sertifikasi, di lain pihak kualitas pendidikan juga akan mengalami peningkatan sebab guru yang sudah memegang sertifikasi merupakan guru yang sudah berkompetensi dan mendapatkan pengakuan sebagai tenaga profesional. Dari segi inilah persepsi setiap guru ditinjau dari statusnya akan nampak perbedaannya.


(54)

36

Ha2 : Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang

guru dan dosen ditinjau dari status guru.

1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau dari Golongan Jabatan Guru

Golongan jabatan seorang guru erat kaitannya dengan tingkat pendidikan seorang guru. Sebab golongan jabatan yang dipegang oleh seorang guru itu dibedakan berdasarkan tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin tinggi golongan jabatannya dan semakin tinggi gaji yang diterimanya sehingga kesejahteraannya dapat terjamin. Faktanya setiap guru mempunyai golongan jabatan yang berbeda-beda sebab tingkat pendidikannya juga berbeda.

Penggolongan jabatan seorang guru itu didasarkan pada ijasah pendidikan terakhirnya. Pada umumnya guru-guru yang bekerja di Sekolah Menengah Atas paling rendah bergolongan III/a yaitu penata muda sampai pada tingkat golongan tertinggi yaitu IV/e atau pembina utama. Selain dari tingkat pendidikannya kenaikan golongan jabatan guru non PNS ditentukan dari jam mengajarnya, prestasi, masa kerja dan sebagainya, sehingga guru non PNS akan lebih berat dibandingkan dengan kenaikan golongan jabatan guru PNS yang akan mengalami kenaikan berkala. Semakin tinggi golongan jabatan seorang guru maka semakin tinggi gaji yang akan diterimanya sehingga kesejahteraannya dapat terjamin. Dari adanya


(55)

37

perbedaan golongan itu maka dimungkinkan juga adanya perbedaan persepsi guru terhadap undang-undang ini.

Berdasarkan penjelasan di atas, diturunkan hipotesis sebagai berikut : Ha3 : Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang

guru dan dosen ditinjau dari golongan jabatan guru.

1. Persepsi Guru Terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Ditinjau dari kultur Sekolah

Seorang guru tidak akan lepas dari lingkungan tempat tinggalnya. Sebab seorang guru juga manusia biasa yang dibesarkan dan dididik di lingkungan dimana dia berasal sesuai dengan adat kebudayaannya. Sedangkan kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap dan cara pandang seseorang. Persepsi guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen akan berbeda sebab kultur sekolah berbeda antara kultur sekolah yang satu dengan kultur sekolah yang lain. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan power distance kecil, perbedaan kekuasaan antara atasan dan bawahan sama serta hirarki bukan merupakan dasar dan hanya sebatas aturan yang berbeda, tingkat pengawasan tidak terstruktur dalam hirarki tinggi, sistem penggajian tidak menunjukkan batas yang lebar antara atasan dan bawahan, hubungan antara atasan dan bawahan didukung inisiatif atasan dan juga bawahan. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah dengan power distance


(56)

38

besar akan terjadi sebaliknya. Hal demikian persepsi guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen lebih positif pada guru yang berasal dari kultur sekolah dengan power distance kecil daripada guru dari kultur sekolah sekolah dengan power distance besar.

Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan individualism, hubungan atasan dan bawahan bukan dirasa sebagai hubungan moral seperti dalam keluarga sehingga terjadi persaingan antara satu dengan yang lain, sistem manajemen kerja yang dianut adalah sistem kerja individual sehingga baik buruknya kerja tergantung dari guru sendiri, penggajian dalam budaya individu didasarkan pada keterampilan, dan aturan bukan didasarkan pada perhitungan kelompok seningga guru akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperoleh gaji yang lebih besar. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan collectivism akan terjadi sebaliknya. Hal demikian menyebabkan persepsi guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen lebih positif guru dari kultur sekolah yang bercirikan individualism dibandingkan guru yang berasal dari kultur sekolah dengan bercirikan collectivism.

Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity; cara mengatasi masalah akan lebih tegas, ambisi, dan persaingan sebab menekankan pada hsil dan ingin memberikan penghargaan atas dasar persamaan; atasan yang tegas, yakin dan penuh inisiatif sehingga akan lebih memajukan sekolah;


(57)

39

berfilosofi hidup untuk bekerja sehingga dalam bekerja akan terjadi suasana yang menyenangkan karena tidak hanya sekedar mencari materi; memecahkan masalah dengan musyawarah sehingga setiap keputusan yang diambil adalah hasil dari kompromi dan negosiasi. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan femininity akan terjadi sebaliknya. Hal demikian menyebabkan persepsi guru terhadap undang-undang tentang guru dan dosen lebih positif guru dari kultur sekolah yang bercirikan masculinity dibandingkan dengan guru yang berasal dari sekolah yang bercirikan femininity.

Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance kuat, anggota sekolah suka bekerja keras sehingga tujuan dari sekolah akan lebih cepat tercapai, waktu adalah uang sehingga semua bekerja pada saat yang telah ditentukan, penghargaan terhadap ide dan sikap sehingga setiap perubahan adalah ide atau gagasan bersama, motivasi dengan keamanan dan penghargaan atau rasa memiliki sehingga setiap orang yang ada di sekolah akan termotivasi untuk menghindari resiko dan akan mempertahankan harga diri, ketelitian dan ketepatan waktu datang dengan alamiah sehingga setiap orang yang ada di sekolah akan menjalankan tugasnya secara teliti dan melakukannya secara tepat waktu oleh sebab ditentukan dalam peraturan sekolah. Pada guru yang berasal dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance lemah, akan terjadi sebaliknya. Hal demikian menyebabkan persepsi guru terhadap


(58)

undang-40

undang tentang guru dan dosen lebih positif guru dari kultur sekolah yang bercirikan uncertainty avoidance kuat dibandingkan guru yang berasal dari kultur sekolah dengan ciri uncertainty avoidance lemah.

Berdasarkan penjelasan di atas, diturunkan hipotesis sebagai berikut : Ha4 : Ada perbedaan persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus, yaitu penelitian yang mendalam tentang sesuatu objek atau subjek pada area yang terbatas. Dengan demikian hasil hanyalah berlaku pada kasus dimana objek dan subjek yang diteliti dan tidak dapat digeneralisasikan pada kasus lain.

A. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah guru-guru yang akan dimintai informasi atau guru sebagai sumber informasi yaitu guru SMA di Kabupaten Sleman.

1. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah persepsi guru terhadap UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, tingkat pendidikan, status guru, golongan jabatan dan kultur sekolah.

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian


(60)

1. Tempat Penelitian

Tempat yang digunakan untuk penelitian yaitu SMA N I Mlati, SMA N I Godean, SMA N I Minggir, SMA N I Seyegan, SMA Muh. Seyegan, SMA Muh. Gamping, SMA Muh. Mlati, MAN Godean, SMA Ma’arif Tempel, SMA St. Mikael, SMA Dr. Wahidin dan SMA Proklamasi.

D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya

0. Variabel Tingkat Pendidikan Guru

Tingkat pendidikan guru adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang dicapai oleh guru. Pemberian skor dalam variabel ini adalah sebagai berikut:

- ≤ D2 skor 1 - D3 skor 2 - D4/S1 skor 3 - S2 skor 4

0. Variabel Status Guru

Status guru adalah kedudukan guru dilihat dari prototipenya dalam suatu sistem sosial (sekolah). Pemberian skor dalam variabel ini adalah sebagai berikut:

- Guru Negeri (PNS) skor 4 - Guru Tetap Yayasan skor 3


(61)

- Guru Tidak Tetap Yayasan skor 2 - Guru Honorer/Bantu skor 1

1. Variabel Golongan Jabatan Guru

Golongan jabatan guru adalah jabatan seorang guru yang didapat berdasarkan pada ijasah pendidikan formal terakhir guru. Pemberian skor dalam variabel ini adalah sebagai berikut:

- II/a skor 1 - III/a skor 5 - IV/a skor 9 - II/b skor 2 - III/b skor 6 - IV/b skor 10 - II/c skor 3 - III/c skor 7 - IV/c skor 11 - II/d skor 4 - III/d skor 8 - IV/d skor 12

2. Variabel kultur sekolah

Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya guru di sekolah. Dimensi kultur sekolah mencakup power distance, collectivism vs individualism, femininity vs masculinity dan uncertainty avoidance. Berikut ini disajikan tabel operasionalnya:

No Dimensi Indikator No

Item 1. Power

Distance

a. Perbedaan kekuasaan antara atasan dan bawahan

b. Tingkat pengawasan c. Sistem penggajian

d. Hubungan antara atasan dan bawahan didukung inisiatif atasan

1 2 3 4 2. Collectivism

vs

a. Dasar hubungan atasan dan bawahan b. Sistem manajemen kerja yang dianut

9 10


(62)

Individualism c. Pemberian gaji didasarkan pada keterampilan dan aturan.

11 3. Femininity

Vs Masculinity

a. Guru mampu mengatasi masalah b. Atasan tegas, yakin dan penuh inisiatif c. Mempunyai filosofi hidup untuk bekerja d. Memecahkan masalah dengan musyawarah

5 6 7 8 4. Uncertainty

Avoidance

a. Anggota sekolah yang suka bekerja keras b. Waktu adalah uang

c. Penghargaan terhadap ide dan sikap d. Motivasi dengan keamanan dan

penghargaan atau rasa memiliki e. Ketelitian dan ketepatan waktu datang

dengan alamiah 12 13 14 15 16

Pengukuran variabel kultur sekolah didasarkan pada indikator-indikatornya. Masing- masing indikatornya dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang dinyatakan dalam empat skala Likert, yaitu sangat setuju (SS) =4, setuju (S) =3, tidak setuju (TS) = 2 dan sangat tidak setuju (STS)= 1

3. Variabel Persepsi Guru Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Persepsi guru terhadap undang- undang tentang guru dan dosen adalah proses dalam diri guru untuk mengetahui adanya undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, menginterprestasikan undang- undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dan mengevaluasi undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen khususnya tentang guru yaitu menyangkut kualifikasi, kompetensi, sertifikasi, hak dan kewajiban guru. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasinya.


(63)

Variabel Sub Variabel Indikator Item

1. Kualifikasi 1. Berpendidikan tinggi program sarjana 1

2. Kompetensi 1. Kompetensi Pedagogik 2. Kompetensi Kepribadian 3. Kompetensi Profesional 4. Kompetensi Sosial

1. Kemampuan guru membuat rencana pembelajaran 2. Kemampuan guru menerapkan metode pembelajaran 3. Kemampuan guru dalam mengevaluasi pembelajaran 4. Perilaku guru menjadi teladan atau contoh bagi peserta didik

5. Kemampuan guru menjelaskan materi pelajaran

6. Kemampuan guru menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran

7. Guru mempunyai wawasan tambahan selain dari buku berkaitan dengan materi pelajaran

8. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa berkaitan dengan materi pelajaran 9. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama guru berkaitan dengan profesi 10. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang tua/wali berkaitan dengan

perkembangan peserta didik

11. Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat berkaitan dalam kehidupan bermasyarakat 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

3. Sertifikasi 1. Penyelenggara 2. Objektif 3. Transparan 4. Akuntabel 5. Kesempatan

1. Sertifikasi dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang ditunjuk oleh pemerintah 2. Sertifikasi harus menjelaskan keadaan yang sebenarnya guru

3. Uji sertifikasi harus terbuka

4. Uji sertifikasi harus dapat dipertanggungjawabkan oleh guru yang memilikinya

5. Setiap guru yang mempunyai sertifikasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diangkat

13 14 15 16 17


(64)

yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu 6. Anggaran

menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu

6 .Pemerintah berkewajiban menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik

18

4. Hak dan kewajiban

1. Hak 1. Pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarga secara wajar baik sandang pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan jaminan kesejahteraan hari tua 2. Berhak mendapatkan kenaikan pangkat berdasarkan prestasi kerja

3. Mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugas berkaitan dengan kekayaan intelektual 4. Guru berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi

5. Guru berhak memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang tugasnya 6. Mempunyai kebebasan dalam penilaian sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan

peraturan perundang-undangan

7. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas 8. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi

9. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan 10. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya

11. Guru berhak memperoleh penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan dan masa

19

20 21 22 23 24

25 26 27 28 29


(65)

kerja

12. Guru berhak memperoleh tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan tanggungan keluarga

13. Guru berhak memperoleh tunjangan yang diberikan kepada guru yan memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya

14. Guru berhak memperoleh tunjangan sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas didaerah khusus

15. Guru berhak memperoleh tambahan kesejahteraan dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain

16. Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan

17. Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama

18. Guru berhak memperoleh tunjangan profesi setelah guru memiliki sertifikasi 19. Guru berhak memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok 20. Tunjungan profesi dialokasikan dalam APBN dan/atau APBD

21. Guru yang diangkat oleh pemerintah berhak atas tunjangan fungsional

22. Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat berhak memperoleh tunjangan fungsional yang disubsidi oleh pemerintah.

23. Tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional dialokasikan dalam APBN dan/atau APBD

30

31

32

33

34

35

36 37 38 39 40


(66)

2. Kewajiban

24. Guru yang bertugas didaerah khusus berhak mendapatkan tunjangan khusus dari pemerintah. 25. Guru berhak memperoleh tunjangan khusus sebesar satu kali gaji pokok guru

26. Guru yang ditempatkan didaerah khusus berhak memperoleh rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah

27. Guru memperoleh tambahan kesejahteraan seperti tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa dan penghargaan

28. Putra-putri guru berhak mendapatkan kemudahan dalam hal pendidikan, pelayanan kesehatan dan bentuk kesejahteraan lain.

29. Pemerintah menjamin terwujudnya maslahat tambahan 30. Guru wajib membuat rencana pembelajaran

31. Guru wajib melaksanakan kegiatan belajar mengajar

32. Guru wajib mengadakan tes untuk menilai dan mengevaluasi pembelajaran

33. Guru wajib meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

34. Guru wajib bertindak objektif dan tidak diskriminatif

35. Guru wajib menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika

36. Guru wajib memupuk persatuan dan kesatuan bangsa

42 43 44

45

46

47 48 49 50 51

52 53

54 Pengukuran variabel persepsi guru terhadap undang-undang didasarkan pada indikator- indikatornya. Masing- masing indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang dinyatakan dalam empat skala Likert, yaitu sangat setuju (SS) = 4; setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) = 2; dan sangat tidak setuju (STS) =1


(67)

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 1999:72). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah

seluruh guru SMA di Kabupaten Sleman. Menurut sumber dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, jumlah guru SMA di Kabupaten Sleman ada 1.516 guru dari 55 Sekolah.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 1999:73). Pengukuran sampel ini dihitung dengan rumus Slovin (Consuelo, 1993:161):

2 1 Ne N n + = Keterangan:

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

E = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi)

Jadi jumlah sampel yang akan diambil (n), dengan nilai kritis/ batas kesalahan (e) 5% dari populasi (N) tersebut adalah :

(

)

2

05 , 0 516 . 1 1 516 . 1 + = n


(68)

3. Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 1999:78). Peneliti menetapkan sampel penelitian ini adalah guru di 12 SMA yaitu 4 Negeri, 3 Muhammadiyah, 1 MAN, 1 Yayasan Islam, 1 Yayasan Kristen/Katolik dan 2 Swasta) di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Pertimbangan dipilihnya 12 sekolah tersebut adalah keterwakilan masing- masing status sekolah tempat guru mengajar. Berikut ini daftar sekolah tempat penelitian ini dilakukan :

Tabel 3.1

Daftar Tempat Penelitian

No Nama SMA Jumlah Guru

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

SMA N I Mlati SMA N I Godean SMA N I Minggir SMA N I Seyegan SMA Muh. Seyegan SMA Muh. Gamping SMA Muh. Mlati MAN Godean

SMA MA’arif Tempel SMA St. Mikael SMA Dr. Wahidin SMA Proklamasi 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28

Total 336

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyatan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 1999:135) Kuesioner ini


(69)

digunakan untuk mengumpulkan data persepsi guru terhadap Undang-Undang tentang guru dan dosen ditinjau dari tingkat pendidikan, status guru dan golongan jabatan.

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu teknik yang dimungkinkan oleh peneliti untuk memperoleh informasi dari bermacam- macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat dimana responden bertempat tinggal/melakukan kegiatan sehari-hari. Dokumen ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yaitu tentang jumlah guru yang berada di Kabupaten Sleman.

G. Uji Kuesioner

1. Pengujian Validitas

Validitas dimaksudkan untuk menyatakan sejauh mana data yang ditampung pada suatu kuesioner akan mengukur apa yang ingin diukur (Husein Umar, 2003:72). Pengujian validitas dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor jawaban masing- masing item pertanyaan pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan rumus teknik korelasi product moment (Husein Umar, 2003:78) yaitu sebagai berikut:

r =

(

) (

)

(

)

(

)

∑ ∑

− − 2 2 2 2 Y Y n X X n Y X XY n Keterangan :

r = koefisien korelasi antara variabel X dengan variabel Y Y = skor total item


(70)

X = skor item

n = jumlah responden

Besarnya nilai koefisien r dapat dihitung dengan menggunakan korelasi dengan signifikansi 5%. Jika rhitung lebih besar dari pada rtabel, maka butir soal tersebut dapat dikatakan valid. Jika sebaliknya maka butir soal tersebut tidak valid.

Uji validitas ini menggunakan responden yang berjumlah 30 di luar sampel penelitian, dimana db = n – 2. Derajat kebebasan ini sebesar 28 (30– 2), sehingga rtabel dari 0,05 ; 28 = 0,239. Uji validitas dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS 11.5 for windows. Adapun rangkuman dari hasil penelitian validitas adalah sebagai berikut :

a. Hasil pengujian validitas untuk butir pernyataan dari kuesioner bagian kedua tentang kultur sekolah adalah sebagai berikut :

Pada taraf signifikansi sebesar 5% dengan db = n – 2 diperoleh rtabel sebesar 0,239. Sedangkan nilai rhitung adalah : 0,5861 (butir 1); 0,4344 (butir 2); 0,4932 (butir 3); 0,5035 (butir 4); 0,7004 (butir 5); 0,5493 (butir 6); 0,7238 (butir 7); 0,7496 (butir 8); 0,2464 (butir 9); 0,4941 (butir 10); 0,3031 (butir 11); 0,7102 (butir 12); 0,2729 (butir 13); 0,4531 (butir 14); 0,6898 (butir 15); dan 0,3790 (butir 16). Mengingat nilai- nilai dari rhitung > rtabel (0,293), maka dapat disimpulkan bahwa semua butir pernyataan tentang kultur sekolah adalah valid.


(71)

b. Hasil pengujian validitas untuk butir pernyataan dari kuesioner bagian ketiga tentang persepsi guru terhadap Undang-Undang RI No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah sebagai berikut :

Pada taraf signifikansi sebesar 5% dengan db = n – 2 diperoleh rtabel sebesar 0,239. Sedangkan nilai rhitung adalah : 0,7045 (butir 17); 0,6901 (butir 18); 0,7361 (butir 19); 0,6147 (butir 20); 0,3303 (butir 21); 0,5349 (butir 22); 0,3065 (butir 23); 0,7295 (butir 24); 0,4150 (butir 25); 0,4506 (butir 26); 0,3908 (butir 27); 0,6028 (butir 28); 0,6025 (butir 29); 0,3737 (butir 30); 0,4486 (butir 31); 0,4819 (butir 32); 0,8522 (butir 33); 0,6147 (butir 34); 0,4150 (butir 35); 0,5482 (butir 36); 0,7128 (butir 37); 0,5127 (butir 38); 0,5824 (butir 39); 0,6426 (butir 40); 0,5046 (butir 41); 0,6416 (butir 42); 0,8522 (butir 43); 0,6846 (butir 44); 0,6629 (butir45); 0,6416 (butir 46); 0,7104 (butir 47); 0,3987 (butir 48); 0,5123 (butir 49); 0,5233 (butir 50); 0,3084 (butir 51); 0,3725 (butir 52); 0,4208 (butir 53); 0,5311 (butir 54); 0,4626 (butir 55); 0,3716 (butir 56); 0,5142 (butir 57) 0,6416 (butir 58); 0,4021(butir 59); 0,5117 (butir 60); 0,3900 (butir 61); 0,3604 (butir 62); 0,5242 (butir 63) 0;5403 (butir 64); 0,6447 (butir 65); 0,7050 (butir 66); 0,7447 (butir67); 0,5655 (butir 68); 0,5205 (butir 69); dan 0,5419 (butir 70). Mengingat nilai- nilai dari rhitung > rtabel (0,293), maka dapat disimpulkan bahwa semua butir pernyataan tentang kultur sekolah adalah valid.


(72)

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini, sebagai berikut:

Tabel 3.2

Hasil Pengukuran Validitas

No. Item

Rhitung rtabel Ket. No. Item

Rhitung rtabel Ket. 1 0,5861 0,293 Valid 36 0,5482 0,293 Valid 2 0,4344 0,293 Valid 37 0,7128 0,293 Valid 3 0,4932 0,293 Valid 38 0,5127 0,293 Valid 4 0,5035 0,293 Valid 39 0,5824 0,293 Valid 5 0,7004 0,293 Valid 40 0,6426 0,293 Valid 6 0,5493 0,293 Valid 41 0,5046 0,293 Valid 7 0,7238 0,293 Valid 42 0,6416 0,293 Valid 8 0,7496 0,293 Valid 43 0,8522 0,293 Valid 9 0,2464 0,293 Valid 44 0,6846 0,293 Valid 10 0,4941 0,293 Valid 45 0,6629 0,293 Valid 11 0,3013 0,293 Valid 46 0,6416 0,293 Valid 12 0,7102 0,293 Valid 47 0,7104 0,293 Valid 13 0,2729 0,293 Valid 48 0,3987 0,293 Valid 14 0,4531 0,293 Valid 49 0,5123 0,293 Valid 15 0,6898 0,293 Valid 50 0,5722 0,293 Valid 16 0,3790 0,293 Valid 51 0,3084 0,293 Valid 17 0,7045 0,293 Valid 52 0,3725 0,293 Valid 18 0,6901 0,293 Valid 53 0,4208 0,293 Valid 19 0,7361 0,293 Valid 54 0,5311 0,293 Valid 20 0,6147 0,293 Valid 55 0,4626 0,293 Valid 21 0,3303 0,293 Valid 56 0,3716 0,293 Valid 22 0,5349 0,293 Valid 57 0,5142 0,293 Valid 23 0,3065 0,293 Valid 58 0,6416 0,293 Valid 24 0,7295 0,293 Valid 59 0,4021 0,293 Valid 25 0,4150 0,293 Valid 60 0,5117 0,293 Valid 26 0,4506 0,293 Valid 61 0,3900 0,293 Valid 27 0,3908 0,293 Valid 62 0,3604 0,293 Valid 28 0,6028 0,293 Valid 63 0,5242 0,293 Valid 29 0,6025 0,293 Valid 64 0,5403 0,293 Valid 30 0,3737 0,293 Valid 65 0,6447 0,293 Valid 31 0,4486 0,293 Valid 66 0,7050 0,293 Valid 32 0,4819 0,293 Valid 67 0,7447 0,293 Valid 33 0,8522 0,293 Valid 68 0,5655 0,293 Valid 34 0,6147 0,293 Valid 69 0,5205 0,293 Valid 35 0,4150 0,293 Valid 70 0,6419 0,293 Valid


(73)

2. Pengujian Reliabilitas Kuesioner

Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila alat ukur digunakan berulangkali (Husein Umar, 2003:72). Pengujian reliabilitas didasarkan pada perhitunga n koefisien alpha (α) dari Cronbach (Husein Umar, 2003:90) yaitu sebagai berikut:

11

r =

      −      

2

2 1 1 t b k k σ σ Keterangan: 11

r = reliabilitas instrumen k = banyak butir pertanyaan

2

t

σ = varian total

2

b

σ = jumlah varian butir

Nilai varian butir dapat dicari berdasarkan rumus sebagai berikut (Husein Umar, 2003:91):

2

σ =

(

)

n n

X X

∑ ∑

2 2

Keterangan :

n = jumlah responden

X = nilai skor yang dipilih ( total nilai dari nomor-nomor butir pertanyaan)

Dengan taraf signifikan sebesar ( α ) = 5%, jika nilai rhitung lebih besar dari

pada rtabel, maka butir soal tersebut dapat dikatakan reliabel, begitu juga

sebaliknya jika rhitung lebih kecil dari rtabel maka soal tersebut tidak reliabel.

Perhitungan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS 11.5 for windows. Dari hasil pengujian instrumen


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)