Suatu Kajian Tentang Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin

(1)

SUATU KAJIAN TENTANG PENGAWETAN IKAN

MENGGUNAKAN LARUTAN GARAM DINGIN

SKRIPSI

Oleh:

KORNEL LUMBANTORUAN

040305010 / THP

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008


(2)

SUATU KAJIAN TENTANG PENGAWETAN IKAN

MENGGUNAKAN LARUTAN GARAM DINGIN

SKRIPSI

Oleh:

KORNEL LUMBANTORUAN

040305010 / THP

Skrpsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2008


(3)

Judul Skripsi : Suatu Kajian Tentang Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin

Nama : Kornel lumbantoruan

NIM : 040305010

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Terip Karo-Karo, MS. Ir. Lasma Nora Limbong

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ir. Saipul Bahri Daulay, M. Si.


(4)

ABSTRACT

A Study on the Preservation of Fish Using Cold Brine

The aim of this research was to test the effect of Preservation fish using cold brine to fresh fish quality. The Research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors that were cooling temperature ( 00C, -50C, -100C) and storage time (0 , 4 , 8, 12, 16 days). Parameter analyzed were water content, protein content, volatile reducing substance and organoleptic value of colour, aroma, taste and texture. The cooling temperature had higly significant effect on water content, protein content, VRS, colour, aroma and taste, and had no significant effect on texture organoleptic value. The storage time had higly significant effect on water content, protein content, VRS, colour, aroma, taste and texture organoleptic value. The Interaction of cooling temperature and storage time had higly significant effect on water content, protein content and VRS, and had no significant effect on colour, aroma, taste and texture organoleptic value. Cooling temperature of -100C and storage time of 16 days produced the best quality

of the fresh fish.


(5)

ABSTRAK

Suatu Kajian Tentang Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengawetan menggunakan larutan garam dingin terhadap mutu ikan segar. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua factor yaitu suhu pendinginan (00C,

-50C, -100C ) dan lama penyimpanan ( 0, 4 , 8 , 12, 16 hari). Parameter yang diamati yaitu kadar air, kadar protein, volatile reducing substance (VRS), nilai organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur. Suhu pendinginan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, VRS, nilai organoleptik warna aroma dan rasa, dan berpengaruh tidak nyata terhadap nilai organoleptik tekstur. Lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, VRS, nilai organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur. Interaksi antara suhu pendinginan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein dan VRS, dan berpengaruh tidak nyata terhadap nilai organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur. Suhu pendinginan -100C dan lama penyimpanan 16 hari menghasilkan mutu

ikan segar yang paling baik.


(6)

RINGKASAN

KORNEL LUMBANTORUAN, Suatu Kajian Tentang Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin yang dibimbing oleh Ir. Terip Karo-Karo, MS. dan Ir. Lasma Nora Limbong.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengawetan menggunakan larutan garam dingin terhadap mutu ikan segar. Metode ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor dan dua ulangan, dimana faktor I adalah suhu pendinginan (T) dengan 3 taraf, yaitu T1 = 00C, T2 = -50C dan

T3 adalah -100C. Faktor II yaitu lama penyimpanan (M) dengan 5 taraf yaitu 0 hari,

4 hari, 8 hari, 12 hari dan 16 hari.

Pengamatan dan pengumpulan data meliputi : kadar air, kadar protein, VRS, Nilai Organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur.

Dari hasil analisa data secara statistik dapat disimpulkan sebagai berikut

Kadar Air (%)

Suhu pendinginan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air. Kadar air tertinggi pada perlakuan T1 (00C), yaitu sebesar 66.71% dan

terendah pada perlakuan T3(-100C) Yaitu sebesar 53.38%.

Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (0 Hari), yaitu sebesar


(7)

Interaksi suhu pendinginan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air. Kadar air tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan T1M0

(00C dan 0 hari), T

2M0(-50C dan 0 hari) dan T3M0(-100C dan 0 hari) yaitu sebesar

73.00% dan terendah terdapat pada perlakuan T3M4(-100C dan 16 hari), yaitu sebesar

44.00%.

Kadar Protein (%)

Suhu pendinginan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein. Kadar protein tertinggi pada perlakuan T3 (-100C), yaitu sebesar

18,83% dan terendah pada perlakuan T1(00C) Yaitu sebesar 15.84%.

Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar protein. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (0 hari), yaitu

sebesar 21,30 % dan terendah terdapat pada perlakuan M4 (16 hari), yaitu sebesar

15.51%.

Interaksi suhu pendinginan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar protein. Kadar protein tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan T1M0(00C dan 0 hari), T2M0(-50C dan 0 hari), T3M0(-100C dan

0 hari)yaitu sebesar 21.30% dan terendah terdapat pada perlakuan T1M4 (00C dan

16 hari) sebesar 13.85%.

VRS (mgrek)

Suhu pendinginan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap VRS. VRS tertinggi terdapat pada perlakuan T1(00C) , yaitu sebesar 86.1 mgrek dan


(8)

Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap VRS. VRS tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (0 hari), yaitu sebesar 99.33 mgrek

dan terendah pada perlakuan M4(16 hari) sebesar 62.00 mgrek.

Interaksi suhu pendinginan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap VRS. VRS ikan yang tertinggi yaitu pada kombinasi perlakuan T1M4 (00C dan 16 hari), yaitu sebesar 109 mgrek dan terendah terdapat pada

kombinasi perlakuan T1M0(00C dan 0 hari), T2M0(-50C dan 0 hari) dan T3M0(-100C

dan 0 hari) yaitu sebesar 62.00 mgrek.

Nilai Organoleptik Warna (Skor)

Suhu pendinginan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik warna. Nilai organoleptik warna tertinggi pada perlakuan T3

(-100C), yaitu sebesar 3.63 dan terendah pada perlakuan T

1(00C), yaitu sebesar 3.52.

Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik warna. Nilai organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (0 hari), yaitu sebesar 3.80 dan terendah pada perlakuan M4 (16 hari) yaitu

sebesar 3.43.

Interaksi suhu pendinginan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai organoleptik warna sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.


(9)

Nilai Organoleptik Aroma (Skor)

Suhu pendinginan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik aroma. Nilai organoleptik aroma tertinggi pada perlakuan T3 (-100C), yaitu sebesar 3.67 dan terendah pada perlakuan T1 (00C) Yaitu

sebesar 3.59.

Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik aroma. Nilai organoleptik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (0 hari), yaitu sebesar 3.90 dan terendah pada perlakuan M4 (16 hari) yaitu

sebesar 3.50.

Interaksi suhu pendinginan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai organoleptik aroma sehingga uji LSR tidak dilanjutkan..

Nilai Organoleptik Rasa (Skor)

Suhu pendinginan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik rasa. Nilai organoleptik rasa yang tertinggi terdapat pada perlakuan T3 (-100C), yaitu sebesar 3.72 dan terendah pada perlakuan T2 (00C), yaitu sebesar

3.57.

Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik rasa.. Nilai organoleptik rasa yang tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (0 hari), yaitu sebesar 3.85 dan terendah pada perlakuan M4(16 hari)


(10)

Interaksi suhu pendinginan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai organoleptik rasa sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Nilai Organoleptik Tekstur (Skor)

Suhu pendinginan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai organoleptik tektur sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap nilai organoleptik tekstur. Nilai organoleptik tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan M0(0 hari), yaitu sebesar 3.85 dan terendah pada perlakuan M4(16 hari) yaitu sebesar

3.48.

Interaksi suhu pendinginan dengan lama penyimpanan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap nilai organoleptik Tekstur sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.


(11)

RIWAYAT HIDUP

KORNEL LUMBANTORUAN dilahirkan di Medan pada tanggal 16 Juli 1986. Anak pertama dari Ayahanda Hotman Lumbantoruan dan Ibunda Doharta Panggabean. Penulis merupakan anak pertama dari satu bersaudara.

Tahun 1992 penulis lulus dari TK Kutilang Serdang Medan, 1998 lulus dari SD Methodist 7 medan, tahun 2001 lulus dari SMP Putri Cahaya Medan dan pada tahun 2004 lulus dari SMU Negeri 17 medan. Pada tahun 2004 lulus seleksi masuk perguruan tinggi USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Teknologi Hasil Pertanian Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti kuliah penulis aktif menjadi pengurus IMTHP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian) dari tahun 2005-2008 dan GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) dari tahun 2006-2008 di fakultas Pertanian. Pada bulan Juli 2007 penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pabrik Kacang Asin Pak Tani Tanjung Anom Medan.


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul Suatu Kajian Tentang Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin .

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Terip Karo-Karo, M.S. selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Lasma Nora Limbong selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi ini. Dan juga kepada staf pengajar fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, khususnya di program studi Teknologi Hasil Pertanian yang telah membekali pengetahuan selama penulis mengikuti proses perkuliahan.

Akhirnya terima kasih tak terhingga kepada orang tuaku tercinta Ayahanda Hotman Lumbantoruan dan Ibunda Doharta Panggabean atas kasih sayangnya, bantuan dan dorongan, serta doa yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di THP FP USU Medan. Dan juga kepada teman-teman di THP stambuk 2004 terima kasih penulis ucapkan atas kebersamaan, dukungan dan semangat yang diberikan.

Akhir kata penulis mengucapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Medan, Juli 2008 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK... i

RINGKASAN... ii

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 3

Kegunaan penelitian... 3

Hipotesa penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Ikan ... 5

Komposisi Kimia Ikan ... 6

Kualitas Ikan Segar... 9

Kerusakan Ikan... 10

Manfaat Ikan... 11

Jenis-Jenis Pengawetan Ikan... 12

Larutan Garam Dingin... 15

Perubahan Selama Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin... 16

Proses Pengawetan Ikan Menggunkan Larutan Garam Dingin... 18

Penelitian Sebelumnya... 18

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian... 20

Bahan Penelitian... 20

Reagensia... 20

Alat Penelitian ... 21


(14)

Model Rancangan ... 22

Parameter yang Diamati Penentuan Kadar Air ... 24

Penentuan Kadar Protein ... 25

Penentuan Kadar VRS (Volatile Reducing Substance) ... 25

Penentuan Nilai Organoleptik (Warna, Aroma, Rasa dan Tekstur) ... 26

Skema Penelitian... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Parameter yang Diamati... 29

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati... 30

Kadar Air (%) Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Kadar Air (%) ... 31

Pengaruh Lama Penyimpanan tehadap Kadar Air (%)... 33

Pengaruh Interaksi antara Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%)... 35

Kadar Protein (%) Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Kadar Protein (%) ... 36

Pengaruh Lama Penyimpanan tehadap Kadar Protein (%)... 38

Pengaruh Interaksi antara Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Protein (%)... 40

VRS (%) Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap VRS ( mgrek)... 41

Pengaruh Lama Penyimpanan tehadap VRS (mgrek) ... 43

Pengaruh Interaksi antara Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap VRS (mgrek) ... 45

Nilai Organoleptik Warna ( Skor) Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Nilai Organoleptik Warna ( Skor) ... 46

Pengaruh Lama Penyimpanan tehadap Nilai Organoleptik Warna ( Skor) ... 48

Pengaruh Interaksi antara Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Organoleptik Warna ( Skor) ... 49

Nilai Organoleptik Aroma ( Skor) Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Nilai Organoleptik Aroma ( Skor) ... 50

Pengaruh Lama Penyimpanan tehadap Nilai Organoleptik Aroma ( Skor) ... 51

Pengaruh Interaksi antara Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Organoleptik Aroma ( Skor) ... 53

Nilai Organoleptik Rasa ( Skor) Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Nilai Organoleptik Rasa ( Skor) ... 53


(15)

Pengaruh Lama Penyimpanan tehadap Nilai

Organoleptik Rasa ( Skor) ... 55

Pengaruh Interaksi antara Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Organoleptik Rasa ( Skor) ... 57

Nilai Organoleptik Tekstur ( Skor) Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Nilai Organoleptik Tekstur ( Skor) ... 57

Pengaruh Lama Penyimpanan tehadap Nilai Organoleptik Tekstur ( Skor) ... 58

Pengaruh Interaksi antara Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Nilai Organoleptik Tekstur ( Skor) ... 59

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 60

Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA... 62


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Komposisi Ikan kembung dalam 100 gram Bahan ... 8

2. Skala Uji Hedonik Nilai Organoleptik Warna ... 26

3. Skala Uji Hedonik Nilai Organoleptik Aroma... 26

4. Skala Uji Hedonik Nilai Organoleptik Rasa ... 27

5. Skala Uji Hedonik Nilai Organoleptik Tekstur... 28

6. Hasil Analisis Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Parameter yang diamati... 29

7. Hasil Analisis Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati ... 30

8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Kadar Air (%)... 32

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%)... 33

10. Uji LSR Efek Utama Interaksi Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%)... 35

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Kadar Protein (%) ... 37

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Protein (%) ... 40

13. Uji LSR Efek Utama Interaksi Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Protein (%) ... 38

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap VRS (mgrek) ... 41

15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap VRS (mgrek) ... 43


(17)

16. Uji LSR Efek Utama Interaksi Suhu Pendinginan dan Lama

Penyimpanan terhadap VRS (mgrek) ... 45 17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap

Nilai Organoleptik Warna ( Skor) ... 46 18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap

Nilai Organoleptik Warna ( Skor) ... 48 19. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap

Nilai Organoleptik Aroma ( Skor) ... 50 20. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap

Nilai Organoleptik Aroma ( Skor) ... 52 21. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap

Nilai Organoleptik Rasa ( Skor) ... 54 22. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap

Nilai Organoleptik Rasa ( Skor) ... 56 23. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1. Skema Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin ... 28 2. Grafik Hubungan antara Suhu Pendinginan terhadap Kadar Air... 33 3. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air ... 34 4. Grafik Hubungan antara Interaksi Suhu Pendinginan dan Lama

Penyimpanan terhadap Kadar Air ... 36 5. Grafik Hubungan antara Suhu Pendinginan terhadap Kadar Protein ... 38 6. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap Kadar Protein... 38 7. Grafik Hubungan antara Interaksi Suhu Pendinginan dan Lama

Penyimpanan terhadap Kadar Protein... 39 8. Grafik Hubungan antara Suhu Pendinginan terhadap VRS ... 42 9. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap VRS ... 44 10. Grafik Hubungan Interaksi antara Suhu Pendinginan dan Lama

Penyimpanan terhadap VRS ... 46 11. Grafik Hubungan antara Suhu Pendinginan terhadap

Nilai Organoleptik Warna... 47 12. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap

Nilai Organoleptik Warna... 49 13. Grafik Hubungan antara Suhu Pendinginan terhadap

Nilai Organoleptik Aroma... 51 14. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap

Nilai Organoleptik Aroma... 53 15. Grafik Hubungan antara Suhu Pendinginan terhadap


(19)

16. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap

Nilai Organoleptik Rasa... 57 17. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap Nilai


(20)

ABSTRACT

A Study on the Preservation of Fish Using Cold Brine

The aim of this research was to test the effect of Preservation fish using cold brine to fresh fish quality. The Research had been performed using factorial completely randomized design (CRD) with two factors that were cooling temperature ( 00C, -50C, -100C) and storage time (0 , 4 , 8, 12, 16 days). Parameter analyzed were water content, protein content, volatile reducing substance and organoleptic value of colour, aroma, taste and texture. The cooling temperature had higly significant effect on water content, protein content, VRS, colour, aroma and taste, and had no significant effect on texture organoleptic value. The storage time had higly significant effect on water content, protein content, VRS, colour, aroma, taste and texture organoleptic value. The Interaction of cooling temperature and storage time had higly significant effect on water content, protein content and VRS, and had no significant effect on colour, aroma, taste and texture organoleptic value. Cooling temperature of -100C and storage time of 16 days produced the best quality

of the fresh fish.


(21)

ABSTRAK

Suatu Kajian Tentang Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengawetan menggunakan larutan garam dingin terhadap mutu ikan segar. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua factor yaitu suhu pendinginan (00C,

-50C, -100C ) dan lama penyimpanan ( 0, 4 , 8 , 12, 16 hari). Parameter yang diamati yaitu kadar air, kadar protein, volatile reducing substance (VRS), nilai organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur. Suhu pendinginan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, VRS, nilai organoleptik warna aroma dan rasa, dan berpengaruh tidak nyata terhadap nilai organoleptik tekstur. Lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein, VRS, nilai organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur. Interaksi antara suhu pendinginan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar protein dan VRS, dan berpengaruh tidak nyata terhadap nilai organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur. Suhu pendinginan -100C dan lama penyimpanan 16 hari menghasilkan mutu

ikan segar yang paling baik.


(22)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang mempunyai wilayah perairan laut yang menghasilkan ikan dan hasil laut lainnya yang terluas dibandingkan negara Asean lainnya. Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 5,12 juta ton per tahun atau sekitar 80 persen dari potensi lestari. Produksi perikanan yang sangat besar tersebut, tidak diimbangi dengan konsumsi yang tinggi dari masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia kurang meminati hasil perikanan laut dan lebih menyukai produksi daging, serta apabila ikan dipasarkan di pasar lokal harganya relatif mahal, sehingga tidak terjangkau bagi kebanyakan konsumen dari masyarakat Indonesia.

Ikan merupakan salah satu hasil perairan yang sangat dibutuhkan manusia karena banyak mengandung protein. Protein ikan sangat diperlukan oleh manusia selain karena lebih mudah dicerna juga mengandung asam amino dengan struktur yang hampir sama dengan asam amino dalam tubuh manusia. Dengan kandungan protein dan air yang cukup tinggi, ikan termasuk komoditi yang mudah rusak dan busuk. Setelah dipanen, setiap spesies ikan mengalami penurunan mutu biologi, fisik, kesegaran dan nilai gizi dari ikan. Ikan mempunyai kandungan lemak yang rendah, sehingga ikan sering digunakan sebagai pengganti daging yang umumnya mengandung kolestterol dalam jumlah banyak (Soeseno, 1982).


(23)

Salah satu penyebab dari kerusakan ikan adalah tingginya pH akhir daging ikan yaitu pada pH 6,4 6,6, disebabkan karena rendahnya cadangan glikogen dalam daging ikan. Ikan sulit ditangkap dalam jumlah besar tanpa pergulatan yang selanjutnya menyebabkan turunnya cadangan glikogen. Namun, ikan tidak akan mengalami kerusakan karena bakteri, sampai ikan tersebut mati (Soesono,1982).

Penanganan ikan setelah penangkapan atau pemanenan memegang peranan penting untuk memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Salah satu faktor yang menentukan nilai jual ikan dan hasil perikanan yang lain adalah tingkat kesegarannya. Ikan dikatakan mempunyai kesegaran yang maksimal apabila sifat-sifatnya masih sama dengan ikan hidup, baik rupa, bau, cita rasa, maupun teksturnya. Apabila penanganan ikan kurang baik maka mutu dan kualitasnya akan menurun. Kesegaran ikan tidak dapat ditingkatkan, tetapi hanya dapat dipertahankan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi saat ikan tersebut mati (Junianto, 2003).

Pada umumnya pengawetan ikan biasanya dilakukan pedagang di pasar serta yang dilakukan masyarakat yaitu menyimpan ikan di dalam kulkas atau dengan menggunakan es yang dapat menurunkan suhu tubuh ikan sehingga ikan dapat dalam keadaan awet. Pengawetan ikan dengan cara disimpan di dalam lemari pendingin atau dengan menggunakan es hanya dapat mempertahankan kesegaran ikan selama 2-5 hari, sehingga kerusakan fisik lebih besar karena ikan mendapat tekanan dari ikan yang ada di atasnya atau dari es sebagaimana halnya jika menggunakan media es. Apabila dalam waktu 2-5 hari, pedagang tidak mampu menjual ikan sampai habis,


(24)

mengalami kebusukan, akibatnya banyak ikan yang terbuang sehingga pedagang ikan akan mengalami kerugian akibat pembusukan ikan tersebut.

Salah satu metode pengawetan ikan yang lebih ekonomis dan dapat mempertahankan kesegaran ikan lebih lama yaitu pengawetan ikan menggunakan Larutan garam dingin. Pengawetan ini dapat mempertahankan kesegaran ikan sampai 2 minggu, namun penanganan dan sanitasi ikan yang diawetkan harus baik serta larutan garam dingin yang digunakan harus bersih dan tidak tercemar. Pengawetan ikan tidak menggangu kesehatan karena tidak menggunakan zat berbahaya seperti formalin. Dengan pengawetan ini, kerusakan fisik seperti luka atau lecet dan pudarnya warna kulit dapat dihindari serta ikan akan berada dalam keadaan rigormortis selama pengolahan sehingga dapat mempercepat pemotongan dan penyiangan. Hal inilah yang mendorong penulis melaksanakan penelitian mengenai

Suatu Kajian Tentang Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin .

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pengawetan ikan menggunakan larutan garam dingin terhadap mutu ikan segar.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(25)

Hipotesis Penelitian

- Diduga ada pengaruh suhu pendinginan terhadap pengawetan ikan menggunakan larutan garam dingin.

- Diduga ada pengaruh lama penyimpanan ikan terhadap pengawetan ikan menggunakan larutan garam dingin.

- Diduga ada pengaruh interaksi antara suhu pendinginan dengan lama penyimpanan ikan terhadap pengawetan ikan menggunakan larutan garam dingin.


(26)

TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Ikan

Sistematika dari ikan kembung adalah :

Phylum : Chordata

Sub phylum : Tunicata (Urochordata)

Class : Osteichthyes

Sub class : Sarcopterygii

Ordo : Perciformes

Sub ordo : Scombroidei

Family : Scombridae

Genus : Scomber

Species :Scomber kanangurta (Anonimus, 1982).

Ikan kembung termasuk ikan benthopelagik, yang kadang-kadang hidup bentik (hidup di dasar daerah tepian landasan benua bawah air, antara jurang continental shelf dan tepi pantai) dan kadang-kadang hidup dekat permukaan laut bergantung kepada musim. Ikan ini seringkali berkumpul bergerombolan dan banyak sekali ke muncul permukaan pada musim tertentu, hingga mudah ditangkap secara besar-besaran dengan purse seine (Soeseno, 1982).

Setiap sel jaringan tubuh ikan mengandung enzim yang bertindak sebagai katalisator dalam pembangunan dan penguraian kembali setiap senyawa dan zat yang merupakan komponen kimia ikan. Pada ikan yang masih hidup, kerja enzim selalu


(27)

terkontrol sehingga aktivitasnya menguntungkan bagi ikan itu sendiri. Setelah ikan mati, enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif. Namun, sistem kerja enzim menjadi tidak terkontrol karena organ pengontrol ikan tidak berfungsi lagi (Afrianto dan Liviawaty., 1991).

Ikan cepat menjadi busuk dan rusak apabila dibiarkan begitu saja di udara terbuka (kira-kira 5-8 jam setelah ikan tertangkap). Hal ini disebabkan karena semua proses pembusukan memerlukan air, sementara 80% tubuh ikan terdiri dari air. Dengan penyusutan/habisnya kadar air, bakteri pembusuk tidak akan aktif lagi. Batas kadar air yang diperlukan yaitu 30% sampai 40% supaya perkembangan bakteri pembusuk dapat terhambat sehingga ikan dapat dipertahankan agar tetap dalam keadaan awet (Moeljanto, 1982).

Pada keadaan cukup makanan, ikan akan mengkonsumsi makanan hingga memenuhi kebutuhan energinya. Kebutuhan energi ini dipengaruhi oleh stadium dalam siklus hidupnya, musim dan faktor lingkungan lain. Ikan muda yang sedang tumbuh lebih banyak menggunakan energi persatuan berat badannya dibandingkan dengan ikan dewasa, karena energi yang dibutuhkan tidak saja untuk aktivitas dan pemeliharaan tetapi juga untuk pertumbuhan (Fujaya, 2004).

Komposisi Kimia Ikan

Lemak pada ikan terdiri dari 95% trigliserida dan asam-asam lemak penyusunnya berantai lurus. Kandungan lemak daging merah ikan lebih tinggi dibandingkan dengan daging putih ikan. Lemak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh. Jenis asam lemak tidak jenuh yang paling banyak terdapat yaitu linoleat,


(28)

linolenat dan arachidonat. Ketiga asam lemak tidak jenuh merupakan asam lemak essensial. Omega-3 yang diyakini dapat mencegah penyakit jantung koroner, pada dasarnya berasal dari sintesis asam lemak linolenat dan linoleat (Junianto, 2003).

Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia. Kandungan protein ikan relatif besar, yaitu antara 15-25% untuk 100 g daging ikan. Selain itu, protein ikan terdiri dari asam-asam amino yang hampir semuanya diperlukan oleh tubuh manusia. Protein ikan banyak mengandung asam amino essensial. Kandungan asam amino dalam daging ikan sangat bervariasi, tergantung pada jenis ikan. Pada umumnya, kandungan asam amino dalam daging ikan kaya akan lisin, tetapi kurang dalam kandungan triptofan (Junianto, 2003).

Jumlah protein yang larut dalam air kira-kira 20-25% dari kandungan protein ikan. Golongan protein ini banyak mengandung asam amino fenil alanin, lebih stabil terhadap suhu rendah, maupun proses-proses dehidrasi daripada golongan protein lainnya. Apabila dalam keadaan suhu pendinginan konsentrasinya akan tetap stabil sehingga tidak mudah rusak dan protein dalam tubuh ikan akan tetap tinggi. Protein pada tubuh ikan sangat mudah sekali mengalami pembusukan serta ikan sangat mudah mengalami denaturasi (kerusakan) protein yang terjadi karena daging ikan yang mempunyai sedikit tenunan pengikat (tendon) (Soewedo, 1983).

Ikan kembung juga mengandung sumber zat gizi mineral dan vitamin. Jumlah mineral pada daging hanya sedikit. Garam-garam mineral yang terdapat pada daging ikan ini terutama adalah garam fosfat yang merupakan komponen terikat pada adenosin trifosfat (ATP) yang merupakan senyawa-senyawa yang berperan dalam


(29)

proses glikolisis. Selain itu ikan kembung juga dipandang sebagai sumber kalsium, besi, tembaga dan yodium. Vitamin yang terdapat pada ikan terbagi menjadi dua bagian yaitu vitamin B kompleks dan vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, dan E (Anonimous, 2003).

Komposisi dari ikan kembung segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Ikan Kembung dalam 100g Bahan.S

Komponen Jumlah

Kalori : 103 kal

Protein : 22,0g

Lemak : 1,0g

Karbohidrat : 0g

Kalsium : 20 mg

Fosfor : 200 mg

Besi : 1,0 mg Vitamin A : 30 SI

Vitamin B1 : 0,05 mg

Vitamin C : 0 mg

Air : 76,0 g

b.d.d : 80 % VRS (Volatile Reducing Substance) : 54 mgrek


(30)

Ikan mengandung lemak sekitar 1-20%. Kandungan lemak yang dimiliki oleh ikan 1-20% tersebut, mudah dicerna serta langsung dapat digunakan oleh jaringan tubuh. Kandungan lemaknya sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan dapat menurunkan kolestrol darah. Lemak merupakan salah satu unsur besar dalam ikan selain protein, vitamin dan mineral. Kandungan lemak daging merah ikan lebih tinggi dibandingkan dengan daging putih ikan (Anonimous, 2003).

Kualitas Ikan Segar

Ikan kembung segar mempunyai ciri-ciri yaitu pupil mata hitam dengan kornea jernih, warna merah cemerlang tanpa adanya lendir, tekstur ikan yang elastis dan apabila ditekan tetap dalam keadaan padat, keadaan perut tidak pecah dan jika ikan dibelah daging melekat kuat pada tulang terutama rusuknya. Selaput lendir di permukaan tubuh tipis, encer, bening, mengkilap cerah, tidak lengket, berbau sedikit amis, dan tidak berbau busuk (Soeseno, 1982).

Ikan yang masih segar memiliki penampilan yang menarik dan mendekati kondisi ikan baru mati. Ikan tampak cemerlang, mengkilap sesuai jenisnya. Permukaan tubuh tidak berlendir, atau berlendir tipis dengan lendir bening dan encer. Sisik tidak mudah lepas, perut padat dan utuh, sedangkan lubang anus tertutup. Mata ikan cembung, cerah dan putih jernih, tidak berdarah dengan pupil hitam. Ikan masih lentur atau kaku dengan tekstur daging kenyal, lentur, dan jika ditekan cepat pulih. (Buckle,et al., 1987).


(31)

1. Penampilan dan bentuknya. Ikan kembung segar memiliki penampilan yang bagus, bersih tidak terkelupas kulitnya, tidak terpotong-potong. Apabila ditekan dengan jari kulitnya tidak mudah terkelupas.

2. Aromanya. Ikan kembung segar tidak memiliki aroma selain bau khusus yang biasa tercium dari ikan.

3. Daging. Tubuh ikan kembung segar saling terikat satu sama lain, kulitnya melekat erat dengan daging dan daging dengan tulang.

4. Warna insang. Ikan kembung segar memiliki insang merah terang, bersih, dan memiliki bau wajar.

5. Sinar pada kedua matanya. Ikan kembung segar memiliki dua mata yang bercahaya, sedangkan yang sudah lama kedua matanya cekung dan layu.

6. Tenggelam dalam air. Ikan kembung segar tenggelam di dalam air. 7. Protein tinggi. Ikan kembung segar memiliki kadar protein yang tinggi. (Anonimus, 1982).

Kerusakan Ikan

Ikan yang disimpan terlalu lama akan menyebabkan terjadinya degradasi pada komponen penyusun daging ikan yang menyebabkan terlepasnya ikatan air. Daging ikan akan kehilangan daya ikat airnya sehingga kadar air dalam tubuh ikan akan semakin menurun. Air terikat terdapat bersama-sama dengan protein. Air terikat baru dapat dibekukan dibawah 00C. Keaktifan mikroba memerlukan aktifitas air tertentu


(32)

Pada umumnya kerusakan warna ikan terjadi karena pada senyawa-senyawa pigmen yang ada pada ikan misalnya hemoglobin dan mioglobin yang disebabkan karena proses oksidasi. Warna cokelat atau abu-abu disebabkan karena mioglobin berubah menjadi metmioglobin dan methemoglobin. Zat warna mioglobin dapat memberi warna merah pada darah (Soewedo, 1983).

Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon), sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis (enzim yang terdapat pada ikan) dan proses pembusukan pada daging ikan lebih cepat dibandingkan dengan pembusukan pada produk ternak atau hewan lain. Hasil pencernaan tersebut menyebabkan daging ikan menjadi sangat lunak sehingga merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme. Biasanya, pada tubuh ikan yang telah mengalami proses pembusukan terjadi perubahan, seperti timbulnya bau busuk, daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh pada bagian luar (Moeljanto, 1982).

Pada daging ikan menurunnya kadar protein ikan sejalan dengan menurunnya kadar lemak ikan sebagai akibat dari degradasi lemak dan protein yang mengakibatkan bau tengik dan citarasa yang tidak enak. Ketengikan berlangsung oleh adanya kegiatan bakteri dalam daging ikan. kerusakan oksidasi lemak dan protein dapat menyebabkan perubahan citarasa. Kerusakan akibat oksidasi lemak dan protein terdiri dari 2 tahap yaitu tahap pertama disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen kemudian tahap kedua yaitu proses oksidasi dan non oksidasi (Tranggono dan Sutardi, 1990) .


(33)

Manfaat Ikan

Ikan mengandung banyak mineral diantaranya magnesium, phospor, iodium, fluor, zat besi, copper, zinc dan selenium. Ikan dari laut banyak mengandung iodium yang berguna untuk mencegah penyakit gondok dan I.Q rendah bagi anak. Selenium merupakan mineral yang terdapat dalam ikan dan dalam tubuh kita bekerjasama dengan viatamin E sebagai zat antioksidan untuk memperlambat oksidasi asam lemak tak jenuh. Selain itu, selenium bersama vitamin E juga akan mempertahankan elastisitas jaringan dan apabila selenium kurang dalam tubuh maka akan terjadi premature aging, yaitu suatu keadaan dimana seseorang nampak lebih tua dari umurnya. Ikan juga mengandung banyak fluor, anak-anak yang mendapat cukup flour di dalam makanannya, giginya akan lebih sehat dan lebih kuat (Anonimous, 2006).

Ikan kembung mengandung asam lemak omega-3 yang sangat baik untuk kesehatan. Asam lemak omega-3 dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan mencegah penyakit asma, penyakit kulit, komplikasi diabetes dan kanker payudara. Bahkan pertumbuhan sel otak manusia sangat tergantung pada kadar omega-3 secara cukup sejak bayi dalam kandungan sampai balita. Apabila pada masa tersebut cukup tersedia omega-3 maka anak tersebut akan tumbuh dengan potensi kecerdasan maksimal (Anonimous, 2004).

Ikan sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit pada bagian kardiovaskular, karena minyak ikan kaya akan asam lemak Omega-3 yang membantu membersihkan racun di jantung dan tubuh dengan meningkatkan proses antikoagulasi (anti penggumpalan) darah. Caranya, dengan mengurangi penggumpalan abnormal yang


(34)

terjadi yang dapat memblokade pembuluh darah arteri dan mengeraskan dinding pembuluh darah, yang biasa disebut dengan arteriosckerosis (Soeseno, 1982).

Jenis-Jenis Pengawetan Ikan

Adapun jenis-jenis pengawetan ikan antara lain:

Pengawetan Ikan dengan Suhu Rendah

Pengawetan ikan dengan suhu rendah dapat dilakukan dengan pendinginan dan pembekuan. Pada dasarnya proses pendinginan maupun pembekuan ikan mempunyai prinsip yang sama yaitu mengurangi atau menghentikan aktivitas mikroorganisme penyebab pembusukan ikan. Perbedaan kedua proses tersebut terletak hanya pada suhu akhir yang digunakan. Suhu akhir yang digunakan dalam proses pendinginan adalah 00C, sedangkan pada proses pembekuan suhu akhir dapat

mencapai -420C. Ikan yang didinginkan atau dibekukan mempunyai daya awet yang

temporer artinya ikan tersebut akan tetap segar selama di simpan di tempat bersuhu rendah (Junianto, 2003).

Pada proses pendinginan ikan dengan menggunakan media pendingin, terjadi perpindahan panas dari tubuh ikan ke media pendingin sehingga suhu tubuh ikan akan menurun. Suhu tubuh ikan akan sama dengan suhu di media pendinginan. Jika suhu media pendinginan yang digunakan semakin rendah maka suhu tubuh ikan akan semakin rendah dan kadar air ikan akan semakin rendah (Afrianto dan Liviawaty).

Pengawetan Ikan dengan Penggaraman

Pengawetan ikan dengan penggaraman sebenarnya merupakan bentuk pengawetan kuno yang masih banyak digunakan sampai sekarang. Adapun tujuan


(35)

utama dari penggaraman yaitu untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Proses penggaraman berfungsi menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat pada tubuh ikan. Garam menyerap cairan tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan bahkan akhirnya mematikan bakteri. Selain menyerap cairan tubuh ikan, garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga bakteri akan mengalami kekeringan dan akhirnya akan mati. Dengan matinya bakteri pembusuk maka ikan akan tetap dalam keadaan segar dan kerusakan pada ikan dapat dicegah (Desrosier, 1988).

Pengawetan Ikan dengan Pengasapan

Pada dasarnya, pengawetan ikan dengan pengasapan merupakan gabungan aktivitas penggaraman, pengeringan dan pengasapan. Adapun tujuan utama dari penggaraman yaitu membunuh bakteri dan meningkatkan daya awet ikan. Dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Sebenarnya asap yang berasal dari hasil pembakaran kayu terdiri dari uap dan partikel padatan yang berukuran sangat kecil. Ternyata yang dapat meningkatkan daya awet ikan dalam proses pengasapan bukan asap, melainkan unsur-unsur kimia yang terkandung dalam asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu (Buckle,et al., 1987).

Fermentasi Ikan


(36)

senyawa-lebih sederhana oleh enzim yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorganisme yang berlangsung dalam lingkungan yang terkontrol. Proses penguraian ini dapat berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama dari golongan jamur dan ragi. Enzim yang berperan dalam proses fermentasi terutama didominasi oleh enzim proteolisis yang mampu mengubah protein (Afrianto dan Liviawaty., 1991).

Pengeringan Ikan

Pengeringan ikan yang dilaksanakan pada temperatur ruang dan pengeringan ikan dengan menggunakan alat pengering buatan bertujuan menambah daya simpan ikan dengan mengurangi kadar air. Dalam proses pengeringan ikan, kadar air dikurangi dari 80% sampai kira-kira 10% dan mungkin memerlukan waktu sampai beberapa bulan. Di daerah beriklim dingin, ikan kering dapat bertahan selama beberapa tahun dimana pencegahan oleh terkendalinya pertumbuhan mikroorganisme dan kegiatan enzim oleh rendahnya kadar air (Purba dan Rusmarilin., 1985).

Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin

Pada saat ini telah banyak dikembangkan suatu cara pengawetan dengan menggunakan larutan garam dingin. Cara pengawetan ini dilakukan dengan mendinginkan air garam pada suatu alat pendingin kemudian dimasukkan ikan yang akan diawetkan. Garam tersebut berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh ikan dan berfungsi sebagai pengawet. Kesegaran ikan dapat dipertahankan lebih lama sehingga dapat diperoleh kualitas ikan yang baik (Junianto, 2003).


(37)

Larutan Garam Dingin

Larutan garam dingin merupakan media yang dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metoda yang bebas dari pengaruh racunnya. Dengan penurunan suhu dibawah 00C, pertumbuhan bakteri pembusuk

akan terganggu, sehingga bahan yang dimasukkan ke dalam larutan garam dingin akan tetap awet dan tahan lama. Larutan garam dingin yang digunakan harus benar-benar dalam keadaan bersih dan tidak tercemar agar kualitas pengawetan yang dihasilkan lebih maksimal (Anonimous, 2007).

Larutan garam dingin merupakan media pendingin yang mempunyai suhu pendingin yang lebih rendah daripada suhu pendingin dengan media pendingin es saja. Larutan garam dingin dapat menurunkan titik lebur es sehingga es menjadi lambat melebur. Dengan demikian, panas yang diserap dapat menjadi lebih besar. Pada penanganan ikan dengan menggunakan larutan garam dingin, perbandingan ikan dengan larutan garam dingin berkisar 1: 3 sampai 1 : 4. Es yang ditambahkan harus dapat menurunkan suhu dibawah -10C dan juga dapat mempertahankan suhu tersebut

selama penyimpanan (Junianto, 2003).

Perubahan Selama Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin

Adapun perubahan selama pengawetan ikan menggunakan air laut/garam dingin antara lain:

Perubahan Biokimiawi


(38)

enzim juga terjadi pada pengawetan ikan dengan menggunakan larutan garam dingin. Di antara enzim yang mengakibatkan perubahan oksidatif itu adalah oksidase sitokrom, suatu katalisator yang kuat di dalam jaringan ikan. Enzim tersebut diaktifkan oleh garam dan sebagian bertanggungjawab atas meningkatnya laju oksidasi ikan yang didinginkan dalam air garam (Syarief dan Irawaty., 1988).

Perubahan Mikrobiologis

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada ikan antara lain jenis media, makanan, oksigen. pH dan suhu. Salah satu faktor penting adalah suhu mencapai 00 dan lebih rendah dari -50C mampu menghambat pertumbuhan bakteri

sehingga ikan dapat menjadi awet. Pada proses pengawetan ikan dengan menggunakan larutan garam dingin, dapat mengurangi jumlah bakteri sampai dengan 90%. Yang pasti perlu diketahui bahwa bakteri tidak seluruhnya terbunuh pada tubuh ikan selama pengawetan dengan larutan garam dingin. Masalah sanitasi dan higiene merupakan hal pokok yang perlu diperhatikan untuk mengurangi jumlah bakteri pada pengawetan ikan dengan larutan garam dingin. Sanitasi yang baik akan mencegah masuknya bakteri pembusuk ke dalam ikan

(Anonimous, 2007).

Perubahan Fisik

Ikan yang diawetkan dengan menggunakan larutan garam dingin mempunyai tekanan uap air yang jauh lebih besar daripada udara di sekitarnya. Akibatnya, uap air akan cenderung menguap ke permukaan ikan. Selama proses pengawetan, panas dikeluarkan dari ikan, artinya suhu ikan tersebut akan turun di bawah 00C. Larutan


(39)

garam dingin akan menurunkan kadar air dalam daging ikan, sehingga ikan akan tetap dalam keadaan awet dan tidak mudah rusak. Dalam hal ini, konsentrasi garam yang lebih tinggi akan menarik keluar air dari dalam tubuh ikan (Ilyas, 1993).

Proses Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin

Proses pengawetan ikan menggunakan larutan garam dingin dapat melalui dua fase yaitu :

1. Pada fase pertama terjadi penurunan suhu wadah penyimpanan yang segera diikuti dengan penurunan suhu tubuh ikan. Pada fase ini, pembentukan kristal es garam akan berlangsung sangat cepat dan dimulai dari tubuh ikan bagian luar hingga bagian dalam.

2. Pada fase kedua, terjadi penurunan suhu lebih lanjut. Garam akan menyerap kandungan air pada ikan. Pada proses ini terjadi penyerapan panas dan pengeringan kadar air oleh ikan. Proses pendinginan pada fase ini sangat lama sampai suhu penyimpanan yang diinginkan tercapai.

(Anonimous, 2008).

Pada prinsipnya, pengawetan ikan dengan larutan garam dingin menggunakan alat pendingin yang bekerja secara mekanik (refregerated brine). Cara refrigerasi air garam ini yaitu larutan garam disimpan dalam suatu wadah pipa-pipa evaporator dan mesin refrigator (freezer). Dari permukaan pipa evaporator inilah panas dalam larutan garam yang disimpan freezer akan diserap oleh larutan garam yang lama-kelamaan akan menjadi dingin. Larutan garam dingin tersebut kemudian disirkulasikan atau


(40)

dipompakan ke wadah atau tangki lain yang siap digunakan untuk penyimpanan ikan (Junianto, 2003).

Penelitian Sebelumnya

Penurunan suhu ikan dengan menggunakan larutan garam dingin dilakukan dengan mencelupkan ikan ke dalam larutan garam dingin atau menyemprotkan larutan garam dingin di atas tumpukan ikan. Selain dalam bentuk garam, dapat juga digunakan media pendingin yang terbuat dari campuran garam kristal dan es batu. Campuran ini mempunyai titik beku jauh di bawah 00C, sehingga mampu

menurunkan suhu tubuh ikan dengan cepat dan efisien (Satiawihardjo, 1992).

Media pendingin es yang ditambah dengan garam telah diteliti dapat menyerap panas dari tubuh ikan lebih besar daripada media es saja. Kemampuan media pendingin es ditambah garam dalam mempercepat penurunan suhu ikan dan menghasilkan suhu akhir ikan yang rendah berdampak positif terhadap upaya mempertahankan kesegaran ikan. Rendahnya suhu dan kecepatan penurunan suhu ikan menghambat pertumbuhan mikroba yang menyebabkan terjadinya degradasi (kerusakan) oleh proses autolisis dan oksidasi pada ikan.

(Moeljanto, 1982).

Proses pendinginan ikan dengan menggunakan media pendingin, terjadi perpindahan panas ke media pendinginan sehingga suhu tubuh ikan akan menurun. Jika suhu pendinginan semakin rendah maka kadar air yang terserap pada ikan akan semakin tinggi. Dengan berkurangnya kadar air pada ikan maka aktivitas mikroba dalam tubuh ikan dapat dikurangi sehingga kebusukan ikan yang lebih cepat dapat


(41)

dicegah. Penyimpanan ikan yang baik dilakukan pada ruangan kedap udara sehingga bakteri sarkoplasma penyebab kebusukan ikan dapat ditekan laju pertumbuhannya (Afrianto dan Liviawaty., 1991).


(42)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April Mei 2008 di Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat penelitian

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ikan kembung yang dibeli di Tempat Penangkapan Ikan (TPI) Belawan. Adapun bahan tambahan yang digunakan adalah garam.

Reagensia

- Air (H20) - KI 20%

- K2SO4 - Aquadest

- H2SO425%

- NaOH 1N

- Indikator mengsel - Alkohol 96% - KMnO40,02N

- Asam sulfat - Na2S2O3 0,02N


(43)

Alat

- Boxpendingin -Piring - Karet

- Baskom - Timbangan

- Oven - Aluminium foil

- Beaker glass -Pisau

- Gelas Ukur - Talenan

- Biuret - Sendok

- Kjeldhal -Desikator

- Labu suling -Thermocontrol digital

- Erlenmeyer -Plastik

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yang terdiri dari :

Faktor I : Suhu pendinginan terhadap pengawetan ikan (T) yang terdiri dari 3 tahap, yaitu :

T1= 00C

T2= -50C

T3= -100C

Faktor II : Lama penyimpanan terhadap pengawetan ikan (M), yang terdiri dari 5 tahap, yaitu :


(44)

M0= 0 hari

M1= 4 hari

M2= 8 hari

M3= 12 hari

M4= 16 hari

Kombinasi perlakuan (Tc) = 3 x 5 = 15 dengan jumlah ulangan minimum perlakuan (n) adalah :

Tc (n-1) 15 15 (n-1) 15

15n 20 n 2

Untuk memperoleh ketelitian dilakukan ulangan sebanyak 2 kali. (Bangun, 1991).

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model :

ijk = +i +j + ()ij +ijk Dimana

ijk : Hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor M pada taraf ke-j dengan ulangan k.

 : Efek nilai tengah


(45)

j : Efek dari faktor M pada taraf ke-j

()ij : Efek interaksi faktor T pada taraf ke-i dan faktor M pada taraf ke-j

ijk : Efek galat dari faktor T pada taraf ke-i dan faktor M pada taraf ke-j dalam ulangan k

(Bangun, 1985)

Pelaksanaan Penelitian

Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin

- Diletakkanboxpendingin di tempat yang rata dan jangan lupa memberi broti galangan untuk dapat menahan berat alat, larutan garam dan ikan yang akan diawetkan.

- Dihidupkan alat pendingin lebih kurang 2 jam agar alat dapat berfungsi dengan baik.

- Dimasukkan larutan garam sebanyak 40 liter dengan konsentrasi garam 20% dari air yang digunakan. Dibiarkan alat pendingin hidup terus sampai larutan garam dingin sesuai dengan suhu yang diinginkan.

- Setelah larutan garam cukup dingin dengan suhu sesuai dengan perlakuan (00C, -50C, -100C). Alat pendingin siap digunakan untuk pengawetan ikan

segar.

- Disiapkan ikan gembung segar yang akan diawetkan sebanyak perlakuan (setiap perlakuan berisi 3 ekor ikan, untuk 15 perlakuan serta 2 ulangan terdiri atas 90 ekor ikan ).


(46)

- Dimasukkan ikan gembung yang mau disimpan dalam wadah plastik. Wadah plastik diikat dengan karet sampai rapat (hampa udara) agar larutan garam tidak masuk ke dalam plastik dan menjaga ikan tetap segar selama penyimpanan, kemudian dimasukkan ke dalam box pendingin yang telah berisi larutan garam dingin.

- Dilakukan penyimpanan ikan sesuai dengan perlakuan (0 hari, 4 hari, 8 hari, 12 hari dan 16 hari).

- Dilakukan pengamatan berdasarkan perlakuan pengawetan ikan yang dilakukan.

- Dilakukan analisa dari pengamatan yang dilakukan.

Parameter Penelitian

Dilakukan analisis sesuai dengan parameter yaitu: - Kadar Air

- Kadar Protein

- VRS (Volatile Reducing Substance)

- Uji Organoleptik (Warna, Aroma, Rasa dan Tekstur)

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan berdasarkan analisa pengawetan ikan yang meliputi parameter sebagai berikut:


(47)

Penentuan kadar air dilakukan dengan pemanasan (AOAC, 1984), yaitu sebagai berikut:

Ditimbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 2 g dalam aluminium foil yang telah diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven selama 3 jam dengan suhu 105oC. Didinginkan dalam desikator 15 menit dan ditimbang beratnya.

Kadar Air = Berat awal Berat akhir x 100% Berat awal

Penentuan Kadar Protein (Sudarmadji, dkk., 1989)

Diambil contoh sebanyak 0,1g dan dimasukkan ke dalam tabung destruksi. Ditimbang 0,2g selenium dan dicampurkan kedalam bahan. Lalu ditambahkan H2SO4

pekat sebanyak 2,5 ml. Di destruksi hingga menjadi cairan berwarna kurang jernih, kemudian dibiarkan hingga dingin. Hasil destruksi dibilas dengan aquadest sebanyak 10 ml dan ditampung dalam labu kjedhal. Ditambahkan larutan phenolphthalein sebanyak 3 tetes dan 10 ml NaOH 15 % hingga terbentuk warna merah jingga lalu didestilasi. Ditampung hasil destilasi dalam erlenmeyer yang berisi 5 ml campuran H3BO3 3% dengan indikator metil red dan 30 ml aquadest hingga 125 ml. Dititrasi

dengan HCL 0,01N hingga terjadi perubahan warna merah muda. Dibuat juga larutan blanko dengan mengganti bahan dengan aquadest, dilakukan destruksi, destilasi dan titrasi seperti pada bahan contoh.

%N = ml. HCL (sample Blanko) x N. HCL x 14,008 x 100 % Berat sample (gr) x 1000


(48)

Penentuan Kadar VRS (Volatile Reducing Substance)(Dirjen Perikanan, 1981) Bahan ditimbang sebanyak 5 g dan ditambahkan aquadest sebanyak 50 ml dalam keadaan aerasi. Aerasi dilakukan selama 40 menit dan udara yang digunakan untuk aerasi dilewatkan dalam asam sulfat 1: 9. Senyawa yang mudah menguap dari bahan ditampung sebanyak 10 ml dalam larutan KmnO4 0,02 N dalam NaOH 1N.

Setelah aerasi selesai, ke dalam larutan ditambahkan 5 ml H2SO4 25% dan 10 ml

larutan KI 20%. Dibuat blanko dengan prosedur yang sama, tetapi sampel diganti dengan aquadest. Blanko dan sampel dititrasi dengan larutan Na2S203 0,02 N sampai

terbentuk warna kuning yang konstan, kemudian ditambahkan 1ml kanji 1% dan dititrasi terus sampai warna biru hilang.

VRS = ml Na2S203(Blanko Sampel) x N Na2S203X 1000 mgrek

Penentuan Nilai Organoleptik ( Soekarto, 1985 )

Penentuan nilai organoleptik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur yang ditentukan dengan uji kesukaan oleh 10 orang panelis dengan skala hedonik sebagai berikut :

Tabel 2. Skala Uji Hedonik Nilai Organoleptik Warna

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 4 Suka 3

Agak Suka 2


(49)

Tabel 3. Skala Uji Hedonik Nilai Organoleptik Aroma

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 4 Suka 3

Agak Suka 2

Tidak Suka 1

Tabel 4. Skala Uji Hedonik Nilai Organoleptik Rasa

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 4 Suka 3

Agak Suka 2

Tidak Suka 1 Tabel 5. Skala Uji Hedonik Nilai Organoleptik Tekstur

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Padat 4

Padat 3

Agak Padat 2


(50)

SKEMA PENELITIAN

-Kadar air - Kadar protein

- VRS (Volatile Reducing Substance) - Uji organoleptik - Warna

- Aroma - Rasa - Tekstur Gambar 1. Skema Pengawetan Ikan Menggunakan Larutan Garam Dingin

BOX PENDINGIN

DIMASUKKAN LARUTAN GARAM DENGAN KONSENTRASI GARAM 20% DARI 40 LITER AIR

DIMASUKKAN IKAN KEMBUNG SEGAR

PENGAMATAN ANALISA PENDINGINAN

DENGAN SUHU 00C DENGAN SUHU -5PENDINGINAN0C DENGAN SUHU -10PENDINGINAN 0C

PENYIMPANAN

4 HARI PENYIMPANAN8 HARI PENYIMPANAN12 HARI PENYIMPANAN16 HARI PENYIMPANAN


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan suhu pendinginan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati. Pengaruh suhu pendinginan dan lama penyimpanan terhadap parameter yang diamati dapat dijelaskan di bawah ini.

Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu pendinginan dengan larutan garam dingin memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar protein, VRS, Nilai organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur. Pengaruh suhu pendinginan dengan larutan garam dingin terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6. Hasil Analisis Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Parameter yang Diamati

Suhu Kadar Kadar VRS Nilai Nilai Nilai Nilai Pendinginan Air Protein Organoleptik Organoleptik Organoleptik Organoleptik

Warna Aroma Rasa Tekstur

(0C) (%) (%) (mgrek) (Skor) (Skor) (Skor) (Skor) T1 = 00C 66.71 15.84 86.1 3.52 3.59 3.57 3.61

T2= -50C 59.72 17.13 81.0 3.59 3.62 3.62 3.65

T3= -100C 53.38 18.83 77.6 3.63 3.67 3.72 3.73

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa semakin rendah suhu pendinginan yang digunakan maka kadar air, VRS semakin rendah. Sedangkan kadar protein, Nilai organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur semakin tinggi. Kadar air tertinggi pada


(52)

T3 (-100C) sebesar 53.38%. VRS tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (00C), yaitu

sebesar 86.1 mgrek dan terendah pada perlakuan T3 (-100C) sebesar 77.6 mgrek.

Kadar protein tertinggi pada perlakuan T3(-100C), yaitu sebesar 18.83% dan terendah

pada perlakuan T1 (00C) sebesar 15.84%. Nilai organoleptik warna tertinggi pada

perlakuan T3 (-100C), yaitu sebesar 3.63 dan terendah pada perlakuan T1 (00C)

sebesar 3.52. Nilai organoleptik aroma tertinggi pada perlakuan T3 (-100C), yaitu

sebesar 3.67 dan terendah pada perlakuan T1 (00C) sebesar 3.59. Nilai organoleptik

rasa tertinggi pada perlakuan T3 (-100C) yaitu sebesar 3.72 dan terendah pada

perlakuan T1(00C) sebesar 3.57. Nilai organoleptik tekstur tertinggi pada perlakuan

T3(-100C), yaitu sebesar 3.73 dan terendah pada perlakuan T1(00C) sebesar 3.61.

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penyimpanan memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar protein, kadar VRS, Nilai organoleptik warna, aroma, rasa dan tekstur. Pengaruh lama penyimpanan terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7. Hasil Analisis Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Parameter yang Diamati

Lama Kadar Kadar VRS Nilai Nilai Nilai Nilai

Penyimpanan Air Protein Organoleptik Organoleptik Organoleptik

Organoleptik

Warna Aroma Rasa Tekstur (Hari) (%) (%) (mgrek) (skor) (skor) (skor) (skor)

M0(0 ) 73.00 21.30 62.00 3.80 3.90 3.85 3.85

M1(4) 61.02 17.24 72.00 3.62 3.65 3.67 3.75

M2(8 ) 58.38 16.39 82.00 3.55 3.55 3.62 3.65

M3(12) 55.08 15.89 92.50 3.50 3.53 3.55 3.58


(53)

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan yang dilakukan maka kadar air, kadar protein, VRS, nilai organoleptik warna, aroma, rasa dan teksur yang dihasilkan semakin rendah. Kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (0 hari), yaitu sebesar 73% dan terendah pada perlakuan M4 (16 hari) sebesar

52.20%. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (0 hari), yaitu sebesar

21.30% dan terendah pada perlakuan M4 (16 hari) sebesar 15.51%. VRS tertinggi

terdapat pada perlakuan M0 (0 hari), yaitu sebesar 62.00 mgrek dan terendah pada

perlakuan M4 (16 hari) sebesar 99.33 mgrek. Nilai organoleptik warna tertinggi

terdapat pada perlakuan M0(0 hari ), yaitu sebesar 3.80 dan terendah pada perlakuan

M4(16 hari) sebesar 3.43. Nilai organoleptik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan

M0(0 hari) yaitu sebesar 3.90 dan terendah pada perlakuan M4(16 hari) sebesar 3.50.

Nilai organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (0 hari), yaitu sebesar

3.85 dan terendah pada perlakuan M4 (16 hari) sebesar 3.50. Nilai organoleptik

tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (0 hari), yaitu sebesar 3.85 dan terendah

pada perlakuan M4(16 hari) sebesar 3.48.

Kadar Air

Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Kadar Air (%)

Dari analisis sidik ragam (lampiran 1) dapat dilihat bahwa suhu pendinginan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terdapat kadar air ikan yang diawetkan.

Hasil uji LSR pengaruh suhu pendinginan terhadap kadar air ikan yang diawetkan ditampilkan pada Tabel 8.


(54)

Tabel 8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Kadar Air (%)

Jarak (P)

LSR Perlakuan Rataan Nota si

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - T1 66.71 a A

2 0.98 1.36 T2 59.72 b B

3 1.20 1.58 T3 53.38 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan

T2 dan T3. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata terhadap T3. Kadar air tertinggi pada

perlakuan T1 (00C), yaitu sebesar 66.71% dan terendah pada perlakuan T3 (-100C)

Yaitu sebesar 53.38%.

Semakin rendah suhu pendinginan maka kadar air dari ikan yang diawetkan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan suhu tubuh ikan oleh suhu pendinginan, sehingga suhu tubuh ikan dapat sama dengan media pendinginan, akibatnya kadar air dari tubuh ikan akan diserap oleh media pendinginan. Dengan demikian, jika semakin rendah suhu media pendinginan yang digunakan maka kadar air yang diserap akan semakin banyak. Menurut Afrianto dan Liviawaty., (1991) yang menyatakan bahwa dalam proses pendinginan ikan dengan menggunakan media pendingin, terjadi perpindahan panas ke media pendinginan sehingga suhu tubuh ikan akan menurun. Jika suhu pendinginan semakin rendah maka kadar air juga yang terserap akan semakin tinggi.

Hubungan antara suhu pendinginan terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 2.


(55)

= 1.333T + 66.602

r = 0.9992

0

15

30

45

60

75

-15

-10

-5

0

Suhu Pendinginan (

o

C)

K

ad

ar

A

ir (

%

)

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Suhu Pendinginan terhadap Kadar Air

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%)

Dari analisis sidik ragam (lampiran 1) dapat dilihat bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air ikan yang diawetkan.

Hasil uji LSR pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar air ikan yang diawetkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%)

Jarak (P)

LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - M0 73.00 a A

2 1.27 1.76 M1 61.02 b B

3 1.55 2.06 M2 58.38 c C

4 1.72 2.21 M3 55.08 d D

5 1.84 2.34 M4 52.20 e E

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut


(56)

Dari Tabel 9 dilihat bahwa perlakuan M0 berbeda sangat nyata dengan

perlakuan M1, M2, M3 dan M4. Perlakuan M1 berbeda sangat nyata dengan M2, M3

dan M4. Perlakuan M2 berbeda sangat nyata terhadap M3 dan M4. Perlakuan

M3 berbeda sangat nyata terhadap M4. Kadar air tertinggi terdapat pada M0 (0 Hari),

yaitu sebesar 73.00% dan terendah terdapat pada M4(16 hari) sebesar 52.20%.

Semakin lama penyimpanan maka kadar air yang dihasilkan ikan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan pada saat penyimpanan terjadi degradasi komponen penyusun daging ikan yang menyebabkan terlepasnya air sehingga daging ikan akan kehilangan daya ikat air, dengan semakin lama disimpan maka air yang keluar akan semakin banyak. Menurut Soewedo, (1983) bahwa selama penyimpanan ikan yang terlalu lama akan menyebabkan terjadinya degradasi pada komponen penyusun daging ikan yang menyebabkan terlepasnya ikatan air sehingga daging ikan akan kehilangan daya ikat airnya, akibatnya kadar air dalam ikan akan semakin berkurang.

Hubungan antara lama penyimpanan terhadap kadar air dapat dilihat pada

Gambar 3.

= -1 .1 8 8 3 M + 6 9 .4 4 3 r = -0 .8 7 7

0 2 0 4 0 6 0 8 0

0 4 8 1 2 1 6 2 0

L a m a P e ny im pa na n (H a ri)

K

ad

ar

A

ir

(

%

)


(57)

terhadap Kadar Air

Pengaruh Interaksi antara Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%)

Hasil analisis sidik ragam (lampiran 1) menunjukkan bahwa suhu pendinginan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air ikan yang diawetkan.

Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi suhu pendinginan dan lama penyimpanan terhadap kadar air ikan yang diawetkan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR Efek Utama Interaksi Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air (%)

Jarak (P)

LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - T1M0 73.00 a A

2 2.20 3.04 T1M1 70.00 ab AB

3 2.68 3.53 T1M2 67.80 b B

4 2.98 3.83 T1M3 62.85 c C

5 3.19 4.06 T1M4 59.90 cd CD

6 3.36 4.23 T2M0 73.00 a A

7 3.49 4.37 T2M1 60.35 cd CD

8 3.61 4.50 T2M2 57.40 de DE

9 3.71 4.61 T2M3 55.15 ef EF

10 3.80 4.70 T2M4 52.70 fg FG

11 3.88 4.78 T3M0 73.00 a A

12 3.94 4.86 T3M1 52.70 fg FG

13 4.34 4.93 T3M2 49.95 gh GH

14 4.07 4.99 T3M3 47.25 h H

15 4.12 5.06 T3M4 44.00 i I

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.


(58)

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan T1M0(00C dan 0 hari), T2M0(-50C dan 0 hari) dan T3M0(-100C dan 0 hari)

yaitu sebesar 73.00% dan terendah terdapat pada perlakuan T3M4(-100C dan 16 hari),

yaitu sebesar 44.00%.

Hubungan interaksi antara suhu pendinginan dengan lama penyimpanan terhadap kadar air ikan yang diawetkan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Hubungan antara Interaksi Suhu Pendinginan dengan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air Kadar Protein (%)

Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Kadar Protein (%)

Dari daftar analisis ragam (lampiran 2) dapat dilihat bahwa suhu pendinginan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terdapat kadar protein ikan yang diawetkan.

r = -0.7702 r = -0.8314

r = -0.9856

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 4Lama Penyimpanan (Hari)8 12 16 20

K ad ar A ir (% ) (% )

00C -50C -100C

t =t-0.8338M + 73.38 = -1.145M + 68.88 = -1.5863M + 66.07


(59)

Hasil uji LSR pengaruh suhu pendinginan terhadap kadar protein ikan yang diawetkan ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Kadar Protein (%)

Jarak (P)

LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - T1 15.84 c C

2 0.15 0.21 T2 17.13 b B

3 0.18 0.24 T3 18.83 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata dengan

T2 dan T3. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata terhadap T3. Kadar protein tertinggi

pada perlakuan T3 (-100C), yaitu sebesar 18.83% dan terendah pada perlakuan T1

(00C) Yaitu sebesar 15.84%.

Semakin rendah suhu pendinginan maka kadar protein dari ikan yang diawetkan akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan rendahnya suhu pendinginan akan mencegah terjadinya degradasi (kerusakan) protein. Rendahnya suhu pendinginan juga dapat mencegah keluarnya protein dari tubuh ikan, hal ini didukung juga oleh daya ikat air pada tubuh ikan yang besar, sehingga dapat mencegah keluarnya protein yang larut dalam air pada tubuh ikan. Menurut Soewedo, (1983) yang menyatakan golongan protein yang larut dalam air pada tubuh ikan (20-25%) yang banyak mengandung asam amino fenil alanin, sangat stabil terhadap suhu rendah, sehingga tidak mudah rusak dan tetap tinggi proteinnya pada tubuh ikan.


(60)

Hubungan antara suhu pendinginan dengan kadar protein dapat dilihat pada Gambar 5.

= -0.2993T + 15.771 r = -0.994

0 4 8 12 16 20

-15 -10 -5 0

Suhu Pendinginan (0C)

K ad ar P ro tein (% )

Gambar 5. Grafik Hubungan antara Suhu Pendinginan terhadap Kadar Protein

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Protein (%)

Dari daftar analisis sidik ragam (lampiran 1) dapat dilihat bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein ikan yang diawetkan.

Hasil uji LSR pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar protein ikan yang diawetkan pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Protein (%)

Jarak (P)

LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - M0 21.30 a A

2 0.19 0.27 M1 17.24 b B

3 0.24 0.31 M2 16.39 c C


(61)

5 0.28 0.36 M4 15.51 e E

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan M0 berbeda sangat nyata

terhadap perlakuan M1, M2, M3dan M4. Perlakuan M1berbeda sangat nyata terhadap

perlakuan M2, M3dan M4dan perlakuan M2berbeda sangat nyata terhadap perlakuan

M3dan M4. Perlakuan M3berbeda sangat nyata terhadap perlakuan M4. Kadar protein

tertinggi terdapat pada perlakuan M0 (0 hari), yaitu sebesar 21.30% dan terendah

terdapat pada perlakuan M4(16 hari), yaitu sebesar 15.51%.

Semakin lama penyimpanan maka kadar protein ikan yang diawetkan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena terjadinya denaturasi (kerusakan) protein yang terjadi secara perlahan-lahan pada saat penyimpanan. Menurut Soewedo, (1983) yang menyatakan protein pada ikan sangat mudah sekali mengalami pembusukan serta mengalami denaturasi (kerusakan) protein yang terjadi karena daging ikan yang mempunyai sedikit tenunan pengikat (tendon) yang sangat mudah sekali mengalami kerusakan terutama komponen daging bagian protein.

Hubungan antara lama penyimpanan dengan kadar protein dapat dilihat pada Gambar 6.

= -0.3231M + 19.852 r = -0.7591

0 5 10 15 20 25

0 4 8 12 16 20

lama Penyimpanan (Hari)

K ad ar P ro te in (% ) v

Gambar 6. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap Kadar Protein


(62)

Pengaruh Interaksi Suhu Pendinginan dengan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Protein (%).

Dari daftar analisis sidik ragam (lampiran 2) dapat dilihat bahwa interaksi suhu pendinginan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein ikan yang diawetkan.

Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi antara suhu pendinginan dan lama penyimpanan terhadap kadar protein dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR Efek Utama Interaksi Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Protein (%)

Jarak (P)

LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - T1M0 21.30 a A

2 0.34 0.46 T1M1 15.50 g G

3 0.41 0.54 T1M2 14.47 h H

4 0.45 0.58 T1M3 14.08 i I

5 0.49 0.62 T1M4 13.85 i I

6 0.51 0.65 T2M0 21.30 a A

7 0.53 0.67 T2M1 16.98 e E

8 0.55 0.69 T2M2 16.25 f F

9 0.57 0.70 T2M3 15.75 fg FG

10 0.58 0.72 T2M4 15.39 g G

11 0.59 0.73 T3M0 21.30 a A

12 0.60 0.74 T3M1 19.24 b B

13 0.66 0.75 T3M2 18.47 c C

14 0.62 0.76 T3M3 17.86 cd CD

15 0.63 0.77 T3M4 17.30 de DE

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa kadar protein tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan T1M0(00C dan 0 hari), T2M0(-50C dan 0 hari), T3M0(-100C dan

0 hari) yaitu sebesar 21.30% dan terendah terdapat pada perlakuan T1M4 (00C dan


(63)

Hubungan interaksi antara suhu pendinginan dan lama penyimpanan terhadap kadar protein yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Hubungan antara Interaksi Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap Kadar Protein

VRS (%)

Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap VRS (mgrek)

Dari daftar analisis sidik ragam (lampiran 3) dapat dilihat bahwa suhu pendinginan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap VRS ikan yang diawetkan.

Hasil uji LSR pengaruh suhu pendinginan terhadap VRS ikan yang diawetkan pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap VRS (mgrek)

Jarak (P)

LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - T1 86.1 a A

2 2.09 2.90 T2 81.0 b B

3 2.55 3.36 T3 77.6 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut

0 5 10 15 20 25

0 4 8 12 16 20

Lama Penyimpanan (Hari)

K ad ar P rot ei n (% )

00C -50C -100C

= -0.4084M + 19.105; r = -0.6858 = -0.3263M + 19.744; r = -0.7367 = -0.2345M + 20.707; r = -0.908


(64)

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa pelakuan T1 berbeda sangat nyata terhadap

perlakuan T2dan T3 dan perlakuan T2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan T3.

VRS tertinggi terdapat pada perlakuan T1 (00C) yaitu sebesar 86.1 mgrek dan

terendah pada perlakuan T3(-100C) Yaitu sebesar 77.6 mgrek.

Semakin rendah suhu pendinginan maka VRS ikan yang diawetkan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena dengan semakin rendahnya suhu pendinginan dapat semakin menghambat pertumbuhan mikroba (bakteri dan enzim) yang menyebabkan kerusakan pada ikan. Mikroba tersebut dapat menyebabkan terjadinya proses autolisis dan oksidasi pada komponen kimia penyusun ikan sehingga ikan akan mengalami kebusukan dan penurunan mutu. Jika pertumbuhan mikroba terhambat maka VRS ikan akan semakin kecil. Menurut Moeljanto, (1982) bahwa suhu pendinginan yang rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba dalam ikan yang menyebabkan terjadinya degrasi (kerusakan) oleh proses autolisis dan oksidasi pada ikan . Hubungan antara suhu pendinginan terhadap kadar VRS yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.

= 0.85T + 85.817 r = 0.9868

0 15 30 45 60 75 90 105

-15 -10 -5 0

Suhu Pendinginan (0C)

V

R

S (

m

gre

k)


(65)

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap VRS (mgrek)

Dari daftar analisis sidik ragam (lampiran 3) dapat dilihat bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap VRS ikan yang diawetkan.

Hasil uji LSR pengaruh lama penyimpanan terhadap VRS ikan yang diawetkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap VRS (mgrek)

Jarak (P)

LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - M0 62.00 e E

2 2.70 3.74 M1 72.00 d D

3 3.29 4.34 M2 82.00 c C

4 3.66 4.71 M3 92.50 b B

5 3.92 4.99 M4 99.33 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa perlakuan M0berbeda sangat nyata dengan

M1, M2, M3 dan M4. Perlakuan M1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan M2, M3

dan M4. Perlakuan M2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan M3 dan M4 serta

perlakuan M3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan M4. VRS tertinggi terdapat

pada perlakuan M4 (16 hari), yaitu sebesar 99.33 mgrek dan terendah pada perlakuan

M0(0 hari) sebesar 62.00 mgrek.

Semakin lama penyimpanan maka VRS akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena pada saat penyimpanan terjadi degradasi pada komponen penyusun daging ikan yaitu protein. Degradasi protein tersebut dapat merusak senyawa volatil ikan yang menyebabkan pertumbuhan bakteri pembusuk ikan yaitu


(66)

sarkoplasma. Komponen penyusun daging yang sangat mudah rusak sehingga dapat meningkatkan aktivitas bakteri pembusuk dalam ikan dengan sangat cepat. Hal ini sesuai dengan literatur Ketaren, (1986) bahwa komponen penyusun ikan sangat mudah rusak sehingga mudah mengalami degradasi. Protein ikan banyak mengandung asam amino trimetilamine, dimetilamine dan amonia yang sangat mudah rusak sehingga bakteri sarkoplasma dapat berkembang biak dengan cepat dalam ikan.

Hubungan pengaruh lama penyimpanan terhadap VRS yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.

= 2.3792M + 62.533 r = 0.9955

0 20 40 60 80 100 120

0 4 8 12 16 20

Lama Penyimpanan

V

R

S

(m

gr

ek

)

Gambar 9. Grafik Hubungan antara Lama Penyimpanan terhadap VRS

Pengaruh Interaksi Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap VRS (mgrek)

Dari daftar analisis sidik ragam (lampiran 3) dapat dilihat bahwa interaksi suhu pendinginan dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap VRS ikan yang diawetkan.


(67)

Hasil pengujian dengan LSR pengaruh interaksi antara suhu pendinginan dan lama penyimpanan terhadap kadar VRS ikan yang diawetkan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji LSR Efek Utama Interaksi antara Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap VRS (mgrek)

Jarak

(P) 0.05 LSR0.01 Perlakuan Rataan 0.05 Notasi0.01

1 T1M0 62.00 g G

2 4.68 6.48 T1M1 75.50 ef EF

3 5.71 7.51 T1M2 86.00 cd CD

4 6.34 8.16 T1M3 98.00 b B

5 6.79 8.64 T1M4 109.00 a A

6 7.15 9.02 T2M0 62.00 g G

7 7.43 9.31 T2M1 71.00 gh GH

8 7.68 9.58 T2M2 82.00 de DE

9 7.90 9.81 T2M3 92.50 bc BC

10 8.08 10.01 T2M4 97.50 b B

11 8.25 10.18 T3M0 62.00 g G

12 8.39 10.35 T3M1 69.50 f F

13 9.23 10.51 T3M2 78.00 g G

14 8.67 10.63 T3M3 87.00 bcd BCD

15 8.78 10.77 T3M4 91.50 bc BC

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa VRS ikan yang tertinggi yaitu pada kombinasi perlakuan T1M4(00C dan 16 hari), yaitu sebesar 109 mgrek dan terendah

terdapat pada kombinasi perlakuan T1M0(00C dan 0 hari), T2M0(-50C dan 0 hari) dan

T3M0(-100C dan 0 hari) yaitu sebesar 62.00 mgrek.

Hubungan interaksi antara suhu pendinginan dan lama penyimpanan terhadap VRS ikan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10.


(68)

Gambar 10. Grafik Hubungan antara Suhu Pendinginan dan Lama Penyimpanan terhadap VRS

Nilai Organoleptik Warna

Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Nilai Organoleptik Warna (Skor)

Dari analisis sidik ragam (lampiran 4) dapat dilihat bahwa suhu pendinginan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik warna ikan.

Hasil uji LSR pengaruh suhu pendinginan terhadap nilai organoleptik warna ikan yang diawetkan pada Tabel 17.

Tabel 17. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Suhu Pendinginan terhadap Nilai Organoleptik Warna (Skor)

Jarak (P)

LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - T1 3.52 a A

2 0.10 0.14 T2 3.59 a A

3 0.13 0.17 T3 3.63 a A

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

r = 0.9985

= 2.3125M + 62.5 r = 0.9874

r = 0.9907 0 20 40 60 80 100 120

0 4 8 12 16 20

Lama Penyimpanan VR S ( m gr ek )

00C -50C

-100C

= 2.9125M + 62.8


(69)

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda tidak nyata terhadap

perlakuan T2 dan T3 dan perlakuan T2 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan T3.

Nilai organoleptik warna tertinggi pada perlakuan T3(-100C), yaitu sebesar 3.63 dan

terendah pada perlakuan T1(00C), yaitu sebesar 3.52.

Semakin rendah suhu pendinginan maka nilai organoleptik warna yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini berhubungan dengan kadar protein ikan. Protein ikan mengandung zat warna mioglobin yang memberi warna merah pada darah, sehingga dengan semakin tinggi protein maka warna yang dihasilkan akan baik. Dalam hasil, semakin rendah suhu pendinginan maka kadar protein semakin tinggi sehingga nilai organoleptik warna yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Menurut Soewedo, (1983) bahwa daging ikan mengandung pigmen yang berupa protein yaitu pigmen mioglobin yang memberi warna merah pada darah. Semakin tinggi kandungan protein ikan, maka kandungan mioglobinnya semakin tinggi.

Hubungan antara suhu pendinginan dengan nilai organoleptik warna dapat dilihat pada Gambar 11.

= -0.011T + 3.525 r = -0.9758

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0

-15 -10 -5 0

Suhu Pendinginan (oC)

O rga no lep tik W arn a (Sk or)


(70)

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Organoleptik Warna (Skor)

Dari daftar analisis sidik ragam (lampiran 4) dapat dilihat bahwa lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik warna ikan yang diawetkan.

Hasil uji LSR pengaruh lama penyimpanan terhadap nilai organoleptik warna ikan yang diawetkan pada Tabel 18.

Tabel 18. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai Organoleptik Warna (Skor)

Jarak (P)

LSR Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - M0 3.80 a A

2 0.13 0.19 M1 3.62 ab AB

3 0.16 0.21 M2 3.55 b B

4 0.18 0.23 M3 3.50 bc BC

5 0.19 0.25 M4 3.43 C C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar) menurut uji LSR.

Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa perlakuan M0berbeda tidak nyata terhadap

perlakuan M1dan berbeda sangat nyata terhadap perlakuan M2, M3dan M4.Perlakuan

M1 berbeda sangat nyata terhadap perlakaun M2, M3dan M4. Perlakuan M2berbeda

tidak nyata terhadap perlakuan M3 dan M4. Perlakuan M3 berbeda tidak nyata

terhadap perlakuan M4Nilai organoleptik warna tertinggi terdapat pada perlakuan M0

(0 hari), yaitu sebesar 3.80 dan terendah pada perlakuan M4 (16 hari) yaitu sebesar


(1)

2. Ulangan 2

-T3M0(-100C dan 0 hari)

1. Ulangan 1


(2)

2. Ulangan 2

T3M1(-100C dan 4 hari)


(3)

2. Ulangan 2

T3M2(00C dan 8 hari)

1. Ulangan 1


(4)

2. Ulangan 2

T3M3(-100C dan 12 hari)


(5)

2. Ulangan 2

T3M4(-100C dan 16 hari)

1. Ulangan 1


(6)