Aplikasi beberapa bahan organik kotoran ayam, kotoran sapi, jerami padi

Tujuan Penelitian 1. Untuk menguji pengaruh pemberian mikroba pelarut fosfat dalam meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada Andisol Sinabung. 2. Untuk menguji pengaruh pemberian beberapa bahan organik kotoran ayam, kotoran sapi, jerami padi dan titonia dalam meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada Andisol Sinabung. 3. Untuk menguji pengaruh pemberian mikroba pelarut fosfat dan beberapa bahan organik kotoran ayam, kotoran sapi, jerami padi dan titonia dalam meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada Andisol Sinabung. Hipotesis Penelitian 1. Aplikasi mikroba pelarut fosfat dapat meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada Andisol Sinabung.

2. Aplikasi beberapa bahan organik kotoran ayam, kotoran sapi, jerami padi

dan titonia dapat meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada Andisol Sinabung. 3. Aplikasi mikroba pelarut fosfat dan beberapa bahan organik kotoran ayam, kotoran sapi, jerami padi dan titonia dapat meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada Andisol Sinabung. Kegunaan Penelitian Sebagai bahan penyusun skripsi yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan. TINJAUAN PUSTAKA Tanah Andisol Andisol adalah salah satu jenis tanah yang relatif subur namun mempunyai tingkat jerapan P yang tinggi karena dirajai oleh mineral amorf seperti alofan, imogolit, ferihidrit dan oksida-oksida hidrat Al dan Fe dengan permukaan spesifik yang luas Munir, 1996; Uehara dan Gillman, 1981. Oleh karena itu pengelolaan Andisol perlu diarahkan untuk menurunkan kemampuan jerapan dan meningkatkan ketersediaan P antara lain dengan menggunakan asam organik dan mikroba pelarut fosfat Sukmawati, 2011. Bahan-bahan nonkristalin mempengaruhi konsistensi dan secara nyata menyumbang perkembangan sifat fisik tanah yang baik untuk pertumbuhan akar tanaman. Andisol memiliki sejumlah besar bahan halus dengan luas permukaan yang tinggi dan kapasitas pegang air yang besar yang disebabkan oleh adanya kompleks Al-humus, imogolit dan ferrihidrit. Keseluruhan komponen ini menjadi penentu sifat andisol Mukhlis, 2011. Tingginya jerapan P oleh alofan yang merupakan komponen mineral amorf dari Andisol disebabkan oleh tingginya kandungan Fe dan Al amorf dari alofan Bohn et al., 1979, permukaan spesifik yang luas Uehara dan Gillman, 1981 dan pH. Masduqi 2004 mengemukakan bahwa pH asam menyebabkan tanah bermuatan positif akibat masuknya ion H + pada lapis oktahedral AlOH 3 dan membentuk ikatan hidrogen sehingga permukaan partikel alofan menjadi bermuatan positif dan dapat mengikat ion fospat yang bermuatan negatif. Fenomena ini dapat dituliskan dalam bentuk persamaan reaksi berikut : AlOH 3 + H + AlOH 3 ...H + 1 AlOH 3 ...H + + H 2 PO 4 - AlOH 3 ...H 3 PO 4 2 Sukmawati, 2011. Erupsi Gunung Sinabung Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer Barasa, dkk 2013. Abu vulkanik yang baru keluar dari gunung berapi berdampak negatif bagi lingkungan. Kandungan abu vulkanik dapat berefek mematikan dan bersifat toksik, baik bagi manusia, tumbuhan, dan hewan. Komposisi kimia dari abu vulkanik yang bersifat asam dapat mencemari air tanah, merusak tumbuh- tumbuhan, dan apabila bersenyawa dengan air hujan dapat menyebabkan hujan asam yang bersifat korosif Suryani, 2014. Debu volkanik yang kaya dengan mineral liat amorf atau alofan mengandung banyak Al dan Fe. Logam-logam ini akan dibebaskan oleh proses hancuran iklim. Khelasi antar asam humik dan Al dan Fe tersebut, membentuk khelat logam-humik, yang juga akan meningkatkan retensi humus terhadap dekomposisi mikrobiologis Gusbiandha, 2011. Karakteristik debu vulkanik yang terdapat pada Gunung Merapi memiliki kandungan P dalam abu volkan berkisar antara rendah sampai tinggi 8-232 ppm P 2 O 5 . KTK 1,77-7,10 me100g dan kandungan Mg 0,13-2,40 me100g, yang tergolong rendah, namun kadar Ca cukup tinggi 2,13- 15,47 me100g. Sulfur 2- 160 ppm, kandungan logam berat Fe 13-57 ppm, Mn 1.5-6,8 ppm, Pb 0,1-0,5 ppm dan Cd cukup rendah 0,01-0,03 ppm Sudaryo dan Sucipto, 2009. Balitbangtan 2014 menyatakan bahwa abu vulkanik memiliki komposisi logam berat yang rendah diantaranya Fe 0.5-3.1 , S 0.05-0.32 , Pb 1.5-4.9 dan logam Cd, As, Ag dan Ni yang sangat rendah bahkan tidak terdeteksi. Abu vulkanik juga memiliki mineral fragmen batuan 28-37 , gelas volkan 22-26, augit 8-13, heperstin 10-18, labradorit 7-10, bintonit 2-5 dan opak 3-5. Fosfor Fosfor P salah satu unsur hara makro yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, namun kandungannya didalam tanaman lebih rendah dibanding nitrogen N, kalium K, dan kalsium Ca. Tanaman menyerap P dari dalam tanah dalam bentuk ion fosfat, terutama H 2 PO 4 - dan HPO 4 2- yang terdapat dalam larutan tanah. Ion H 2 PO 4 - lebih banyak dijumpai pada tanah yang lebih masam, sedangkan pada pH yang lebih tinggi bentuk HPO 4 2- lebih dominan. Disamping ion-ion tersebut, tanaman dapat menyerap P dalam bentuk asam nukleat, fitin dan fosfohumat Elfiati, 2005. Fosfor juga merupakan unsur yang paling kritis dibandingkan unsur-unsur lainnya bagi tanaman. Kekurangan unsur tersebut dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyerap unsur lainnya, meskipun jumlah unsur Fosfor yang diangkut tanaman sedikit Windyasmara, dkk 2012. Fungsi P di dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel. Tanda atau gejala pertama tanaman kekurangan P adalah tanaman menjadi kerdil. Bentuk daun tidak normal dan apabila defisiensi akut ada bagian-bagian daun, buah dan batang yang mati. Daun-daun tua akan terpengaruhi lebih dulu dibandingkan dengan yang muda. Warna ungu atau kemerah-merahan menunjukkan adanya akumulasi gula yang sering ditunjukkan oleh tanaman jagung dan beberapa tanaman lain yang kekurangan P, defisiensi P juga dapat menyebabkan penundaan kemasakan. Tanaman biji-bijian yang tumbuh pada tanah-tanah yang kekurangan P menyebabkan pengisian biji berkurang Winarso, 2005. Bahan Organik Usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah adalah dengan penambahan bahan organik. Pemberian bahan organik ke dalam tanah akan berpengaruh terhadap sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologi tanah. Bahan organik merupakan perekat butiran tanah dan sumber unsur hara nitrogen, fosfor, kalium, dan sulfur sehingga bahan organik mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah. Sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan di alam, bagian tanaman berupa ranting, daun, cabang, batang dan akar tumbuhan menyediakan jumlah bahan organik setiap tahunnya Amrah, 2008. Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya . Bahan organik yang ditambahkan pada Andisol dapat membantu melepaskan P yang terfiksasi Veldria, 2011. Bahan organik mempunyai peranan penting sebagai sumber karbon, dalam pengertian yang lebih luas sebagai sumber pakan, dan juga sebagai sumber energi untuk mendukung kehidupan dan berkembang biaknya berbagai jenis mikroba dalam tanah. Tanpa bahan organik, mikroba dalam tanah kekurangan karbon sebagai pakan sehingga perkembangan populasi dan aktivitasnya terhambat. Akibatnya, proses mineralisasi hara menjadi unsur yang tersedia bagi tanaman juga terhambat. Dengan demikian, penambahan bahan organik sangat diperlukan agar kemampuan tanah dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman melalui efisiensi penggunaan pupuk anorganik kimia Eriawan, 2011. Bahan organik berperan dalam aktivitas biologi yaitu dengan pemberian bahan organik dapat meningkatkan aktivitas biologi tanah melalui pelepasan unsur-unsur hara tanah dalam proses dekomposisi sisa-sisa tanaman oleh mikroorganisme dalam tanah Sugito et al.,1995. Dalam hubungannya dengan kesuburan tanah dan produksi tanaman, fungsi mikroorganisme yang penting adalah mineralisasi dan imobilisasi unsur-unsur hara seperti karbon, N, P, S, fiksasi N 2 atau CO 2 dari atmosfer dan kelarutan P Amrah, 2008. Kotoran Sapi Pupuk kandang tidak hanya mengandung unsur makro seperti nitrogen N, fosfat P dan kalium K, namun pupuk kandang juga mengandung unsur mikro seperti kalsium Ca,magnesium Mg, dan mangan Mn yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah, karena pupuk kandang berpengaruh untuk jangka waktu yang lama dan merupakan gudang makanan bagi tanaman Andayani dan La Sarido, 2013. Di antara jenis pukan, pukan sapilah yang mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran parameter CN rasio yang cukup tinggi 40. Tingginya kadar C dalam pukan sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Untuk memaksimalkan penggunaan pukan sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pukan sapi dengan rasio CNdi bawah 20. Selain masalah rasio CN, pemanfaatan pukan sapi secara langsung juga berkaitan dengan kadar air yang tinggi. Petani umumnya menyebutnya sebagai pupuk dingin. Bila pukan dengan kadar air yang tinggi diaplikasikan secara langsung akan memerlukan tenaga yang lebih banyak serta proses pelepasan amoniak masih berlangsung Hartatik dan Widowati, 2005. Pupuk kandang mempunyai kandungan unsur hara berbeda-beda karena masing-masing ternak mempunyai sifat khas tersendiri yang ditentukan oleh jenis makanan dan usia ternak tersebut. Seperti unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang sapi yakni N 2,33 , P 2 O 5 0,61 , K 2 O 1,58 , Ca 1,04 , Mg 0,33 , Mn 179 ppm dan Zn 70,5 ppm. Pada pupuk kandang ayam unsur haranya N 3,21 , P 2 O 5 3,21 ,K2O 1,57 , Ca 1,57 , Mg 1,44 , Mn 250 ppm dan Zn 315 ppm Andayani dan La Sarido, 2013. Kotoran Ayam Pupuk kandang ayam broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi dari pukan lainnya. Kadar hara ini sangat dipengaruhi oleh jenis yang diberikan. Selain itu pula dalam kotoran ayam tersebut tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkan tambahan hara ke dalam pukan terhadap sayuran. Beberapa hasil penelitian aplikasi pukan ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pukan ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pukan lainnya Hartatik dan Widowati, 2005. Pupuk kandang tidak hanya mengandung unsur makro seperti nitrogen N, fosfat P dan kalium K, namun pupuk kandang juga mengandung unsur mikro seperti kalsium Ca,m agnesium Mg, dan mangan Mn yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah, karena pupuk kandang berpengaruh untuk jangka waktu yang lama dan merupakan gudang makanan bagi tanaman Andayani dan La Sarido, 2011. Pupuk kandang ayam mempunyai kelebihan terutama karena mempunyai kandungan nitrogen 5-8 dan fosfor 1-2 yang lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang yang lain Donahue et al., 1977; Kirchmann dan Witter, 1992. Hasil penelitian Melati 1990 memperlihatkan bahwa pupuk kandang ayam selain karena kandungan haranya, juga karena kemampuannya meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman Melati dan Adriani, 2005. Jerami Padi Dekomposisi jerami merupakan faktor penting untuk pengembalian nutrisi dan pemelihara kesuburan tanah. Saint dan Broadbent 1977 menyatakan bahwa proses dekomposisi jerami dengan cara dibenamkan ke tanah lebih cepat dibandingkan dengan cara disebarkan di permukaan tanah pada saat musim hujan. Dekomposisi jerami berjalan cukup cepat pada lahan sawah yang memiliki drainase sedang dan dilakukan pengolahan tanah secara intensif Amrah, 2008. Fungsi biologis jerami adalah sebagai sumber energi dan makanan bagi mikroba dan mesofauna tanah. Dengan bahan organik yang cukup tersedia, aktivitas organisme tanah dapat memperbaiki ketersediaan hara, siklus hara, dan pembentukan pori mikro dan makro tanah. Jerami mengandung sedikit unsur hara, pupuk organik dapat menyediakan hara makro N, P, K, Ca, Mg, dan S dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe; 2 meningkatkan kapasitas tukar kation KTK tanah, dan 3 dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam seperti Al, Fe, dan Mn, sehingga logam selama logam tersebut tidak meracuni tanaman Eriawan, 2011. Jerami merupakan bahan organik yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil analisis jerami menunjukkan bahwa kandungan C-organik berkisar 54- 55, nitrogen 0.78 - 0.84, fosfor 0.17 - 0.21, kalium 0.30 - 0.32 dan nisbah CN berkisar 65.62 - 70.21. Menurut Dobermann dan Fairhurst 2000 jerami padi memiliki kandungan hara N berkisar 0.5-0.8, P berkisar 0.07- 0.12, dan Kberkisar 1.2-1.7. Sedangkan nisbah CN jerami padi adalah 80 Miller, 2000. Dengan demikian kandungan hara pada jerami tersebut tergolong tinggi Amrah, 2008. Titonia diversifolia Salah satu sumber bahan organik adalah tanaman Titonia diversifolia. Titonia adalah sebangsa semak atau gulma dari famili Asteraceae, mengandung unsur hara yang tinggi, terutama N dan K Rara, dkk 2013. Titonia Tithonia diversifolia merupakan gulma tahunan yang memiliki potensi besar untuk memperbaiki kesuburan tanah. Daun kering titonia mengandung hara yang tinggi yaitu 3,5 N, 0,35 P, dan 4,1 K Veldria, 2011. Adanya peningkatan C-organik disebabkan oleh karbon C yang merupakan penyusun utama dari bahan organik itu sendiri, sehingga penambahan bahan organik seperti bokashi Titonia diversifolia, berarti menambahkadar C- organik. Brady 1990, menyatakan bahwa diantara senyawa karbon yang sederhana tersebut, CO2 adalah yang paling banyak. Namun karbon dioksida tersebut ada yang hilang ke atmosfer dan sebagian lagi digunakan oleh mikroorganisme Rara, dkk 2013. Bahan organik dapat meningkatkan pH tanah tetapi juga dapat menurunkan pH tanah, tergantung jenis tanah dan macam bahan organiknya. Peningkatan pH pada pemberian pupuk hijau menunjukkan adanya proses kimia di dalam tanah sebagai akibat proses dekomposisi bahan organik. Lebih lanjut Ponnamperuma 1984 menyatakan peningkatan pH terjadi pada saat kandungan Al dapat dipertukarkan Al-dd tanah tinggi, karena bahan organik dapat mengikat Al sebagai senyawa kompleks. Hal ini mengakibatkan Al tidak terhidrolisis Amrah, 2008. Nilai CN dari bokashi titonia tergolong sedang yaitu 12,46. Dari penentuan nisbah CN maka dapat menentukan laju dekomposisi bahan organik tersebut. Sehingga perombakan bokashi titonia berlangsung cukup cepat karena memiliki nisbah CN yang tergolong sedang. Pairunan dan Yulius et al., 1987, menyatakan bahwa nisbah CN sangat menentukan laju dekomposisi bahan organik, yang manabahan organik yang mempunyai nisbah CN rendah cenderung dirombak lebih cepat dibandingkan dengan bahan organik yang memiliki nisbah CN tinggi Rara, dkk 2013. Mikroba Pelarut Fosfat Mikroba tanah merupakan bagian terpenting dari kehidupan di dunia, karena merupakan bagian dari sistem biologi dan kimia, serta kehidupan flora, fauna dan mikroba itu sendiri. Mikroba tanah seperti bakteri pelarut fosfat BPF yang juga berperan penting dalam ekosistemnya sebagai perombak bahan organik, mensintesis dan melepaskan kembali dalam bentuk bahan organik yang tersedia bagi tanaman, serta dapat mempertahankan ekosistem alam. Secara fungsional bahan organik dan anorganik yang dilepas tanaman kedalam lingkungan berguna untuk keberlangsungan hidup mikroba tanah Setiadi, 1989. Mikroba tanah mempunyai peran yang sangat penting dalam proses penguraian bahan organik kompleks yang secara enzimatik akan membebaskan nutrien dari fraksi mineral tanah sehingga tersedia bagi tanaman Widawati dan Suliasih, 2006. Bakteri pelarut fosfat BPF merupakan kelompok mikroorganisme tanah yang berkemampuan melarutkan P yang terfiksasi dalam tanah dan mengubahnya menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap tanaman. Mikroorganisme pelarut fosfat ini dapat berupa bakteri Pseudomonas, Bacillus, Escheria, Actinomycetes, dan lain lain Dewi, 2007. Penggunaan bakteri pelarut fosfat BPF sebagai agen untuk mengurangi serangan patogen mempunyai keunggulan karena selain meningkatkan ketersediaan fosfat karena produksi asam organik dan enzim fosfatase juga berfungsi sebagai agen biokontrol Setiawati dan Mihardja, 2008. Jumlah MPF di dalam tanah berkorelasi positif terhadap kandungan P- tersedia di dalam tanah. Semakin banyak MPF di dalam tanah, P-tersedia juga semakin meningkat. Menurut Marlina 1997, terdapat hubungan antara populasi bakteri pelarut fosfat dengan kandungan P-tersedia tanah, semakin tinggi populasi bakteri pelarut fosfat maka kandungan P-tersedia tanah akan ikut meningkat. Mikroba pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai macam asam organik seperti asam format HCOOH, asetat CH 3 COOH, propionat CH 3 H 2 COOH, laktat HOOCCH, dan fumarat CHCOOH. Asam- asamorganik ini dapat membentuk khelat kompleks stabil dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H 2 P0 4 - menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman untuk diserap Dewi, 2007. Dalam aktivitasnya, mikroba pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik, diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartrat, dan ά-ketobutirat Premono,1994; Kim et al., 2002; Hu Hongqing et al., 2002. Asam-asam organik yang dihasilkan oleh BPF sangat berperan dalam pelarutan fosfat sukar larut dalam medium maupun dalam tanah melalui mekanisme antara lain: kompetisi anion orthophosphate pada tapak jerapan Bar-Yosef, 1991, perubahan pH medium, pengikatan logam membentuk logam organik dan chelate oleh ligan organik. Produksi asam organik akan mempengaruhi pH media Setiawati dan Mihardja, 2008. Asam-asam organik yang dihasilkan tersebut akan membentuk kompleks dengan Ca 2+ dan Fe 3+ yang biasanya mengikat P sehingga kelarutan P meningkat Rao, 1986. Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH yang tajam, sehingga mengakibatkan terjadinya pelarutan Ca-P. Selanjutnya, beberapa peneliti mengemukakan bahwa asam organik mampu meningkatkan P- tersedia dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme yang akan menghasilkan hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida dapat melarutkan Fe-P dan Al-P, sehingga jumlah P-larut semakin meningkat Dermiyati, dkk 2008. Berbagai spesies mikroorganisme hidup disekitar daerah perakaran tanaman. Salah satu mikroorganisme penting adalah mikroorganisme pelarut fosfat MPF. Peranan MPF di dalam tanah adalah membantu melarutkan P yang umumnya dalam bentuk tidak larut seperti AlPO 4 , FePO 4 , dan CaPO 4 2 menjadi bentuk terlarut seperti H 2 PO 4 - dan HPO 4 2- sehingga dapat digunakan oleh tanaman. MPF umumnya ditemukan sebagai pelarut fosfat anorganik, yaitu sebesar 104 sampai 106 sel per gram tanah dan sebagian besar terdapat pada bagian perakaran Gaur et al., 1980. Marlina 1997, melaporkan persentase bakteri pelarut fosfat terhadap total bakteri tanah adalah 0,03 sampai dengan 0,11 Niswati, dkk 2007. Mekanisme mikroorganisme dalam melarutkan P tanah yang terikat dan P yang berasal dari alam diduga karena asam-asam organik yang dihasilkan akan bereaksi dengan AlPO 4 , FePO 4 , dan CaPO 4 2 , dari reaksi tersebut terbentuk khelat organik dari Al, Fe, dan Ca sehingga P terbebaskan dan larut serta tersedia untuk tanaman Subba rao, 1982b Illmer et al., 1995. Menurut Illmer dan Schinner 1995 , jenis bakteri Pseudomonas sp dan Pseudomonas aurantiogesum lebih efektif dalam melarutkan P dalam bentuk Ca-P seperti apatit dan brushit, sedangkan jenis fungi Aspergillus niger dan Penicillum simplicissimum lebih efektif dalam melarutkan P dari bentuk Al-P Dewi, 2007. Bakteri pelarut fosfat menghasilkan asam-asam organik tersebut melalui proses katabolisme glukosa dalam siklus asam trikarboksilat TCA, yang merupakan lanjutan reaksi glikolisis. Asam-asam ini merupakan substrat untuk proses anabolisme dalam sintesis asam amino dan makromolekul yang lain, sehingga keluarnya senyawa tersebut belum dapat dipahami dengan baik, mengingat BPF tersebut juga membutuhkan untuk kelangsungan metabolismenya. Diduga akibat refleksi genetic, BPF menghasilkan asam-asam organik ini dalam jumlah berlebih, dan sebagian berdifusi keluar sel karena reaksi keseimbangan osmose Premono, 1994. Disamping itu, beberapa asam organik ini juga dihasilkan pada proses fermentasi oleh BPF tertentu karena berubahnya lingkungan pertumbuhan aerobic menjadi anaerobik Setiawati dan Mihardja, 2008. Mekanisme kerja BPF sehingga mampu melarutkan P tanah dan P asal pupuk yang diberikan diduga didasarkan pada sistem sekresi bakteri berupa asam organik, meningkatnya asam organik biasanya diikuti dengan pembentukan kelat dari Ca dengan asam organik tersebut sehingga P dapat larut dan P tersedia tanah meningkat Dewi, 2007. Media selektif MPF yang biasa digunakan untuk isolasi adalah media agar Pikovskaya. MPF yang tumbuh pada media ini akan membentuk koloni yang di sekelilingnya terdapat daerah bening zona bening. Daerah bening ini terbentuk karena adanya pelarutan fosfat dari sumber fosfat sukar larut yang ada dalam media oleh asam-asam organik yang dihasilkan koloni mikroba. Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan, warna, dan besar koloni serta luas daerah bening berbeda-beda tergantung dari jenis MPF. Akan tetapi pada dasarnya semakin luas dan semakin jernih pembentukan daerah bening, secara kualitatis menunjukkan semakin tinggi kelarutan fosfat dalam media, sehingga koloni tersebut dapat dipilihdiisolasi sebagai isolatstrain MPF yang mempunyai potensi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut. Tanaman Kentang Solanum tuberosum L. Kentang merupakan lima kelompok besar makanan pokok dunia selain gandum, jagung, beras, dan terigu. Bagian utama kentang yang menjadi bahan makanan adalah umbi, yang merupakan sumber karbohidrat, mengandung vitamin dan mineral cukup tinggi. Kentang merupakan tanaman setahun, bentuk sesunguhnya menyemak dan bersifat menjalar. Batang dan daun berwarna kemerah-merahan Suryani, 2012. Kentang Solanum tuberosum L. merupakan tanaman umbi-umbian yang tumbuh baik pada suhu 16-18 °C dan hidup di daerah pegunungan. Kondisi tanah yang diperlukan adalah berdrainase baik dan agak terhambat dengan kapasitas pertukaran kation 16 cmol + kg dan kejenuhan basa 35 serta kemasaman tanah berkisar 5,6 – 7,0. Kentang juga membutuhkan bahan organik tanah yang cukup tinggi untuk mendukung pertumbuhannya Ferela, 2008. Peningkatan produktivitas kentang sangat ditunjang oleh sistem pemupukan dan lingkungan tumbuh yang sesuai. Unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman kentang dalam jumlah besar adalah unsur hara makro primer yaitu Nitrogen N, fosfor P dan Kalium K. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian unsur hara N, P dan K adalah penting untuk perkembangan umbi kentang Rosliani et al., 1998. Re-komendasi pemupukan untuk kentang yakni 150 sampai 200 kg ha-1 N, 120 sampai 150 kg ha-1 P, dan 100 kg ha-1 K Haris, 2010. Sebagai sumber karbohidrat, kalori, mineral dan protein, pengembangan tanaman kentang memiliki prospek yang sangat besar untuk menunjang program diverifikasi pangan , bahan baku industry dan komoditas ekspor. Umbi kentang dapat diolah menjadi bermacam-macam hasil olahan seperti kentang goreng, tepung kentang dan keripik kentang. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di desa Kutarayat Kecamatan Namanteran dengan ketinggian tempat 1400 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2015. Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi kentang sebagai tanaman indikator, bahan organik kotoran sapi, kotoran ayam, jerami padi, titonia sebagai sumber asam-asam organik, mikroba pelarut fosfat, pupuk kimia Urea, KCl, SP 36 sebagai sumber unsur hara, dan air untuk menyiram tanaman. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk mengolah lahan, parang untuk mencincang jerami padi dan titonia, kantong plastik sebagai tempat bahan organik, erlenmeyer sebagai wadah mikroba sebelum di aplikasi, gelas ukur untuk mengukur volume mikroba yang akan di aplikasi, timbangan untuk menimbang pupuk, plastik katup sebagai tempat pupuk kimia, meteran untuk mengukur lahan dan jarak tanam, plakat untuk membuat tanda perlakuan dan kamera sebagai alat dokumentasi. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak kelompok RAK faktorial dengan menggunakan 2 faktor. Faktor I adalah mikroba pelarut fosfat dan Faktor II adalah beberapa sumber bahan organik kotoran sapi, kotoran ayam, jerami padi, titonia sehingga diperoleh kombinasi perlakuan yaitu 20 unit perlakuan dengan 2 ulangan sehingga diperoleh jumlah keseluruhan perlakuan sebanyak 40 unit percobaan. Faktor 1: Mikroba Pelarut Fosfat, yaitu: M : Tanpa aplikasi MPF M 1 : Bakteri 30 mL M 2 : Jamur 30 mL M 3 : Jamur 15 mL Bakteri 15 mL Faktor 2: Beberapa sumber bahan organik, yaitu: K : Tanpa bahan organik K 1 : Kotoran Sapi 100 gtanaman K 2 : Kotoran Ayam 100 gtanaman K 3 : Jerami Padi 100 gtanaman K 4 : Tithonia diversifolia 100 gtanaman Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 20 kombinasi, yaitu : M K M 1 K M 2 K M 3 K M K 1 M 1 K 1 M 2 K 1 M 3 K 1 M K 2 M 1 K 2 M 2 K 2 M 3 K 2 M K 3 M 1 K 3 M 2 K 3 M 3 K 3 M K 4 M 1 K 4 M 2 K 4 M 3 K 4 Jumlah kombinasi perlakuan = 20 Jumlah ulangan = 2 Jumlah petak penelitian = 40 Jumlah tanaman petak = 5 Jumlah sampel petak = 1 Jumlah tanaman seluruhnya = 200 tanaman Jumlah sampel seluruhnya = 40 tanaman Jarak antar tanaman = 30 cm Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut: Y ijk = µ + ρ i + α j + β k + αβ jk + ε ijk dimana: Y ijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi mikroba pelarut fosfat pada taraf ke- j dan bahan organik pada taraf ke-k µ = Nilai tengah ρ i = Pengaruh blok ke-i α j = Pengaruh mikroba pelarut fosfat pada taraf ke- j β k = Pengaruh bahan organik pada taraf ke-k αβ jk = Pengaruh interaksi MPF pada taraf ke- j dan BO pada taraf ke-k ε ijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan MPF pada taraf ke- j dan BO pada taraf ke-k. Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5. Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan Areal penelitian dibersihkan dari gulma kemudian lahan diukur dan dilakukan pembuatan plotbedengan dengan luas 150 cm x 50 cm dengan jarak antar plot 50 cm dan jarak antar blok 100 cm. Persiapan Bahan Organik Disediakan bahan organik yaitu kotoran sapi, kotoran ayam, jerami padi dan tithonia dalam kondisi segar. Masing-masing jerami padi dan tithonia dicacah. Bahan organik kemudian diaplikasikan ke tiap lubang tanam sesuai dengan perlakuannya. Penanaman dan Aplikasi Pupuk Dasar serta Bahan Organik Penanaman dilakukan dengan terlebih dahulu memberi bahan organik dan pupuk dasar Urea 7,8 g, KCl 10 g, dan SP 36 10 g pada tiap lubang tanam, kemudian ditutup dengan tanah dan ditanam umbi kentang sebanyak 1 umbilubang tanam, lalu ditutup kembali dengan tanah bahan organik pupuk dasar tanah umbi kentang tanah. Umbi di tanam dengan mata tunas keatas. Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat Diambil biakan mikroba pikoxsky cair kemudian diaplikasikan sebanyak 30 mL pada tiap tanaman sesuai perlakuan 2 minggu setelah tanaman tumbuh. Diaplikasikan dengan cara mengorek tanah sekitar lubang tanam dan menuang media pada tanah yang dikorek, kemudian ditutup kembali dengan tanah. Pemeliharaan Tanaman Penyiraman Penyiraman dilakukan 2 kali sehari pagi-sore atau tergantung kondisi cuaca dilapangan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor. Penyiangan Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang berada dalam guludan dan menggunakan cangkul untuk gulma yang berada diluar guludan. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Pembumbunan Pembumbunan dilakukan untuk membentuk dan meninggikan guludan supaya perakaran dan umbi kentang dapat tumbuh optimal. Pemupukan Pemupukan Urea 7,8 g, KCl 10 g, dan SP 36 10 g dilakukan 2 minggu setelah tanaman tumbuh, bersamaan saat pengaplikasian mikroba pelarut fosfat. Pemupukan dilakukan dengan cara menyebarkan pupuk disekitar lubang tanam, kemudian ditutup dengan tanah. Pengendalian Hama Penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan gejala yang terdapat dilapangan dengan sistem pengendalian hama terpadu. Panen Pemanenan dapat dilakukan setelah tanaman berumur 80 – 100 hari. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan cangkul untuk membongkar umbi dari dalam tanah. Tanaman kentang yang siap dipanen ditandai dengan perubahan warna daun hijau segar menjadi kekuninganbukan karena penyakit, namun untuk menguji kematangan umbi dilakukan dengan menggesek umbi kentang dengan kentang lainnya atau menggunakan ibu jari. Parameter Pengamatan Parameter yang diamati meliputi : 1. P_ Total 2. P_ tersedia tanah, metode Bray II. 3. pH tanah H 2 O 4. Retensi P 5. C-organik , metode Walkley dan Black 6. Al-P, Metode Fraksioasi P II 7. Fe-P, Metode Fraksioasi P III 8. Serapan P oleh tanaman dilakukan dengan mengalikan kadar P-daun ekstraksi destruksi basah dengan bobot kering tajuk tanaman. 9. Produksi Kentang HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi mikroba pelarut fospat MPF berpengaruh nyata dalam meningkatkan reaksi tanah pH H 2 O dan P-total, P-tersedia, serapan P, Al-P, C- Organik dan Produksi tanaman. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap parameter retensi-P dan Fe-P tanah. Pada aplikasi bahan organik segar berpengaruh nyata dalam meningkatkan P-tersedia, retensi-P dan Al-P, reaksi tanah pH H 2 O, Fe-P dan produksi tanaman. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap parameter P-total, serapan-P dan C-organik tanah. Dan pada interaksi keduanya mikroba pelarut fosfat MPF dan bahan organik segar berpengaruh nyata dalam meningkatkan tanah pH H 2 O, P-tersedia, serapan P dan Fe-P. Tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap parameter P-Total, retensi P, Al-P, C-Organik dan Produksi tanaman. Reaksi Tanah pH H 2 O Hasil sidik ragam Lampiran 1. menyatakan bahwa aplikasi bahan organik segar, Mikroba Pelarut Fosfat MPF serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Rataan hasil analisi pH tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 1. Rataan pH tanah H 2 O dari kombinasi MPF dan bahan organik. MPF 30 mLtan Reaksi Tanah pH H 2 O Rataan Sumber Bahan Organik Segar 100 gtan Tanpa Aplikasi Kotoran sapi Kotoran ayam Jerami padi T. diversifolia Tanpa aplikasi MPF 4.17ab 4.52bcdef 4.42abcde 4.42abcde 4.65def 4.43 Bakteri 4.36abcd 4.81f 4.10a 4.35abcd 4.76ef 4.47 Jamur 4.58cdef 4.66def 4.75ef 4.43abcde 4.51bcdef 4.58 Bakteri + Jamur 4.17ab 4.59bcdef 4.46bcdef 4.25abc 4.38abcd 4.37 Rataan 4.32 4.64 4.43 4.36 4.57 4.46 Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 Berdasarkan uji jarak Duncan 5 perlakuan terbaik terdapat pada interaksi bakteri pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran sapi M1K1 dengan nilai 4.81 dan tidak berbeda nyata dengan interaksi bakteri pelarut fosfat dan bahan organik T. diversifolia M1K4 dengan nilai 4.76 dan interaksi jamur pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran ayam M2K2 dengan nilai 4.75. Namun sangat berbeda nyata pada interaksi bakteri pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran ayam M1K2 dengan nilai 4.10 yang tidak berbeda nyata dengan tanpa aplikasi MPF dan bahan organik atau control M0K0 dengan nilai 4.17. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion H + di dalam tanah. Semakin tinggi kadar ion H + di dalam tanah, maka akan semakin masam reaksi tanah tersebut. Hasil analisis tanah Andisol Sinabung setelah aplikasi MPF dan bahan organik segar menunjukkan adanya peningkatan kadar ion H + di dalam tanah, dengan kata lain reaksi tanah semakin asam. Hal ini dikarenakan pH tanah mengalami penurunan, sebelum aplikasi perlakuan nilai pH sebesar 5.5 dan setelah aplikasi perlakuan nilai pH menurun menjadi 3 - 4. P-Total Hasil sidik ragam Lampiran 2. menyatakan bahwa perlakuan Mikroba Pelarut Fosfat MPF berpengaruh nyata terhadap P-total tanah sedangkan dengan hanya aplikasi bahan organik segar dan interaksinya dengan Mikroba Pelarut Fosfat MPF berpengaruh tidak nyata terhadap P-total tanah. Rataan hasil analisis P-total tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 2. Rataan P-total tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik. MPF 30 mLTan P-total Tanah ppm Rataan Sumber Bahan Organik Segar 100 gTan Tanpa Aplikasi Kotoran Sapi Kotoran Ayam Jerami Padi T. diversifolia Tanpa aplikasi MPF 3517.27 3487.35 3474.90 3689.62 4124.29 3658.68a Bakteri 3928.51 3753.09 3449.74 4126.26 3822.67 3816.0ab Jamur 4051.22 3738.68 4134.96 3997.71 4084.87 4001.49b Bakteri + Jamur 3654.30 3880.47 3694.64 3806.03 3847.93 3776.67a Rataan 3787.8 3714.9 3688.56 3904.90 3969.94 3813.22 Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 Dari tabel. 2 dapat dilihat bahwa uji jarak Duncan 5 pada perlakuan pemberian MPF diperoleh bahwa rataan tertinggi terdapat pada aplikasi jamur pelarut fospat M2 yaitu sebesar 4001.49 dan tidak berbeda nyata dengan aplikasi bakteri pelarut fosfat M1 dengan nilai 3816.0. Namun berbeda nyata dengan aplikasi bakteri dan jamur pelarut fosfat M3 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan control M0 dengan nilai 3658.68. P-total adalah jumlah P di dalam tanah baik yang tersedia maupun yang tidak tersedia atau terikat oleh unsur lain. Fosfor P merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar hara makro. Jumlah P dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen N dan kalium K. Tetapi, P dianggap sebagai kunci kehidupan key of life. Tanaman menyerap P dalam bentuk ion orthofosfat primer H 2 PO 4 - dan ion orthofosfat sekunder HPO 4 2- . Tanah Andisol Sinabung banyak mengandung unsur P, namun keberadaannya tidak tersedia oleh tanaman. Banyaknya jumlah P yang terdapat di dalam tanah tidak menjamin tanaman di atasnya dapat menyerap unsur P sesuai kebutuhannya. Karena keberadaan unsur P di dalam tanah sangat mobile. Pada keadaan asam pH rendah P akan diikat oleh logam seperti Al, Fe sedangkan pada keadaan basa pH tinggi P akan diikat oleh logam seperti Ca, dll. Hal ini sesuai dengan pernyataan Elfiati 2005 yang menyatakan bahwa pada tanah masam, P bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al-P, Fe-P dan Occluded-P, sedangkan pada tanah bereaksi basa, pada umumnya P bersenyawa sebagai Ca-P. Jadi, ketersediaan P di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Retensi P Berdasarkan hasil sidik ragam Lampiran 3. menyatakan bahwa pemberian bahan organik segar berpengaruh nyata terhadap retensi-P tanah sedangkan dengan hanya aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan interaksinya dengan bahan organik segar berpengaruh tidak nyata pada retensi-P tanah. Rataan hasil analisi retensi-P tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 3. Rataan Retensi P tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik. MPF 30 mLTan Retensi P ppm Rataan Sumber Bahan Organik Segar 100 gTan Tanpa Aplikasi Kotoran sapi Kotoran ayam Jerami padi T. diversifolia Tanpa aplikasi MPF 98.15 96.35 96.15 96.25 95.95 96.57 Bakteri 96.8 95.2 96.9 95.65 96.4 96.19 Jamur 96.3 96.45 95.65 95.95 95.9 96.05 Bakteri + Jamur 96.6 96.4 95.95 95.9 95.6 96.09 Rataan 96.96b 96.10a 96.16a 95.94a 95.96a 96.23 Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 Berdasarkan uji jarak Duncan 5 diperoleh bahwa aplikasi bahan organik berpengaruh nyata dalam menurunkan retensi-P di dalam tanah. Aplikasi bahan organik jerami padi berpengaruh nyata menurunkan retensi-P didalam tanah K3 dengan nilai rataan 95.94 yang tidak berbeda nyata dengan aplikasi bahan organik lainnya yaitu bahan organik T. diversifolia K4 dengan nilai 95.96, bahan organik kotoran sapi K1 dengan nilai 96.10 dan bahan organik kotoran ayam K2 dengan nilai 96.16 namun berbeda nyata dengan perlakuan control K0 dengan nilai 96.96. Retensi P tertinggi terdapat pada perlakuan control M0K0. Hal ini dikarenakan tidak ada aplikasi MPF maupun bahan organik segar sehingga P yang diretensi lebih tinggi dari perlakuan lain. Sementara untuk perlakuan lainnya, ada MPF ataupun bahan organik yang diaplikasikan yang dapat menghasilkan asam organik yang dapat mengkhelat logam yang mengikat unsur P. Namun untuk retensi P terendah terdapat pada kombinasi perlakuan BPF dan bahan organik kotoran sapi M1K1, dan secara keseluruhan perlakuan terbaik terdapat pada pemberian jamur pelarut fosfat M2 karena jamur lebih toleran hidup di tanah masam dibanding bakteri. Retensi P tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol tanpa aplikasi MPF dan bahan organik. Sedangkan untuk perlakuan lainnya lebih rendah. Hal ini dikarenakan sifat kimia tanah Andisol yang banyak meretensi P oleh rendahnya pH tanah yang mengakibatkan banyaknya terdapat logam-logam seperti Fe dan Al yang dapat memfiksasi P. Pada perlakuan lainnya terdapat interaksi MPF dan bahan organik yang akan menghasilkan asam-asam organik yang mampu mengkhelat logam sehingga retensi P mengalami penurunan. Fe-P Berdasarkan hasil sidik ragam Lampiran 4. menyatakan bahwa perlakuan bahan organik segar dan interaksinya dengan Mikroba Pelarut Fosfat MPF berpengaruh nyata terhadap Fe-P tanah sedangkan dengan hanya aplikasi MPF berpengaruh tidak nyata terhadap Fe-P tanah Andisol Sinabung. Rataan hasil analisi Fe-P tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 4. Rataan Fe- P tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik. MPF 30 mLTan Fe-P ppm Rataan Sumber Bahan Organik Segar 100 gTan Tanpa Aplikasi Kotoran Sapi Kotoran ayam Jerami Padi T. diversifolia Tanpa aplikasi MPF 615.0abcd 672.0cd 651.5bcd 562.5ab 644.5abcd 629.1 Bakteri 606.5abcd 660.0bcd 575.0abc 570.0abc 687.5d 619.8 Jamur 568.0abc 686.0d 654.0bcd 638.0abcd 543.0a 617.8 Bakteri + Jamur 657.0bcd 687.0d 581.5abcd 686.0d 575.0abc 637.3 Rataan 611.63 676.25 615.50 614.13 612.50 626.00 Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 Dari tabel uji jarak Duncan 5 diatas, dapat diketahui bahwa interaksi MPF dan bahan organik berpengaruh nyata pada Fe-P. Perlakuan terbaik terdapat pada interaksi jamur pelarut fosfat dengan bahan organik T. diversifolia M2K4 dengan nilai 543.0 dan tidak berbeda nyata dengan interaksi tanpa MPF dan bahan organik jerami padi M0K3 dengan nilai 562.5 tetapi berbeda nyata dengan interaksi bakteri pelarut fosfat dan bahan organik T. diversifolia M1K4 dengan nilai 687.5, interaksi jamur dan bakteri pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran sapi M3K1 dengan nilai 687.0 dan interaksi jamur pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran sapi M2K1 dengan nilai 686.0. Pemberian MPF dan bahan organik dapat mengurangi jumlah Fe yang bersenyawa dengan P. Hal ini dapat kita lihat dari data pada table 4, Fe-P lebih tinggi pada perlakuan control M0K0, sedangkan untuk kombinasi perlakuan lainnya mengalami penurunan walaupun tidak berbeda jauh. Terlihat bahwa salah satu unsur paling banyak mengikat P dalam tanah sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman adalah Fe. Pada tanah dengan pH yang rendah, konsentrasi ion Al dan Fe tinggi dan akan bereaksi dengan fosfat membentuk Fe-P dan Al-P yang tidak larut. Peningkatan Al-P lebih besar dari pada Fe-P dan pada tanah masam, bentuk Al-P relatif lebih mudah larut dan dapat berubah bentuk menjadi Fe-P, dengan kata lain P yang larut dari Al-P akan difiksasi kembali oleh Fe menjadi Fe-P. Al-P Berdasarkan hasil sidik ragam Lampiran 5. menyatakan bahwa perlakuan tunggal Mikroba Pelarut Posfat MPF dan bahan organik segar berpengaruh nyata terhadap Al-P tanah sedangkan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap Al-P tanah Andisol Sinabung. Rataan hasil analisi Al-P tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 5. Rataan Al- P tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik. MPF 30 mLTan Al-P ppm Rataan Sumber Bahan Organik Segar 100 gTan Tanpa Aplikasi Kotoran Sapi Kotoran Ayam Jerami Padi T. diversifolia Tanpa aplikasi MPF 2333.5 2293.5 2692.0 2743.0 2818.5 2576.1b Bakteri 2066.5 2110.5 2281.0 2232.5 2860.0 2310.1a Jamur 2579.0 2415.0 2691.0 2736.0 2541.0 2592.4b Bakteri + Jamur 2375.0 2388.5 2430.0 2474.0 2494.5 2432.4ab Rataan 2338.5ab 2301.88a 2523.5bc 2546.4c 2678.5c Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 Berdasarkan uji jarak Duncan 5 diketahui bahwa perlakuan tunggal MPF dan bahan organik berpengaruh sangat nyata pada fraksionasi P oleh Al. Perlakuan terbaik terdapat pada pemberian bakteri pelarut fosfat M1 dengan nilai rataan 2310.1 dan tidak berbeda nyata dengan pemberian bakteri dan jamur pelarut fosfat M3 dengan nilai rataan 2432.4 sedangkan perlakuan terbaik pada pemberian bahan organik adalah terdapat pada perlakuan pemberian kotoran sapi K1 dengan nilai rataan 2301.88 yang berbeda nyata dengan memberi bahan organik T. diversifolia K4 dengan nilai rataan 2678.5 dan tidak berbeda nyata dengan pemberian bahan organik jerami padi K3 dengan nilai rataan 2546.38. P-Tersedia Berdasarkan hasil sidik ragam Lampiran 6. menyatakan bahwa perlakuan tunggal Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan interaksinya dengan bahan organik berpengaruh nyata terhadap P-tersedia tanah sedangkan dengan hanya aplikasi bahan organik berpengaruh tidak nyata terhadap P-tersedia Andisol Sinabung. Rataan hasil analisis P-tersedia tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 6. Rataan P-tersedia tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik. MPF 30 mLTan P-Tersedia ppm Rataan Sumber Bahan Organik Segar 100 gTan Tanpa Aplikasi Kotoran Sapi Kotoran Ayam Jerami Padi T. diversifolia Tanpa aplikasi MPF 99.30a 123.89abcd 114.16ab 125.90abcde 177.47h 128.14 Bakteri 116.12abc 142.65bcdef 140.99bcdef 166.34fgh 136.86bcdef 140.59 Jamur 148.37bcdef 144.00bcdef 168.84fgh 152.87cdefg 162.09efgh 155.23 Bakteri + Jamur 149.48bcdef 170.50gh 141.71bcdef 132.25abcde 154.06defgh 149.60 Rataan 128.31 145.26 141.42 144.34 157.62 143.39 Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 Berdasarkan uji jarak Duncan 5 pada interaksi bahan organik dan MPF diperoleh bahwa perlakuan terbaik terdapat pada interaksi tanpa MPF dengan bahan organik T. diversifolia M0K4 dengan nilai 177.47 dan tidak berbeda nyata dengan interaksi bakteri dan jamur pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran sapi M3K1 dengan nilai 170.5 dan sangat berbeda nyata dengan perlakuan tanpa MPF dan bahan organik kotoran ayam M0K2 dengan nilai 114.16 dan perlakuan control M0K0 dengan nilai 99.30. Perlakuan terbaik terdapat pada interaksi tanpa aplikasi MPF dengan bahan organik T. diversifolia M0K4. Hal ini dikarenakan bahan organik T. diversifolia lebih mudah melapuk atau terdekomposisi karena mempunyai nilai CN yang lebih rendah dibanding bahan organik lainnya, sehingga unsur P yang terkandung didalam T. diversifolia bisa langsung tersedia sedangkan untuk bahan organik lainnya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terdekomposisi. Hal ini sesuai dengan literatur Rara, dkk 2013 yang menyatakan bahwa nilai CN dari bokashi T. diversifolia tergolong sedang yaitu 12.46 sehingga perombakan bokashi T. diversifolia berlangsung cukup cepat. C-Organik Berdasarkan hasil sidik ragam Lampiran 7. menyatakan bahwa perlakuan tunggal Mikroba Pelarut Fosfat MPF berpengaruh nyata terhadap C-Organik tanah sedangkan dengan hanya aplikasi bahan organik segar dan interaksinya dengan MPF berpengaruh tidak nyata terhadap C-Organik tanah Andisol Sinabung. Rataan hasil analisis C-Organik tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 7. Rataan C-Organik tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik. MPF 30 mLTan C-Organik Rataan Sumber Bahan Organik Segar 100 gTan Tanpa Aplikasi Kotoran sapi Kotoran ayam Jerami padi T. diversifolia Tanpa aplikasi MPF 3.38 3.61 3.42 3.54 3.84 3.60a Bakteri 3.25 3.64 3.51 3.72 4.06 3.64a Jamur 3.77 3.74 4.06 4.53 3.80 3.98b Bakteri + Jamur 3.37 3.66 3.58 3.58 3.75 3.59a Rataan 3.52 3.66 3.64 3.84 3.86 3.71 Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 Berdasarkan uji jarak Duncan 5 pada perlakuan tunggal MPF diperoleh bahwa perlakuan terbaik terdapat pada pemberian jamur pelarut fosfat M2 dengan nilai rataan 3.98 dan berbeda nyata dengan pemberian bakteri pelarut fosfat M1 dengan nilai rataan 3.64 dan pemberian bakteri dan jamur pelarut fosfat M3 dengan nilai rataan 3.95. Kombinasi perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan jamur pelarut fosfat dan interaksinya dengan bahan organik jerami padi M2K3. Aplikasi MPF dan bahan organik menyebabkan persentasi C-Organik meningkat. Di lain sisi, bahan organik jerami padi memiliki kandungan C-organik yang tinggi berkisar 54 - 55 dan bahan organik dapat menjadi sumber nutrisi bagi mikroba tanah sehinggadapat meningkatkan aktivitas biologi tanah dimana C-organik juga akan mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan literatur Amrah 2008 yang menyatakan bahwa bahan organik berperan dalam aktivitas biologi yaitu dengan pemberian bahan organik dapat meningkatkan aktivitas biologi tanah melalui pelepasan unsure-unsur hara tanah dalam proses dekomposisi sisa-sisa tanaman oleh mikroorganisme dalam tanah. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan jumlah C-organik di dalam tanah. C-organik selain mampu meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah juga merupakan sumber nutrisi bagi mikroba yang hidup di dalamnya. Semakin tinggi kadar C-organik di dalam tanah maka akan semakin tinggi aktivitas mikroba di dalam tanah dan akan semakin tinggi pula unsur hara yang tersedia bagi tanaman. Peningkatan C-organik sejalan dengan meningkatnya P- tersedia di dalam tanah. Ketersediaan P dan C di dalam tanah dapat menjadi factor pembatas terhadap aktivitas mikroba, namun ketersediaan C jauh lebih penting dibanding ketersediaan P dalam meningkatkan aktivitas mikroba. Serapan P Berdasarkan hasil sidik ragam Lampiran 8. menyatakan bahwa perlakuan tunggal Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan interaksinya dengan bahan organik segar berpengaruh nyata terhadap Serapan-P tanah sedangkan hanya aplikasi bahan organik segar berpengaruh tidak nyata terhadap serapan-P tanah Andisol Sinabung. Rataan hasil analisis serapan-P tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 8. Rataan Serapan-P tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik. MPF 30 mLTan Serapan P ppm Rataan Sumber Bahan Organik Segar 100 gTan Tanpa Aplikasi Kotoran sapi Kotoran ayam Jerami Padi T. diversifolia Tanpa aplikasi MPF 5.52a 7.18abc 5.88a 6.36ab 5.47a 6.08 Bakteri 6.00a 8.73abc 7.61abc 6.36ab 7.11abc 7.16 Jamur 9.66bcd 12.35de 12.91e 8.56abc 6.88ab 10.07 Bakteri + Jamur 7.72abc 8.40abc 6.05a 10.39cde 8.52abc 8.22 Rataan 7.23 9.17 8.11 7.92 6.99 7.88 Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 Dari tabel uji jarak Duncan 5 diatas terlihat bahwa pada perlakuan interaksi MPF dan bahan organik didapat perlakuan terbaik pada interaksi jamur pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran ayam M2K2 dengan nilai 12.91 dan tidak berbeda nyata dengan interaksi jamur pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran sapi M2K1 dengan nilai 12.35 tetapi berbeda nyata dengan tanpa MPF dan bahan organik T. diversifolia M0K4 dengan nilai 5.47, interaksi tanpa MPF dan bahan organik kotoran ayam M0K2 dengan nilai 5.88 dan perlakuan control M0K0 dengan nilai 5.52. Perlakuan terbaik terdapat pada interaksi jamur pelarut fosfat dengan bahan organik kotoran ayam M2K2. Serapannya lebih tinggi dari perlakuan lain, dan berbanding terbalik dengan tanpa aplikasi MPF yang dikombinasikan dengan bahan organik titonia M0K4. Serapan-P pada M0K4 lebih rendah dari perlakuan kombinasi lainnya, sementara P-tersedia justru lebih tinggi pada perlakuan M0K4, hal ini dikarenakan P yang tersedia bagi tanaman hanya diserap tanaman dalam jumlah yang rendah yang juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Produksi Berdasarkan hasil sidik ragam Lampiran 9. menyatakan bahwa perlakuan tunggal Mikroba Pelarut Fosfat MPF, bahan organik segar dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman kentang pada tanah Andisol Sinabung. Rataan hasil analisis produksi tanaman tanah Andisol Sinabung dengan aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat MPF dan bahan organik segar yang diperoleh disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 9. Rataan Produksi tanah dari kombinasi MPF dan bahan organik. MPF 30 mLTan Produksi g Rataan Sumber Bahan Organik Segar 100 gTan Tanpa Aplikasi Kotoran sapi Kotoran ayam Jerami Padi T. diversifolia Tanpa aplikasi MPF 415.0ab 562.5abcde 778.5defgh 612.5abcdef 455.0abc 564.70 Bakteri 395.5a 583.0abcde 879.0gh 639.5bcdefg 803.0defgh 660.00 Jamur 665.0cdefg 800.5efgh 930.34h 715.5defgh 738.0defgh 769.87 Bakteri + Jamur 547.0abcd 599.0cdefg 657.5cdefg 560.0abcde 846.0fgh 641.90 Rataan 505.63 636.25 811.33 631.88 710.50 656.62 Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 Berdasarkan tabel uji jarak Duncan 5 diatas diketahui bahwa perlakuan terbaik terdapat pada interaksi jamur pelarut fosfat M2 dan bahan organik kotoran ayam K2 dengan nilai rataan 930.34 dan sangat berbeda nyata dengan interaksi bakteri pelarut fosfat M1 dengan tanpa aplikasi bahan organik K0 dengan nilai rataan 395.5. Pembahasan Meningkatnya kadar ion H + di dalam tanah pH semakin asam dikarenakan MPF dan bahan organik yang diaplikasikan kedalam tanah dapat menghasilkan asam-asam organik yang mampu meningkatkan keasaman di dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tan 1995 yang menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik mampu melepas atau membentuk sejumlah senyawa asam organik yang mempunyai kapasitas untuk mengkhelat ion-ion logam. pH tanah yang menurun juga dipengaruhi oleh penambahan abu vulkanik yang berkelanjutan oleh adanya erupsi gunung Sinabung dimana debu vulkanik memiliki pH yang rendah dengan kisaran 3 – 4. Dari data yang diperoleh berdasarkan data hasil analisis didapat bahwa pH tanah pada pemberian kotoran sapi lebih tinggi dari perlakuan lainnya, hal ini dikarenakan kotoran sapi memiliki kandungan air yang tinggi. Hal ini sesuai dengan literature Lingga 1991 yang menyatakan bahwa kandungan air pupuk kandang sapi segar mencapai 80 sedangkan kotoran ayam hanya mencapai 57. Kandungan air ini dapat menaikkan pH tanah walaupun tidak signifikan. Asam-asam organik yang dihasilkan mikroba dan bahan organik dalam tanah selain mampu meningkatkan kadar ion H + juga mampu mengkhelat logam- logam yang mengikat unsur P sehingga unsur P yang terikat oleh logam menjadi tersedia bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ernita 2004 yang menyatakan bahwa mikroorganisme pelarut fosfat bakteri, jamur ataupun mikoriza dapat meningkatkan efisiensi pemupukan P dengan cara menghasilkan asam-asam organik yang dapat mengkhelat logam seperti Al 3+ , Fe 2+ dan Mn 2+ . Penurunan pH oleh asam-asam organik yang dihasilkan oleh MPF dan bahan organik tidak berpengaruh pada keberadaan logam yang dapat meretensi P di dalam tanah. Retensi P oleh logam Al dan Fe sangat tinggi sehingga mengakibatkan P dalam tanah tidak tersedia untuk diserap tanaman. Tingginya fiksasi P oleh logam sangat dipengaruhi kondisi pH tanah. Pada pH rendah reaksi tanah asam, logam Fe dan Al akan mengikat P dalam jumlah yang besar. Hal ini sesuai dengan literature Tan 1992 yang menyatakan bahwa semakin rendah pH tanah maka semakin besar konsentrasi Al, dan Fe yang dapat larut, sehingga akan semakin besar pula jumlah fosfor yang diikatnya. Namun, dengan pemberian MPF dan bahan organik dapat menekan Al dan Fe dalam memfiksasi unsur P didalam tanah sehingga retensi P oleh Al dan Fe mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan MPF dan bahan organik mampu menghasilkan asam-asam organik yang mampu mengkhelat logam seperti Al dan Fe di dalam tanah sehingga unsur P menjadi terlepas dan menjadi tersedia bagi tanaman. Ketersediaan P di dalam tanah mengalami peningkatan setelah aplikasi bahan organik segar dan MPF. Aplikasi bahan organik dan MPF ini dapat menghasilkan asam organik yang dapat mengkhelat logam yang mengikat unsur P di dalam tanah, sehingga P yang awalnya tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santosa 2007 yang menyatakan bahwa asam organik sangat berperan dalam pelarutan fosfat karena asam organik tersebut relative kaya akan gugus-gugus fungsional karboksil -COO- dan hidroksil -O- yang bermuatan negatif sehingga memungkinkan untuk membentuk senyawa komplek dengan ion kation logam yang biasa disebut chelate. Asam-asam organik meng-chelate Al, Fe atau Ca, mengakibatkan fosfat terlepas dari ikatan AlPO 4 .2H 2 O, FePO 4 .2H 2 O, atau Ca 3 PO 4 2 sehingga meningkatkan kadar fosfat-terlarut dalam tanah. Keadaan ini akan meningkatkan ketersediaan fosfat dalam larutan tanah. P-tersedia pada interaksi tanpa pemberian MPF dan bahan organik T. diversifolia M0K4 terlihat lebih tinggi dari perlakuan yang lainnya dan tidak jauh berbeda dengan interaksi bakteri dan jamur pelarut fosfat dengan kotoran sapi M3K1. Hal ini dikarenakan T. diversifolia memiliki CN yang lebih rendah sehingga lebih mudah terdekomposisi dari bahan organik yang lainnya dan menjadi sumber nutrisi bagi mikroba sedangkan kotoran sapi memiliki kadar air yang lebih tinggi dari bahan organik yang lain dimana hal ini dapat meningkatkan aktivitas mikroba di dalam tanah karena mikroba menyukai kondisi tanah yang lebih lembab. Disisi lain, serapan-P pada interaksi MPF dan bahan organik T. diversifolia M0K4 terlihat rendah sementara yang tersedia tinggi hal ini dikarenakan pertumbuhan tanaman yang kurang baik dimana akan mempengaruhi kemampuannya dalam menyerap unsur P dari dalam tanah. Antara serapan-P dan P-tersedia ada hubungan timal balik sehingga semakin kecil serapan P oleh tanaman, maka akan semakin tinggi pula P tersedia di dalam tanah dan hal ini juga terlihat dari produksi yang dihasilkan juga rendah. Berikut grafik P-tersedia tanah setelah aplikasi perlakuan: Gambar 1. Grafik P-Tersedia Tanah Akibat Aplikasi MPF dan Bahan Organik. Tanaman menyerap fosfor dalam jumlah besar dalam bentuk ion-ion ortofosfat yaitu H 2 PO 4 - dan HPO 4 2- . Konsentrasi ion ini di dalam tanah selalu rendah. Kadar dan jumlahnya di dalam tanah masing-masing tergantung pada pH tanah. H 2 PO 4 - di jumpai pada tanah masam, sedangkan HPO 4 2- umumnya dijumpai pada tanah dengan pH di atas 7.0. Pemberian mikroba pelarut MPF dan bahan organik dapat menghasilkan asam-asam organik yang efisien dalam meningkatkan serapan-P pada akar dan tajuk dikarenakan fosfor yang fiksasi oleh logam-logam menjadi tersedia bagi tanaman. Rendahnya efisiensi serapan P berhubungan dengan faktor lingkungan yang dimanipulasi. Hal ini sesuai pernyataan Effendy 2008 yang menyatakan bahwa konsentrasi P yang pekat dapat menimbulkan gangguan pada system perakaran yang menyebabkan kemampuan menyerap unsure hara P berkurang. Pemberian MPF dan bahan organik akan meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah yang juga berpengaruh pada peningkatan produksi tanaman. Hal ini dikarenakan P berperan penting pada proses metabolisme tanaman sehingga P disebut sebagai Dari data hasil produksi yang diperoleh dapat diketahui bahwa pemberian bahan organik dan mikroba pelarut fosfat MPF dapat meningkatkan 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 K0 K1 K2 K3 K4 M0 M1 M2 M3 hasil produksi. Hal ini dikarenakan bahwa ketersediaan P di dalam tanah dapat meningkatkan produksi tanaman. Hal ini tidak lepas dari fungsi utama P di dalam tubuh tanaman yaitu sebagai unsur yang berperan penting dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mas’ud 1993 yang menyatakan bahwa fosfor berperan penting dalam proses penyimpanan dan pemindahan energy di dalam tubuh tanaman. Ketidakcukupan P bagi tanaman dapat menyebabkan tanaman tidak tumbuh maksimum. Berikut grafik produksi tanaman setelah aplikasi perlakuan : Gambar 2. Grafik Produksi Kentang Akibat Aplikasi MPF dan Bahan Organik. Meningkatnya produksi tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan P di dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman. Banyaknya jumlah P di dalam tanah tetap tidak memberi pengaruh pada pertumbuhan dan produksi jika keberadaannya tidak tersedia. Tanah Andisol Sinabung merupakan lahan yang telah jenuh dengan pemupukan P, dicirikan dengan tingginya kandungan P-total tanah namun kandungan P-tersedia sangat rendah. Lahan dengan kondisi seperti ini sudah tidak respon atau tanggap lagi pada pemupukan P. Tingginya kandungan P-total tanah sebagai akibat dari pemupukan yang terus-menerus yang dilakukan secara tidak 0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00 K0 K1 K2 K3 K4 M0 M1 M2 M3 berimbang. Hal ini sesuai pernyataan Ernita 2004 yang menyatakan bahwa dosis pupuk yang sering digunakan secara tidak berimbang dapat menjadikan lahan jenuh terhadap pemupukan. Namun penambahan MPF dan bahan organik dapat meningkatkan P-tersedia tanah dikarenakan MPF dan bahan organik menghasilkan asam-asam organik yang dapat mengklelat logam berat yang mengikat P sehingga P yang tidak tersedia menjadi tersedia dan retensi P semakin rendah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemberian mikroba pelarut fospat MPF dapat meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada tanah Andisol. 2. Pemberian bahan organik segar dapat meningkatkan ketersediaan P dan produksi tanaman kentang pada tanah Andisol.

3. Interaksi mikroba pelarut fosfat MPF dan bahan organik segar dapat

Dokumen yang terkait

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

2 45 73

Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L). pada tanah andisol sinabung

0 4 68

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

0 4 73

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

0 0 11

Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L). pada tanah andisol sinabung

0 0 11

Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L). pada tanah andisol sinabung

0 0 1

Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L). pada tanah andisol sinabung

0 0 3

Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L). pada tanah andisol sinabung

0 0 15

Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L). pada tanah andisol sinabung

0 0 3

Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L). pada tanah andisol sinabung

0 0 10