Peran Suami Sebagai Fasilitator Peran Suami Sebagai Edukator

orang 30 memiliki suami dengan pendidikan di Perguruan Tinggi, sesuai pendapat Notoatmodjo 2003 yang mengatakan bahwa, pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan kualitas manusia. Tingkat pendidikan masyarakat dikaitkan dengan kemampuan dalam menyerap dan menerima informasi dalam bidang kesehatan dan keluarga. Melihat bahwa semakin tinggi pendidikan yang dimiliki responden, maka semakin mudah dan berwawasan luas mengetahui tentang peranannya sebagai motivator untuk istrinya dalam pemalakaian alat kontrasepsi. Bila dilihat dari jawaban reponden, mayoritas responden menjawab suami yang menyarankan untuk menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 85, menyatakan bahwa suami yang menyuruh untuk menggunakan alat kontrasepsi sebanyak 81 dan menyatakan bahwa suami turut memberi saran saat memilih alat kontrasepsi sebanyak 75. Hal ini terlihat bahwa peran suami sebagai motivator yang baik atau sebagai penentu kebijakan sangatlah besar di kalangan masyarakat.

2. Peran Suami Sebagai Fasilitator

Hasil penelitian mengenai peran suami menurut istri sebagai fasilitator dalam pemakaian alat kontrasepsi diperoleh sebagai fasilitator yang baik sebanyak 74 orang 67.3 dan buruk 36 orang 32.7. Hal ini menunjukkan peran suami yang cukup besar menurut istri dalam memfasilitasi istri untuk pemakaian alat kontrasepsi. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Winarti Wahyuni dengan judul penelitian “Peran Suami Dalam Pemilihan Alat Kontrasepsi di Desa Kepatihan Tulangan Sidoarjo” menunjukkan bahwa peran suami sebagai fasilitator yang baik hanya 34.85. Perbedaan mungkin disebabkan Universitas Sumatera Utara karakteristik dan jumlah sampel yang berbeda. Responden yang diteliti sebanyak 92 orang 83.6 suaminya bekerja sebagai WiraswastaPegawai swasta, dan tidak ada responden yang menyatakan suaminya tidak bekerja. Hal ini berhubungan dengan fungsi suami sebagai fasilitator yang baik untuk pemakaian alat kontrasepsi bagi istri, dengan bekerja maka suami mampu membiayai istri untuk menggunakan alat kontrasepsi sesuai dengan keinginannya. Hasil jawaban responden mayoritas menjawab suaminya mau mengantarkan responden menemui tenaga kesehatan untuk periksa atau kunjungan ulang sebanyak 76, menyatakan suaminya selalu menyediakan waktu saat akan menemui tenaga kesehatan sebanyak 75, dan menyatakan suaminya memberikan biaya khusus untuk penggunaan alat kontrasepsi sebanyak 65. Hal ini menunjukkan bahwa peran suami cukup baik dalam memberikan perhatian dan mau mendampingi istri untuk melakukan pemeriksaan kesehatan atau pemasangan alat kontrasepsi.

3. Peran Suami Sebagai Edukator

Hasil penelitian mengenai peran suami menurut istri sebagai edukator dalam pemakaian alat kontrasepsi cukup besar dengan 70 orang 63.6 edukator yang baik dan edukator yang buruk 40 orang 36.4. Hal ini menunjukkan peran suami yang cukup besar menurut istri dalam memberikan perhatian yang cukup besar bagi istri untuk pemakaian alat kontrasepsi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Elvina Siregar dengan judul “Gambaran Pengetahuan Suami Tentang Kesertaan Dalam Ber-KB di Desa Tanjung Gusta Kecamatan Sunggal Tahun 2008” menyatakan bahwa tingkat pengetahuan suami Universitas Sumatera Utara baik 39,72, cukup 35,62 dan kurang 24,66 Siregar, 2008. Dimana dengan baiknya pengetahuan suami tentang Keluarga Berencana maka perannya sebagai sumber pengetahuan, tempat berbagi bagi ibu dalam penggunaan alat kontrasepsinya juga akan baik. Sesuai pendapat Hurlock 2002, bahwa usia dewasa 18-40 tahun merupakan masa dimana seseorang secara maksimal mencapai prestasi yang memuaskan, pada usia tengah 41-60 tahun adalah usia tidak produktif lagi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa usia reproduktif memang lebih aktif mencari dan mendapatkan informasi dibandingkan usia yang tidak produktif lagi. Mayoritas suami responden berusia 30-39 tahun sebanyak 71 orang 64.5 karena itu masih dapat berfungsi sebagai edukator yang baik bagi ibu, suami masih aktif untuk mencari informasi dan keterangan yang berhubungan dengan alat kontrasepsi. Namun, hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Winarti Wahyuni dengan judul penelitian “Peran Suam Dalam Pemilihan Alat Kontrasepsi di Desa Kepatihan Tulangan Sidoarjo” menunjukkan bahwa peran suami sebagai edukator yang baik hanya 31,86. Kesenjangan dapat terjadi karena lokasi dan karakteristik penelitian yang berbeda. Bila dilihat dari jawaban reponden, mayoritas responden menjawab suami mereka sering mengingatkan jadwa kontrol atau jadwal minum obat sebanyak 75, menyatakan bahwa suami mereka mengetahui jenis alat kontrasepsi yang ia gunakan sebanyak 61, dan menyatakan suami mengetahui efek samping dari penggunaan alat kontrasepsi yang digunakan oleh ibu sebanyak 59. Hal menunjukkan bahwa peran suami sebagai edukator yang baik atau sebagai sumber informasi yang baik untuk ibu dalam penggunaan alat kontrasepsi. Universitas Sumatera Utara BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan