DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHAD

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP EROSI
TANAH DI SUB DAS MESAAM, PROVINSI BALI
Oleh : Anna Tosiani, S.Si., M.Sc.
Pendahuluan
Degradasi lahan merupakan masalah utama lingkungan dan isu penting dalam
Konvensi PBB untuk Desertifikasi, Konvensi Biodiversity dan Protokol Kyoto.
Menurut FAO, definisi degradasi lahan adalah penurunan kapasitas produktif
lahan secara temporal maupun permanen. Berdasarkan definisi ini, degradasi
lahan berhubungan erat dengan kualitas tanah. Salah satu bentuknya adalah erosi
tanah, yang merupakan proses pemecahan dan transportasi tanah pada permukaan
lahan oleh angin dan air yang dipengaruhi oleh faktor alam (energi hujan, materi
induk tanah, kedalaman tanah, dan topografi/kemiringan lereng) dan faktor
antropologi (tipe vegetasi, tutupan vegetasi dan praktek managemen) (El-Swaify,
1994). Dengan demikian erosi tanah adalah fungsi dari erosivitas dan erodibilitas
tanah (kondisi fisik tanah, kondisi topografi dan tutupan vegetasi/penggunaan
lahan). Erosi tanah merupakan salah satu bencana sumber daya alam, yang jika
terjadi terus menerus akan memicu terjadinya bencana alam lain, seperti tanah
longsor dan banjir.
Erosi tanah adalah masalah utama yang terjadi secara meluas hingga kini di
Provinsi Bali. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan angka lahan kritis dan
sedimentasi di beberapa DAS, khususnya di Sub DAS Mesaam yang merupakan

bagian dari DAS Sabah Daya. Wilayah ini mempunyai intensitas hujan tinggi dan
kondisi topografi yang bervariasi. Selama 30 tahun, penggunaan lahan di wilayah
ini berubah secara drastis. Hal ini dipicu oleh peningkatan jumlah penduduk yang
cepat sehingga pemenuhan kebutuhan hidup dasar seperti makanan dan tempat
tinggal juga meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penduduk
membuka lahan untuk pertanian dan perkebunan secara terus menerus tanpa

mempertimbangkan kondisi tanahnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa Sub DAS
Mesaam mempunyai potensi tinggi untuk terjadnya erosi tanah.
Pemantauan erosi tanah di Sub DAS Mesaam agak sulit dilakukan akibat dari
kondisi lahan yang berbukit dan bergunung serta peningkatan populasi penduduk
yang cepat. Hal ini juga dipicu oleh ketiadaan data spasial perubahan penggunaan
lahan secara cepat. Dengan kata lain, keberadaan data fisik spasial yang tersedia
secara cepat sangat penting untuk memantau dan menghitung erosi tanah yang
terjadi.
Integrasi teknik penginderaan jauh dan GIS sudah digunakan untuk menghitung
nilai erosi sejak tahun 1970. Proses erosi meliputi perubahan waktu dan tempat,
yang mana GIS merupakan alat yang optimal untuk memperbaharui informasi
tentang erosi. Sedangkan teknik penginderaan jauh merupakan alat untuk
mendeteksi dan memantau perubahan penggunaan lahan sebagai masukan untuk

model perhitungan erosi tanah.
Indeks Erosivitas Hujan
Indeks erosivitas hujan di Sub DAS Mesaam, Provinsi Bali pada tahun 2005
kurang lebih sebesar 0,11-329,99 ton/ha/cm. Sedangkan rata-rata indeks erosivitas
hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus. Indeks
erosivitas hujan tertinggi dengan nilai lebih dari 100 terjadi pada bulan Desember
sampai April. Ini mengindikasikan pada bulan-bulan tersebut mempunyai potensi
tinggi terjadinya erosi. Pada bulan Mei sampai September, intensitas hujan
menurun secara drastis. Kondisi ini sangat berbahaya, karena tanah menjadi jenuh
sehingga kemungkinan terjadinya longsor sangat tinggi.
Erodibilitas Tanah
Berdasarkan hasil perhitungan dengan rumus Bols, erodibilitas tanah Sub DAS
Mesaam terbagi menjadi 3 kelas, yaitu sangat rendah, tinggi dan sangat tinggi.
Area masing-masing kelas erodibilitas tanah ditunjukkan pada gambar 1.

Kemiringan Lereng
Berdasarkan pada peta kemiringan lereng, Sub DAS Mesaam mempunyai
topografi yang bervariasi. Tingkat kemiringan lereng mempunyai pengaruh
terhadap erosi tanah. Tingkat kemiringan lereng tinggi (>8%) akan memberikan
kontribusi besar terjadinya erosi tanah.

Penggunaan lahan
Penggunaan lahan merupakan salah satu faktor penentu erosi yang bersifat
dinamis. Dalam kurun waktu 30 tahun, Sub DAS Mesaam telah mengalami
perubahan penggunan lahan yang cukup drastis. Kondisi ini dapat dilihat dari
hasil penafsiran citra selama kurun waktu 30 tahun (1976-2006) dengan
menggunakan 4 citra yang mempunyai resolusi spasial dan resolusi temporal yang
berbeda, yaitu citra Landsat MSS (1976), Citra Landsat TM 5 (1989), Citra
Landsat ETM+ 7 (2000) dan citra ASTER (2006).
Pada tahun 1976, kurang lebih 40% area Sub DAS Mesaam tertutup oleh hutan
dan 23.92% merupakan lahan pertanian kering campur. Wilayah penelitian
didominasi oleh penggunaan lahan dengan kerapatan vegetasi lebih dari 50%,
yang berupa hutan dan semak/belukar. Sedangkan lahan kosong hanya 3.33%.
Kondisi ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang sedikit yang mana tingkat
pemenuhan kebutuhan hidup dasar juga kecil.
Pada tahun 1989, pertanian lahan kering campur mendominasi penggunaan lahan
di wilayah penelitian sebesar 53.65% yang diikuti oleh hutan seluas 21%.
Dibandingkan dengan tahun 1976, luas area hutan mengalami penurunan,
terutama pada hutan sekunder, sedangkan luas penggunaan lahan berupa lahan
pertanian kering meningkat. Kondisi ini disebabkan adanya okupasi oleh
penduduk yang tinggal di sekitar hutan.

Pada tahun 2000, sebaran luas penggunaan lahan berupa hutan, semak/belukar,
lahan pertanian kering campur dan lahan pertanian kering adalah 25%, 13%, 26%

dan 10%. Sedangkan pemukiman dan lahan kosong mempunyai luasan sebesar
0,58% dan 0,21%. Perubahan penting terjadi dari penggunaan lahan hutan dan
pertanian lahan kering campur ke semak/belukar. Kondisi ini diakibatkan oleh
petani yang mengganti semua tanaman kopi menjadi jeruk.
Pada tahun 2006, prosentase luas hutan, semak/belukar, perkebunan dan lahan
pertanian kering campur adalah 25%, 17%, 23% dan 19%. Sisanya adalah
pemukiman, rumput, lahan pertanian kring dan lahan kosong. Pada tahun ini,
hampir semua penggunaan lahan mengalami perubahan luasan. Perubahan
penggunaan lahan terbesar terjadi dari semak/belukar dan pertanian lahan kering
campur ke perkebunan.
Perubahan Penggunaan Lahan
Sub DAS Mesaam mengalami perubahan penggunaan lahan yang sangat drastis
dalam kurun waktu 30 tahun (1976-2006), terutama perubahan penggunaan lahan
dari hutan menjadi semak/belukar, perkebunan, pemukiman, lahan kosong dan
rumput.
Pada periode 1976-1989, perubahan penggunaan lahan terjadi pada hampir semua
tipe penggunaan lahan dengan prosentase lebih dari 90%. Lahan kosong berubah

total menjadi tipe penggunaan lahan lain. Hutan mengalami perubahan seluas
47%. Hutan primer tidak mengalami perubahan terlalu luas, karena lokasinya
yang terletak di pegunungan dan perbukitan, sehingga sulit dijangkau. Di samping
itu, penduduk di wilayah penelitian memiliki kearifan lokal (local wisdom) untuk
menjaga hutan. Hal ini juga ditunjang oleh program rehabilitasi lahan dan hutan
dari Departemen Kehutanan.
Pada periode 1989-2000, perkebunan, lahan pertanian kering dan rumput berubah
total menjadi tipe penggunaan lahan lain. Dibandingkan dengan perubahan
penggunaan lahan pada periode 1976-1989, perubahan penggunaan lahan dari
hutan menjadi tipe penggunaan lahan lain meningkat, yaitu sebesar 63%. Akibat

adanya kebijakan ekonomi dan politik di Indonesia pada waktu itu, perubahan
penggunaan lahan terjadi lebih besar dibandingkan pada periode sebelumnya.
Pada periode 2000-2006, perubahan penggunaan lahan terutama terjadi pada lahan
kosong, pemukiman, hutan sekunder dan lahan pertanian kering. Perubahan pada
hutan primer relatif kecil, hal ini merupakan salah satu indikasi dari keberhasilan
Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang dilaksanakan oleh Departemen
Kehutanan. Sedangkan sebagian besar hutan sekunder berubah menjadi
perkebunan dan semak/belukar. Sejak tahun 2004, kualitas jeruk menurun dan
petani mengubah tanaman jeruk menjadi kopi. Akibat dari permintaan pasar dan

harga kopi yang tinggi, petani mengubah pertanian lahan kering menjadi
perkebunan kopi.
Erosi Tanah
Secara umum, area yang mengalami tingkat erosi tinggi adalah di sepanjang
sungai dan lembah. Kemiringan lereng yang tinggi, tingkat erodibilitas tanah
tinggi dan lahan dengan tutupan vegetasi kurang dari 20% adalah parameter
utama yang menyebabkan terjadinya erosi. Kenampakan erosi berupa riil dan
gully sering terjadi pada lembah dengan kemiringan lereng yang tinggi. Perbedaan
tipe penggunaan lahan juga memberikan perbedaan pada tingkat erosi tanah. Pada
jenis tanah dan kemiringan lereng yang sama, hutan memberikan kontribusi pada
terjadinya erosi lebih kecil dibandingkan dengan lahan pertanian atau
semak/belukar. Perubahan penggunaan lahan, terutama dari perkebunan kopi
menjadi perkebunan jeruk dan lahan pertanian kering, seperti, jagung dan sayuran,
merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya erosi. Struktur pohon dan kanopi
tanaman kopi membuat aliran air hujan dapat tertahan dibandingkan dengan
pertanian lahan kering dan tanaman jeruk, di samping adanya tanaman pelindung
pada tanaman kopi. Air hujan yang langsung jatuh ke tanah dapat menyebabkab
erosi lebih besar, dibandingkan dengan air hujan yang turun melalui daun dan
batang.


Pada 1976, hampir seluruh wilayah penelitian tertutup oleh hutan, sehingga luas
wilayah dengan erosi tingkat tinggi relatif rendah. Sedangkan lahan kosong dan
pertanian lahan kering memberikan kontribusi yang tinggi pada terjadinya erosi.
Pada tahun 1989, luas wilayah yang mengalami erosi lebih besar dibandingkan
pada tahun 1976. Hal ini dikarenakan adanya penurunan luas hutan. Perubahan
penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan kosong dan perkebunan menyebabkan
peningkatan erosi pada kelas erosi tinggi. Peningkatan jumlah penduduk dan
pemenuhan

kebutuhan

dasar

hidup

penduduk

menyebabkan

perubahan


penggunaan lahan dari hutan menjadi perkebunan dan lahan pertanian kering
campur.
Kesimpulan dan Saran
Sub DAS Mesaam terletak pada dataran tinggi dengan didominasi oleh area yang
mempunyai kemiringan lereng lebih dari 8%. Intensitas hujan rata-rata bulanan
adalah 717,4 mm dan indeks erosivitas tertinggi terjadi pada bulan Januari.
Berdasarkan, kondisi fisik wilayah penelitian yang meliputi kemiringan lereng,
tipe batuan, erodibilitas tanah, dan indeks erosivitas hujan, Sub DAS Mesaam
mempunyai potensi tinggi untuk terjadinya erosi.
Data penginderaan jauh multi temporal dan multi spektral mempunyai banyak
kelebihan dalam menghitung perubahan penggunaan lahan. Integrasi teknik
penginderaan jauh dan GIS dapat digunakan untuk manajemen dan analisis
parameter-parameter erosi dan selanjutnya untuk monitoring dan perencanaan
wilayah.
Strategi manajemen aktif yang bertujuan untuk konservasi dan regenerasi hutan
harus dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mengurangi erosi tanah di
wilayah penelitian. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan datadata penginderaan jauh yang mempunyai resolusi sepktral dan spasial tinggi untuk
mengekstrak parameter-parameter erosi. Berdasarkan data perubahan penggunaan
lahan, model penentuan besarnya erosi tanah dapat dikembangkan.


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, AKTIVITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PERUBAHAN LABA DI MASA DATANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

18 254 20

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

STUDI PENGGUNAAN ANTITOKSOPLASMOSIS PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL (Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

13 158 25

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI MAKANAN DENGAN PERUBAHAN KADAR HEMOGLOBIN PADA ANAK SEKOLAH DASAR (SD)

2 94 23