Sistem Perpipaan Sektor tersier atau dikenal sebagai sektor jasa yang tidak memproduksi

adalah melalui pengeboran sumur dangkal, atau memanfaatkan keberadaan sungai. Pengelolaan Drainase

A. Kondisi Eksisting Saluran Drasinase

Kota Tangerang berada pada ketinggian 0 – 30 m diatas permukaan laut, kemiringan lahan antara 0 - 3 dan curah hujan antara 1500 – 2000 mmtahun. Kawasan drainase Kotamadya Tangerang mencakup ± 7.300 Ha atau ± 88 dari luas wilayah terbangun. Sistem drainase makro Kota Tangerang meliputi 4 buah sungai yang melintasi wilayah kota, berikut sebagai badan air penerima dari sistem drainase kota yaitu : 1. Sungai Cisadane, 2. Sungai Angke, 3. Sungai Cirarab, 4. Sungai Sabi, Keempat sungai diatas mempunyai daerah tangkapan air yang cukup luas dengan muara ke sebelah utara dan berakhir di laut Jawa. Selain sungai yang berfungsi sebagai badan air penerima tersebut diatas adalah Situ Cipondoh yang berfungsi sebagai tandon air seluas 126 Ha. Sistem jaringan drainase di Kota Tangerang dibagi menjadi 2, yaitu : • Sistem drainase makrodrainse alam, yaitu sungai dan anak-anak sungai yang berfungsi sebagai badan air penerima. • Sistem drainase Mikro meliputi saluran primer, sekunder dan tersier dengan total pajang saluran ± 192.763 m. Melihat kondisi eksisting yang ada yaitu : topografi yang relatif datar berakibat air hujan tidak bisa cepat mengalir, curah hujan pertahunnya yang cukup tinggi serta kondisi saluran drainase primer, sekunder dan tersier ada yang kondisinya buruk terutama saluran sekunder yang mencapai 52 dari panjang saluran sekunder yang ada maka dapat disimpulkan bahwa KotaTangerang mempunyai potensi genangan.

B. Daerah Rawan Genangan

Akibat dari kondisi eksisting saluran drainase yang ada, maka genangan menjadi masalah utama di Kota Tangerang dengan luas genangan sekitar 180,5 Ha tersebar di 49 lokasi pada kawasan permukiman dan jalan. Hal tersebut dirasakan sebagai suatu maslah mengingat genangan menimbulkan rusaknya alam danmengganggu kualitas lingkungan permukiman. Beberapa wilayah tergenang sampai 72 – 120 jam dengan tinggi mencapai 1,5 m dan wilayah lainberkisar antara 3 – 48 jam dengan tinggi genangan 0,3 – 1 m. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Penggunaan Lahan Perubaha n penggunaan lahan yang terjadi dari ruang terbuka hijau menjadi areal terbangun. Pada umumnya terjadi dari areal perkebunan dan pertanian menjadi areal perumahanpermukiman, industri dan perdagangan serta jasa. Dari tahun 1959 sampai dengan tahun 2003 per ubahan lahan dari ruang terbuka hijau menjadi areal terbangun mencapai 245 atau arata-rata 5,57 pertahun Gambar 28, Gambar 29 dan Tabel 10 Luas lahan terbangun pada tahun 1959 baru mencapai 37,18 ha atau 20 dari luas wilayah, sedangkan luas lahan belum terbangun ruang terbuka hijau mencapai 148,7 ha atau 80 dari luas wilayah. Dimana pada tahun 1959 pengunaan lahan di Kota Tangerang didominasi oleh perkebunan karet, kebun sayuran dan umbi-umbian dan pertanian lahan basah sawah Hal ini dapat dilihat pada Gambar 28. Pada tahun 2003 luas lahan terbangun mencapai 128,26 ha atau 69 dariluas wilayah dan lruang terbuka hijau seluas 57,62 ha atau 31 dari luas wilayah. Dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2003 perubahan lahan dari ruang terbuka hijau menjadi areal terbangun mencapai 23,6 atau rata-rata 2,36 pertahun. Perubahan penggunaan yang tinggi terjadi antara akhir tahun 70-an sampai dengan tahun 1997, sedang dari tahun 1997 saat terjadi krisis moneter yang berdampak pada krisis ekonomi sampai 2004 berjalan lambat. Pada tahun 1999 pola penggunaan lahan sudah berubah dimana perumahanpermukiman, industri dan ruang terbuka hijau mempunyai dominasi yang hampir sama yang mengisi fisik ruang wilayah Kota Tangerang Gambar 29. Luas lahan terbangun pada tahun 1994 mencapai 103,77 ha atau 55,83 dari luas wilayah dan Ruang terbuka hijau seluas 82,11 ha atau 44,17 dari luas wilayah. Tabel 10. Perbandingan luas Lahan Terbangun dengan Ruang Terbuka Hijau di Kota Tangerang PENGGUNAAN LAHAN TAHUN 1959 A TAHUN 1994 B TAHUN 2003 C Areal terbangun Ruang Terbuka hijau 37,18 ha 20 14,7 ha 80 103,77 ha 55,83 82,11 44,17 128,26 69 57,62 ha 31 Sumber : A Peta dasar AMS Tahun 1959 B RTRW Kota Tangerang Tahun 1994 C Tangerang Dalam Angka Tahun 2004 Perubahan lahan dari lahan pertanian menjadi lahan industri sebagian besar terjadi di Kecamatan Jatiuwung, Periuk, Karawaci dan Batuceper, sedang di Kecamatan Benda kecil Gambar 30 dan Tabel 10. Pada tahun 1959 tidak ada lahan industri, luas lahan terbangun untuk industri pada tahun 1994 seluas 916,25 Ha, sedangkan tahun 2003 mencapai 2.172 Ha atau 11,9 dari luas wilayah. Perubahan lahan dari pertanian dan permukiman menjadi lahan perdagangan dan jasa terjadi di pusat kota dan koridor jalan arteri dan kolektor primer. Luas lahan terbangun untuk perdagangan dan jasa sampai saat ini mencapai 367 Ha atau 2,01 dari luas wilayah kota Gambar 30 dan Tabel 11. Perubahan lahan dari pertanian ke perumahanpermukiman terjadi di seluruh wilayah kota terutama di wilayah timur kecamatan Ciledug, Karang Tengah, Larangan yang berbatasan degan Jakarta. Luas lahan terbangun