dan seharusnya terjadi pada dirinya. Penilaian diri ini menentukan tingkat harga dirinya, yang pada akhirnya akan menentukan perilakunya. Semakin baik setiap
individu menghargai dirinya, semakin positif pula konsep diri yang dimilikinya. Begitu juga sebaliknya, semakin tidak baik setiap individu menghargai dirinya
maka semakin negatif pula konsep diri yang dimilikinya. Akhir dari konsep diri ini semua, apakah itu positif atau negatif, adalah berbentuk perilaku yang positif
atau negatif.
II. DIMENSI KONSEP DIRI
Konsep diri adalah pandangan dari diri setiap individu tentang dirinya sendiri. Potret diri mental ini, menurut Calhoun 1990 : 67 memiliki 3 dimensi,
yaitu 1 pengetahuan individu tentang dirinya sendiri, 2 pengharapan individu terhadap dirinya sendiri, dan 3 penilaian individu tentang dirinya sendiri.
Dimensi pertama dari konsep diri, yaitu pengetahuan individu tentang dirinya tersebut menempatkan setiap individu ke dalam kelompok atapun
katagori-katagori sosial tertentu. Dalam benak setiap individu, terdapat satu daftar julukan yang menggambarkan dirinya. Misalnya
berapa usianya,
kebangsaannya, sukunya, pekerjaannya, keadaan fisiknya, dan sebagainya. Dengan demikian, konsep diri setiap individu dapat diazas dasarkan dari
keseluruhan pengetahuan daftar julukan dirinya yang menempatkannya ke dalam kelompok ataupun katagori-katagori sosial tertentu. Misalnya menjadi kelompok
usia, kelompok bangsa, kelompok suku, kelompok pekerjaan, kelompok keadaan fisik, dan sebagainya. Dalam pengertian luas, setiap individu juga
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok sosial lainnya, yang akhirnya akan menambah luas pengetahuan tentang daftar julukan dari dirinya.
Julukan-julukan yang terdapat dalam setiap daftar pengetahuan julukan diri setiap individu dapat diganti oleh individu itu setiap saat. Tetapi, sepanjang
individu masih mengidentifikasikan dirinya dengan suatu kelompok ataupun katagori sosial tertentu, maka kelompok tersebut akan memberikan individu
tersebut sejumlah pengetahuan atau informasi lain, yang pada akhirnya akan dimasukkan individu tersebut ke dalam potret diri mentalnya. Akhirnya, dalam
membandingkan dirinya dengan anggota kelompoknya ataupun katagori sosialnya, setiap individu menjuluki dirinya sendiri dengan istilah-istilah kualitas.
Misalnya individu mengkatagorikan dirinya, dengan membandingkan dirinya dengan orang lain dalam kelompok ataupun katagori sosialnya, sebagai orang
yang sudah dewasa, berbangsa Indonesia, bersuku Batak, pekerjaan sebagai pegawai negeri, mempunyai fisik yang sehat, dan sebagainya.
Seperti sebagian besar julukan diri setiap individu, apakah khusus dirinya atau kelompokkatagori sosialnya, kualitas yang diberikan individu
terhadap dirinya sendiri adalah tidak permanen Markus dan Kunda, 1986 dalam Calhoun, 1990 : 67. Setiap individu dapat saja mengubah tingkah lakunya atau
individu juga dapat mengubah kelompok pembanding dari dirinya. Misalnya sebagai contoh, bila seorang individu memberi julukan kepada dirinya sebagai
seorang yang lemah dan gagal dalam kehidupannya akibat cacat tubuh misalnya, dua jari tangan kanannya putus yang dideritanya, dengan kelompok pembanding
masyarakat yang ada di lingkungan tempat tinggalnya dalam hal ini semuanya
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
normal. Namun, jika individu tersebut memasuki suatu kelompok ataupun katagori sosial lainnya misalnya ikut sebagai anggota kelompok penyandang
cacat tubuh, maka ia memandang julukan yang diberikannya terhadap kualitas dirinya berubah. Dalam hal ini menjadi baik atau positif. Hal ini dikarenakan,
individu tersebut mendapatkan bahwa kecacatan tubuhnya sebagai identitas kegagalannya ternyata masih jauh lebih baik dari cacat-cacat tubuh yang dimiliki
oleh orang lain dalam kelompoknya. Pada saat individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa
dirinya, individu tersebut juga mempunyai satu set pandangan lain, yaitu tentang kemungkinan dirinya menjadi apa di masa mendatang dari hidup yang dijalaninya
Rogers, 1959 dalam Calhoun 1990 : 71. Set pandangan yang lain ini merupakan dimensi kedua dari aspek konsep diri yang disebut dengan harapan atau cita-cita
diri. Setiap individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri. Pengharapan ini merupakan diri ideal, yaitu cita-cita diri atau suatu angan-angan individu
tentang apa yang diinginkannya dari dirinya. Diri ideal yang terdapat pada setiap individu adalah berbeda.
Pengharapan bagi setiap individu adalah tujuan yang membangkitkan kekuatan serta mendorong setiap individu menuju masa depan dan memandu
kegiatan individu dalam perjalanan hidupnya. Satu hal yang pasti, setelah individu mencapai tujuannya, maka akan muncul cita-cita atau pengharapan lainbaru.
Dalam pengertian ini terlihat bahwa dimensi kognitif dari diri tentang saya adalah ... tidak pernah berdiri sendiri dalan konsep diri. Secara ajeg hal itu diukur
dengan dimensi harapan, yaitu saya dapat menjadi....
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
Dimensi ketiga dari konsep diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Dalam artian, setiap individu adalah berkedudukan sebagai penilai
tentang dirinya sendiri setiap hari. Menurut Epstein 1973 dalam Calhoun, 1990 : 71, penilaian yang dilakukan setiap individu terhadap dirinya sendiri setiap hari
akan diukur dengan mengajukan pertanyaan apakah diri bertentangan dengan 1 saya dapat menjadi apa, yaitu pengharapan bagi diri individu itu sendiri
dimensi pengharapan dan 2 saya seharusnya menjadi apa, yaitu standart individu bagi dirinya sendiri. Hasil pengukuran dari dua pertanyaan ini disebut
dengan rasa Perasaan harga diri menurut Brisset 1972 dalam Burns, 1993 : 71
mencakup 2 proses psikologis yang mendasar, yaitu 1 proses evaluasi diri dan 2 proses harga diri. Masing-masing saling melengkapi satu sama lainnya dan
Brisset berpendapat bahwa harga diri adalah lebih fundamental bagi manusia daripada evaluasi diri, meskipun kedua unsur dari perasaan harga diri ini perlu
melibatkan penempatan sebagai apa seorang individu atau apa yang sedang dilakukan oleh seorang individu ke dalam konteks ataupun memberikan dirinya
sendiri dan aktifitas-aktifitasnya dengan suatu acuan. Perasaan harga diri di dalam hubungannya dengan evaluasi diri
mengacu kepada pembuatan suatu penilaian kesadaran berkenaan dengan arti dan nilai pentingnya seorang individu atau segi-segi dari seorang individu. Terdapat 3
tiga titik acuan utama yang muncul berhubungan dengan dimensi penilaian diri. Pertama, perbandingan dari citra diri sebagai dikenal dimensi pengetahuan
dengan citra diri yang ideal dimensi harapan atau gambaran jenis pribadi yang
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
diinginkan oleh seorang individu. Jenis perbandingan ini menurut James 1890 dalam Burns, 1993 : 70 adalah tentang perasaan harga diri sebagai rasio antara
hasil-hasil yang sebenarnya dan aspirasi-aspirasi, yang merupakan suatu pernyataan dari titik acuan yang utama di dalam evaluasi diri dan aktualisasi dari
cita-cita. Titik acuan kedua dari evaluasi diri melibatkan internalisasi dari
penilaian masyarakat. Hal ini mengandaikan bahwa evaluasi diri ditentukan oleh keyakinan-keyakinan individu mengenai bagaimana orang lain mengevaluasi
dirinya. Konseptualisasi dari perasaan harga diri ini, dikembangkan mula-mula oleh Cooley 1912, melalui apa yang disebutnya the looking glass self dan
Mead 1972 : 186, melalui pernyataannya mind as the individual importation of the social process.
Titik acuan terakhir dari dimensi evaluasi diri adalah melibatkan individu yang bersangkutan mengevaluasi dirinya sendiri sebagai seorang
individu yang relatif sukses ataupun relatif gagal di dalam melakukan apa yang diminta
oleh identitasnya.
Dalam hal
ini, masyarakat
memberikan kesempatan-kesempatan bagi pengembangan perasaan harga diri. Tetapi untuk
meyakinkan hal ini, diisyaratkan pada satu tingkat terhadap individu bahwa hal itu hanya dapat dicapai dengan jalan menyesuaikan diri kepada apa-apa yang
diberikan oleh masyarakat. Harga diri self worth adalah perasaan bahwa diri itu penting dan
efektif dan melibatkan pribadi yang sadar akan dirinya sendiri. Sedangkan gagasan-gagasan dari evaluasi diri, menyiratkan bahwa perasaan harga diri
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
seorang individu berasal dari pemilikan sifat-sifat yang sesuai dengan standart-standart tertentu dan penghargaan untuk memenuhi aspirasi-aspirasinya
sendiri dari orang-orang lain, yang merupakan perasaan harga diri baginya. Pada pihak lain, harga diri adalah lebih fundamental dimana melibatkan suatu
pandangan dari diri seorang individu sebagai penguasa dari tindakan-tindakannya, suatu perasaan kompeten yang intrinsik yang pada akhirnya tergantung pada
dukungan dari luar atau masyarakat. Jadi, harga diri menjadi sebuah konsep yang agak samar-samar, berada lebih di dalam kekuasaan diri sebagai pengenal atau
yang mengalami. Karenanya, perasaan harga diri dalam operasionalnya untuk tujuan-tujuan pengukuran dipandang paling baik sebagaimana evaluasi diri, yaitu
dengan menyatakan secara tidak langsung atau berorientasi fenomenologi. Dalam hal ini, apakah evaluasi tersebut subyektif dengan melibatkan penilaian seorang
individu terhadap prestasinya ataupun interpretasi seorang individu terhadap penilaian dirinya sendiri yang dibuat oleh orang-orang lain, kedua-duanya
berhubungan dengan cita-citaharapan yang mengarah kepada diri sendiri dan standart-standar yang secara budaya dipelajari. Dalam dimensi penilaian, tidaklah
menjadi soal apakah suatu standart diri itu masuk akal atau pengharapan itu realistis. Sebagai contoh, jika standart diri seorang mahasiswa untuk prestasi
akademiknya adalah mendapatkan nilai A semuanya, maka nilai rata-rata B+ yang untuk mahasiswa lain mungkin standart dan menjadi sumber dari rasa harga
diri yang tinggi, akan menyebabkan rasa harga diri yang rendah bagi dirinya. Akibat yang paling sering muncul dalam realita kehidupan adalah bahwa
terdapatnya ketidakajegan dimensi penilaian dalam kehidupan manusia, akan
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
menimbulkan permasalahan-permasalahan psikis dalam kehidupannya. Di sini, terlihat bahwa ketiga dimensi dari konsep diri yang ada pada setiap individu
merupakan komponen dasar yang sangat kuat dalam menentukan setiap perilaku individu.
Perspektif yang senada mengenai dimensi dari konsep diri dikemukakan Fitts 1971 : 12-21, dimana Fitts seperti juga Rogers menganggap
bahwa diri adalah sebagai suatu obyek sekaligus juga sebagai suatu proses, yang melakukan fungsi persepsi, pengamatan serta penilaian. Keseluruhan kesadaran
mengenai diri yang diobservasi, dialami serta dinilai ini adalah konsep diri. Berdasarkan pendapatnya itu, Fitts membagi konsep diri ke dalam 2 dua dimensi
pokok, yaitu : 1. Dimensi Internal, yang terdiri dari :
a. Diri sebagai obyekidentitas identity self b. Diri sebagai pelaku behavior self
c. Diri sebagai pengamat dan penilai judging self 2. Dimensi Eksternal, yang terdiri dari :
a. Diri fisik physical self b. Diri moral-etik moral-ethical self
c. Diri personal personal self d. Diri keluarga family self
e. Diri sosial social self Kesemua dimensi dan bagian-bagiannya secara dinamis menurut Fitts
adalah berinteraksi dan berfungsi secara menyeluruh menjadi konsep diri. Untuk
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
lebih memahami maksud dari kedua dimensi konsep diri ini, berikut dijelaskan satu persatu.
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal internal frame of reference adalah bila seorang individu melakukan penilaian
terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia batinnya sendiri atau dunia dalam dirinya sendiri terhadap identitas dirinya, perilaku dirinya, dan penerimaan
dirinya. Kerangka acuan internal atau yang disebut juga dimensi internal ini
oleh Fitts dibedakan atas 3 tiga bentuk, yaitu : 1. Diri identitas identity self.
Identitas diri ini merupakan aspek konsep diri yang paling mendasar. Konsep ini mengacu pada pertanyaan siapakah saya ?, dimana di dalamnya
tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri oleh individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.
Misalnya, saya Iskandar dan kemudian sejalan dengan bertambahnya usia dan interaksi individu dengan lingkungannya, akan semakin banyak pengetahuan
individu akan dirinya sendiri, sehingga individu tersebut akan dapat melengkapi keterangan dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks, seperti : saya Iskandar,
saya seorang ayah dari dua orang anak, saya bekerja sebagai seorang pegawai negeri, dan sebagainya. Selanjutnya setiap elemen dari identitas diri akan
mempengaruhi cara individu mempersepsikan dunia fenomenalnya, mengobservasinya, dan menilai dirinya sendiri sebagaimana ia berfungsi.
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
Pada kenyataannya, identitas diri berkaitan erat dengan diri sebagai pelaku. Identitas diri sangat mempengaruhi tingkah laku seorang individu, dan
sebaliknya identitas diri juga dipengaruhi oleh diri sebagai pelaku. Sejak kecil, individu cenderung untuk menilai atau memberikan label pada orang lain maupun
pada dirinya sendiri berdasarkan tingkah laku atau apa yang dilakukan seseorang. Dengan kata lain, untuk dapat menjadi sesuatu seringkali seseorang
harus melakukan sesuatu, dan dengan melakukan sesuatu, seringkali individu harus menjadi sesuatu.
2. Diri pelaku behavioral self. Diri pelaku merupakan persepsi seorang individu tentang tingkah
lakunya. Diri pelaku berisikan segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh diri. Selain itu, bagian ini sangat erat kaitannya dengan diri sebagai
identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima baik
diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Kaitan keduanya dapat dilihat pada diri sebagai penilai.
3. Diri pengamatpenilai judging self. Diri penilai ini berfungsi sebagai pengamat, penentu standart serta
pengevaluasi. Kedudukannya adalah sebagai perantara mediator antara diri, identitas dengan diri pelaku.
Manusia cenderung untuk senantiasa memberikan penilaian terhadap apa yang dipersepsikannya. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan kepada
dirinya bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi dibalik itu juga
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
sarat dengan nilai-nilai. Selanjutnya, penilaian inilah yang kemudian lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya.
Diri penilai menentukan kepuasan seseorang individu akan dirinya atau seberapa jauh ia dapat menerima dirinya sendiri. Kepuasan diri yang rendah akan
menimbulkan harga diri self esteem yang miskin dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar kepada dirinya, sehingga menjadi senantiasa
penuh kewaspadaan. Sebaliknya, bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi, kesadaran dirinya akan lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan
individu yang bersangkutan untuk melupakan keadaan dirinya dan lebih memfokukan energi serta perhatiannya ke luar diri, yang pada akhirnya dapat
berfungsi secara lebih konstruktif.Diri sebagai penilai erat kaitannya dengan harga diri self esteem, karena sesungguhnya kecenderungan evaluasi diri ini tidak saja
hanya merupakan komponen utama dari persepsi diri, melainkan juga merupakan komponen utama pembentukan harga diri.
Penghargaan diri pada dasarnya didapat dari 2 dua sumber utama, yaitu 1 dari diri sendiri dan 2 dari orang lain. Penghargaan diperoleh bila
individu berhasil mencapai tujuan-tujuan dan nilai-nilai tertentu. Tujuan, nilai, dan standart ini dapat berasal dari internal, eksternal, maupun keduanya.
Umumnya, nilai-nilai dan tujuan-tujuan pada mulanya dimasukkan oleh orang lain. Penghargaan hanya akan didapat melalui pemenuhan tuntutan dan
harapan orang lain. Namun, pada saat diri sebagai pelaku telah berhubungan dengan tingkah laku aktualisasi diri, maka penghargaan juga dapat berasal dari
diri individu itu sendiri. Oleh karena itu, walaupun harga diri self esteem
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
merupakan hal yang mendasar untuk aktualisasi diri, aktualisasi diri juga penting untuk harga diri.
Penjelasan mengenai ketiga bagian dari dimensi internal, memperlihatkan bahwa masing-masing bagian mempunyai fungsi yang berbeda
namun ketiganya saling melengkapi, berinteraksi, dan membentuk suatu diri self serta konsep diri self concept secara utuh dan menyeluruh.
Dimensi kedua dari konsep diri adalah apa yang disebut dengan dimensi eksternal. Pada dimensi eksternal individu menilai dirinya melalui
hubungan dan aktifitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain yang berasal dari dunia di luar diri individu. Sebenarnya, dimensi eksternal
merupakan suatu bagian yang sangat luas, misalnya diri individu yang berkaitan dengan belajar. Namun, yang dikemukakan oleh Fitts adalah bagian dimensi
eksternal yang bersifat umum bagi semua orang. Bagian-bagian dimensi eksternal ini, dibedakan Fitts atas 5 lima bentuk, yaitu :
1. Diri fisik physical self. Diri fisik, menyangkut persepsi seorang individu terhadap keadaan
dirinya secara fisik. Dalam hal ini, terlihat persepsi seorang individu mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya cantik, jelek, menarik dan keadaan
tubuhnya tinggi, pendek, gemuk, dan kurus. 2. Diri moral-etik moral-ethical self.
Diri moral, merupakan persepsi seseorang individu terhadap dirinya sendiri, yang dilihat dari standart pertimbangan nilai-moral dan etika. Hal ini
menyangkut persepsi seorang individu mengenai hubungannya dengan Tuhan,
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
kepuasan seorang individu akan kehidupan agamanya, dan nilai-nilai moral yang dipegang seorang individu, yang meliputi batasan baik dan buruk.
3. Diri pribadi personal self. Diri pribadi, merupakan perasaan atau persepsi seorang individu
terhadap keadaan pribadinya. Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungannya dengan individu lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana seorang
individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejumlah mana seorang individu merasakan dirinya sebagai pribadi yang tepat.
4. Diri keluarga family self. Diri keluarga, menunjukkan pada perasaan dan harga diri seorang
individu dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian diri ini menunjukkan seberapa jauh seorang individu merasa adekuat terhadap dirinya
sendiri sebagai anggota keluarga dan terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya selaku anggota dari suatu keluarga.
5. Diri sosial social self. Diri
sosial, merupakan
penilaian seorang individu terhadap interaksi
dirinya dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dalam
dimensi eksternal ini, sangat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksinya dengan orang lain. Seorang individu tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiliki
diri fisik yang baik, tanpa adanya reaksi dari individu lain yang menunjukkan bahwa secara fisik ia memang baik dan menarik. Demikian pula halnya, seorang
individu tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang baik, tanpa
Raras Sutataminingsih : Konsep Diri, 2009 USU Repository © 2008
adanya tanggapan atau reaksi dari individu lain di sekitarnya yang menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik.
Hubungan antar dimensi dalam konsep diri dimensi internal dan eksternal, dapat dijelaskan dengan menggunakan analogi. Misalkan, total dari diri
self sebagai suatu keseluruhan adalah sebuah apel. Apel tersebut dapat dibagi-bagi secara horisontal maupun secara vertikal, yang pada setiap potongan
akan mengandung bagian dari potongan bagian lainnya. Dengan demikian dapat diartikan, bahwa setiap bagian dari dimensi internal akan mengandung
bagian-bagian dari dimensi eksternal, demikian pula sebaliknya. Interaksi yang terjadi di dalam bagian-bagian dan antar bagian pada
dimensi internal, eksternal, ataupun keduanya, berkaitan erat dengan integrasi serta efektifitas keberfungsian diri secara keseluruhan sebagai suatu keutuhan.
Seorang individu yang terintegrasi dengan baik, akan menunjukkan derajat konsistensi interaksi yang tinggi, baik di dalam bagian-bagian dari dirinya sendiri
intra personal communication maupun dengan individu-individu lain interpersonal communication.
III. ASPEK - ASPEK KONSEP DIRI