Keabsahan Keputusan RUPS Perseroan Terbatas Melalui Teleconference Berdasarkan UU No.11 Tahun 2008 Tentang Ite Dan UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agus Budiarto, Kedudukan Dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Bogor. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.

Bismar Nasution, Metode Penelititan Normatif Dan Perbandingan Hukum (Makalah Disampaikan Dalam Dialog Interaktif Tentang Penelitian Hukum Dan Hasil Penulisan Hukum Pada Makalah Akreditasi), (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Tanggal 18 Februari 2003).

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001.

Carl I Hovland. “Source of Communication”. Yale University Publicity. 1998 Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, Raja Grafindo, Jakarta, 2007. G.H.S. Lumban Tobing, 1999. Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga.

Jakarta.

Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemgang Saham, Forum Sahabat, Jakarta, 2008.

Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.

Herlien Budiono, Kompilasi Hukum Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007.


(2)

Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997

I.G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta, 2002

Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing, 2006

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir Dari Perjanjian Buku I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995

Man S Sastrawijaya Dan Rai Mantili, Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang, Alumni, Bandung, 2008

Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Dalam Corporative Law Dan Eksistensinya Dalam Huku m

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika. Jakarta, 2009. Indonesia, Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Munir Fuady. “Perseroan Terbatas Paradigma Baru”. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 2002

Nindyo Pramono, 2006, Bunga Rampai Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Onong Uchjana Effend, Komunikasi Massa, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2003.

Pitlo, Pembuktian dan Kadaluarsa, Intermasa, Jakarta, 1986.

Rachmadi Usman. “Dimensi Hukum Perseroan Terbatas”. Bandung. Alumni 2004

R. Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung, 2002.


(3)

R.B. Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta, 2003. Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Disertai Dengan Ulasan

Menurut UU No 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2001

Rudhi Prasetya, Maatschap Firma dan Persekutan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Nuansa Mulia, 2006.

Soerjono Soekanto, Sri Mahmuji, Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, Rajawali Pers, 1995.

Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: C.V Alfabeta, 2001

PERUNDANG-UNDANGAN

1. Burgerlijk Wetboek, Terjemahan: R.Soesilo dan Pramudji R

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

INTERNET

Otentikasi Dokumen Elektronik Menggunakan Tanda Tangan Digital, http://www/informatika.org/~rinaldi/Kriptografi/Makalah/Makalah12.pdf>, 2 Desember 2009.

http://www.legalitas.org/artikel/alat/bukti/elektronik/dokumen/elektromik/kedudu kan/nilai/ derajat/kekuatan/pembuktian/hukum.


(4)

(5)

BAB III

TINJAUAN MENGENAI KEABSAHAN PENGAMBILAN

KEPUTUSAN RUPS MELALUI

TELECONFERENCE

MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2008

A. Pengertian Umum Tentang Teleconference Menurut UU No. 11 Tahun 2008

Sebelum mengulas mendalam dari pertanyaan diatas mengenai keabsahan Rapat Umum Pemegang Saham yang dilakukan melalui teleconference, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian dari Teleconference yaitu suatu pertemuan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang dilakukan melewati telefon atau koneksi jaringan. Pertemuan tersebut hanya dapat menggunakan suara (audio conference) atau menggunakan video (video conference) yang memungkinkan peserta konferensi saling melihat. Dalam konferensi juga dimungkinkan menggunakan whiteboard yang sama dan setiap peserta mempunyai kontrol terhadapnya, juga berbagi aplikasi. Produk yang mendukung teleconference pertama melalui internet adalah NetMeeting yang dikeluarkan oleh Microsoft.

Suatu pertemuan melalui telekonferensi adalah juga suatu tindakan-hukum dengan maksud untuk mengadakan suatu rapat (pertemuan) diantara pemegang saham (Pasal 76 Ayat (4)). Bahwa maksud diadakan RUPS biasanya untuk memutuskan sesuatu yang didasarkan kepada adanya suatu keputusan “persetujuan” untuk suatu tindakan hukum tertentu atas nama PT, dimana terhadap persetujuan ini boleh ditanda-tangani :


(6)

2. secara elektronik

Ciri spesifik teleconference yang memiliki nuansa hukum yaitu pertemuan dimaksud harus memiliki dampak atau akibat hukum misalkan pertemuan tersebut merupakan suatu rapat untuk memutuskan sesuatu, atau teleconference yang dilakukan dalam rangka memberikan suatu keterangan atau kesaksian (misalkan dalam perkara pidana). Adanya dampak inilah yang membedakan teleconference

biasa dengan teleconference memiliki dampak atau nuansa hukum36

36

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. “Hukum Perusahaan Indonesia”. (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001) hal 27

.

Dalam UU-ITE, pengertian tanda-tangan elektronik adalah suatu tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Aturan lebih lanjut mengenai tanda-tangan elektronik ini ada dalam Pasal 11 yang mengatur bahwa :

1. Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;

b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;

c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;


(7)

e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan

f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

2. Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

B. Nilai dan Pertimbangan Hukum Diizinkannya Teleconference Sebagai Sarana Pengambilan Keputusan RUPS Menurut UU ITE

Dengan berlakunya UU-ITE diatur mengenai keabsahan suatu tanda-tangan elektronik, maka dalam kaitannya dengan RUPS-PT haruslah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU-ITE agar suatu tanda-tangan elektronik dalam keputusan RUPS menjadi suatu alat bukti yang sah (menurut hukum acara perdata Indonesia). Namun hingga tulisan ini dibuat, ke-absahan suatu tanda-tangan elektronik masih harus menunggu Peraturan-Pemerintah sebagaimana disyaratkan pada Pasal 11 Ayat (2), oleh karenanya kami berpendapat bahwa penggunaan tanda-tangan elektronis untuk keabsahan suatu RUPS masih sangat riskan, sebelum terbitnya suatu aturan tegas dari Pemerintah berdasarkan Undang-Undang ITE37

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat di bidang telekomunikasi, informasi dan komputer telah menghasilkan konvergensi dalam aplikasinya. Konsekuensinya, terjadi pula konvergensi dalam peri kehidupan

.

37

Hardijan Rusli. “Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya”. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2008) hal 33


(8)

manusia, termasuk dalam kegiatan industri dan perdagangan. Perubahan yang terjadi mencakup baik dari sisi lingkup jasanya, pelakunya, maupun konsumennya. Dalam perkembangan selanjutnya melahirkan paradigma, tatanan sosial serta sistem nilai baru.

Seiring dengan perkembangan masyarakat dan teknologi, semakin lama manusia semakin banyak menggunakan alat teknologi digital, termasuk dalam berinteraksi antara sesamanya. Oleh karena itu, semakin lama semakin kuat desakan terhadap hukum, termasuk hukum pembuktian, untuk menghadapi kenyataan perkembangan masyarakat seperti itu. Sebagai contoh, untuk mengatur sejauh mana ekuatan pembuktian dari suatu dokumen elektronik dan tanda tangan digital/elektronik, yang dewasa ini sudah sangat banyak dipergunakan dalam praktik sehari-hari.

Dalam hal ini, posisi hukum pembuktian seperti biasanya akan berada dalam posisi dilematis sehingga dibutuhkan jalan-jalan kompromitis. Di satu pihak, agar hukum selalu dapat mengakui perkembangan zaman dan teknologi, perlu pengakuan hukum terhadap berbagai jenis perkembangan teknologi digital untuk berfungsi sebagai alat bukti pengadilan. Akan tetapi, di lain pihak kecenderungan terjadi manipulasi penggunaan alat bukti digital oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab menyebabkan hukum tidak bebas dalam mengakui alat bukti digital tersebut dengan “hukum alat bukti yang terbaik” (best evidence rule), satu alat bukt i digital sulit diterima dalam pembukt ian38

The best evidence rule

.

39

38

Muljatno. “Asas-asas Hukum Perdata”. (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hal 86

39

I.G. Rai Widjaja. “Hukum Perusahaan”. (Jakarta: Kesaint Blanc, 2002) hal 26

mengajarkan bahwa suatu pembuktian terhadap isi yang substansial dari suatu dokumen/photograph atau rekaman harus


(9)

digunakan dengan membawa ke pengadilan dokumen/photography atau rekaman asli tersebut. Kecuali jika dokumen/photography atau rekaman tersebut memang tidak ada, dan ketidakberadaannya bukan terjadi karena kesalahan yang serius dari pihak yang harus membuktikan. Dengan demikian, menurut doktrin best evidence

ini, foto kopi (bukan asli) dari suatu surat tidak mempunyai kekuatan pembuktian di pengadilan. Demikian juga bukti digital, seperti e-mail, surat dengan mesin faksimile, tanda tangan elektronik, tidak ada aslinya atau setidak-tidaknya tidak mungkin dibawa aslinya ke pengadilan sehingga hal ini mengakibatkan permasalahan hukum yang serius dalam bidang hukum pembuktian.

Pembuat undang-undang secara eksplisit dalam penjelasan umum UU ITE

juncto Pasal 6 UU ITE berikut penjelasannya telah menyatakan bahwa dokumen elektronik kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat diatas kertas. ( Pasal 6 UU ITE :”Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 Ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.” Penjelasan Pasal 6 UU ITE :”Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, Informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.” )


(10)

Dengan demikian maka risalah rapat RUPS modern yang merupakan dokumen elektronik dapat disetarakan kedudukannya dengan dokumen (risalah rapat) yang ditulis diatas kertas. Namun dalam hal ini perlulah diadakan analisa yang lebih mendalam mengenai arti kata ”kedudukan” yang disetarakan dalam Penjelasan Umum UU ITE tersebut.

Kalaupun nantinya terbit Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana Pasal 11 UU-ITE, maka hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan RUPS via Telekonferensi agar terpenuhi syarat sahnya suatu tanda-tangan elektronis terhadap keputusan RUPS yaitu pemegang saham (subjek-hukum yang berhak) yaitu pemegang saham ketika melakukan RUPS via telekonferensi memang benar-benar berada dalam wilayah Republik Indonesia (Pasal 76 Ayat 3 dan 4 UU-PT).

Syarat ini perlu dikemukakan dengan beberapa alasan yaitu:40

Sehingga apabila tercipta suatu kondisi, pada saat RUPS dilaksanakan via telekonferensi, salah satu atau beberapa pemegang saham ternyata berada di luar wilayah Indonesia, maka apabila berdasarkan hukum acara perdata berhasil dibuktikan (tentunya harus didukung oleh keterangan saksi ahli dari para I.T. yang 1. Karena UU-ITE mengizinkan penerapan yurisdiksi “meluas” hingga keluar wilayah Indonesia (Pasal 2 UU-ITE), jadi jika dibuktikan berdasarkan UU-ITE maka RUPS via teleconference yang dilakukan oleh pemegang saham yang berada diluar wilayah R.I. disertai tanda-tangan elektronik adalah sah ;

2. UU-PT membatasi penyelenggaraan RUPS yang mengharuskan dilaksanakan di Indonesia.

40

Agus Budiarto. “Kedudukan Dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas”. (Bogor: Ghalia Indonesia,2006) hal 59.


(11)

membuktikan bahwa salah satu pemegang saham memberikan tanda-tangan elektronik di luar wilayah Republik Indonesia) maka RUPS dimaksud akan berakibat batal demi hukum41

Selanjutnya perlu dipahami dengan dengan baik oleh praktisi hukum bahwa suatu tanda-tangan elektronis, bukanlah suatu gambar tanda-tangan yang di-scan kemudian ditempatkan pada suatu dokumen, sehingga suatu dokumen memang terkesan pada layar monitor komputer sudah ditandatangani. Pengertian tanda-tangan elektronis yang sebenarnya (menurut Undang-Undang ITE)

.

42

Melihat kondisi saat ini segala sesuatu menjadi lebih mudah dengan adanya teknologi informasi. Saat ini batas wilayah, waktu dan jarak semakin tidak terasa dengan adanya kemajuan teknologi informasi. Dalam era yang serba sederhana dan canggih ini dikenal juga istilah Paperless, terbukti salah satunya

bisa dibuat dengan berbagai cara antara lain dengan sebuah kode digital yang ditempelkan pada pesan yang dikirimkan secara elektronis, yang secara khusus akan memberikan identifikasi khusus dari pengirimnya. Indonesia sendiri kemungkinan akan mengarah kepada praktek Penggunaan tanda-tangan digital berdasarkan “public-key” yaitu sebuah bentuk enkripsi data yang menggunakan 2 jenis kunci berbeda (public-key & private key).

C. Mekanisme RUPS melalui media Teleconference menurut UU Perseroan Terbatas

41

Munir Fuady. “Doktrin-Doktrin Dalam Corporative Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia”. (Bandung: Aditya Bakti, 2002) hal 23

42

Edmon Makarim. “Pengantar Hukum Telematiaka”. (Jakarta: Raja Grafindo, 2007) hal 268


(12)

dengan ketentuan baru dalam UUPT (40/2007) yang mengatur mengenai RUPS melalui media elektronik43

43

R.B. Simatupang. ”Aspek Hukum Dalam Bisnis”. (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) hal 76 .

UUPT mengatur bahwa penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elekronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS melihat dan mendengar serta secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat (Pasal 77 UUPT).

Dalam ketentuan UUPT, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan Teknologi Video Call atau Teleconference. Pemanfaatan kecanggihan ini memungkinkan para pemegang saham perusahaan tidak harus bertatap muka secara langsung tetapi dapat bertatap muka melalui media elektronik yang saling dapat berhubungan seperti layaknya bertatap muka secara langsung. Tujuan yang akan dicapai dalam suatu rapat tentunya akan membahas suatu hal yang berkaitan dengan kepentingan atau masalah dalam PT itu sendiri. Kemajuan teknologi informasi ini sangat mempermudah selain lebih efisen juga lebih efektif. Hal ini menimbulkan dampak dalam UUPT mensyaratkan bahwa setiap perubahan AD PT harus dibuatkan Notulen/Risalah rapat yang harus dituangkan dalam akta otentik.

RUPS PT yang dilaksanakan melalui media telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya di dalam kerangka Badan Hukum PT di Indonesia memang merupakan cara RUPS yang baru diperkenalkan melalui UUPT Nomor 40 Tahun 2007 dengan ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 77 UUPT yaitu :


(13)

a.Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melaui media telekonferensi, video koferensi atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.

b.Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar perseroan.

c.Persyaratan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).

d.Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.

Media elektronik yang didukung dengan keberadaan komunikasi dapat berbentuk video konferensi (video conference) dan audio konferensi (audio conference). Audio konferensi sendiri adalah suatu sistem yang menggunakan jaringan internet untuk mengirimkan data paket suara dari suatu tempat ke tempat yang lainnya menggunakan perantara protokol internet. Penggunaan audio konferensi dalam penyelenggaraan RUPS PT tidak diakui oleh UUPT Nomor 40 Tahun 2007 karena substansi dalam Pasal 77 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 menetapkan bahwa semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung seolah-olah hadir secara fisik, sedangkan audio konferensi hanya mengirimkan suara tanpa dapat melihat lawan bicara dalam pertemuan yang sedang berlangsung.


(14)

Maksud dari Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 adalah lex spesialis

bagi pasal 76 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 dan ini merupakan pergeseran paradigma tentang sahnya suatu RUPS. Keberadaaan pasal 77 Nomor. 40 Tahun 2007 adalah untuk memenuhi asas manfaat yang diterjemahkan bahwa RUPS melalui video konferensi dapat dilakukan dimanapun tidak terbatas pada ruang, tempat, wilayah tertentu sebagaimana RUPS konvensional yang disyaratkan dalam Pasal 76 Nomor 40 Tahun 2007.

Video konferensi atau yang biasa disebut telekonferensi telah lama dikenal lebih dari sepuluh tahun silam yang kemudian ditandai dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Telekonferensi dalam telekomunikasi merupakan pertemuan berbasis elektronik secara langsung (live) di antara dua atau lebih partisipan manusia atau mesin yang dihubungkan dengan suatu sistem telekomunikasi yang biasanya berupa saluran telepon. Penggunaan telekonferensi memiliki kelebihan efektifitas biaya dan waktu.

Telekonferensi dapat berbentuk konferensi audio atau konferensi video. Konferensi audio merupakan salah satu jenis telekonferensi dimana seseorang dapat melakukan percakapan interaktif didalamnya. Dengan audio konferensi ini, seseorang dapat berbicara dengan lebih dari satu orang melalui speaker. Sedangkan dalam video konferensi para partisipannya dapat saling melihat gambar (video) dan saling mendengar melalui perantaraan kamera, monitor, atau pengeras suara masing-masing.

Pada praktiknya konferensi yang sering disaksikan melalui layar televisi masih sebatas wilayah indonesia saja. Misalnya pada saat Presiden Republik Indonesia meresmikan beberapa proyek pembangunan di beberapa wilayah


(15)

Propinsi di Indonesia secara bersamaan sedangkan presiden tetap berada di Jakarta namun dapat saling melihat, mendengar dan berpatisipasi secara langsung antara Presiden dengan para Menteri dan Gubernur beserta jajarannya ditempatnya masing-masing melalui video konferensi (jaringan komputer) yang terhubung dengan sambungan telepon atau peralatan komunikasi. Hanya saja pada waktu itu masih bersifat pengenalan saja terhadap teknologi informasi yang memang baru berkembang di Indonesia. Sejak saat itu hingga saat ini penggunaan video konferensi melalui media elektronik semacam itu terus berkembang pesat dalam dunia bisnis. Seiiring dengan perkembangan teknologi informasi dan telematika, dokumen elektronik yang dihasilkan dari alat cetak (printer, fax dan scanner) yang terhubung langsung dengan media elektronik seperti video konferensi sudah diaakui sebagai alat bukti yang sah sejak ditetapkannya Undang-undang Informasi Transaksi Eletronik Nomor 11 Tahun 2008 pada tanggal 21 April 2008 (UUITE).

Dengan demikian ketentuan mengenai RUPS PT melalui video konferensi seperti telekonferensi atau video konferensi seperti yang dimaksud dalam Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 benar-benar dapat diterapkan dalam dunia bisnis di Indonesia, meskipun RUPS melalui video konferensi ini masih rawan terhadap pemalsuan oleh karena sampai saat tesis ini dibuat belum ada Peraturan Pemerintah yang mengatur dengan tegas mengenai tanda tangan elektronik yang harus dibubuhkan/diterakan oleh peserta RUPS pada Notulen/Risalah RUPS melalui video konferensi tersebut.

Pada ketentuan Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 sudah secara jelas menyatakan bahwa ketentuan mengenai RUPS mealui video konferensi seperti


(16)

telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya sangat berbeda dengan ketentuan-ketentuan untuk mengadakan RUPS secara konvensional yang dimaksud dalam Pasal 76 UUPT Nomor 40 Tahun 2007. RUPS melalui video konferensi dapat dilakukan dengan mengabaikan ketentuan-ketentuan yang diterapkan dalam pelaksanaan RUPS secara konvensional. Adapun perbedaan yang dimaksud yaitu apabila RUPS melaui video konferensi dapat dilakukan tanpa kehadiran fisik para pemegang saham sebagai peserta RUPS serta persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS, dalam hal ini pemegang saham tidak diperkenankan untuk menguasakan keikutsertaannya dalam RUPS kepada orang lain.

RUPS tersebut hanya dapat dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia. Namun apabila pemegang saham tidak dapat hadir secara langsung dalam RUPS, mereka dapat menggunakan media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elekronik lainnya baik dari dalam maupun dari luar wilayah negara Republik Indonesia. Hasil RUPS dimaksud dibuatkan risalahnya dengan disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS baik secara fisik atau secara elektronik. Ketentuan UUPT yang dimaksud seakan membuka jalan untuk diakuinya dokumen elektronik sebagai alat pembuktian di depan hakim.

Mari kita melihat ketentuan mengenai Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata Menurut Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata (RUU-KUHPER). Dalam pasal 85 jo 87a bahwa para pihak dapat melakukan pembuktian dengan semua alat bukti baik berupa fakta baik tertulis maupun lisan,


(17)

akte dan dokumen lainnya. Alat bukti antara lain:surat, pengakuan,kesaksian, persangkaan, sumpah.

Dalam kaitannya dengan pasal 77 UUPT tersebut, alat bukti yang paling berhubungan adalah alat bukti surat. Berikut beberapa definisi menurut RUU tersebut :

1) Surat adalah segala sesuatu yang mengandung buah pikiran yang ditandatangani atau dibubuhi cap jempol tangan.

2) Akta adalah surat yang ditandatangani dan dibuat dengan tujuan untuk dibuat sebagai alat bukti.

3) Akta terdiri dari akta otentik dan bawah tangan, akta otentik adalah akta yang dibuat dengan bentuk tertentu yang ditentukan UU dan dibuat oleh atau dihadapan pejabat berwenang.

Setiap daftar hadir maupun risalah rapat yang dibuat dalam rapat yang dilakukan dengan media elektronik merupakan akta dibawah tangan, karena merupakan surat yang ditandatangani (oleh orang-orang yang berkepentingan) yang dibuat dengan tujuan sebagai alat bukti. Dalam RUU tersebut tidak dibahas apakah alat bukti surat itu dalam arti luas hingga mencakup alat bukti surat secara elektronik.

Untuk selanjutnya kita patut menelisik ke Undang-Undang baru yang merupakan Lex Specialis mengenai masalah Teknologi Informasi, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena menurut Ketentuan Pasal 2 UU ITE : Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang


(18)

memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

Berdasarkan ketentuan Pasal 77 jo Pasal 79 Ayat (1), (5), (6), (7) jo Pasal 81 jo Pasal 82 jo Pasal 83 jo Pasal 86 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 jo Pasal 1 angka 12 jo Pasal 11 UUITE Nomor 11 Tahun 2008, maka pelaksanaan RUPS melalui video konferensi adalah sebagai berikut :

a.Menyusun Bahan Yang Akan Dibicarakan Dalam RUPS

Direksi sebagai pimpinan PT harus mempersiapkan dan menyusun bahan-bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS melalui video konferensi dan menyediakan dikantor Perseroan tersebut sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS kepada para pemegang saham sampai dengan tanggal RUPS diadakan. Direksi wajib memberikan salinan bahan-bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS kepada para pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta sesuai ketentuan Pasal 82 Ayat (3) dan Ayat (4) UUPT Nomor 40 Tahun 2007. Dan apabila perlu dengan mengirimkannya kepada para pemegang saham melalui sarana pos kilat atau ekspres, surat elektronik (electronic mail), yang biasa disebut e-mail, atau melalui fax (faximile) agar lebih cepat diterima oleh pemegang saham sehingga pemegang saham mempunyai cukup waktu untuk mempelajari terlebih dahulu bahan-bahan RUPS.

b.Melakukan Pemanggilan Kepada Para Pemegang Saham

Pemanggilan RUPS kepada para pemegang saham Perseroan harus sesuai dengan ketentuan Pasal 79 ayat (1) jo Pasal 81 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 Pemanggilan harus dilakukan oleh Direksi kepada para pemegang saham Perseroan paling lambat 14 (empatbelas) atau 15 (limabelas) hari sebelum


(19)

pelaksanaan RUPS melalui video konferensi diselenggarakan, hal ini apabila RUPS diadakan atas permintaan seperti yang dimaksud padala Pasal 79 Ayat (2) UUPT Nomor 40 Tahun 2007. Pemanggilan ini dapat dilakukan dengan surat tercatat dan/atau dengan memuat iklan dalam surat kabar. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 82 Ayat (1) dan Ayat (2) UUPT Nomor 40 Tahun 2007.

Pemanggilan RUPS melalui video konferensi menurut ketentuan Pasal 82 ayat (3) disyaratkan bahwa :

Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS telah tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemaggilan RUPS dampai dengan tanggal diadakannya RUPS.

Persyaratan pencantuman ”tempat” dalam panggilan RUPS melalui video konferensi tidak mungkin dilakukan karena tempat berlangsungnya RUPS melalui video konferensi tersebut sesungguhnya berlangsung dibanyak tempat sesuai keberadaan masing-masing para pemegang saham pada saat menjadi peserta dan secara langsung turut berpartisipasi dalam RUPS melalui video konferensi.

Oleh karena itu dalam pemanggilan RUPS yang diadakan melalui video konferensi tidak perlu dicantumkan ”tempat” di mana RUPS tersebut diadakan, akan tetapi harus dicantumkan dan dijelaskan bahwa RUPS akan dilaksanakan melalui video konferensi. Mengenai penjelasan tentang video konferensi pada pemanggilan RUPS harus dijelaskan pula perangkat yang harus disediakan atau dipersiapkan yakni hardware dan software komputer serta peralatan pendukung lainnya dan bisa juga menetapkan websites tertentu. Hal ini sangat penting agar


(20)

pada saat RUPS berlangsung peserta RUPS dapat mengikuti pelaksanaan RUPS yang sedang berlangsung dengan lancar.

Oleh karena Pasal 77 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 mengharuskan penggunaan sarana video konferensi yang digunakan tersebut memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Kata memungkinkan tersebut bersifat imperatif. Oleh karena itu, tidak dapat dikesampingkan atau dilanggar. Sehingga melalui sarana media elektronik yang dipergunakan adalah sarana media elektronik yang dapat menampilan gambar (video) dan suara (audio) secara sekaligus. Maka jenis media elektronik yang dapat dipilih berdasarkan ketentuan Pasal 77 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 adalah video konferensi.Tetapi dapat juga dipergunakan sarana media elektronik lainnya yang dapat menampilkan gambar dan suara secara sekaligus.

c.Pelaksananaan RUPS melalui video konferensi

Menurut Pasal 76 jo Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun, RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam AD Namun dalam Ayat (2) ditentukan bahwa RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham Perseroan dicatatkan. Dalam Ayat (3) dinyatakan bahwa tempat pelaksanaan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia.

Dalam hal ini jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan


(21)

agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3). RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) dapat mengambil keputusan jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

Dalam ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa Pasal 76 Ayat (4) 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 menyatakan bahwa RUPS dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3). Hal ini menunjukkan bahwa RUPS tidak wajib dilakukan di lokasi dimana Perseroan Terbatas berada. RUPS yang diselenggarakan melaui video konferensi dengan mengacu pada ketentuan Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yaitu merupakan pelaksanaan RUPS yang diselenggarakan tanpa memerlukan kehadiran fisik dan berkumpulnya para pemegang saham pada satu tempat, tetapi cukup saling bertatap muka dan berbicara melaui monitor dari video konferensi yang dapat memunculkan dan merekam gambar visual dari para pemegang saham yang turut seta dalam RUPS tersebut meskipun tempat pelaksanaan RUPS diantara para pemegang saham tersebut saling berjauhan, tetapi keputusan RUPS tetap sah dan mengikat.

RUPS tersebut hanya dapat dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia. Namun apabila pemegang saham tidak dapat hadir secara langsung dalam RUPS, mereka dapat menggunakan media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elekronik lainnya baik dari dalam maupun dari luar wilayah negara Republik Indonesia Para pemegang ketika melakukan RUPS video konferensi memang benar-benar berada dalam wilayah Republik Indonesia.


(22)

Setiap peserta RUPS melalui video konfrensi dapat tetap berada pada tempat keberadaannya masing-masing (tidak bertemu dan berkumpul di satu tempat) pada tanggal dan waktu yang telah ditentukan dalam surat panggilan kepada pemegang saham. Para pemegang saham harus siap berada dihadapan seperangkat media elektronik komputer yang minimal telah dilengkapi dengan alat cetak (printer), pemindai (scanner), pengirim-penerima surat atau dokumen tercetak dia tas kertas (faksimile) atau program fasilitas pengirim-penerima surat atau dokumen elektronik (e-mail), kamera (web camera), mikropon (micropon), speaker (headset) serta pesawat telepon yang dilengkapi fasilitas koneksi internet cepat yang tersambung pada perangkat komputer.

Perangkat video konfrensi sebagai sarana penghubung antara peserta RUPS sehingga semua peserta RUPS dapat saling melihat melaui layar monitor hasil rekaman web camera, mendengar pembicaraan atau berbicaa secara langsung melalui scanner atau faksimile atau e-mail serta langsung berinteraksi dalam pengambilan keputusan-kepusan RUPS tersebut sekaligus menyetujui dan menandatangani Notulen/Risalah RUPS baik secara fisik maupun secara elektronik. Jenis RUPS inilah yang baru dikenal dalam UUPT Nomor 40 Tahun 2007.

Pelaksanaan RUPS melaui video konfrensi pada hari, tanggal dan jam yang telah ditentukan sesuai panggilan diselenggarakan dengan ketentuan dan tata cara yang sama dengan pelaksanaan RUPS secara konvensional baik untuk RUPS Tahunan maupun untuk RUPSLB. Yakni dimana sejak dibukanya sampai ditutupnya RUPS oleh ketua rapat sama dengan pelaksanaan RUPS Konvensional hanya saja pada pelaksanaan RUPS melaui video konfrensi dipergunakan fasilitas


(23)

sarana media elektronik seperti video konferensi sedangkan pada pelaksanaan RUPS secara Konvensional dilagsungkan tanpa adanya media perantara.

Perbedaanya hanya pada teknik penandatanganan Notulen/Risalah RUPS. Menurut ketentuan Pasal 77 Ayat (4) UUPT Nomor 40 Tahun 2007. Risalah RUPS melalui video konfrensi dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS. Sedangkan pada pelaksanaan RUPS secara Konvensional Notulen/Risalah RUPS sekurang-kurangnya ditandatangani oleh ketua rapat dan salah satu pemegang saham yang ditunjuk oleh peserta RUPS dalam Rapat. Dalam hal RUPS dengan menggunakan media elektronik sangat erat kaitannya dengan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik maupun hasil cetaknya.

Pasal 1 UUITE Nomor 11 Tahun 2008 meyebutkan :

Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Dalam Penjelasan Pasal 77 Ayat (4) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 disebutkan bahwa :

Yang dimaksud dengan disetujui dan ditandatangani adalah disetujui dan ditandatangani secara fisik atau secara elektronik. Berdasarkan ayat tersebut, Notulen/Risalah RUPS melaui video konferensi dapat ditandatangani oleh peserta RUPS dengan cara :


(24)

1)Ditandatangani oleh semua peserta RUPS secara fisik. 2)Ditandatangani oleh semua peserta RUPS secara elektronik.

3)Ditandatangani oleh sebahagian peserta RUPS secara fisk dan sebahagian peserta RUPS secara elektronik.

Penandatanganan Notulen/Risalah RUPS tidak harus dilakukan oleh semua peserta atau seluruh pemegang saham, oleh karena adanya ketentuan Pasal 90 Ayat (1 ) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa :

Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.

Dalam penjelasan Pasal 90 Ayat (1 ) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 tersebut disebutkan sebagai berikut :

Penandatanganan oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi Notulen/Risalah RUPS tersebut.

Berpedoman pada ketentuan-ketentuan dalam UUPT Nomor 40 Tahun 2007 tersebut di atas, maka Notulen/Risalah RUPS yang diselenggarakan melalui video

Penandatanganan secara elektronik masih diragukan keabsahannya karena belum ada peraturan perundang-undangan yang dapat menafsirkan bagaimana bentuk, cara, teknik, metode pembuatan tanda tangan elektronik, maka cara penandatangan yang dipilih adalah penandatanganan secara fisik pada Notulen/Risalah RUPS yang telah diselenggarakan dan disetujui secara


(25)

elektronik. konferensi dapat ditandatangani dengan memilih salah satu dari ketiga cara sebagai berikut :

1)Ditandatangani oleh Ketua RUPS dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham secara fisik.

2)Ditandatangani oleh ketua RUPS secara fisik dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham secara elektronik.

3)Ditandatangani oleh ketua RUPS dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham secara elektronik.

Notulen/Risalah RUPS yang dilakukan melalui video konferensi juga dapat memuat keputusan-keputusan mengenai perubahan AD tertentu yang harus dimintakan persetujuan dari dan/atau yang harus diberitahukan atau dilaporkan kepada menteri hukum dan hak ajasi manusia dimana keputusan-keputusan RUPS tersebut harus dinyatakan dalam akta notaris yang dalam prakteknya disebut Akta Persetujuan Keputusan Rapat (PKR). Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 21 Ayat (5) UUPT Nomor 40 Tahun 2007, maka di dalam Notulen/Risalah RUPS harus dimuat juga pemberian kuasa kepada ketua RUPS yakni direksi untuk menyatakan keputusan-keputusan RUPS tersebut kedalam Akta Otentik (Akta PKR). Untuk menjamin kepastian dan kebenaran isi Notulen/Risalah RUPS tersebut sesuai dengan ketentuan dalam penjelasan Pasal 90 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007, hingga lebih lanjut Notulen/Risalah RUPS melalui video konferensi yang ditandatangani dengan cara demikian itu dapat dianggap sebagai dokumen yang sah dan dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah menurut hukum sebagai dasar pembuatan Akta PKR dihadapan Notaris oleh ketua RUPS selaku


(26)

pemegang kuasa dari RUPS yang dilaksanakan melalui media elektronik seperti video konferensi.

d.Penandatanganan Notulen Rapat

Yang dimaksud dengan tanda tangan secara fisik adalah tanda tangan yang dilakukan dengan menggunkan tinta di atas media kertas atau disebut secara manual seperti yang biasa dilakukan dalam praktek sehari-hari, sedangkan yang dimaksud dengan tanda tangan secara elektronik menurut penjelasan Pasal 10 ayat (6) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 adalah :

Yang dimaksud dengan tanda tangan secara elektronik adalah tanda tangan yang dilekatkan atau disertakan pada data elektronik oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan keotentikan data yang berupa gambar elektronik dari tanda tangan pejabat yang berwenang tersebut yang dibuat melalui media komputer.

Menurut Pasal 1 angka 12 UUITE Nomor 11 Tahun 2008, yang dimaksud dengan tanda tangan elektronik adalah :

Tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

Pada dasarnya tanda tangan elektronik merupakan identitas elektronik yang bertujuan untuk menunjukan identitas dan status subjek hukum sebagai bentuk persetujuan terhadap kewajiban-kewajiban yang melekat pada sebuah surat elektronik.

Jadi setiap risalah rapat yang dibuat dalam RUPS dengan menggunakan media elektronik (telekonferensi lalu penandatanganan secara elektronik) berlaku pula UU ITE ini, karena perbuatan hukum yang dilakukan berhubungan dengan


(27)

suatu perseroan terbatas yang berkedudukan di wilayah Indonesia dan dari perbuatan hukum tersebut mempunyai akibat hukum di wilayah Indonesia44

a. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,diterima, atau disimpan dalam bentuk analog digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya,yang dapat dilihat, ditampilkan,dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

. Dalam hal RUPS dengan menggunakan media elektronik sangat erat kaitannya dengan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik maupun hasil cetaknya. Mari kita pelajari bagaimana UU ITE mengatur mengenai dokumen elektronik dan penandatanganan secara elektronik yang dianggap sah sehingga memiliki kekuatan hukum sebagai alat bukti.

Dalam UU ITE dalam Ketentuan Umum dijelaskan beberapa definisi sebagai berikut:

b. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

Menurut Pasal 5 UU ITE, informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah namun bukanlah alat bukti

44

Nindyo Pramono. “Bunga Rampai Hukum Bisnis”. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006) hal 107-108


(28)

baru, melainkan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia45

Dalam Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi,atau sarana media elekronik lainnya yang . Ketentuan yang perlu diperhatikan agar suatu informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik adalah sah harus menggunakan Sistem Elektronik yang diatur dalam UU ITE ini -antara lain terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 7, mengenai persyaratan tandatangan elektronik, karena dalam hakekatnya semua informasi dapat disajikan bukan hanya dalam media kertas, namun juga media elektronik.

Namun informasi dalam Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan carapenggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya, oleh karena itu perlu cara/sistem yang dapat memastikan bahwa informasi yang diberikan adalah benar/valid, diberikan oleh pihak yang berhak/berwenang dan dapat dipertanggung jawabkan.

Apabila semua informasi dan dokumen elektronik yang dihasilkan dalam RUPS dengan media elektronik tersebut telah memenuhi semua persyaratan sebagaimana ditentukan dalam UU ITE, maka semua informasi dan dokumen elektronik tersebut dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah menurut hukum Negara ini.

45


(29)

memungkinkan semua peserta RUPS melihat dan mendengar serta secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat46

1. RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.

.

Beberapa Dasar Hukum Sebagai Acuan Pasal 76 Undang-Undang PT Nomor 40 Tahun 2007

2. RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa dimana saham Perseroan dicatatkan.

3. Tempat RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia.

4. Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3).

5. RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) dapat mengambil keputusan jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

Penjelasan Pasal 76 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

46

M. Yahya Harahap. “Hukum Perseroan Terbatas” (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hal 306


(30)

Ayat (4) Yang dimaksud dengan “ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)” adalah RUPS harus diadakan di wilayah negara Republik Indonesia. Ayat (5) Cukup jelas.

Pasal 77 – Undang-Undang PT Nomor 40 Tahun 2007

1. Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat.

2. Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.

3. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).

4. Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.

Penjelasan Pasal 77 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Yang dimaksud dengan “disetujui dan ditandatangani” adalah disetujui dan ditandatangani secara fisik atau secara elektronik.


(31)

D.Legalitas dan Akibat Hukum Pengambilan Keputusan RUPS Melalui Teleconference Dikaitkan dengan UU Perseroan Terbatas dan UU ITE

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki asas diantaranya netral teknologi atau kebebasan memilih teknologi. Hal ini termasuk memilih jenis tanda tangan elektronik yang dipergunakan untuk menandatangani suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik.

Asas netral teknologi dalam UU ITE perlu dipahami secara berhati-hati, dan para pihak yang melakukan transaksi elektronik sepatutnya menggunakan tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah seperti diatur dalam pasal 11 Ayat (1) UU ITE.

Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;

b. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik

hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;

c. Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

d. Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya;


(32)

f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

Dengan adanya UU ITE paling tidak sudah ada pagar yang menjaga kita dalam bertransaksi dengan menggunakan media elektronik. Jadi tidak ada salahnya jika kita mencoba melaksanakan RUPS dengan media elektronik.

Pasal 5

1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang‐Undang ini.

4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut Undang‐Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis (Penjelasan Huruf a-Surat yang menurut UndangUndang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi Negara); dan

b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang‐Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.


(33)

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 Ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Penjelasan Pasal 6

Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannyatidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan carapenggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.

Pasal 7

Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan PerundangUndangan.

(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhipersyaratan sebagai berikut:

a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;


(34)

b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;

c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa

Penandatangannya; dan

f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.

(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi

berlangsung.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah....

Dalam pasal 5 Ayat 1 dan 2 UU ITE hanya disebutkan bahwa dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya adalah alat bukti hukum yang sah dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia, sehingga permasalahannya apakah dokumen elektronik


(35)

tersebut dapat dipersamakan akta dibawah tangan (risalah rapat yang dibuat di bawah tangan) atau bahkan setara dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris dalam kedudukan, nilai, derajat dan kekuatan pembuktiannya dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia.

Oleh UU PT bahwa setiap perubahan anggaran dasar baik yang memerlukan persetujuan maupun yang hanya cukup diberitahukan kepada Menteri wajib dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia47. Jika tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat oleh notaris harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS48

Dapatlah diambil kesimpulan bahwa risalah rapat dari RUPS modern yang merupakan Dokumen Elektronik tidak dapat disetarakan dengan akta otentik yang . Selanjutnya ditentukan bahwa jika lewat dari batas waktu yang telah ditentukan di atas, maka risalah rapat perubahan anggaran dasar tersebut tidak dapat dinyatakan dalam akta notaris.

Oleh karena itu berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas dan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (4) huruf b UU ITE :

“ Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk :

a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.”

47

G.H.S. Lumban Tobing. “Peraturan Jabatan Notaris”. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1999) hal 53.

48

Herlien Budiono. “Kompilasi Hukum Kenotariatan”. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007) hal 211


(36)

dibuat oleh atau dihadapan notaris; oleh karena otensitas dari akta notaris bersumber dari Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, yaitu notaris dijadikan sebagai pejabat umum, sehingga akta yang dibuat oleh notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik.

Akta yang dibuat oleh notaris mempunyai sifat otentik, bukan oleh karena undang-undang menerapkan demikian, tetapi karena akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan: “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”49

Singkatnya, segala bentuk tulisan atau akta yang bukan akta otentik disebut akta di bawah tangan atau dengan kata lain segala jenis akta yang tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Tetapi dari segi hukum pembuktian, agar suatu tulisan bernilai sebagai akta dibawah tangan, diperlukan persyaratan pokok :

.

Jika tidak dapat disetarakan dengan akta otentik baik dari segi fungsi maupun dari segi kekuatan pembuktiannya, apakah kekuatan hukum pembuktian Dokumen Elektronik dalam hal ini risalah RUPS modern dapat disetarakan dengan akta yang dibuat di bawah tangan.

50

49

http://notarissby.blogspot.com/

50

http://www.legalitas.org/artikel/alat/bukti/elektronik/dokumen/elektromik/kedudu kan/nilai/ derajat/kekuatan/pembuktian/hukum.


(37)

2. isi yang diterangkan di dalamnya menyangkut perbuatan hukum (rechtshandeling) atau hubungan hukum (recht bettrekking);

3. sengaja dibuat untuk dijadikan bukti dari perbuatan hukum yang disebut didalamnya.

Daya kekuatan pembuktian akta dibawah tangan, tidak seluas dan setinggi derajat akta otentik. Akta otentik memiliki daya pembuktian lahiriah, formil dan materiil. Tidak demikian dengan akta dibawah tangan, yang padanya tidak mempunyai daya kekuatan pembuktian lahiriah, namun hanya terbatas pada daya pembuktian formil dan materiil dengan bobot yang jauh lebih rendah dibandingkan akta otentik51

Dalam UU ITE diatur bahwa informasi elektronik/dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Tapi, tidak sembarang informasi elektronik/dokumen elektronik dapat dijadikan alat bukti yang sah

.

52

1. dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;

. Menurut UU ITE, suatu informasi elektronik/ dokumen elektronik dinyatakan sah untuk dijadikan alat bukti apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ITE, yaitu sistem elektronik yang andal dan aman, serta memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:

51

R. Ali Rido. “Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf”. (Bandung: Alumni, 2001) hal 17

52


(38)

2. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;

3. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;

4. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan

5. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

Pihak yang mengajukan informasi elektronik tersebut harus dapat membukt ikan bahwa telah dilakukan upaya yang patut untuk memastikan bahwa suatu sistem elektronik telah dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik tersebut53

53

Sentosa Sembiring. “Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas”. (Jakarta: Nuansa Mulia, 2006) hal 34

.

Bagaimanapun juga UU ITE harus bisa menjelaskan bagaimana membuktikan suatu sistem elektronik memenuhi syarat yg diatur dalam UU ITE, agar alat bukti berupa informasi/dokumen elektronik tidak dipertanyakan lagi keabsahannya. Karena dalam UU ITE sendiri pengaturan mengenai sistem elektronik masih akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, maka sangat diharapkan pengaturannya nanti dapat menghindari perdebatan yang tidak perlu mengenai keabsahan alat bukti tersebut.


(39)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum dokumen elektronik dapat dijadikan suatu bukti yang sah, maka harus diuji lebih dahulu syarat minimal yang ditentukan oleh undang-undang yaitu pembuatan dokumen elektronik tersebut dilakukan dengan menggunakan sistem elektronik yang andal, aman dan beroperasi sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu dapat dipertanyakan apakah dokumen elektronik (dalam hal ini risalah RUPS modern) sudah memenuhi batas minimal pembuktian, oleh karena dalam teori hukum pembuktian disebutkan bahwa agar suatu alat bukti yang diajukan di persidangan sah sebagai alat bukti, harus dipenuhi secara utuh syarat formil dan materiil sesuai dengan yang ditentukan oleh undang-undang54

a. dibuat secara sepihak atau berbentuk partai (sekurang-kurangnya dua pihak);

. Batas minimal pembuktian akta otentik cukup pada dirinya sendiri, oleh karena nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik adalah sempurna dan mengikat, pada dasarnya ia dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan atau dukungan alat bukti yang lain. Sedangkan pada akta dibawah tangan agar mempunyai nilai pembuktian haruslah dipenuhi syarat formil dan materil yaitu :

b. ditanda tangani pembuat atau para pihak yang membuatnya; c. isi dan tanda tangan diakui.

Kalau syarat diatas dipenuhi, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1975 KUH Perdata juncto Pasal 288 RBG maka nilai kekuatan pembuktiannya sama

54

Otentikasi Dokumen Elektronik Menggunakan Tanda Tangan Digital, http://www/informatika.org/~rinaldi/Kriptografi/Makalah/Makalah12.pdf>, 2 Desember 2009.


(40)

dengan akta otentik; dan oleh karena itu juga mempunyai batas minimal pembuktian yaitu mampu berdiri sendiri tanpa bantuan alat bukti lain.

Dari Pasal 1 point 4, Pasal 5 Ayat (3), Pasal 6 dan Pasal 7 UU ITE dapat dikategorikan syarat formil dan materil dari dokumen elektronik agar mempunyai nilai pembuktian, yaitu :

a. berupa informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima atau disimpan, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tulisan, suara, gambar...dan seterusnya yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya;

b. dinyatakan sah apabila menggunakan/berasal dari Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang;

c. dianggap sah apabila informasi yang tecantum didalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Dari syarat-syarat formil dan materil tersebut dapat dikatakan bahwa dokumen elektronik agar memenuhi batas minimal pembuktian haruslah didukung dengan saksi ahli yang mengerti dan dapat menjamin bahwa sistem elektronik yang digunakan untuk membuat, meneruskan, mengirimkan, menerima atau menyimpan dokumen elektronik adalah sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang; kemudian juga harus dapat menjamin bahwa dokumen elektronik tersebut tetap dalam keadaan seperti pada waktu dibuat tanpa ada perubahan apapun ketika diterima oleh pihak yang lain (integrity), bahwa memang benar dokumen tersebut


(41)

berasal dari orang yang membuatnya (authenticity) dan dijamin tidak dapat diingkari oleh pembuatnya (non repudiation).

Hal ini bila dibandingkan dengan bukti tulisan, maka dapat dikatakan dokumen elektronik mempunyai derajat kualitas pembuktian seperti bukti permulaan tulisan (begin van schriftelijke bewijs), dikatakan seperti demikian oleh karena dokumen elektronik tidak dapat berdiri sendiri dalam mencukupi batas minimal pembuktian, oleh karena itu harus dibantu dengan salah satu alat bukti yang lain. Dan nilai kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim, yang dengan demikian sifat kekuatan pembuktiannya adalah bebas (vrij bewijskracht).

Berdasarkan penalaran hukum di atas, maka dapatlah disimpulkan dokumen elektronik dalam hukum acara perdata dapat dikategorikan sebagai alat bukti persangkaan Undang-Undang yang dapat dibantah (rebuttable presumption of law) atau setidak-tidaknya persangkaan hakim (rechtelijke vermoden).


(42)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan pada bagian penulisan skripsi ini, maka rumusan yang dapat dikemukakan sebagai kesimpulan adalah sebagai berikut:

1) Tujuan dilaksanakannya RUPS pada perseroan adalah untuk menyetujui, mengesahkan, mengambil keputusan ataupun menolak mengenai: pertanggung jawaban direksi, laporan keuangan yang disampaikan Direksi, rancangan rencana kerja pengurus untuk satu tahun berikutnya, rencana penambahan modal, pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan atau Komisaris, rencana penjualan asset dan pemberian jaminan hutang sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan, rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan dan rencana pembubaran perseroan. Sedangkan tata cara pelaksanaan RUPS pada perseroan terdapat dalam ketentuan pasal 69 UU PT No. 40 Tahun 2007 2) Keberadaan RUPS sebagai sebuah organ perseroan yang mempunyai

kekuasaan tertinggi pada perseroan mempunyai peranan yang penting, dimana keberadaan RUPS merupakan suatu wadah untuk menentukan operasional dari perseroan. Kehendak pemegang saham bersama-sama dijelmakan dalam suatu keputusan yang dianggap sebagai kehendak perseroan, yang tidak dapat ditentang oleh siapapun dalam perseroan, kecuali jika keputusan itu bertentangan dengan maksud dan tujuan


(43)

perseroan dan hal ini telah sesuai dengan tugas dan wewenang RUPS sebagaimana diatur dalam UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas 3) Menyangkut penggunaan media teleconference dalam Rapat Umum

Pemegang Saham di Perseroan Terbatas yaitu sebelum dokumen elektronik dapat dijadikan suatu bukti yang sah, maka harus diuji lebih dahulu syarat minimal yang ditentukan oleh undang-undang yaitu pembuatan dokumen elektronik tersebut dilakukan dengan menggunakan sistem elektronik yang andal, aman dan beroperasi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu dapat dipertanyakan apakah dokumen elektronik (dalam hal ini risalah RUPS modern) sudah memenuhi batas minimal pembuktian, oleh karena dalam teori hukum pembuktian disebutkan bahwa agar suatu alat bukti yang diajukan di persidangan sah sebagai alat bukti, harus dipenuhi secara utuh syarat formil dan materiil sesuai dengan yang ditentukan oleh undang-undang. Batas minimal pembuktian akta otentik cukup pada dirinya sendiri, oleh karena nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik adalah sempurna dan mengikat, pada dasarnya ia dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan atau dukungan alat bukti yang lain.

B. Saran

Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan pada bagian penulisan skripsi ini, maka rumusan yang dapat dikemukakan sebagai saran adalah sebagai berikut:

1) Mengingat bahwa Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki asas diantaranya netral teknologi atau kebebasan


(44)

memilih teknologi. Hal ini termasuk memilih jenis tanda tangan elektronik yang dipergunakan untuk menandatangani suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, maka hendaknya asas netral teknologi dalam UU ITE perlu dipahami secara berhati-hati. Hal ini dilakukan supaya para pihak yang melakukan transaksi elektronik sepatutnya menggunakan tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah seperti diatur dalam pasal 11 ayat 1 UU ITE. Perlu dipahami dengan baik bahwa tanda tangan bertujuan untuk menyatakan persetujuan atas informasi yang disepakati oleh para pihak yang bertransaksi, dan mengidentifikasi siapa yang menandatangani.

2) Dari Pasal 1 point 4, Pasal 5 Ayat (3), Pasal 6 dan Pasal 7 UU ITE dapat dikategorikan syarat formil dan materil dari dokumen elektronik agar mempunyai nilai pembuktian. Oleh karenanya dari syarat-syarat formil dan materil tersebut dapat dikatakan bahwa dokumen elektronik agar memenuhi batas minimal pembuktian haruslah didukung dengan saksi ahli yang mengerti dan dapat menjamin bahwa sistem elektronik yang digunakan untuk membuat, meneruskan, mengirimkan, menerima atau menyimpan dokumen elektronik adalah sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang; kemudian juga harus dapat menjamin bahwa dokumen elektronik tersebut tetap dalam keadaan seperti pada waktu dibuat tanpa ada perubahan apapun ketika diterima oleh pihak yang lain (integrity), bahwa memang benar dokumen tersebut berasal dari orang yang membuatnya (authenticity) dan dijamin tidak dapat diingkari oleh pembuatnya (non repudiation).


(45)

3) Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan para organ Perseroan Terbatas pada umumnya dan pemegang saham pada khususnya, adalah suatu hal yang esensial dan perlu mengadkan/memberikan penyuluhan hukum berkenaan dengan instrument hukum mengenai Rapat Umum Pemegang Saham melalui media teleconference berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.


(46)

BAB II

REGULASI MENGENAI RUPS MENURUT UU NO.40 TAHUN

2007 TENTANG PT

A. Pengertian Perseroan Terbatas Menurut UU No. 40 Tahun 2007

Kata “perseroan” dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha atau badan usaha. Sedangkan “perseroan terbatas” adalah suatu bentuk organisasi yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia Kata “perseroan” menunjuk kepada modal nya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang di ambil bagian dan dimilikinya Sebutan atau bentuk PT datang dari hukum dagang belanda (WvK) dengan singkatan NV atau Naamlooze Vennootschap16, yang singkatannya juga lama digunakan di Indonesia sebelum diganti dengan singkatan PT. Sebenarnya bentuk ini berasal dari Perancis dengan singkatan SA atau Societe Anonyme yang secara harfiah artinya “Perseroan tanpa nama”17

Terhadap perseroan terbatas ini di dalam beberapa bahasa disebut sebagai berikut: Dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited (Ltd.) Company, atau

Limited Liability Company, ataupun Limited (Ltd.) Corporation. Dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamlooze Vennootschap atau yang biasa sering disebut . Maksudnya adalah bahwa PT itu tidak menggunakan nama salah seorang atau lebih diantara para pemegang sahamnya, melainkan memperoleh namanya dari tujuan perusahaan saja


(47)

NV saja18

16

I.G. Rai Widjaja. “Hukum Perusahaan.(Jakarta: Kesaint Blanc, 2002) Hal 1

17

Ibid

18

I.G Rai Widjaja Loc Cit hal 73

. Dalam bahasa Jerman disebut dengan Gesselschaft mit Beschrankter Haftung. Dalam bahasa Spanyol disebut dengan Sociedad De Responsabilidad Limitada

Di Malaysia disebut dengan sendirian berhad (SDN BHD). Di Singapura disebut Private Limited (Pte Ltd). Di Jepang disebut dengan Kabushiki Kaisa Secara etymology, kata “corporation” diturunkan dari bahasa latin, yaitu corpus, yang berarti suatu badan (body), yang mewakili “a body of people”; that is, a group of people authorized to act as an individual (oxford English dictionary) yang artinya adalah sekelompok orang yang diberi kuasa untuk bertindak sebagai seorang individu. Corporation menurut black’s law dictionary adalah : “An entity (usu. A business) having authority under law to act a single person distinct from the shareholders who own and having rights to issue stock and axist indefinitely; a group of succession of persons established in accordance with legal rules into a legal or juristic person that has legal personality distinct from the natural persons who make it up, exists indefinitely apart for them, and has the legal powers that its constitution gives it.”

Artinya: sebuah kesatuan, biasanya sebuah bisnis, yang mempunyai kewenangan berdasarkan hukum untuk bertindak seperti seseorang secara nyata dari pemegang saham yang memiliki dan mempunyai hak untuk mengeluarkan saham dan eksis untuk jangka waktu yang tidak terbatas; sebuah kelompok pengganti orang yang didirikan berdasarkan aturan hukum ke dalam hukum atau orang yang ahli yang mempunyai kepribadian hukum secara nyata dari orang yang mengusahakannya, eksis untuk jangka waktu yang lama terpisah dengan mereka, dan mempunyai kekuatan hukum yang diberikan konstitusi.

Rumusan tersebut menunjukkan bahwa korporasi adalah badan hukum yang dipersamakan dengan manusia. Sebagai badan hukum, korporasi dibedakan dari pemegang sahamnya, dalam pengertian bahwa semua kewajiban korporasi dijamin dengan harta kekayaannya sendiri, terlepas dari harta kekayaan para pemegang sahamnya


(48)

Selanjutnya yang dinamakan dengan company adalah19

Selanjutnya dalam http://en.wikipedia.org/wiki/corporations dikatakan bahwa yang dinamakan corporation adalah

:

1. A corporation-or, less commonly, an association, partnership or union – that carries on a commercial or industrial enterprise.

2. A corporation, partnership, association, joint stock company, trusts, fund and organized group of persons, whether incorporated or not, and (in an official capacity) any receiver, trustee in bankruptcy, or similar official, or liquidating agent, for any of the foregoing.

Artinya: perusahaan adalah:

1. Sebuah korporasi atau asosiasi, persekutuan atau persatuan yang menjalankan sebuah perusahaan komersial atau industri.

2. Sebuah korporasi, persekutuan, asosiasi, perusahaan patungan, kepercayaan, dana dan kelompok orang yang terorganisir, baik inkorporasi ataupun bukan, dan (dalam kapasitas pejabat) penerima, wakil dalam kepailitan, atau pejabat yang lain, atau agen pembubaran, dari apa yang terlebih dahulu)

Dalam pengertian yang diberikan di atas, company atau perusahaan meliputi juga korporasi dan badan (usaha) yang tidak berbadan hukum termasuk di dalamnya persekutuan, bahkan suatu kumpulan dana milik bersama (trust Fund). Rumusan tersebut memperlihatkan bahwa perusahaan (Company) memiliki makna yang lebih luas dari korporasi yang merujuk pada perseroan terbatas

20

A corporation is a legal entity (technically, a juristic person) which has a legal personality distinct from those of its members. The defining legal rights and

:

19

Ibid

20


(49)

obligations of a corporation consist of the capacities (i) to sue and to be sued, (ii) to have assets, (iii) to employ agents, (iv) to engage in contracts, and (v) to make by laws governing its internal affairs. Other legal rights and obligations may be assigned to the corporation by governments or courts. These are often controversial.”

Rumusan di atas memberikan lima kapasitas suatu perseroan terbatas, yaitu

a. dapat menggugat dan digugat, yang berarti memiliki suatu persona standi in judicio tersendiri;

b. memiliki harta kekayaan sendiri. Memiliki harta kekayaan yang dimaksud di sini bukan memiliki harta kekayaan tetapi dalam makna milik bersama. Melainkan harta kekayaan dari suatu kesatuan, suatu badan hukum, yang dapat dicatatkan atas namanya sendiri, yang menandakan bahwa perseroan adalah suatu subjek hukum yang mandiri;

c. dapat memberikan kuasa;

d. dapat membuat perjanjian, tentunya dengan segala akibat hukumnya; e. mampu membuat peraturan untuk mengatur kehidupan internalnya sendiri.

Steward Kyd, mendefinisikan corporation sebagai21

Artinya: kumpulan dari banyak persatuan individu dalam sebuah badan, dibawah sebuah satuan yang khusus, memiliki penggantian terus-menerus dibawah sebuah bentuk buatan, dan diberikan, oleh kebijaksanaan hukum, dengan

:

A collection of many individuals united into one body, under a special denomination, having perpetual succession under an artificial form, and vested, by policy of the law, with the capacity of acting, in several respects, as an individual, particularly of taking and granting property, of contracting obligations, and of suing and being sued, of enjoying privileges and immunities in common, and of exercising a variety of political rights, more or less extensive, according to the design of its institution, or the powers conferred upon it, either at the time of its creation, or at any subsequent period of its existence


(50)

kapasitas berbuat, dalam berbagai kehormatan, sebagai seorang individu, terutama dalam mengambil dan memberikan kepemilikan, dari kewajiban kontrak, dan menggugat atau digugat, dalam menikmati hak istimewa dan imunitas pada umumnya, dan dalam mempergunakan berbagai hak politik, kurang atau lebih luas, berdasarkan rancangan istitusinya, atau kekuatan yang dianugerahkan kepadanya, juga dalam waktu penciptaannya, atau dalam jangka waktu tertentu dari eksistensinya.)

Tidak jauh berbeda dari beberapa rumusan sebelumnya. Kyd menegaskan bahwa yang dinamakan dengan korporasi atau perseroan terbatas adalah kumpulan dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan, dengan jangka waktu eksistensi yang abadi dalam bentuk yang tidak nyata (artificial), memiliki kemampuan bertindak sebagaimana layaknya seorang individu manusia, orang- perorangan, dapat memiliki atau melepaskan pemilikan suatu benda, membuat perjanjian dan perikatan, menggugat dan digugat, dan hak-hak lainnya sebagaimana diberikan oleh peraturan yang membentuk dan mengaturnya22

1. transferable shares (shareholders can change without affecting its status as a legal entity)

. Selanjutnya dalam konsepsi modern business corporation, dikatakan lebih lanjut bahwa :

In addition to its legal personality, the modern business corporation has at least three other legal characteristics

2. perpetual succession capacity (its possible continued existence despite shareholders' death or withdrawal), and

21 Gunawan Widjaja. “Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris dan pemilik PT” Op. Cit


(51)

3. and limited liability (including, but not limited to: the shareholders' limited responsibility for corporate debt, insulation from judgments against the corporation, shareholders' amnesty from criminal actions of the corporation, and, in some jurisdictions, limited liability for corporate officers and directors from criminal acts by the corporation)

Dari rumusan yang diberikan di atas dapat diketahui bahwa suatu perseroan terbatas sebagai suatu bentuk modern corporation memiliki setidaknya karakteristik tambahan sebagai berikut23

a. memiliki status hukum tersendiri, yaitu sebagai suatu badan hukum, yaitu subjek hukum artificial, yang sengaja diciptakan oleh hukum untuk membantu kegiatan perekonomian, yang dipersamakan dengan individu manusia, orang perorangan;

:

a. kepemilikannya ditandai dengan saham-saham yang dapat dengan mudah dipindahtangankan ataupun dialihkan kepada siapapun juga,

b. mempunyai masa hidup yang abadi dengan jangka waktu pendirian yang tidak ditentukan lamanya, yang tidak digantungkan pada masa hidup pemegang sahamnya,

c. sifat tanggung jawab yang tidak hanya terbatas pada pemegang saham, tidak hanya untuk pertanggungjawaban perdata melainkan juga tanggung jawab atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh perseroan. Di samping itu dikenal juga pertanggungjawaban terbatas terhadap para pengurusnya

Dengan demikian dapatlah dilihat dan disimpulkan bahwa pada dasarnya suatu perseroan terbatas mempunyai ciri-ciri sekurang-kurangnya sebagai berikut:

22


(52)

b. memiliki harta kekayaan tersendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri, dan pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk perjanjian yang dibuat. Ini berarti perseroan dapat mengikatkan dirinya dalam satu atau lebih perikatan, yang berarti menjadikan perseroan sebagai subjek hukum mandiri (persona standi in judicio) yang memiliki kapasitas dan kewenangan untuk dapat menggugat dan digugat di hadapan pengadilan;

c. tidak lagi membebankan tanggung jawabnya kepada pendiri, atau pemegang sahamnya, melainkan hanya untuk dan atas nama dirinya sendiri, untuk kerugian dan kepentingan dirinya sendiri;

d. kepemilikannya tidak digantungkan pada orang-perorangan tertentu, yang merupakan pendiri atau pemegang sahamnya, setiap saham perseroan dapat dialihkan kepada siapapun juga menurut ketentuan yang diatur dalam anggaran dasar dan undang-undang yang berlaku pada suatu waktu tertentu;

e. keberadaannya tidak dibatasi jangka waktunya dan tidak lagi dihubungkan dengan eksistensi dari pemegang sahamnya;

f. pertanggungjawaban yang mutlak terbatas, selama dan sepanjang para pengurus (direksi, dewan komisaris, dan atau pemegang saham) tidak melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang tidak boleh dilakukan.

Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 angka (1), yang dimaksud dengan perseroan terbatas adalah sebagai berikut24

“ Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

:

23

Agus Budiarto. “Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas”. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002) hal 46


(53)

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Dari batasan yang dikemukakan di atas, ada 6 (enam) hal pokok yang dapat dikemukakan di sini :

a. Perseroan merupakan suatu badan hukum ;

b. Merupakan persekutuan modal ; 43 Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007

c. Didirikan berdasarkan perjanjian ; d. Melakukan kegiatan usaha ;

e. Terdiri atas modal dasar yang terbagi dalam saham ; dan f. Memenuhi persyaratan Undang-Undang

B. Pengertian RUPS Menurut UU No. 40 Tahun 2007

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam perseroan berdasar ketentuan Pasal 1 butir 3 UUPT yang mengatakan : “Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan komisaris”25

Akan tetapi kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang tersebut adalah tidak mutlak artinya bahwa kekuasaan tertinggi yang dimiliki RUPS hanya mengenai wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan komisaris

.

24


(54)

karena tugas dan wewenang setiap organ perseroan termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam Undang- undang Perseroan Terbatas Tahun 1995.

Menurut Pasal 65 UUPT, RUPS dapat diselenggarakan dengan 2 macam RUPS yaitu sebagai berikut :

1. RUPS tahunan, yang diselenggarakan dalam waktu paling lambat 6 bulan setelah tutup buku.

2. RUPS lainnya, yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasar kebutuhan.

Selanjutnya guna kepentingan penyelenggaraan RUPS, direksi melakukan pemanggilan kepada para pemegang saham dengan mengacu pada ketentuan Pasal 69 UUPT yang menentukan sebagai berikut :

1. Pemanggilan RUPS dilakukan paling lambat 14 hari sebelum RUPS diadakan. 2. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat.

3. Pemanggilan RUPS untuk perseroan terbuka dilakukan dalam surat kabar harian.

4. Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor mulai dari dilakukannya pemanggilan sampai dengan hari RUPS diadakan.

5. Perseroan Wajib memberikan salinan bahan kepada pemegang saham secara cuma-cuma.

25

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, “Seri Hukum Bisnis – Kepailitan”. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) hal 55


(55)

6. Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat 1 dan 2 keputusan tetap sah apabila RUPS dihadiri seluruh pemegang saham dengan hak suara sah dan disetujui dengan suara bulat.

Sedangkan wewenang RUPS antara lain adalah26

5. Berwenang dan berhak meminta keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi atau komisaris

:

1. Berwenang mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris. 2. Berwenang mengambil keputusan untuk mengubah anggaran dasar.

3. Berwenang mengambil keputusan atas permohonan kepailitan perseroan yang dimajukan direksi kepada Pengadilan Negeri.

4. Berwenang mengambil keputusan jika diminta direksi untuk memberikan persetujuan guna mengalihkan atau menjadikan jaminan hutang seluruh atau sebagian harta kekayaan perseroan.

27

Beberapa hal yang menjadi wewenang dari RUPS yang ditetapkan dalam UUPT antara lain

.

28

6. Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan (Pasal 105).

:

1. Penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 14). 2. Penetapan pengurangan modal (Pasal 37).

3. Pemeriksaan, persetujuan dan pengesahan laporan tahunan (Pasal 60). 4. Penetapan penggunaan laba (Pasal 62).

5. Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris (Pasal 80, 91, 92).

26

Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Op.Cit hal 97

27

Hardijan Rusli. “Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya”. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996) hal 114-115.


(56)

7. Penetapan pembubaran perseroan (Pasal 105).

Tidak ada suatu rumusan yang jelas dan pasti mengenai kedudukan direksi dalam suatu perseroan terbatas, yang jelas direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan29

Sedangkan syarat untuk menjadi anggota Direksi menurut ketentuan Pasal 79 ayat (3) adalah

. Direksi atau pengurus perseroan adalah alat perlengkapan perseroan yang melakukan kegiatan perseroan dan mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pengangkatan direksi dilakukan oleh RUPS akan tetapi untuk pertama kali pengangkatannya dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota direksi di dalam akta pendiriannya. Beberapa pakar dan ilmuwan hukum merumuskan kedudukan direksi dalam perseroan sebagai gabungan dari dua macam persetujuan/perjanjian, yaitu :

1. Perjanjian pemberian kuasa, di satu sisi; dan 2. Perjanjian kerja/perburuhan, di sisi lainnya.

30

“Yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena

:

28

Gunawan Widjaja. “Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan”. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003). hal 25

29

Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Op.Cit, hal 78-79.

30


(1)

KEABSAHAN KEPUTUSAN RUPS PERSEROAN TERBATAS MELALUI TELECONFERENCE BERDASARKAN UU NO.11 TAHUN

2008 TENTANG ITE DAN UU NO.40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

ANDRE YAKOB 040200228

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

PROF.DR. BISMAR NASUTION S.H M.H NIP.

KOMISI PEMBIMBING:

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

PROF.DR. BISMAR NASUTION S.H, M.H M PROF.DR. SUNARMI S.H, M.HUM NIP. 195603291986011001 NIP. 1956032991986011001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu kepada Tuhan Yang Maha Baik pemilik langit dan bumi yang senantiasa memberikan kasih karunia dan anugerah selama penulis hidup. Atas perkenan-Nya juga penulis dapat mengecap studi di kampus serta menyelesaikan pembuatan skripsi ini.

Adalah sebuah sukacita besar dan kesempatan yang luar biasa manakala penulis dapat merampungkan pembuatan skripsi ini. Seperti kita ketahui bahwa skripsi merupakan merupakan salah satu syarat bagi Mahasiswa/i pada umumnya dan Mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada khususnya guna melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat guna memperoleh titel Sarjana Hukum. Merasa tertarik dengan program studi kekhususan Ekonomi, pada akhirnya penulis memilih judul “KEABSAHAN KEPUTUSAN RUPS PERSEROAN TERBATAS MELALUI TELECONFERENCE BERDASARKAN UU NO.11 TAHUN 2008 TENTANG ITE DAN UU NO.40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ” untuk dituangkan dalam tulisan skripsi ini.

Tak ada gading yang tak retak. Kira-kira pepatah demikianlah yang sangat cocok untuk mendeskripsikan keadaan skripsi ini yang masih sangat jauh dari kata sempurna. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan disana-sini dalam isi maupun bagian skripsi ini. Namun atas dasar sifat manusiawi yang bisa dan sering melakukan kesalahan, dengan segala hormat penulis meminta maaf. Oleh karenanya tak pelak bahwa saran, kritik, dan ide-ide baru yang konstruktif mengomentari bagian skripsi ini sangat penulis butuhkan dan karenanya akan diterima dengan senang hati serta penuh bijaksana. Di atas


(3)

semuanya, perkenankanlah dengan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.DR. Budiman Ginting SH, MHum, selaku Pembantu Dekan I, Syafruddin Hasibuan, S.H.,MH.,DFM selaku Pembantu Dekan II ,Muhammad Husni, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. DR. Bismar Nasution S.H, M.H selaku Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berkenan membantu dan memperhatikan Mahasiswa/i Perdata

4. Ibu Prof. DR. Sunarmi S.H, M.Hum selaku dosen pembimbing II yang banyak menuntun penulis dari awal sampai akhir pembuatan skripsi.

5. Bapak Prof. DR. Bismar Nasution S.H, M.H selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh kesabaran menghadapi penulis selama menulis skripsi. Dengan segala ketulusan saya berdoa kiranya Tuhan memberikan kesehatan dan sukacita yang penuh.

6. Seluruh staff pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis ketika duduk di bangku perkuliahan.

7. Seluruh Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

Akhir kata semoga penulisan skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan membuka sebuah cakrawala berpikir yang baru bagi kita semua yang membacanya.


(5)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ABSTRAKSI

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Kerangka Teori ... 10

F. Metode Penulisan ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II: REGULASI MENGENAI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) MENURUT UU NO.40 TAHUN 2007 TENTANG PT A. Pengertian Perseroan Terbatas Menurut UU No. 40 Tahun 2007 ... 16 B. Pengertian RUPS Menurut UU No. 40 Tahun 2007

C. Syarat dan Keabsahan RUPS Menurut UU No. 40 Tahun 2007 D. Akibat Hukum Dari RUPS

BAB III: TINJAUAN MENGENAI KEABSAHAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN RUPS MELALUI TELECONFERENCE MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2008


(6)

A. Pengertian Umum Tentang Teleconference Menurut UU No. 11 Tahun 2008 ... 23 B. Nilai dan Pertimbangan Hukum Diizinkannya Teleconference Sebagai Sarana Pengambilan Keputusan RUPS Menurut UU ITE... 29 C. Mekanisme RUPS melalui media Teleconference menurut UU Perseroan

Terbatas

D. Legalitas dan Akibat Hukum Pengambilan Keputusan RUPS Melalui

Teleconference Dikaitkan dengan UU Perseroan Terbatas dan UU ITE

BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 83 B. Saran ... 85