Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kain Perca (Studi Kasus Di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu)

(1)

KABUPATEN PRINGSEWU)

Oleh

TIYA DWI UNTARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kain Perca (Studi Kasus Di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan

Sukoharjo Kabupaten Pringsewu) Oleh

TIYA DWI UNTARI

Industri kecil dan menengah merupakan sector industri yang memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi dibandingkan dengan industri besar pada umunya. Industri kecil dan menengah juga merupakan sektor industri yang tetap mampu bertahan di tengah krisis dan memiliki penyerapan tenaga kerja yang banyak dibandingkan dengan industri besar. Dalam usaha menumbuhkembangkan usaha kecil dan menengah serta untuk pengangguran, terdapat persoalan-persoalan yang perlu dipecahka, salah satunya yaitu tentang permintaan akan tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja, dan variabel apa yang paling dominan

dalam mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Dalam penelitian ini menggunakan analisis linier berganda untuk

menghitung dan menganalisa seberapa besar pengaruh omset. Rata-rata upah pekerja, rata-rata harga output, dan rata-rata harga bahan baku terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca (Studi Kasus Di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu). Dari hasil perhitungan estimasi diperoleh hasil bahwa variabel-variabel tersebut secara bersama-sama berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja sebesar 99,43% dan sisanya sebesar 0,57% dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian. Dari hasil penelitian juga diperoleh hasil bahwa omset merupakan variabel yag paling berpengaruh dalam penelitian ini.

Kata kunci : Industri kain perca, Omset, Rata-rata upah pekerja, rata-rata harga output, rata-rata harga bahan baku.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 15

C. Tujuan Penelitian 16

D. Manfaat Penelitian 16

E. Kerangka Pemikiran 17

F. Hipotesis 19

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri 20

1. Pengertian Industri 20

2. Industri Kecil 20

B. Tenaga Kerja 22

1. Pengertian Tenaga Kerja 22

2. Pengertian Angkatan Kerja 23

3. Konsep Produksi dan Modal Tenaga Kerja 24 4. Konsep Permintaan Tenaga Kerja 27 5. Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja 34


(7)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Sumber Data 42

B. Profil Lokasi Penelitian 42

C. Metode Pengumpulan Data 43

D. Variabel Penelitian 43

E. Metode Analisis Data 44

1. Regresi Linier Berganda 44

2. Uji Asumsi Klasik 46

3. Uji Statistik 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 52

1. Hasil Uji Asumsi Klasik 52

1.1Uji Normalitas 53

1.2Uji Multikolinearitas 53

1.3Uji Heteroskedastisitas 54

1.4Uji Autokorelasi 55

2. Uji Statistik 56

2.1Uji Koefisien Regresi Secara Menyeluruh (Uji F) 56 2.2Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji t) 57

2.3Uji Koefisien Determinasi………. 58

B. Pembahasan 59

1. Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga

Kerja 60

1.1Omset (X1) . 60

1.2Rata-Rata Upah Pekerja (X2)………. 61 1.3Rata-Rata Harga Output (X3) . 62 1.4Rata-Rata Harga Bahan Baku (X4) 63


(8)

3. Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja 65

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 71

B. Saran 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi sebagai imbas dari krisis keuangan di Thailand. Krisis ini diawali dengan jatuhnya nilai mata uang Bath Thailand pada bulan juli 1997 dan berakibat langsung terhadap nilai rupiah yang terdepresiasi secara eksponensial, dari Rp2.400 per dollar menjadi Rp16.500 per dollar pada bulan juni 1998 dan inflasi meningkat hingga 77%. Krisis tersebut mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Banyak Perusahaan saat itu satu per satu pailit karena bahan baku impor meningkat secara drastis dan biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menurun dan

berfluktuasi. Sektor perbankan juga ikut terpuruk dan turut memperparah sektor industri dari sisi permodalan (Departemen Koperasi, 2008).

Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Namun tidak begitu dengan industri kecil dan menengah, industri kecil dan menengah mampu tetap bertahan ditengah krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1997-1998 tersebut. Beberapa alasan mengapa Industri UKM di Indonesia dapat bertahan di tengah krisis moneter 1997 lalu. Pertama, sebagian besar UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat


(10)

pendapatan rata-rata masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Kedua, sebagian besar UKM

menggunakan modal sendiri dan tidak mendapat modal dari bank. Ketiga, denga adanya krisis ekonomi berkepanjangan menyebabkan sektor formal banyak memberhentikan pekerjanya, sehingga para penganggur tersebut memasuki sektor informal dengan melakukan kegiatan usaha berskala kecil. (Partomo dan Soejodono, 2004)

Gambar perkembanga jumlah unit usaha mikro, kecil, dan menengah di bawah ini akan menjelaskan bagaimana perkembangan sektor industri pada saat krisis dan pada saat setelah krisis ekonomi yang menerpa Indonesia pada tahun 1997.

Sumber : BPS Indonesia

Gambar 1. Perkembangan Jumlah Unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Di Indonesia Tahun 1996 Sampai Tahun 2004

Melalui gambar diatas, dijelaskan bahwa sumbu vertikal merupakan jumlah unit usaha yang menunjukkan seberapa bayak jumlah unit usaha kecil, mikro, dan menengah dari tahun ke tahun. Dari gambar dijelaskan bahwa usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) mampu bertahan di tengah krisis ekonomi dan


(11)

justru semakin bertambah sehingga tidak dapat dipungkiri UMKM telah

menjadi tiang penyangga perekonomian karena UMKM ini membuka lapangan pekerjaan dan mengatasi kemiskinan di saat banyak usaha besar berguguran. Di tahun 1998 pada beberapa sektor terjadi penurunan jumlah unit usaha sebagai imbas dari krisis ekonomi yang terjadi, namun pada tahun 1999 terjadi peningkatan jumlah unit usaha pada setiap sektor. Hal ini menunjukkan bahwa unit usaha kecil dan menengah masih tetap eksis dan mampu bertahan sejak krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 hingga tahun 2004.

Sumber : BPS Indonesia

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Pekerja Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Indonesia Tahun 1996 Sampai Tahun 2004 Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sumbu vertikal menjelaskan jumlah pekerja yang bekerja pada UMKM di Indonesia tahun 1996 hingga tahun 2004. UMKM masih memberikan kontribusi yag besar dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Dapat dilihat pada tahun 1999 jumlah tenaga kerja yang dapat terserap pada UMKM tidak mengalami penurunan yang drastis dari tahun 1996. Hal ini membuktikan bahwa krisis ekonomi yang terjadi pada


(12)

tahun 1997 tidak memberikan dampak yang terlalu buruk pada UMKM di Indonesia dan dari tahun ke tahun pun jumlah tenaga kerja yang mampu terserap pada UMKM semakin meningkat.

Letak Indonesia yang strategis dan merupakan jalur lalu lintas perdagangan membuat Indonesia berpotensi untuk mengembangkan sektor Industri. Indonesia memiliki 33 provinsi, dimana pada setiap provinsi memiliki

keunikan dan potensi daerah masing-masing yang patut untuk dikembangkan. Salah satu provinsi di Indonesia yang merupakan salah satu sentra industri yang patut untuk dikembangkan karena letaknya yang strategis adalah Provinsi Lampung. Pronvinsi Lampung merupakan provinsi yang terletak di ujung paling selatan pulau Sumatera. Daerah ini di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan di sebelah timur dengan Laut Jawa. Provinsi lampung memiliki posisi yang strategis karena menjadi perlintasan utama jalur hubungan darat dan laut antara wilayah sumatera dan Jawa.

Sumber : Disperindag Provinsi Lampung

Gambar 3. Perkembangan Unit Usaha Mikro Kecil Menengah Di Provinsi Lampung Tahun 2007 Hingga Tahun 2012


(13)

Pada gambar dapat diketahui bahwa Lampung sangat berpotensi

mengembangkan berbagai jenis industri karena merupakan gerbang yang menghubungkan antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pada gambar di atas dapat kita lihat perbedaan perkembangan industri besar dan industri kecil di Provinsi Lampung. Industri kecil jauh lebih unggul dibandingkan industri besar. Di bidang industri, khususnya industri pengolahan hasil pertanian, hasil hutan, industri kerajunan maupun industri manufaktur dengan komoditas barang dari kayu, gula, tapioka, kopi, dan makanan memiliki potensi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.

Pringsewu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang memiliki potensi industri yang baik. Salah satu sektor industri yang tengah dikembangkan di Kabupaten Pringsewu adalah sektor industri kecil kain perca yang berada di Pekon Sukamulya dan Pekon Siliwangi. Sektor ini dipilih sebagai awal dari pembangunan dan pengembangan industri karena omset yang diperlukan dalam pengembangan industri ini juga tidak terlalu besar. Hal ini sesuai dengan karakteristik Kabupaten Pringsewu yang sedang dalam tahap perkembangan. Selain itu, pengembangan industri kecil dapat mempermudah penyerapan tenaga kerja bagi para warga Kabupaten Pringsewu. Berikut ini akan dijelaskan melalui tabel PDRB Kabupaten Pringsewu menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000. Melalui tabel di bawah ini akan di

jelaskan kontribusi PDRB Kabupaten Pringsewu per subsektor . sehingga akan dapat diketahui subsektor apa saja yang memberikan kontribusi besar dalam PDRB Kabupaten Pringsewu.


(14)

Tabel 1. Nilai PDRB Kabupaten Pringsewu Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2008-2010 (Juta Rupiah)

No Lapangan Usaha

Nilai PDRB 2008 Nilai PDRB 2009 Nilai PDRB 2010

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan

665.459 692.374 712.296

a. Tanaman bahan makanan 390.718 408.360 417.201 b. Tanaman perkebunan 71.813 72.680 75.141

c. Peternakan 101.643 105.904 109.823

d. Kehutanan 2.114 2.253 2.365

e. Perikanan 99.142 103.117 107.753

2 Pertambangan dan 12.402 12.891 13.078

Penggalian

a. Minyak dan gas bumi 0 0 0

b. Pertambangan non migas 0 0 0

c. Penggalian 12.402 12.891 13.078

3 Industri Pengolahan 118.508 126.496 133.002

a. Industri migas 0 0 0

b. Industri non migas 118.508 118.508 133.002 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1.513 1.579 1.690

a. Listrik 1.209 1.267 1.363

b. Air bersih 303 312 327

5 Konstruksi 54.473 58.011 62.524 6 Perdagangan, Hotel dan 185.296 198.210 216.859

Restoran

a. Perdagangan 173.758 185.982 203.759

b. Hotel 83 95 105

c. Restoran 11.455 12.133 12.994

7 Transpotasi dan komunikasi 68.440 75.314 85.364

a. Transportasi 46.957 50.881 58.274

b. Komunikasi 21.483 24.433 27.089

8 Keuangan, persewaan, dan 73.146 79.951 89.432

jasa perusahaan

a. Bank 27.292 29.572 31.038

b. Lembaga bukan bank 2.154 2.240 2.402

c. Sewa bangunan 43.700 48.139 55.092

9 Jasa-jasa 107.469 113.807 121.942 a. Pemerintahan umum 89.221 93.653 99.861 1. adm. Pemerintahan 58.931 61.658 65.958 2. jasa pemerintahan lainnya 30.291 31.739 33.903

b. Swasta 18.248 20.154 22.080

1. sosial kemasyarakatan 11.215 12.688 13.958

2. hiburan & rekreasi 190 200 211

3. perorangan dan rumah

tangga 6.844 7.267 7.912

Jumlah 1.286.706 1.358.634 1.436.188 Sumber : BPS Provinsi Lampung


(15)

Melalui tabel diatas dapat dilihat perkembangan nilai PDRB per subsektor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Industri kain perca termasuk ke dalam subsektor industri pengolahan non migas. Sedangkan pada subsektor industri pengolahan migas tidak memberikan kontribusi pada nilai PDRB Kabupaten Pringsewu mengingat bahwa di Pringsewu tidak ada sumber migas. Kontribusi subsektor industri pengolahan non migas menempati urutan kedua setelah sektor pertanian. Pada subsektor industri pengolahan non migas, Kabupaten Pringsewu masih didominasi oleh industri kecil dan home industri, diantaranya sentra industri kain tapis, manik-manik, kain perca, dan kerajinan anyaman bambu, industri batu bata dan genteng.

Sumber : Kabupaten Pringsewu Dalam Angka 2012

Gambar 4. Perkembangan unit usaha mikro dan jumlah tenaga kerja industri kecil menengah Kabupaten Pringsewu tahun 2009-2012

Dari gambar di atas dijelaskan bahwa sumbu vertikal merupakan jumlah unit usaha mikro dan jumlah tenaga kerja industri kecil menengah Kabupaten Pringsewu. Pada gambar terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada


(16)

industri kecil menengah Kabupaten Pringsewu dari tahun 2009 hingga tahun 2012. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja pada industri kecil menengah Kabupaten Pringsewu sebesar 10,48 persen dari tahun 2009. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2011, yaitu sebesar 25,67 persen jumlah tenaga kerja yang bekerja pada industri kecil menengah di Kabupaten Pringsewu. Sedangkan pada tahun 2012 terjadi penyerapan tenaga kerja sebesar 9,16 persen tenaga kerja yang dapat terserap oleh industri kecil menengah di Kabupaten Pringsewu. Hal ini menunjukkan bahwa sektor industri kecil menengah di Kabupaten Pringsewu memiliki peran yang besar dalam menyerap tenaga kerja.

Peranan UMKM dalam peyerapan tenaga kerja yaitu diindikasikan dengan perkembagan jumlah unit produksi yang mampu dihasilkan. Semakin banyak jumlah output yang dihasilkan maka akan membutuhkan tenaga kerja yang semakin banyak. Jumlah output yang dihasilkan merupakan pengaruh dari jumlah barang atau jasa yang diminta oleh konsumen. Pada teoti produksi, . Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: (Sukirno ,1994: 190)

Q = f (Κ, L,R,T ) Dimana:

Q = Jumlah Produksi K = Jumlah stok modal

L = Jumlah Tenaga Kerja / keahlian keusahawan R = Kekayaan Alam


(17)

Dalam teori permintaan tenaga kerja, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan berbanding lurus dengan jumlah produksi barang, semakin banyak jumlah produksi barang yang diminta oleh konsumen maka akan semakin bayak jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan namun dengan asumsi bahwa faktor-faktor lainnya tetap. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja adalah harga output, harga baha baku, omset, dan upah pekerja.

1. Peran Industri Kecil Dalam Penyerapan Tenaga Kerja

Pengembangan industri secara umum merupakan sesuatu yang penting dalam pembangunan, dan pentingnya industri kecil yang merupakan bagian dari keseluruhan industri nasional telah dirasakan tidak hanya sebagai pemerataan pembangunan akan tetapi juga sebagai sesuatu yang telah mendapatkan tempat yag kokoh dalam struktur ekonomi, hal ini disebabkan karena:

 Industri kecil banyak menyerap tenaga kerja

 Industri kecil ikut menyelaraskan peredaran perekonomian negara dan mampu hidup berdampingan dengan perusahaan besar.  Industri kecil dapat memegang peranan penting dan menopang

usaha besar.

 Industri kecil dapat menyediakan bahan mentah, bahan pembantu, dan sebaginya.


(18)

 Industri kecil dapat berfungsi sebagai ujung tombak bagi usaha besar dengan menyalurkan dan menjual hasil usaha besar kepada konsumen akhir.

2. Pengaruh omset terhadap penyerapan tenaga kerja.

Omset merupakan total pendapatan kotor yang diterima. Semakin besar omset menunjukkan semakn banyak barang yang laku terjual dan akan meningkatkan keuntungan yang diperoleh. Semakin banyak barang yang diminta oleh konsumen akan mengakibatkan pengusaha membutuhkan tambahan tenaga kerja. Dengan begitu kesempatan kerja semakin meningkat sehingga mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Didalam penelitian ini, omset dianggap mempunyai pengaruh terhadap

perkembangan sektor industri kain perca di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu yang berujung kepada terbukanya kesempatan kerja sehingga dapat mengurangi tingkat pengangguran. Omset merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi permintaan tenaga kerja.

3. Pengaruh upah pekerja terhadap penyerapan tenaga kerja.

Dalam hubungannya dengan penyerapan tenaga kerja, tingkat upah memiliki hubungan yang negatif atau berbanding terbalik, dimana ketika tingkat upah naik perusahaan-perusahaan akan cenderung untuk


(19)

bisa menyebabkan perusahaan mrugi. Sebaliknya, ketika upah turun biaya produksi juga cenderung turun sehingga perusahaan memperbanyak jumlah tenaga kerja untuk memaksimalkan keuntungan

4. Pengaruh harga output terhadap penyerapan tenaga kerja.

harga output berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja, semakin optimal harga output akan membuat semakin optimal penerimaan yang dihasilkan sehingga tenaga kerja yang dapat terserap pada industri kain perca akan meningkat.

5.Pengaruh harga bahan baku terhadap penyerapan tenaga kerja.

Harga bahan baku merupakan harga yang harus dibayarkan oleh pemilik industri dalam menyediakan bahan baku industrinya. Semakin mahal harga bahan baku akan menyebabkan semakin bertambahnya biaya produksi. Tambahan biaya produksi tersebut akan menyebabkan harga barang menjadi meningkat dan menyebabkan keuntungan semakin menurun, sehingga akan mengakibatkan semakin berkurangnya jumlah tenaga kerja yang dapat terserap pada industri tersebut.


(20)

Tabel 2. Jumlah Unit Usaha dan Jumlah Tenaga Kerja pada berbagai Industri Menengah dan Kecil (UMKM) Kabupaten Pringsewu Tahun 2012

Logam, Mesin Kerajinan Kimia dan Bahan Sandang

dan Elektronika Bangunan

Jumlah unit Usaha 40 2030 238 41

Tenaga Kerja 193 9693 1134 176

Sumber : Disperindag Provinsi Lampung

Industri kain perca masuk ke dalam jenis industri kerajinan karena memanfaatkan hasil limbah dari pabrik sprei yang kemudian diolah menjadi barang-barang yang berguna seperti sarung bantal, sprei, sarung guling, taplak meja, hordeng, hawai, dan keset. Tentunya barang-barang tersebut bernilai jual ekonomis tinggi dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa industry kerajinan memiliki porsi jumlah unit usaha dan jumlah tenaga kerja terbesar dibandingka dengan industri lainnya yang ada di Kabupaten Pringsewu. Hal ini menunjukkan bahwa industry kerajinan merupakan industri yang menjadi industri andalan Kabupaten Pringsewu. Semakin banyak jumlah unit usaha maka akan semakin banyak jumlah tenaga kerja yang mampu terserap sehingga dapat mengatasi masalah pengangguran.

Tabel 3. Jumlah Nilai Produksi dan Omset pada berbagai Industri Menengah dan Kecil (UMKM) Kabupaten Pringsewu

tahun2012 (dalam milyar rupiah)

Logam, Mesin Kerajinan Kimia dan Bahan Sandang

dan Elektronika Bangunan

Nilai Produksi 0,83 41,92 4,90 0,76

Omset 0,30 15,24 1,78 0,28

Sumber : Disperindag Provinsi Lampung 2012

Industri kerajinan merupakan industri yang dapat diandalkan, dapat dilihat pada tabel di atas bahwa nilai produksi dan omset pada industri kerajinan di


(21)

Kabupaten Pringsewu memiliki porsi yang besar dibandingkan beberapa industri lainnya yang ada di Kabupaten Pringsewu. Salah satu industri kerajinan di Kabupaten Pringsewu yang pernah mendapatkan penghargaan Kualitas Dan Produktivitas Paramakarya 2011 adalah Industri Kain Perca di Pekon Sukamulya dan Pekon Siliwangi. Penerima Penghargaan Paramakarya 2011 Industri kain perca ini diwakilkan oleh Bapak Suherman selaku perintis pertama kali usaha kain perca ini. Industri rumahan kain perca di Pekon Siliwangi dan Pekon Sukamulya ini juga pernah mendapatka Penghargaan Upakarti 2012. Sehingga pada saat ini Pekon Siliwangi dan Pekon Sukamulya Kabupaten Pringsewu ini telah menjadi model desa produktif yang digalakkan oleh BBPP (Balai Besar Peningkatan Produktifitas) dibawah naungan

Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Pemasaran hasil olahan kain perca ini telah memasuki daerah Palembang, Jambi, Bengkulu, Pekanbaru, Medan, dan Aceh.

Industri kerajinan kreatif kain perca ternyata sangat potensial untuk diproduksi menjadi berbagai produk-produk kreatif yang memiliki nilai jual yang tinggi. Dari limbah kain sisa jahitan yang tampaknya tidak memiliki nilai, bisa diolah dengan keterampilan kreatif menjadi berbagai macam produk kerajinan yang memiliki fungsi dan harga jual cukup tinggi. Misalnya saja seperti sprei, sarung bantal , sarung guling, keset, hawai, taplak meja, hordeng, dan lain

sebagainya.

Kain perca didapatkan dari kain sisa Pabrik Sprei My Love, Pabrik Sprei Nova, Pabrik Sprei Internal, dan Pabrik Sprei Kintakun di Bandung. Melalui


(22)

tangan-tangan kreatif para pengusaha kain perca di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu inilah kain yang sudah tidak terpakai lagi ini dapat menjadi barang yang bernilai ekonomis, serta dapat meningkatkan pendapata masyarakat di daerah tersebut. Industri ini mampu menyerap tenaga kerja hingga ratusan pekerja pada setiap home industri nya.Tenaga kerja yang bekerja pada industri kain perca ini rata-rata kaum ibu dan pengerjaannya pun dilakukan di rumah di sela-sela waktu senggang setelah membersihkan rumah dan mengurus anak. Tentunya hal ini aka dapat meningkatkan taraf hidup keluarga, dimana sang istri dapat membantu perekonomian keluarganya tanpa harus meninggalkan pekerjaan rumah tangga dan anak-anaknya.

Pada penelitian sebelumnya, Rizky Adrianto (2013) melakukan penelitian tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri kecil (studi kasus pada industri kerupuk rambak di Kelurahan Bangsal Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto) “. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Penyerapan tenaga kerja di sektor industri kecil dengan studi kasus pada industri krupuk rambak di Kecamatan Bangsal dipengaruhi oleh variabel bahan baku, nilai produksi dan modal kerja. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu terletak pada variabel terikat yang digunakan. Dalam penelitian ini variabel terikat yang saya gunakan adalah omset, upah pekerja, harga output, dan harga baha baku Penelitian ini berupa studi kasus pada industri kain perca di Pekon Sukamulya Kecamatan


(23)

Pekon Sukamulya dan Pekon Siliwangi merupakan sentra industri pengolahan kain perca.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diharapkan industri kain perca mampu mengatasi masalah tenaga kerja yang setidak-tidaknya mengurangi angka pengangguran yang ada di Kabupaten Pringsewu, oleh sebab itu penelitian ini mengambil judul Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kain Perca (Studi Kasus Di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu)

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka masalah pokok dalam penulisan ini adalah:

1. Apakah faktor harga output, harga bahan baku, omset, dan upah pekerja berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada Industri Kain Perca di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu ?

2. Diantara beberapa faktor tersebut apakah yang paling dominan

mempengaruhi penyerapan penyerapan tenaga kerja pada Sektor industri Kain Perca di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu ?


(24)

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh faktor harga output, harga bahan baku, omset dan upah pekerja terhadap penyerapan tenaga kerja pada Industri Kain Perca di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu.

2. Untuk mengetahui faktor manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada Industri Kain Perca di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan, informasi atau referensi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan ketenagakerjaan di Kabupaten Pringsewu.

2. Sebagai bahan referensi bagi yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai obyek ini.

3. Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait yang diharapkan dapat bermanfaat dalam memecahkan masalah ketenagakerjaan di Provinsi Lampung.

4. Sebagai tambahan pengetahuan dan menambah perbendaharaan perpustakaan universitas.


(25)

E.Kerangka Pemikiran

Masalah ketenagakerjaan yang dihadapi Provinsi Lampung yaitu

meningkatnya jumlah penduduk yang secara langsung dapat mempengaruhi jumlah angkatan kerja, sementara pertumbuhan jumlah kesempatan kerja yang ada tidak sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja itu sendiri. Hal ini dapat menyebabkan tingkat pengangguran semakin meningkat.

Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi mengharuskan Pemerintah untuk menyediakan dan memperluas lapangan kerja yang diperuntukkan bagi angkatan kerja tersebut. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan Pemerintah untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan yaitu dengan meningkatkan lapangan kerja atau sektor usaha yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dan salah satunya ialah sektor industri kecil dan menengah. Pada dasarnya pembangunan industri ditunjukkan untuk menciptakan struktur ekonomi dengan titik berat pada industri yang maju. Oleh karena itu, pembangunan sektor industri secara nyata harus menjadi penggerak utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan sekaligus dapat menjadi penyedia lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Sektor industri yang berada Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Selain itu, sektor tersebut juga telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam hal pendapatan sehingga dapat meningkatkan


(26)

perekonomian Kabupaten Pringsewu itu sendiri. Adapun pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 5,

Gambar 5. Kerangka Pemikiran

Industri Kain Perca

Omset Harga output Harga bahan baku

Penyerapan Tenaga Kerja

Industri Pengolahan (Non Migas) Pasar Tenaga Kerja

Permintaan Tenaga Kerja

Upah pekerja


(27)

F. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesisnya adalah sebagai berikut:

1. Diduga harga output dan omset berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu.

2. Diduga harga bahan baku dan upah pekerja berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri

1. Pengertian Industri

Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut, misalnya kapas untuk inddustri tekstil, batu kapur untuk industri semen, biji besi untuk industri besi dan baja.

Dampak Positif Pembangunan Industri, yaitu: 1. Terbukanya lapangan kerja

2. Terpenuhinya berbagai kebutuhan masyarakat 3. Pendapatan/kesejahteraan masyarakat meningkat 4. Menghemat devisa negara


(29)

6. Terbukanya usaha-usaha lain di luar bidang industri 7. Penundaan usia nikah

2. Industri Kecil

Industri kecil adalah kegiatan industri yang dikerjakan di rumah-rumah penduduk yang pekerjanya merupakan anggota keluarga sendiri yang tidak terikat jam kerja dan tempat. Industri kecil dapat juga diartikan sebagai usaha produktif diluar usaha pertanian, baik itu merupakan mata

pencaharian utama maupun sampingan (Tambunan, 1999). Industri kecil merupakan industri yang berskala kecil dan industri rumah tangga yang diusahakan untuk menambah pendapatan keluarga.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) membedakan kategori-kategori industri kecil :

1. Industri Kecil Modern

Menurut Deperindag, yang meliputi industri kecil modern adalah yang - Menggunakan teknologi proses madya (intermediate process technologies).

- Menggunakan skala produksi terbatas.

- Tergantung pada dukungan litbang dan usaha-usaha perekayasaan (industri besar).

- Dilibatkan dalam sistem produksi industri besar dan menengah dan dengan sistem pemasaran domestik dan ekspor.


(30)

Dengan kata lain, industri kecil modern mempunyai akses untuk menjangkau sistem pemasaran yang relatif telah berkembang dengan baik di pasar domestik atau pasar ekspor.

2. Industri Kecil Tradisional

Industri kecil tradisional memiliki ciri-ciri :

- Teknologi proses yang digunakan secara sederhana.

- Mesin yang digunakan dan alat perlengkapan modal relatif lebih sederhana.

- Lokasi di daerah pedesaan.

- Akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan langsungnya yang berdekatan terbatas.

3. Industri Kerajinan Kecil

Industri Kerajinan Kecil meliputi berbagai industri kecil yang sangat beragam mulai industri kecil yang menggunakan teknologi sederhana sampai teknologi proses madya bahkan teknologi maju. Selain

potensinya untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan kesempatan untuk memperoleh pendapatan bagi kelompok-kelompok yang berpendapatan rendah terutama di pedesaan, industri kerajinan kecil juga didorong atas landasan budaya yakni mengingat peranan pentingnya dalam pelestarian warisan budaya Indonesia.


(31)

B.Tenaga kerja

1. Pengertian Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.

2. Pengertian Angkatan kerja

Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan.


(32)

Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan atau demand dalam masyarakat. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan tingkat upah. Proses terjadinya penempatan atau hubungan kerja melalui penyediaan dan permintaan tenaga kerja dinamakan pasar kerja. Seseorang dalam pasar kerja berarti dia menawarkan jasanya untuk produksi, apakah dia sedang bekerja atau mencari pekerjaan. Besarnya penempatan (jumlah orang yang bekerja atau tingkat employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan tersebut. Selanjutnya besarnya penyediaan dan permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat upah.

3. Konsep Produksi Dan Modal Tenaga Kerja

Proses produksi merupakan proses mengolah input untuk menghasilkan barang dan jasa. Jumlah output akan dipengaruhi oleh besar atau kecilnya input dan teknologi yang digunakan. Hubungan antara jumlah penggunaan input dan jumlah output yang dihasilkan, dengan tingkat teknologi tertentu disebut fungsi produksi. Input dalam kegiatan produksi dapat

dikelompokkan menjadi input tetap atau fixed input dan input variabel atau variable input. Input tetap adalah faktor produksi yang jumlahnya selalu tetap meskipun jumlah outputnya berubah, misalnya peralatan dan mesin-mesin. Input variabel merupakan faktor produksi yang jumlahnya selalu berubah apabila output berubah, misalnya tenaga kerja dan bahan baku. Hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang mencerminkan suatu hubungan yang sangat mendasar. Dengan semakin banyaknya input


(33)

variabel yang digunakan sementara input lain tetap, produktivitas akan menurun. Produsen harus menentukan jumlah tenaga kerja yang tepat untuk menjaga tingkat produktivitasnya.

Faktor produksi juga dikenal dengan istilah input dan output. Hubungan di antara faktor-faktor produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi

produksi. produksi dapat berbentuk tabel atau matematis yang

menunjukkan jumlah output maksimum yang dapat dihasilkan berdasarkan suatu kelompok input yang dispesifikasikan , dengan mengingat teknologi yang ada. Hubungan di antara faktor-faktor produksi yang diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut: (Sukirno ,1994: 190)

Q = f (Κ, L,R,T ) Dimana:

Q = Jumlah Produksi K = Jumlah stok modal

L = Jumlah Tenaga Kerja / keahlian keusahawan R = Kekayaan Alam

T = Tingkat Teknogi

Dalam faktor produksi dikenal the law of diminishing return (hukum hasil yang semakin berkurang) yang menjelaskan sifat pokok dari pertautan di antara tingkat produksi dan tenaga kerja yang digunakan. Bila suatu macam input ditambah penggunaannya sedangkan input-input lainnya tetap, maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu


(34)

unit input yang ditambahkan tadi mula-mula naik, tapi setelah mencapai suatu tingkat tertentu tambahan output akan semakin menurun bila input tersebut terus ditambah.

a. Modal Produksi

Menurut ilmu ekonomi modal adalah barang-barang modal (real capital goods) yang meliputi semua jenis barang yang dibuat untuk menunjang kegiatan produksi barang-barang lain, termasuk yang menghasilkan jasa dan modal berupa uang (money capital) yang tersedia di perusahaan untuk membeli mesin-mesin serta faktor-faktor produksi.

Modal uang (money capital) adalah dana yang digunakan untuk membeli barang-barang modal dan faktor produksi lainnya. Yang dimaksud modal dalam faktor produksi ini adalah barang-barang modal (real capital goods), yaitu setiap barang yang digunakan dalam kegiatan produksi untuk menghasilkan barang dan jasa lain, misalnya mesin-mesin, pembangkit tenaga listrik, gedung, jalan raya, gudang, serta peralatan-peralatan lainnya.

b. Modal Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa disamping faktor nilai investas, bahan baku, dan teknologi. Penggunaan tenaga kerja sebagai variabel dalam proses produksi lebih ditentukan oleh pasar


(35)

tenaga kerja, dalam hal ini dipengaruhi oleh upah tenaga kerja dan harga outputnya (Nopirin, 2000). Produktivitas tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh tingkat upah, oleh karena itu upah yang memadai sangat mempengaruhi dalam proses produksi. Selain itu apresiasi, atau penghargaan terhadap tenaga kerja dapat menjadi nilai lebih yang mendorong tenaga kerja untuk lebih termotivasi dalam bekerja.

4. Konsep Permintaan Tenaga Kerja Memandang Dari Sisi Input Dan Output

Manusia sebagai pelaku utama dalam pasar tenaga kerja tidak dapat disamakan dengan benda lain pada pasar faktor produksi, manusia

memiliki karakter-karakter tersendiri yang tidak dapat dimiliki oleh pelaku utama pada pasar faktor produksi selain pasar faktor produksi tenaga kerja. Manusia mengeluarkan tenaga dan pikiran agar mendapatkan balas jasa berupa upah. Beberapa pertimbangan yang dapat dibedakan antara manusia sebagai pelaku yang menawarkan tenaga agar mendapat upah pada pasar faktor produksi tenaga kerja dengan pelaku penawaran pada pasar selain daripada faktor produksi tenaga kerja adalah :

1. Tenaga kerja tidak dapat disimpan untuk dijual ketika keadaan pasar yang lebih baik (upah lebih tinggi).

2. Tenaga kerja tidak dapat dengan mudah berpindah tangan atau berpindah dari daerah yang berlebihan ke tempat yang kekurangan tenaga kerja.


(36)

Dewasa ini, produktivitas individu mendapat perhatian yang cukup besar. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sebenarnya produktivitas manapun bersumber dari individu yang melakukan kegiatan. Namun individu yang dimaksudkan adalah individu sebagai tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang memadai.

Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Apabila masukan yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil masukan yang dapat dihemat, maka semakin rendah tingkat efisiensi. Pengertian efisiensi disini lebih berorientasi kepada masukan sedangkan masalah keluaran (output) kurang menjadi perhatian utama.

Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektifitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat. Kualitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bahwa seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan harapan. Konsep ini hanya dapat berorientasi kepada masukan, keluaran, atau keduanya. Disamping itu kualitas juga berkaitan dengan proses produksi yang akan berpengaruh pada kualitas hasil yuang dicapai secara keseluruhan.


(37)

Fungsi permintaan tenaga kerja biasanya didasarkan kepada teori neoklasik, dimana dalam ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga (price taker). Dalam hal memaksimalkan laba, pengusaha hanya dapat mengatur berapa jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan.

Fungsi permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja didasarkan pada : (1) tambahan hasil marjinal yaitu tambahan hasil (output) yang

diperoleh pengusaha dengan penambahan seorang

pekerja.Tambahan hasil tersebut dinamakan tambahan hasil marjinal atau marjinal physicalproduct dari tenaga kerja (MPPL). (2) penerimaan marjinal yaitu jumlah uang yang akan diperoleh

pengusaha dengan tambahan hasil marjinal tersebut. Jumlah uang ini dinamakan penerimaan marjinal atau marjinal revenue (MR). Penerimaan marjinal disini merupakan besarnya tambahan hasil marjinal dikalikan dengan harga per unit, sehingga MR = VMPPL = MPPL . P

(3) Apabila tambahan penerimaan marjinal lebih besar dari biaya marjinal, maka mempekerjakan orang tersebut akan menambah keuntungan pengusaha, sehingga pengusaha akan terus menambah jumlah karyawan selama MR lebih besar dari tingkat upah (w) . Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang-barang yang dihasilkan oleh sektor industri, maka jumlah tenaga kerja yang diminta oleh suatu perusahaan akan semakin meningkat dengan


(38)

asumsi tingkat upah tetap (Simanjuntak, 1998). . Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. permintaan tenaga kerja dengan tingkat upah tetap. Keterangan :

VMPP = Value Marginal Physical Product of Labor (Nilai Pertambahan Hasil Marjinal Tenaga Kerja)

P = Harga jual barang per unit DL = Permintaan Tenaga Kerja W = Upah

L = Tenaga Kerja

Peningkatan jumlah tenaga kerja oleh perusahaan tidak dilakukan untuk jangkapendek, walaupun permintaan masyarakat terhadap produk yang dihasilkan tinggi.Dalam jangka pendek, perusahaan akan lebih

mengoptimalkan jumlah tenaga kerja yang ada dengan penambahan jam kerja atau penggunaan mekanisasi, sedangkan dalam jangka panjang, kenaikan jumlah permintaan masyarakat akan direspon oleh perusahaan

D 1 Upah

W

VMPP

L*

DL= VMPPL . P L 1


(39)

dengan menambah jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Hal ini berarti terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja baru.

Suatu perusahaan akan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung dari tingkat upahnya. Jika w mengalami penurunan, maka perusahaan akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penurunan tingkat upah ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun

Pada Gambar 6, kurva DL melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja (VMMPL) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata lain, menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja yang ditunjukkan oleh titik L1, dan L*. Pada Gambar 6, terlihat bahwa pada kondisi awal tingkat upah berada pada W1 dan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah L1. Jika tingkat upah di suatu perusahaan diturunkan menjadi W*, maka jumlah tenaga kerja yang diminta meningkat menjadi L*.

DL = VMMPL (MPPL .

L* L

W* W 1 Upah


(40)

a. Determinasi Permintaan Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja oleh seorang pengusaha ditentuka oleh faktor-faktor diantaranya:

1. Tingkat Upah

Biaya produksi perusahaan dipengaruhi oleh tingkat upah para tenaga kerja. Apabila harga per unit produk yang dijual ke konsumen naik, reaksi yang biasanya timbul adalah

mengurangi pembelian atau bahkan tidak lagi membeli produk tersebut. Sehingga akan muncul perubahan skala produksi yang disebut efek skala produksi (scale effect) dimana sebuah kondisi yang memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang selanjutnya juga dapat mengurangi tenaga kerja perusahaan.

2. Teknologi

Teknologi berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja yaitu kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh lebih besar dari pada kemampuan manusia. Misalnya, mesin pengemasan produk makanan yang dulunya berbasis tenaga kerja manusia dan beralih ke mesin-mesin dan robot akan mempengaruhi permintaan tenaga kerja manusia lebih rendah untuk memproduksi makanan tersebut. 3. Produktivitas tenaga kerja


(41)

Berapa jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh berapa tingkat produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Apabila untuk menyelesaikan suatu proyek tertentu

dibutuhkan 50 karyawan dengan produktivitas standar yang bekerja selama 9 bulan. Namun dengan karyawan yang produktivitasnya melebihi standar, proyek tersebut dapat diselesaikan oleh 25 karyawan dengan waktu 9 bulan. 4. Kualitas Tenaga Kerja

Pembahasan mengenai kualitas ini berhubungan erat dengan pembahasan mengenai produktivitas. Karena dengan tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya meningkat. Kualitas tenaga kerja ini tercermin dari tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.

5. Fasilitas Modal

Dalam prakteknya faktor-faktor produksi, baik sumber daya manusia maupun yang bukan sumber daya alam dan lain-lain, seperti modal tidak dapat dipisahkan dalam menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu industri, dengan asumsi faktor-faktor produksi yang lain konstan, maka semakin besar modal yang ditanamkan akan semakin besar permintaan tenaga kerja. Misalnya, dalam suatu industri air minum, dengan asumsi faktor-faktor lain konstan, maka apabila perusahaan


(42)

menambah modalnya, maka jumlah tenaga kerja yang diminta juga bertambah.

5. Elastisitas Permintaan Tenaga Kerja

Elastisitas adalah suatu pengertian yang menggambarkan derajat kepekaan/respon dari jumlah barang yang diminta atau ditawarkan akibat perubahan faktor yang mempengaruhinya. Elastisitas permintaan tenaga kerja terhadap perubahan dari suatu faktor penentunya (harga barang itu sendiri, harga barang lain / penghasila konsumen) menunjukka derajat kepekaan akan barang tersebut terhadap perubahan faktor-faktor di atas (Boediono, 1999).

Payaman Simanjuntak (1985) menyatakan bahwa konsep elastisitas dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan tenaga kerja untuk suatu periode tertentu.

Tabel 4. Nilai Elastisitas.

Koefisien Elastisitas

n = 0 Inelastis sempurna 0 < n < 1 Inelastis

n = 1 Elastis uniter 1 < n < ∞ Elastis

n = ∞ Elastis sempurna Sumber: (Iskandar Putong, 2013)

Apabila hasil perhitungan menunjukkan bahwa inelastis sempurna, maka variabel penelitian tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga


(43)

kerja. Apabila hasil perhitungan menunjukkan bahwa inelastis, maka variabel penelitian tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Apabila hasil perhitungan menunjukkan bahwa elastis uniter, maka variabel penelitian berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Apabila hasil perhitungan menunjukkan bahwa elastis, maka variabel penelitian sangat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Apabila hasl perhitungan menunjukkan bahwa elastic sempurna, maka veriabel penelitian amat sangat berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja, perubahan sedikit saja pada variabel penelitian akan berdampak sangat besar terhadap penyerapan tenaga kerja.

6. Teori Dualitas

Beattie and Robert Taylor (dalam Faridh Fadli, 2011: 32) menjelaskan bahwa , aktivitas pengadaan faktor produksi dan penawaran produk harus sejalan dengan tujuan perusahaan untuk maksimisasi pendapatan bersih (keuntungan). Pendekatan dualitas akan sangat bermanfaat karena merupakan cara yang mudah untuk: (1) spesifikasi variabel dan untuk mendapatkan persamaan permintaan faktor produksi dan

penawaran produk dibandingkan dengan pendekatan primal, dan (2) juga berguna untuk menurunkan spesifikasi fungsional untuk estimasi ekonometrika atas persamaan permintaan faktor produksi dan

penawaran produk yang konsisten dengan tujuan perusahaan (maksimisasi keuntungan). Pendekatan dual memungkinkan


(44)

faktor dan suplai produk dengan menggunakan deferensial parsial dari fungsi ojektfnya (fungsi keuntungan yang tak langsung atau fungsi keuntungan non kondisioal). Namun di dalam leteratur dualitas

cenderung memformulasi fungsi keuntungan berupa fungsi keuntungan langsung yang kondisional. Dalam pengunaan pendekatan dual terdapat beberapa asumsi yang digunakan, yaitu : (1) semua derivasi dari fungsi ojektifnya hanya berkenaan dengan perusahaan yang bukan penentu harga, walaupun dualitas itu sendiri dapat diperluas untuk beberapa jenis kompetisi yang tidak sempurna; (2) semua faktor yang ada merupakan variabel, dan (3) untuk selanjutnya persamaan keuntungan disajikan tanpa komponen biaya tetap.

Ilustrasi mengenai dualitas berikut ini adalah dalam rangka memberikan gambaran umum tentang proses pembentukan persamaan permintaan faktor dan penawaran produk dengan menggunakan pendekatan dualitas.

Persamaan suplai produk dan permintaan faktor diturunkan untuk kasus produk tunggalnya dari mkasimisasi keuntungannya. Proses

pembentukan persamaan permintaan faktor dan penawaran produk tersebut diawali dengan pendekatan primal, yaitu menyajikan fungsi keuntungan langsung sebagai berikut:

...(1)


(45)

Fungsi Produksi: Y= f(x1, x2, x3 ,... xn)...(2) Fungsi Keuntungan Langsung: iχi...(3) Posisi laba optimum akan dicapai pada saat derivatif pertama fungsi keuntungan langsung disamakan dengan nol, seperti yang disajikan berikut ini

p. ƒ1(χi)-ri=0 atau ri=p. ƒ1(xi) atau ri=p.dY/dXi untuk kasus dua variabel input:

r1 = p.dY/dX1 ...(4) r2 = p.dY/dX1...(5)

penyelesaian simultan dari persamaan (4) dan (5) akan memberikan persamaan permintaan faktor ke i berikut ini:

X*i = x*1 (p,r1,r2)...(6)

X*1 = x*2 (p,r1,r2)...(7)

Keterangan :


(46)

P : harga output

ri : harga faktor i (i : 1,2,....n)

ƒ 1 xi (Xi) = dy / dXi : derivatif parsial fungs produksi (persamaan 2).

Untuk memperoleh persamaan penawaran produk dengan cara menstubstitusi persamaan (6) dan (7) ke dalam fungsi produksi (persamaan 2). Persamaan penawran produk tersebut adalah: Y* = y* (p, r1, r2) ...(8)

Persamaan (6) merupakan persamaan permintaan faktor produksi ke 1 dan persamaan (7) adalah persamaan permintaan faktor produksi ke 2, dan persamaan (8) merupakan persamaan penawaran produk optimal. C. Penelitian Terdahulu

1. Penelitian Romadhansya Indra Setiyadi, Purbayu Budi Santosa

Analisis penyerapan tenaga kerja pada industri rokok di Kabupaten Kudus tahun 1993-2010. Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan adalah metode analisis regresi yakni analisis regresi berganda yang ditransformasikan ke logaritma berganda dengan menggunakan Logaritma Natural (Ln).

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa variabel jumlah unit usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri rokok di Kabupaten Kudus. Variabel kebijakan pemerintah yang dilambangkan dengan variabel dummy berpengaruh negatif dan


(47)

tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja industri rokok di Kabupaten Kudus. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyebutkan bahwa adanya kebijakan pemerintah tentang

pengamanan rokok bagi kesehatan akan menurunkan jumlah tenaga kerja yang terserap secara signifikan.

2. Penelitian Rizky Adrianto

Judul penelitian tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri kecil (studi kasus pada industri kerupuk rambak di Kelurahan Bangsal Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto) . Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor industri kecil dengan studi kasus pada industri krupuk rambak di Kecamatan Bangsal dipengaruhi oleh variabel bahan baku, nilai produksi dan modal kerja.

Variabel nilai produksi merupakan variabel yang paling menentukan dalam penyerapan tenaga kerja pada industri krupuk rambak di Kecamatan Bangsal. Variabel nilai produksi juga mempunyai pengaruh positif dengan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap. Sehingga jika ada peningkatan pada nilai produksinya maka akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap pada industri krupuk rambak tersebut. Variabel modal kerja memiliki pengaruh yang negatif dengan jumlah tenaga kerja. Artinya dengan adanya peningkatan modal justru pengusaha tidak akan menambah jumlah tenaga kerja,cenderung menambah jumlah bahan baku dan


(48)

memberikan lembur atau uang tambahan ketimbang menambah jumlah pekerjaan.

3. Penelitian Dimas dan Nenik Woyanti

Judul penelitian mengenai Penyerapan Tenaga Kerja Di DKI Jakarta Alat Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda dengan pendekatan OLS (Ordinary Least Square). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa variabel PDRB, tingkat upah riil, investasi riil secara bersamasama berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta. Apabila PDRB meningkat sebesar satu persen maka penyerapan tenaga kerja akan meningkat . Jika upah meningkat maka akan menurunkan

penyerapan tenaga kerja. Jika investasi naik sebesar maka akan menurunkan penyerapan tenaga kerja.

4. Penelitian Ignatia Rohana Sitaggang dan Nachrowi Djalal Nachrowi Judul penelitain mengenai pengaruh struktur ekonomi pada

penyerapan tenaga kerja sektoral. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari keseluruhan regresi data panel pada 9 sektor diperoleh perubahan jumlah penyerapan tenaga kerja di 9 sektor perekonomian yang dijelaskan oleh faktor-faktor populasi, output. Struktur

ekonomi Indonesia secara nasiona mengalami perubahan dari sektor pertaia ke sektor-sektor lainnya. Adanya peningkatan dan penurunan


(49)

dalam jumlah penyerapan tenaga kerja disebabkan oleh perubahan populasi, net migration output, dan juga upah.

5. Penelitian Rini Sulistiawati

Judul penelitian mengenai pengaruh upah minimum terhadap

penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan di provinsi di Indonesia. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa upah berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. apabila terjadi kenaikkan tingkat upah maka berpotensi untuk menurunkan penyerapan tenaga kerja, terutama tenaga kerja yang produktivitasnya rendah.

Secara nasional, tenaga kerja yang mempunyai produktivitas paling rendah terjadi di sektor primer, sementara sektor sekunder

merupakan sektor yang paling sedikit menyerap tenaga kerja tetapi mempunyai produktivitas pekerja yang tinggi. Penyerapan tenaga kerja berpengaruh tidak signifika dan mempunyai hubungan yang positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa pengaruh penyerapan tenaga kerja terhadap kesejahteraan

masyarakat berjalan searah, artinya apabila penyerapan tenaga kerja meningkat, maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(50)

III. METODELOGI PENELITIAN

A.Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantatif. Adapun yang menjadi data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Provinsi Lampung, Disperindag Provinsi Lampung, jurnal-jurnal ekonomi serta dari sumber-sumber lain yang terkait dan data primer diperoleh dari industri kain perca di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu.

B. Profil Lokasi Penelitian

Kabupaten ini disahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 29 Oktober 2008, sebagai pemekaran dari Kabupaten Tanggamus. Kabupaten ini Terletak 37 kilometer sebelah barat Bandar Lampung, ibu kota provinsi. Letak Geografis : 104°48’ - 105°08’ BT dan 05°12’ - 05°33’ LS. Luas Wilayah : 625 Km². Kabupaten Pringsewu memiliki batasan wilayah, yaitu:

- Sebelah Utara : Kab. Lampung Tengah - Sebelah Selatan : Kab. Pesawaran - Sebelah Timur : Kab. Pesawaran - Sebelah Barat : Kab Tanggamus.


(51)

Kabupaten Pringsewu berpenduduk 377.857 jiwa (data BPS 2011) terdiri dari 195.400 laki–laki dan 182.457 perempuan. Kabupaten Pringsewu terdiri dari 96 pekon (desa) dan 5 kelurahan, yang tersebar di 8 kecamatan, yaitu

Kecamatan Pringsewu, Pagelaran, Pardasuka, Gadingrejo, Sukoharjo, Ambarawa, Adiluwih, dan Pekon Sukamulya. Dari segi luas wilayah, Kabupaten Pringsewu saat ini merupakan kabupaten terkecil, sekaligus terpadat di Provinsi Lampung. Saat ini Pringsewu disetujui menjadi kabupaten tersendiri karena perkembangannya yang bagus, baik dari segi pendapatan daerah, taraf ekonomi maupun pendidikan penduduk. Sektor pertanian masih menjadi sektor andalan di Kabupaten Pringsewu, sektor industri pengolahan menjadi sektor andalan ketiga setelah sektor

perdagangan, hotel, dan restoran . Mata pencaharian yang utama di Pringsewu adalah bertani dan berdagang.

C. Metode Pengumpulan Data

Adapun pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara metode wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara dengan berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan kepada responden dengan panduan kuesioner.

D. Variabel Penelitian

a. Variabel terikat dalam penelitian ini, yaitu 1. Variabel jumlah tenaga kerja


(52)

Merupakan jumlah tenaga kerja yang bekerja pada Industri kain perca di Desa Sukamulya Pekon Sukamulya Kabupaten Pringsewu pada periode tertentu.

b. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu: 1. Rata-Rata Harga output

Merupakan rata-rata harga produk tiap-tiap industri kain perca. 2. Rata-Rata Harga bahan baku

Merupakan rata-rata harga keseluruhan dari bahan baku tiap-tiap perusahaan yang digunakan selama satu bulan masa produksi. 3. Omset

Merupakan total pendapatan kotor yang diperoleh oleh pemilik usaha kain perca.

4.

Rata-Rata Upah Pekerja,

Merupakan rata-rata upah yang diterima tenaga kerja perbulan pada industri kain perca.

E. Metode Analisis Data

1. Regresi Linier Berganda

Model analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Hubungan antar variabel-variabel tersebut secara sederhana dapat ditulis dalam persamaan:

f (X1,X2,X3,..., Xn) keterangan:


(53)

Xi = Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada industri kain perca.

i = 1,2,3,...n

kemudian model tersebut dirumuskan dalam suatu model estimasi regresi linier dengan formulasi sebagai berikut:

L = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + εt

Keterangan:

L = Tenaga Kerja (orang)/bulan X1 = Omset (Rp)/bulan

X2 = Upah (Rp)/bulan

X3 = Harga Output (Rp) X4 = Harga Bahan Baku (Rp) α = Konstanta

β1 = Koefisien regresi untuk omset per bulan β2 = Koefisien regresi untuk upah pekerja per bulan β3 = Koefisien regresi untuk rata-rata harga output β4 = Koefisien regresi untuk rata-rata harga bahan baku εt = error term

Hasil analisis yang nantinya dihasilkan dengan menggunakan model persamaan diatas adalah seberapa kuat omset, rata-rata upah pekerja, harga output, harga bahan baku mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca di Pekon Sukamulya dan Pekon Siliwangi Kabupaten Pringsewu.


(54)

2. Uji Asumsi Klasik

Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca maka dianalisis dengan

menggunakan alat analisi Ordinary Least Square (OLS). Dalam penelitian ini untuk variabel terikatnya (variable dependent) adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor industri kain perca, sedangkan untuk variabel bebasnya (variabel independent) adalah omset, rata-rata upah pekerja, rata-rata harga output, rata-rata harga bahan baku. Untuk menghitung persamaan regresi sederhana melalui metode kuadrat terkecil (OLS) maka data harus memenuhi 4 asumsi dasar, yaitu : uji Normalitas, uji Heterokedastisitas, uji Autokorelasi dan uji Multikolinearitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui kenormalan error term dan variabel-variabel baik variabel bebas maupun terikat, apakah data sudah menyebar secara normal. Uji normalitas dapat dilihat dengan metode Jarque-Berra. Jika residual terdistribusi secara secara normal maka diharapkan nilai statistik JB akan sama dengan nol.

Ho : data tersebar normal Ha : data tidak tersebar normal


(55)

Kriteria pengujiannya adalah :

1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika P Value < P tabel 2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika P Value > P tabel Jika Ho ditolak maka data tidak tersebar secara normal. Jika Ho diterima berarti data tersebar secara normal.

2. Pengujian Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual pengamatan satu ke pengamatan lain. Jika varians dari residual pengamatan satu ke residual ke pengamatan yang lain tetap, maka telah terjadi heteroskedastisitas. Jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi bila variabel gangguan mempunyai variabel yang sama untuk observasi, untuk mendeteksi ada/tidaknya heteroskedestisitas digunakan uji White. Selanjutnya menentukan hipotesis yang menyatakan jika dari perhitungan menghasilkan nilai t- hitung yang signifikan/ t- hitung > t- tabel, maka dapat dikatakan terdapat heteroskedestisitas, jika t- hitung < t- tabel dapat dikatakan dalam regresi tidak terdapat heteroskedestisitas.


(56)

3.

Pengujian Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi ( hubungan ) yang terjadi antara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkain waktu (time series). Autokorelasi ini menunjukan

hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari variabel-variabel yang sama. Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan penganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Untuk menguji asumsi klasik ini, maka terlebih dulu harus menentukan besarnya nilai kritis dari du dan dl berdasarkan jumlah observasi dan variabel independen. Jika d lebih kecil daripada dLatau lebih besar daripada (4 – dL), maka hipotesis nol ditolak, dengan pilihan pada alternatif yang berarti terdapat

autokorelasi. Jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi. Namun jika nilai d terletak antara dL dan dUatau diantara (4 – dL) dan (4 – dL), maka uji Durbin-Watson tidak menimbulkan kesimpulan yang pasti

(inconclusive). Untuk nilai – nilai ini, tidak dapat (pada suatu tingkat signifikansi tertentu) disimpulkan ada tidaknya autokorelasi diantara faktor – faktor gangguan.

4.

Pengujian Multikolinearitas

Tujuannya untuk menguji ada tidaknya hubungan yang sempurna atau tidak sempurna diantara beberapa atau semua variabel yang


(57)

menjelaskan. Multikolinieritas dapat dideteksi dengan melihat ciri-ciri yaitu adanya R2 yang tinggi. .

Salah satu cara untuk mengetahui adanya multikolinier adalah dengan langkah pengujian terhadap masing –masing variabel independen untuk mengetahui seberapa jauh korelasinya. jika ditemukan nilai melebihi nila R2pada model penelitian, maka dari model persamaan tersebut terdapat multikoinieritas, dan sebaliknya jika R2 lebih besar dari semua r2 maka ini menunjukan tidak

terdapatnya multikolinier pada model persamaan yang diuji. 3. Uji Statistik

Uji statistik ini dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan ada tidaknya korelasi antara variabel bebas dengaan variabel terikat. Dari hasil regresi berganda akan diketahui besarnya koefisien masing-masing variabel, dari besarnya koefisien akan dilihat adanya hubungan dari variabel-variabel bebas, baik secara terpisah maupun bersama-sama terhadap variabel terikat. Untuk melakukan uji atas hipotesa dilakukan dengan cara:

1. Pengujian Secara Parsial / Individu (Uji – t)

Untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel indipenden terhadap variabel dependen secara individu dengan menganggap variabel dependen lainnya tetap (ceteris pasribus) dapat diestimasi dengan membandingkan antara nilai t-hitung dengan t-tabel.


(58)

Perumusan hipotesis:

Ho: β1 = 0, artinya variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

Ha: β1 ≠ 0, artinya variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.

Kriteria Pengujian :

Dimana b1 merupakan koefisien dari variabel independen Ke-1. a. H

0 diterima apabila memenuhi syarat -ttabel≤ t

hitung≤ ttabel, artinya variabel dependen tidak dipengaruhi oleh variabel independen.

b. H

0 ditolak apabila memenuhi syarat thitung > t

tabelatau thitung< -ttabel, artinya variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen.

2. Pengujian Secara Bersama-sama (Uji – F)

Untuk mengetahui apakah variabel-variebel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Kriteria pengujiannya apabila nilai hitung < F-tabel maka artinya seluruh variabel independen yang digunakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Apabila Fhitung > Ftabel maka artinya seluruh variabel independen berpengaruh secara signifikan taerhadap variabel dependen dengan taraf signifikan tertentu.


(59)

3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) nilainya berkisar antara 0 dan 1. semakin besar R2 berarti semakin besar variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen. Formula untuk mencari nilai R2adalah sebagai berikut :

R2=

atau: R

2

= 1 -

Keterangan:

R2 = Koefisien determinansi berganda.

SSR = Sum of Square Regression, atau jumlah kuadrat regresi,

yaitu merupakan total variasi yang dapat dijelaskan oleh garis regresi.

SST = Sum of Square Total, atau jumlah kuadrat total, yaitu merupakan total variasi Y.

SSE = Sum of Square Error, atau jumlah kuadrat error, yaitu merupakan total variasi yang tidak dapat dijelaskan oleh garis regresi.


(60)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan terkait tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Omset mempunyai pengaruh positif (signifikan secara statistik) terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca di Pekon Sukamulya dan Pekon Sukoyoso, dimana ketika adanya kenaikkan pada jumlah omset akan menyebabkan kenaikkan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena pengusaha cenderung akan meningkatkan jumlah bahan baku apabila omsetnya bertambah sehingga membutuhkan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak untuk dapat memenuhi permintaan masyarakat akan barang tersebut.

2. Rata-rata upah pekerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca di Pekon Sukamulya dan Pekon Sukoyoso. Semakin besar upah pekerja akan menyebabkan semakin meningkat jumlah pekerja yang dapat terserap di perusahaan tersebut. Seorang pengusaha lebih memilih untuk meningkatkan jumlah upah pekerja dan


(61)

meningkatkan jumlah pekerja yang mampu terserap oleh perusahaannya karena produktivitas pekerja yang semakin baik.

3. Rata-rata harga output berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca di Pekon Sukamulya Dan Pekon Sukoyoso. Kenaikkan harga akan menyebabkan penurunan pada permintaan barang tersebut, sehingga laba perusahaan akan menurun. Penurunan laba tersebut kemudian akan berdampak terhadap pemecatan tenaga kerja.

4. Rata-rata harga bahan baku berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca di Pekon Sukamulya Dan Pekon Sukoyoso. Hal ini lebih disebabkan karena bahan baku sebagai salah satu factor produksi yang penting. Semakin mahal harga bahan baku akan menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga perusahaan akan cenderung menaikkan harga output, kenaikkan harga output akan menyebabkan

berkurangnya permintaan masyarakat terhadap hasil olahan kain perca ini sehingga akan menyebabkan penurunan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap.

5. Variabel omset merupakan variabel yang paling dominan dalam penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca di Pekon Sukamulya dan Pekon

Sukoyoso, artinya bahwa apabila ada peningkatan omset, maka tenaga kerja yang dipekerjakan akan semakin banyak. Secara teori, peningkatan omset akan meningkatkan volume penjualan dan akan meningkatkan volume


(62)

produksi sehingga akan meningkatkan jumlah tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

6. Variabel omset bersifat unitary elastis, artinya bahwa prosentase perubahan omset sama dengan prosentase perubahan penyerapan tenaga kerja. variabel rata upah tenaga kerja, variabel rata harga output, dan variabel rata-rata harga bahan baku bersifat inelastis. Artinya bahwa prosentase perubahan penyerapan tenaga kerja lebih kecil dibandingkan prosentase perubahan rata-rata upah tenaga kerja, rata-rata-rata-rata harga output, dan rata-rata-rata-rata harga bahan baku.

B. Saran

Dari berbagai kesimpulan yang telah dirangkum diatas, sebagai masukan dalam upaya meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca (Studi Kasus Di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu), maka dapat disarankan sebagai berikut :

1. Pada Industri Kain Perca Di Pekon Sukamulya Dan Pekon Siliwangi

diharapkan meningkatkan jumlah produksinya dengan menambah modal yang dimiliki. Sehingga diharapkan tenaga kerja yang mampu terserap dapat lebih banyak.

2. Pemerintah Kabupaten Pringsewu dan Pemerintah Provinsi Lampung diharapkan dapat memberikan pelatihan keterampilan menjahit kepada para pekerja agar dapat lebih berinovasi dalam memanfaatkan limbah kain perca.


(63)

3. Pemerintah Kabupaten Pringsewu dan Pemerintah Provinsi Lampung diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi para pengusaha kecil dan menengah untuk mendapatkan pinjaman modal.

4. Diharapkan pada instansi-instansi pendidikan dapat memberikan pengetahuan tentang wirausaha sehingga dapat melahirkan generasi-generasi muda yang handal sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan sehingga pengagguran dapat dikurangi.


(64)

Ardianto Rizky. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil (Studi Kasus Pada Industri Kerupuk Rambak Di Kelurahan Bangsal Kecamatan Bangsal Kabupaten

Mojokerto. (Skripsi). Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya. Badan Pusat Statistik. 2011.PDRB Kabupaten Pringsewu. BPS Provinsi

Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2012. Lampung Dalam Angka 2012. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Pringsewu Dalam Angka. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Budiarty, Ida. 2008. Produktivitas Total, Permintaan Dan Alokasi Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Manufaktur Lampung (Dalam Kerangka Minimisasi Biaya). Jurnal Ekonomi/Tahun XIII , No: 01, Maret 2008: 84-96.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Boediono. 1999. Teori Ekonomi Makro. Edisi Keempat. Jogjakarta: BPFE UGM. Departemen Koperasi. 2008. PDB, Investasi, Tenaga Kerja, Nilai Ekspor UKM

Di Indonesia. Depkop. Jakarta.

Dinas Perindustrian Dan Perdagangan. 2008. Buku Saku Disperindag. Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Provinsi Lampung. Bandar Lampung. Fadli, Faridh. 2011. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Mebel Di

Kota Bandar Lampung. (Skripsi). Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan. Universitas Lampung.

Gujarati, Damonar. 1999. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.

Iryadini, Lisnawati. 2010. Analisis Faktor Produksi Industri Kecil Kerupuk Kabupaten Kendal. (Skripsi). Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Diponegoro.


(65)

September 2012 ISSN : 2086 - 5031. Universitas Andalas. Padang. Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi Edisi ke lima. Jakarta:

Erlangga.

Nopirin. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro Dan Mikro, Edisi Pertama. Yogyakarta: Balai Pustaka Fakultas Ekonomi.

Partomo, T. Dan A. Soejodono. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Jakarta: Ghalia

Prihartanti, Eva Dwi. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industi Di Kota Bogor. (Skripsi). Jurusan Ilmu Ekonomi. Institut Pertanian Bogor.

Purbayu Budi Santosa, Romadhansya Indra Setiyadi. 2013. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Rokok Di Kabupaten Kudus Tahun 1993-2010. Diponegoro Journal Of Economics Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-12. Universitas Diponegoro. Semarang.

Simanjuntak, 1998, Payaman, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sukirno,Sadono. 1994. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Kedua. Jakarta: PT.

Rajagrafindo Perkasa.

Sulistiawati, Rini. 2012. Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi ISSN 1693 – 9093 Volume 8, Nomor 3, Oktober 2012 hal 195 - 211. Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Tambunan, Tulus. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Tindaon Ostinasia. 2013. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Di Jawa Temgah (Pendekatan Demometrik). (Skripsi). Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro.

Woyanti Nenik, Dimas. 2009. Penyerapan Tenaga Kerja Di DKI Jakarta. Jurnal Bisnis Dan Ekonomi (JBE), Maret 2009, Hal 32-41 . Universitas


(66)

Sumber Lain:

http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=2&id_subyek=35


(1)

72

meningkatkan jumlah pekerja yang mampu terserap oleh perusahaannya karena produktivitas pekerja yang semakin baik.

3. Rata-rata harga output berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca di Pekon Sukamulya Dan Pekon Sukoyoso. Kenaikkan harga akan menyebabkan penurunan pada permintaan barang tersebut, sehingga laba perusahaan akan menurun. Penurunan laba tersebut kemudian akan berdampak terhadap pemecatan tenaga kerja.

4. Rata-rata harga bahan baku berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca di Pekon Sukamulya Dan Pekon Sukoyoso. Hal ini lebih disebabkan karena bahan baku sebagai salah satu factor produksi yang penting. Semakin mahal harga bahan baku akan menyebabkan biaya produksi meningkat sehingga perusahaan akan cenderung menaikkan harga output, kenaikkan harga output akan menyebabkan

berkurangnya permintaan masyarakat terhadap hasil olahan kain perca ini sehingga akan menyebabkan penurunan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap.

5. Variabel omset merupakan variabel yang paling dominan dalam penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca di Pekon Sukamulya dan Pekon

Sukoyoso, artinya bahwa apabila ada peningkatan omset, maka tenaga kerja yang dipekerjakan akan semakin banyak. Secara teori, peningkatan omset akan meningkatkan volume penjualan dan akan meningkatkan volume


(2)

73

produksi sehingga akan meningkatkan jumlah tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

6. Variabel omset bersifat unitary elastis, artinya bahwa prosentase perubahan omset sama dengan prosentase perubahan penyerapan tenaga kerja. variabel rata upah tenaga kerja, variabel rata harga output, dan variabel rata-rata harga bahan baku bersifat inelastis. Artinya bahwa prosentase perubahan penyerapan tenaga kerja lebih kecil dibandingkan prosentase perubahan rata-rata upah tenaga kerja, rata-rata-rata-rata harga output, dan rata-rata-rata-rata harga bahan baku.

B. Saran

Dari berbagai kesimpulan yang telah dirangkum diatas, sebagai masukan dalam upaya meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja pada industri kain perca (Studi Kasus Di Pekon Sukamulya Kecamatan Banyumas dan Pekon Siliwangi Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu), maka dapat disarankan sebagai berikut :

1. Pada Industri Kain Perca Di Pekon Sukamulya Dan Pekon Siliwangi

diharapkan meningkatkan jumlah produksinya dengan menambah modal yang dimiliki. Sehingga diharapkan tenaga kerja yang mampu terserap dapat lebih banyak.

2. Pemerintah Kabupaten Pringsewu dan Pemerintah Provinsi Lampung diharapkan dapat memberikan pelatihan keterampilan menjahit kepada para pekerja agar dapat lebih berinovasi dalam memanfaatkan limbah kain perca.


(3)

74

3. Pemerintah Kabupaten Pringsewu dan Pemerintah Provinsi Lampung diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi para pengusaha kecil dan menengah untuk mendapatkan pinjaman modal.

4. Diharapkan pada instansi-instansi pendidikan dapat memberikan pengetahuan tentang wirausaha sehingga dapat melahirkan generasi-generasi muda yang handal sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan sehingga pengagguran dapat dikurangi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto Rizky. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil (Studi Kasus Pada Industri Kerupuk Rambak Di Kelurahan Bangsal Kecamatan Bangsal Kabupaten

Mojokerto. (Skripsi). Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya. Badan Pusat Statistik. 2011.PDRB Kabupaten Pringsewu. BPS Provinsi

Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2012. Lampung Dalam Angka 2012. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Pringsewu Dalam Angka. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Budiarty, Ida. 2008. Produktivitas Total, Permintaan Dan Alokasi Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Manufaktur Lampung (Dalam Kerangka Minimisasi Biaya). Jurnal Ekonomi/Tahun XIII , No: 01, Maret 2008: 84-96.

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Boediono. 1999. Teori Ekonomi Makro. Edisi Keempat. Jogjakarta: BPFE UGM. Departemen Koperasi. 2008. PDB, Investasi, Tenaga Kerja, Nilai Ekspor UKM

Di Indonesia. Depkop. Jakarta.

Dinas Perindustrian Dan Perdagangan. 2008. Buku Saku Disperindag. Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Provinsi Lampung. Bandar Lampung. Fadli, Faridh. 2011. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Mebel Di

Kota Bandar Lampung. (Skripsi). Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan. Universitas Lampung.

Gujarati, Damonar. 1999. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.

Iryadini, Lisnawati. 2010. Analisis Faktor Produksi Industri Kecil Kerupuk Kabupaten Kendal. (Skripsi). Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Diponegoro.


(5)

Karib, Abdul MS. 2012. Analisis Pengaruh Produksi, Investasi Dan Unit Usaha Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri Sumatera Barat. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Volume 3, Nomor 3, September 2012 ISSN : 2086 - 5031. Universitas Andalas. Padang. Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makroekonomi Edisi ke lima. Jakarta:

Erlangga.

Nopirin. 2000. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro Dan Mikro, Edisi Pertama. Yogyakarta: Balai Pustaka Fakultas Ekonomi.

Partomo, T. Dan A. Soejodono. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Jakarta: Ghalia

Prihartanti, Eva Dwi. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industi Di Kota Bogor. (Skripsi). Jurusan Ilmu Ekonomi. Institut Pertanian Bogor.

Purbayu Budi Santosa, Romadhansya Indra Setiyadi. 2013. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Rokok Di Kabupaten Kudus Tahun 1993-2010. Diponegoro Journal Of Economics Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-12. Universitas Diponegoro. Semarang.

Simanjuntak, 1998, Payaman, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sukirno,Sadono. 1994. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Kedua. Jakarta: PT.

Rajagrafindo Perkasa.

Sulistiawati, Rini. 2012. Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi ISSN 1693 – 9093 Volume 8, Nomor 3, Oktober 2012 hal 195 - 211. Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Tambunan, Tulus. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Tindaon Ostinasia. 2013. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Di Jawa Temgah (Pendekatan Demometrik). (Skripsi). Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro.

Woyanti Nenik, Dimas. 2009. Penyerapan Tenaga Kerja Di DKI Jakarta. Jurnal Bisnis Dan Ekonomi (JBE), Maret 2009, Hal 32-41 . Universitas


(6)

J., Payaman Simajuntak. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta: LPFE UI.

Sumber Lain:

http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=2&id_subyek=35


Dokumen yang terkait

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DIKALANGAN STREET LEVEL BUREAUCRACY (Studi Pada RKP Pekon Sukoharjo III, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu Tahun 2012)

3 27 56

TINJAUAN GEOGRAFI PENGRAJIN KAIN PERCA DI DESA SUKAMULYA KECAMATAN BANYUMAS KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2012

15 115 42

DESKRIPSI KEHIDUPAN MASYARAKAT PENGRAJIN BATU BATA DI PEKON SUKOHARJO II KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

2 11 49

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Konveksi di Kabupaten Pringsewu

3 21 62

FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG BERDIRINYA INDUSTRI KERAJINAN DARI BAHAN BAKU KAIN PERCA DI DESA SUKAMULYA KECAMATAN BANYUMAS KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2012

5 30 54

PERGESERAN PERANAN MERAJE DALAM MASYARAKAT SEMENDE DI DUSUN PAMASALAK PEKON SINARBARU KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN PRINGSEWU

3 14 55

PERAN INDUSTRI KERAJINAN KAIN PERCA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PADA PEKON SUKAMULYA KECAMATAN BANYUMAS KABUPATEN PRINGSEWU

4 21 75

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil (Studi Kasus Industri Kecil Jamu di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo).

0 0 19

Peranan Pemerintah Daerah dalam PemberdayaanUKM di Desa Sukamulya Kecamatan Banyumas Kabupaten PringsewuPerspektif Ekonomi Islam (Studi pada Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Kain Perca desa Sukamulya Binaan Dinas Koperindag Kabupaten Pringsewu) - Raden Intan

0 3 120

PENGARUH PENGALAMAN DAN PELATIHAN KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi Pada Kain Perca Limbah Jaya Desa Sukamulya Kecamatan Banyumas Kabupaten Pringsewu) - Raden Intan Repository

0 0 108