Pengertian Umum Tentang Teleconference Menurut UU No. 11 Tahun 2008

BAB III TINJAUAN MENGENAI KEABSAHAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN RUPS MELALUI TELECONFERENCE MENURUT UU NO. 11 TAHUN 2008

A. Pengertian Umum Tentang Teleconference Menurut UU No. 11 Tahun 2008

Sebelum mengulas mendalam dari pertanyaan diatas mengenai keabsahan Rapat Umum Pemegang Saham yang dilakukan melalui teleconference, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian dari Teleconference yaitu suatu pertemuan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang dilakukan melewati telefon atau koneksi jaringan. Pertemuan tersebut hanya dapat menggunakan suara audio conference atau menggunakan video video conference yang memungkinkan peserta konferensi saling melihat. Dalam konferensi juga dimungkinkan menggunakan whiteboard yang sama dan setiap peserta mempunyai kontrol terhadapnya, juga berbagi aplikasi. Produk yang mendukung teleconference pertama melalui internet adalah NetMeeting yang dikeluarkan oleh Microsoft. Suatu pertemuan melalui telekonferensi adalah juga suatu tindakan-hukum dengan maksud untuk mengadakan suatu rapat pertemuan diantara pemegang saham Pasal 76 Ayat 4. Bahwa maksud diadakan RUPS biasanya untuk memutuskan sesuatu yang didasarkan kepada adanya suatu keputusan “persetujuan” untuk suatu tindakan hukum tertentu atas nama PT, dimana terhadap persetujuan ini boleh ditanda-tangani : 1. secara fisik atau 41 Universitas Sumatera Utara 2. secara elektronik Ciri spesifik teleconference yang memiliki nuansa hukum yaitu pertemuan dimaksud harus memiliki dampak atau akibat hukum misalkan pertemuan tersebut merupakan suatu rapat untuk memutuskan sesuatu, atau teleconference yang dilakukan dalam rangka memberikan suatu keterangan atau kesaksian misalkan dalam perkara pidana. Adanya dampak inilah yang membedakan teleconference biasa dengan teleconference memiliki dampak atau nuansa hukum 36 36 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. “Hukum Perusahaan Indonesia”. Jakarta: Pradnya Paramita, 2001 hal 27 . Dalam UU-ITE, pengertian tanda-tangan elektronik adalah suatu tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Aturan lebih lanjut mengenai tanda-tangan elektronik ini ada dalam Pasal 11 yang mengatur bahwa : 1. Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan; b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan; c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; Universitas Sumatera Utara e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait. 2. Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah. B. Nilai dan Pertimbangan Hukum Diizinkannya Teleconference Sebagai Sarana Pengambilan Keputusan RUPS Menurut UU ITE Dengan berlakunya UU-ITE diatur mengenai keabsahan suatu tanda- tangan elektronik, maka dalam kaitannya dengan RUPS-PT haruslah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU-ITE agar suatu tanda-tangan elektronik dalam keputusan RUPS menjadi suatu alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata Indonesia. Namun hingga tulisan ini dibuat, ke-absahan suatu tanda-tangan elektronik masih harus menunggu Peraturan-Pemerintah sebagaimana disyaratkan pada Pasal 11 Ayat 2, oleh karenanya kami berpendapat bahwa penggunaan tanda-tangan elektronis untuk keabsahan suatu RUPS masih sangat riskan, sebelum terbitnya suatu aturan tegas dari Pemerintah berdasarkan Undang-Undang ITE 37 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat di bidang telekomunikasi, informasi dan komputer telah menghasilkan konvergensi dalam aplikasinya. Konsekuensinya, terjadi pula konvergensi dalam peri kehidupan . 37 Hardijan Rusli. “Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya”. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2008 hal 33 Universitas Sumatera Utara manusia, termasuk dalam kegiatan industri dan perdagangan. Perubahan yang terjadi mencakup baik dari sisi lingkup jasanya, pelakunya, maupun konsumennya. Dalam perkembangan selanjutnya melahirkan paradigma, tatanan sosial serta sistem nilai baru. Seiring dengan perkembangan masyarakat dan teknologi, semakin lama manusia semakin banyak menggunakan alat teknologi digital, termasuk dalam berinteraksi antara sesamanya. Oleh karena itu, semakin lama semakin kuat desakan terhadap hukum, termasuk hukum pembuktian, untuk menghadapi kenyataan perkembangan masyarakat seperti itu. Sebagai contoh, untuk mengatur sejauh mana ekuatan pembuktian dari suatu dokumen elektronik dan tanda tangan digitalelektronik, yang dewasa ini sudah sangat banyak dipergunakan dalam praktik sehari-hari. Dalam hal ini, posisi hukum pembuktian seperti biasanya akan berada dalam posisi dilematis sehingga dibutuhkan jalan-jalan kompromitis. Di satu pihak, agar hukum selalu dapat mengakui perkembangan zaman dan teknologi, perlu pengakuan hukum terhadap berbagai jenis perkembangan teknologi digital untuk berfungsi sebagai alat bukti pengadilan. Akan tetapi, di lain pihak kecenderungan terjadi manipulasi penggunaan alat bukti digital oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab menyebabkan hukum tidak bebas dalam mengakui alat bukti digital tersebut dengan “hukum alat bukti yang terbaik” best evidence rule, satu alat bukt i digital sulit diterima dalam pembukt ian 38 The best evidence rule . 39 38 Muljatno. “Asas-asas Hukum Perdata”. Jakarta: Rineka Cipta, 2000 hal 86 39 I.G. Rai Widjaja. “Hukum Perusahaan”. Jakarta: Kesaint Blanc, 2002 hal 26 mengajarkan bahwa suatu pembuktian terhadap isi yang substansial dari suatu dokumenphotograph atau rekaman harus Universitas Sumatera Utara digunakan dengan membawa ke pengadilan dokumenphotography atau rekaman asli tersebut. Kecuali jika dokumenphotography atau rekaman tersebut memang tidak ada, dan ketidakberadaannya bukan terjadi karena kesalahan yang serius dari pihak yang harus membuktikan. Dengan demikian, menurut doktrin best evidence ini, foto kopi bukan asli dari suatu surat tidak mempunyai kekuatan pembuktian di pengadilan. Demikian juga bukti digital, seperti e-mail, surat dengan mesin faksimile, tanda tangan elektronik, tidak ada aslinya atau setidak-tidaknya tidak mungkin dibawa aslinya ke pengadilan sehingga hal ini mengakibatkan permasalahan hukum yang serius dalam bidang hukum pembuktian. Pembuat undang-undang secara eksplisit dalam penjelasan umum UU ITE juncto Pasal 6 UU ITE berikut penjelasannya telah menyatakan bahwa dokumen elektronik kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat diatas kertas. Pasal 6 UU ITE :”Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 Ayat 4 yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.” Penjelasan Pasal 6 UU ITE :”Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi danatau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi danatau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, Informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.” Universitas Sumatera Utara Dengan demikian maka risalah rapat RUPS modern yang merupakan dokumen elektronik dapat disetarakan kedudukannya dengan dokumen risalah rapat yang ditulis diatas kertas. Namun dalam hal ini perlulah diadakan analisa yang lebih mendalam mengenai arti kata ”kedudukan” yang disetarakan dalam Penjelasan Umum UU ITE tersebut. Kalaupun nantinya terbit Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana Pasal 11 UU-ITE, maka hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan RUPS via Telekonferensi agar terpenuhi syarat sahnya suatu tanda- tangan elektronis terhadap keputusan RUPS yaitu pemegang saham subjek- hukum yang berhak yaitu pemegang saham ketika melakukan RUPS via telekonferensi memang benar-benar berada dalam wilayah Republik Indonesia Pasal 76 Ayat 3 dan 4 UU-PT. Syarat ini perlu dikemukakan dengan beberapa alasan yaitu: 40 Sehingga apabila tercipta suatu kondisi, pada saat RUPS dilaksanakan via telekonferensi, salah satu atau beberapa pemegang saham ternyata berada di luar wilayah Indonesia, maka apabila berdasarkan hukum acara perdata berhasil dibuktikan tentunya harus didukung oleh keterangan saksi ahli dari para I.T. yang 1. Karena UU-ITE mengizinkan penerapan yurisdiksi “meluas” hingga keluar wilayah Indonesia Pasal 2 UU-ITE, jadi jika dibuktikan berdasarkan UU-ITE maka RUPS via teleconference yang dilakukan oleh pemegang saham yang berada diluar wilayah R.I. disertai tanda-tangan elektronik adalah sah ; 2. UU-PT membatasi penyelenggaraan RUPS yang mengharuskan dilaksanakan di Indonesia. 40 Agus Budiarto. “Kedudukan Dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas”. Bogor: Ghalia Indonesia,2006 hal 59. Universitas Sumatera Utara membuktikan bahwa salah satu pemegang saham memberikan tanda-tangan elektronik di luar wilayah Republik Indonesia maka RUPS dimaksud akan berakibat batal demi hukum 41 Selanjutnya perlu dipahami dengan dengan baik oleh praktisi hukum bahwa suatu tanda-tangan elektronis, bukanlah suatu gambar tanda-tangan yang di-scan kemudian ditempatkan pada suatu dokumen, sehingga suatu dokumen memang terkesan pada layar monitor komputer sudah ditandatangani. Pengertian tanda-tangan elektronis yang sebenarnya menurut Undang-Undang ITE . 42 Melihat kondisi saat ini segala sesuatu menjadi lebih mudah dengan adanya teknologi informasi. Saat ini batas wilayah, waktu dan jarak semakin tidak terasa dengan adanya kemajuan teknologi informasi. Dalam era yang serba sederhana dan canggih ini dikenal juga istilah Paperless, terbukti salah satunya bisa dibuat dengan berbagai cara antara lain dengan sebuah kode digital yang ditempelkan pada pesan yang dikirimkan secara elektronis, yang secara khusus akan memberikan identifikasi khusus dari pengirimnya. Indonesia sendiri kemungkinan akan mengarah kepada praktek Penggunaan tanda-tangan digital berdasarkan “public-key” yaitu sebuah bentuk enkripsi data yang menggunakan 2 jenis kunci berbeda public-key private key.

C. Mekanisme RUPS melalui media Teleconference menurut UU Perseroan Terbatas