ANALISIS DETERMINAN NILAI TUKAR DALAM REZIM NILAI TUKAR MENGAMBANG DI INDONESIA (PERIODE 2000:Q1 – 2010:Q4)

(1)

ANALISIS DETERMINAN NILAI TUKAR DALAM REZIM NILAI TUKAR MENGAMBANG DI INDONESIA

(PERIODE 2000:Q1 – 2010:Q4)

Oleh

ADITIA RINALDI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

ANALISIS DETERMINAN NILAI TUKAR DALAM REZIM NILAI TUKAR MENGAMBANG DI INDONESIA

(PERIODE 2000:Q1 – 2010:Q4)

Oleh

ADITIA RINALDI

Nilai tukar adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel Uang Beredar(M2), Suku Bunga, Neraca Pembayaran terhadap Nilai Tukar selama periode Quartal 1 tahun 2000 hingga Quartal 4 tahun 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data Quartal selama periode 2000 :Q1 – 2010 :Q4.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Dari hasil estimasi ECM diketahui bahwa variabel Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki koefisien regresi sebesar -1.543729 (bernilai negatif), menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan kenaikan persentaase M2 sebesar 1 persen (ceteris paribus) maka akan menyebabkan perubahan penurunan Nilai tukar sebesar 1.5 persen di Indonesia. Dari hasil estimasi ECM diketahui bahwa variabel Bi rate (r) memiliki koefisien regresi sebesar -103.7426 (bernilai negatif), menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan kenaikan 1 persen Bi rate (r) maka akan menyebabkan perubahan penurunan Nilai tukar sebesar 103 persen. Dari hasil estimasi ECM diketahui bahwa variabel N memiliki koefisien regresi sebesar -0.080900 (bernilai negatif), menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan kenaikan persentase N sebesar 1 persen (ceteris paribus) maka akan menyebabkan perubahan penurunan Nilai Tukar sebesar 8 persen.

Kata kunci : Nilai Tukar, Jumlah Uang Beredar(M2), Suku Bunga, Neraca Pembayaran.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….. i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Kerangka Pemikiran ... 18

E. Hipotesis ... 20

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai Tukar ……….. ... 21

B. Uang Beredar ... 26

C. Suku Bunga ... ... 29

D. Neraca Pembayaran ... 31


(7)

B. Batasan Variabel ... 44

C. Metode Analisis ... ... 45

1. Uji Stationary ... 46

2. Uji Kointegrasi ... 48

3. Model Koreksi Kesalahan (ECM) ... 49

4. Uji Asumsi Klasik... 50

4.1.Uji Normalitas ... 50

4.2.Uji Multikolineritas …... 51

4.3.Uji Heteroskedastisitas ... 51

4.4.Uji Autokorelasi ... .... 52

5. Uji Hipotesis ... 53

5.1. Uji T (Keberartian Parsial) ... 53

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan Uji Stationary (Unit Root) ... 55

1. Uji Stationary Data Pada Level ... 55

2. Uji Stationary Data Pada First Difference ... 56

B. Hasil dan Pembahasan Uji Kointegrasi ... 57

C. Hasil dan Pembahasan Uji Asumsi Klasik ... 59

1. Hasil Uji Normalitas ... 59

2. Hasil Uji Multikolinearitas ... 59

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 60

4. Hasil Uji Otokorelasi ... 61

D. Analisis Statistik Persamaan Kointegrasi ... 61

1. Penaksiran Koefisien Determinasi(R2) ………... 61 2. Uji t (Keberartian Parsial) ... 61

E. Hasil Pembahasan ECM ……… ……… 63 F. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ECM ……... 65

1. Hasil Uji Normalitas ... 65


(8)

G. Intepretasi Hasil ... 67 H. Pembahasan …... 70 V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 72 B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah. (Bank Indonesia)

Pasca krisis keuangan tahun 1997/1998, Indonesia telah mengubah rezim nilai tukar dari rezim kurs tetap beralih ke rezim kurs mengambang. Pada rezim ini, nilai tukar yang terbentuk di pasar valuta asing akan dipengaruhi oleh setiap transaksi internasional. Hal ini menyebabkan nilai tukar dapat mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh berbagai tekanan di pasar valuta asing. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, gejolak yang terjadi di dunia internasional sangat berpotensi dalam menimbulkan tekanan yang sangat besar bagi pasar valuta asing (Bank Indonesia.1997).

Sesuai dengan Undang-undang nomor 3 tahun 2004 tentang Bank Sentral, bahwa untuk mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang

berkesinambungan dan sejalan dengan tantangan perkembangan serta pembangunan ekonomi yang semakin kompleks, sistem keuangan yang


(10)

semakin maju serta perekonomian internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi, maka kebijakan moneter harus dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah. Secara garis besar, sejak tahun 1970 Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, adalah sebagai berikut : Tabel. 1. Sistem Nilai Tukar.

Periode Sistem Nilai Tukar

1960- an Multiple Exchange System

Agustus 1970-Nov 1978

Nilai Tukar tetap

(Fixed Exchange rate System)

Nov 1978- September 1992

Mengambang terkendali (Manage

Floating Syatem)

Agustus 1997- Kini Mengambang bebas (Floating/Flexible

System)

Sumber : Laporan Bank Indonesia (1998)

a. Sistem Nilai Tukar Tetap (1970-1978)

Sesuai dengan Undang-undang No. 32 tahun 1964 tentang peraturan lalu lintas devisa, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap dengan kurs resmi Rp.250


(11)

per 1 USD (sebelumnya Rp45 per 1 USD), sementara kurs mata uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap USD di bursa valuta asing Jakarta dan di pasar internasional.

Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem kontrol devisa yang relatif ketat. Para eksportir diwajibkan menjual hasil devisanya kepada bank devisa untuk selanjutnya dijual kepada pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia. Namun demikian, dalam rezim ini tidak ada pembatasan dalam hal kepemilikan, penjualan maupun pembelian valuta asing. Sebagai konsekuensi kewajiban penjualan devisa tersebut maka Bank Indonesia harus dapat memenuhi seluruh kebutuhan valuta asing bank komersial untuk memenuhi permintaan para importir maupun masyarakat yang membutuhkan valuta asing. Pada masa tersebut, pemerintah menghubungkan Rupiah terhadap US dollar, dimana penentuan nilai tukar mutlak dilakukan oleh pemerintah atas dasar kurs nilai tukar riil. Dengan sistem nilai tukar tetap ini, Bank Indonesia memiliki wewenang penuh dalam mengawasi transaksi devisa. Sementara untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.

Sistem nilai tukar tetap dengan sistem kontrol devisa pada awal tahun 1970-an masih dimungkinkan karena lembaga keuangan belum berkembang, volume transaksi devisa masih relatif kecil dan belum ada pasar valuta asing serta mata uang rupiah belum menjadi perdagangan yang belum baik dan kegiatan

spekulasi valas belum ada. Di samping itu, pemerintah masih melakukan pembatasan-pembatasan dalam hal melakukan pinjaman luar negeri,


(12)

yang dilakukan oleh pemerintah dapat bekerja efektif.

Disadari bahwa nilai tukar yang berlebihan dapat mengurangi daya saing produk-produk ekspor di pasar internasional. Oleh karena itu, pada periode ini pemerintah melakukan devaluasi sebanyak 3 kali, masing-masing pada 17 April 1970 dengan kurs sebesar Rp378 per 1 USD, tanggal 23 Agustus 1971 dengan kurs sebesar Rp415 per 1 USD dan pada tanggal 15 November 1978 dengan kurs sebesar Rp625 per 1 USD.

b. Sistem nilai tukar mengambang terkendali (1978-Juli 1997)

Pada sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Kebijakan ini diimplementasikan bersamaan dengan dilakukannya devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33,6%. Dengan sistem tersebut, pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah dari penyebaran.

Sistem nilai tukar mengambang terkendali dapat dibagi kedalam tiga

kelompok, yaitu managed floating I, managed floating II, dan crawling band. Periode 1978 - 1986 dapat dianggap sebagai periode managed floating I di mana unsur manajemen lebih besar dari floating. Kondisi tersebut terlihat dari pergerakan nilai tukar nominal yang relatif tetap dan perubahan relatif baru terjadi pada tahun-tahun tertentu, yaitu pada saat Bank Indonesia melakukan devaluasi rupiah. Cukup kuatnya unsur manajemen pada periode tersebut tidak


(13)

ini, sehingga Bank Indonesia tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan nilai tukar sesuai dengan target yang diinginkan dalam rangka mengendalikan inflasi dan menjaga daya saing produk- produk ekspor.

Perkembangan selanjutnya dengan semakin terbukanya perekonomian nasional terhadap perekonomian dunia yang ditandai dengan semakin besarnya capital inflow ke Indonesia, serta semakin pesatnya perkembangan sektor keuangan

dan dunia usaha maka kebijakan nilai tukar managed floating, lebih ditekankan pada unsur floatingnya sementara unsur pengendaliannya (managed) semakin mengecil (periode managed floating II /1987-1992). Dalam periode ini, kekuatan pasar semakin besar sehingga unsur floating semakin dirasakan perlu mengingat manajemen yang terlalu dominan dapat berakibat ketidaksejajaran pada nilai tukar riil.

Fleksibilitas nilai tukar rupiah semakin ditingkatkan melalui penerapan kebijakan nilai tukar crawling band sejak tahun 1992 hingga Agustus 1997. Peningkatan fleksibilitas nilai tukar tersebut telah mendorong perkembangan pasar valuta asing dalam negeri, yang tercermin dari semakin berkurangnya ketergantungan bank-bank kepada Bank Indonesia dalam melakukan transaksi devisa. Kegiatan transaksi valas yang sebelumnya dilakukan bank dengan Bank Indonesia hampir seluruhnya telah bergeser ke pasar valas antar bank. Di samping itu, jumlah pelaku transaksi juga semakin meningkat dan produk pasar valuta asing semakin bervariasi. Hal ini terlihat dari transaksi swap Bank Indonesia yang menurun tajam dari sebesar USD 13 miliar pada tahun 1991 menjadi sebesar USD 1 miliar tahun 1994. Sebaliknya transaksi swap antarbank meningkat dari USD 29 miliar pada tahun 1991 menjadi sebesar


(14)

USD 596 miliar pada tahun 1997. Pada sisi lain, peningkatan fleksibilitas melalui pelebaran rentang intervensi juga telah memberikan keleluasaan

kepada Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter sehingga dapat mempermudah perencanaan pelaksanaan operasi pasar terbuka.

c. Sistem nilai tukar mengambang bebas (sejak 14 Agustus 1997)

Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah mengalami tekanan-tekanan yang menyebabkan semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD. Tekanan tersebut berawal dari gejolak mata uang yang melanda Thailand yang dengan segera menyebar ke Indonesia dan negara ASEAN sehubungan dengan karakteristik perekonomian yang mempunyai kemiripan. Langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia antara lain dengan dengan melakukan intervensi baik secara spot maupun forward untuk sementara memang dapat menstabilkan nilai tukar rupiah.

Namun tekanan depresiatif tersebut semakin meningkat khususnya lagi sejak awal Agustus 1997, di mana rupiah telah menembus Rp2.650 per 1 USD. Sehubungan dengan itu dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka pada tanggal 14 Agustus, pemerintah memutuskan untuk menghapus rentang intervensi dan menganut sistem nilai tukar mengambang bebas.

Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan spekulatif terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri. Walaupun Indonesia telah menganut flexible exchange rate, namun kegiatan intervensi valas masih tetap


(15)

dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan distorsi-distorsi di pasar valuta asing mengingat pasar ini belum sempurna dan kurang rasional. Nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan bahkan cenderung mengalami

apresiasi sebelum Juli 1997 telah mendorong capital inflow yang cukup besar

ke Indonesia. Fenomena tersebut merupakan hal yang logis bagi suatu negara yang menganut sistem devisa bebas dan perekonomiannya terbuka karena arus modal akan selalu mengikuti return investasi yang terbesar dan resiko

seminimal mungkin. Namun sejak currency turn moil melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN lainnya pada pertengahan Juli 1997, capital inflow tersebut telah menjadi Capital outflow karena telah berubah

menjadi arus balik yang membahayakan baik terhadap nilai tukar rupiah maupun terhadap perekonomian nasional.

Ada beberapa Faktor yang menyebabkan permintaan terhadap Dollar meningkat sehingga nilai Rupiah jatuh (Ritonga. 2004:59), Yakni : 1. Menyusul naiknya nilai dollar US di negara- negara tetangga, para pengusaha Indonesia yang dalam waktu dekat akan membayar utang luar negerinya berusaha mendapatkan dollar US dalam jumlah yang diperkirakan cukup besar.

2. Dalam keadaan sentimen pasar yang demikian, para spekulan pun berusaha mencari untung dengan cara melepas Rupiah dan membeli dollar US, maka nilai Rupiah pun jatuh.

3. Sementara itu banyak pula pemegang Rupiah yang berusaha melindungi asset likuidnya (Rupiah) dari kemerosotan nilai dengan jalan membeli dollar US.


(16)

Gejolak nilai tukar yang berlebihan tidak sesuai dengan sasaran kepentingan jangka panjang karena kestabilan nilai tukar dapat mendistorsi tingkat daya saing ekonomi, mengurangi efisiensi alokasi sumberdaya dan meningkatkan ketidakpastian bagi para pelaku ekonomi.

Dalam perkembangannya nilai tukar yang belum stabil dan inflasi yang masih tinggi memaksa Bank Indonesia, sebagi otoritas moneter untuk

mempertahankan kebijakan uang ketat, yang berakibat tingginya suku bunga didalam negeri. Disisi lain tingginya suku bunga yang berlebihan telah berdampak negatif terhadap dunia usaha. Suatu negara didefinisikan

mengalami krisis mata uang apabila nilai tukarnya mengalami perubahan yang besar, disamping itu negara yang mengalami krisis mata uang umumnya ditandai dengan adanya perubahan kebijakan mengenai sistim penetapan nilai tukar (Tjahjono 1998:2).

Sumber: Bank Indonesia

Gambar 1. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Periode 2000:Q1- 2010:Q4

gambar 1 menunjukan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar, dilihat dari tahun 2000:Q1 yaitu sebesar Rp. 7275/USD sampai dengan tahun 2010:Q4 yaitu sebesar Rp. 11956/USD. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa tiap

0 5000 10000 15000 20000 2 0 0 0 .1 2 0 0 0 .3 2 0 0 1.1 2 0 0 1.3 2 0 0 2 .1 2 0 0 2 .3 2 0 0 3 .1 2 0 0 3 .3 2 0 0 4.1 2 0 0 4.3 2 0 0 5.1 2 0 0 5.3 2 0 0 6 .1 2 0 0 6 .3 2 0 0 7 .1 2 0 0 7 .3 2 0 0 8 .1 2 0 0 8 .3 20 0 9. 1 2 0 0 9 .3 2 0 10 .1 2 0 10 .3

NILAI TUKAR

E


(17)

tahunnya nilai tukar mengalami peningkatan dan menyebabkan rupiah menjadi terdepresiasi.

Nilai uang ditentukan oleh supply dan demand terhadap uang. Jumlah uang beredar ditentukan oleh Bank Sentral, sementara jumlah uang yang diminta (money demand) ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat harga rata-rata dalam perekonomian. Jumlah uang yang diminta oleh masyarakat untuk melakukan transaksi bergantung pada tingkat harga barang dan jasa yang tersedia. Semakin tinggi tingkat harga, semakin besar jumlah uang yang

diminta.

Sumber: (Principles of Macroeconomics 3: 343)

Gambar 2. Hubungan antara Supply dan Demand terhadap Uang dengan Tingkat Harga

Gambar 2 menggambarkan hubungan antara supply dan demand terhadap uang. Sumbu horizontal menggambarkan jumlah uang beredar, sumbu vertikal kiri menggambarkan nilai uang, 1/P, dan sumbu vertikal kanan


(18)

bahwa saat nilai uang tinggi, maka tingkat harga akan rendah, dan sebaliknya pada tingkat harga yang tinggi maka nilai uang akan rendah. Kedua kurva menggambarkan supply dan demand terhadap uang. Kurva supply berbentuk vertikal karena jumlah uang beredar ditetapkan oleh Bank Sentral. Kurva demand memiliki slope negatif, mengindikasikan bahwa saat nilai uang rendah dan tingkat harga tinggi, maka permintaan terhadap uang akan tinggi. Pada titik equilibrium, A, jumlah uang yang diedarkan dan jumlah uang yang diminta masyarakat berada dalam keseimbangan. Ekuilibrium antara supply dan demand terhadap uang menentukan nilai uang dan tingkat harga barang

dan jasa. Jika Bank Sentral mengubah jumlah uang yang beredar, misalnya dengan mencetak lebih banyak uang, ekuilibrium supply dan demand terhadap uang akan berubah seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Sumber: (Principles of Macroeconomics 3: 344)

Gambar 3. Pergeseran Equilibrium Harga akibat Peningkatan Jumlah Uang Beredar


(19)

Bertambahnya jumlah uang beredar menggeser kurva supply dari MS1 ke MS2, sehingga titik equilibrium ikut bergeser dari A ke B. Akibatnya, nilai uang turun dari ½ ke ¼, dan tingkat harga equilibrium naik dari 2 ke 4. Dengan kata lain, meningkatnya jumlah uang beredar mendorong terjadinya kenaikan harga yang menyebabkan nilai uang menjadi turun. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa dampak langsung dari injeksi moneter yang dilakukan Bank Sentral adalah meningkatnya supply uang. Sebelum injeksi,

perekonomian berada pada titik equilibrium A. Pada titik ini, tingkat harga seimbang dengan jumlah uang yang diminta masyarakat. Saat jumlah uang beredar meningkat, pada tingkat harga yang sama masyarakat memiliki lebih banyak uang dari yang mereka minta. Meningkatnya jumlah uang

menyebabkan naiknya permintaan terhadap barang dan jasa. Jika jumlah barang dan jasa yang diminta tidak seimbang dengan jumlah barang dan jasa yang diproduksi, maka akan terjadi peningkatan harga. Peningkatan harga kemudian mendorong naiknya jumlah uang yang diminta masyarakat. Pada akhirnya, perekonomian akan mencapai equilibrium baru, yaitu titik B, saat jumlah uang yang diminta kembali seimbang dengan jumlah uang yang diedarkan. Penjelasan yang menggambarkan bagaimana tingkat harga

ditentukan dan berubah seiring dengan perubahan jumlah uang beredar disebut teori kuantitas uang (quantity theory of money). Berdasarkan teori ini, jumlah

uang yang beredar dalam suatu perekonomian menentukan nilai uang, sementara pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan sebab utama terjadinya inflasi.


(20)

Kaitan antara tingkat inflasi, tingkat suku bunga dengan nilai tukar jika dihubungkan dengan aspek risiko negara. Jika dalam suatu negara tengah mengalami tingkat inflasi yang tinggi dimana jumlah uang beredar relatif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah barang, pemerintah akan berusaha

mengatasi hal tersebut dengan meningkatkan tingkat suku bunga. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih memilih untuk menyimpan uang mereka di bank dari pada mengkonsumsinya. Sehingga tingkat permintaan atau konsumsi barang atau jasa dapat menurun. Hal ini dapat berdampak pada keseimbangan jumlah barang dan jumlah uang beredar sehingga dapat kembali pada keadaan equilibrium atau keseimbangan semula.

Negara yang inflasinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Negara lain maka mata uangnya akan cenderung melemah (relative inflation rate). Hal ini terkait dengan aspek purchasing power parity. Dimana ketika inflasi

meningkat maka purchasing power parity akan menurun. Teori Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity Theory = PPPT) digunakan untuk menganalisa pengaruh inflasi antara dua negara terhadap kurs valas. Variabel-variabel yang digunakan dalam PPPT adalah perubahan kurs spot dalam persentase dan perbedaan laju inflasi antar dua -negara. Menurut PPPT, kurs spot suatu valas akan berubah sebagai reaksi terhadap inflasi. Ketika harga produk dalam negeri mengalami peningkatan maka masyarakat akan cenderung untuk mencari alternatif tawaran dari Negara lain yang lebih murah. Akibatnya kurs mata uang dalam negeri akan melemah seiring dengan penurunan permintaan akan mata uang dalam negeri. Permintaan mata uang asing akan meningkat seiring dengan peningkatan produk dari Negara lain. Itulah sebabnya mengapa


(21)

Negara yang inflasinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Negara lain maka nilai mata uangnya akan cenderung melemah.

Berikut ini adalah data jumlah uang beredar (M2) yang terjadi di Indonesia Pada tahun 2000:Q1-2010:Q4(per triwulan).

Sumber: Bank Indonesia

Gambar 4. Pergerakan uang beredar (M2) di Indonesia tahun 2000:Q1-2010:Q4

Dari gambar 4 menunjukan bahwa pergerakan uang beredar(M2) setiap tahun nya mengalami peningkatan, yang diawali dari tahun 2000:Q1 yaitu sebesar Rp.656451 milyar sampai dengan tahun 2010:Q4 yaitu sebesar Rp.2471206 milyar. Ini menunjukan bahwa jumlah uang beredar (M2) tiap tahunnya terus meningkat.

Sedangkan hubungan antara tingkat suku bunga dan nilai tukar adalah sebagai berikut. Negara dengan tingkat suku bunga yang relatif lebih tinggi maka nilai mata uangnya akan cenderung menguat. Hal ini terkait dengan penyimpanan uang. Jika suatu Negara memiliki interest rate yang lebih tinggi maka

masyarakat akan cenderung lebih tertarik untuk menyimpan uangnya di Negara

0 1000000 2000000 3000000

UANG BEREDAR


(22)

tersebut. Terdapat dua pendekatan dalam meganalisis relative interest rate terhadap nilai tukar mata uang, yakni International rate parity dan

International Fisher Effect.

Dengan menggunakan teori paritas suku bunga dapat diketahui hubungan antara bursa valas dan pasar uang internasional Interest Rate Pariety Theory (IRPT) paling banyak digunakan dalam literatur keuangan internasional yang

menyatakan bahwa perbedaan tingkat suku bunga pada pasar keuangan internasional mempunyai kecenderungan yang sama dengan forward rate premium atau forward rate discount. IRPT menekankan pada perbedaan

antara kurs forward dan kurs spot yang tercermin dari perbedaan tingkat suku bunga antara dua negara. Kurs forward mata uang suatu negara yang

mengandung premi ditentukan oleh perbedaan tingkat suku bunga antar negara. Akibatnya arbitrase suku bunga yang ditutup akan lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan suku bunga domestik. Variabel yang digunakan pada IRPT adalah premi forward dan perbedaan suku bunga antar dua Negara.

IRPT memfokuskan pembahasannya pada penyebab terjadinya perbedaan antara kurs forward dengan kurs spot yang dapat mencerminkan perbedaan antara tingkat suku bunga antara dua negara dalam suatu periode tertentu. Sedangkan pada PPPT dan International Fisher Effect Theory (IFET) memfokuskan pembahasannya pada bagian kurs spot berubah sepanjang waktu. International Fisher Effect Theory memprediksikan bahwa kurs spot bergerak mengikuti perbedaan suku bunga antar negara. Dengan demikian terdapat hubungan antara International Fisher Effect Theory dengan PPPT,


(23)

karena perbedaan tingkat suku bunga antar dua negara dipengaruhi oleh

perbedaan tingkat inflasi antar negara. Berikut ini adalah data pergerakan Suku bunga di Indonesia pada tahun 2000:Q1-2010:Q4 :

Sumber: Bank Indonesia

Gambar 5. Pergerakan BI rate tahun 2000:Q1-2010:Q4

Dari gambar 5 menunjukan bahwa pergerakan suku bunga terdapat kenaikan dan penurunan yang tidak terlalu tinggi ataupun rendah. Diawali dari tahun 2000:Q1 yaitu sebesar 9.59%, pada tahun 2001:Q4 suku bunga mengalami kenaikan sebesar 17.62%. sampai dengan tahun 2010:Q4 yaitu sebesar 6.50%.

Neraca pembayaran atau balance of payment merupakan ringkasan yang disusun secara sistematis untuk seluruh transaksi ekonomi dari suatu negara dengan negara lainnya selama periode tertentu, biasanya dalam kurun waktu satu tahun. Neraca pembayaran disusun berdasarkan sistem pencatatan ganda (double entry-bookkeeping). Setiap transaksi yang dicatat sebagai kredit diimbangi dengan transaksi yang dicatat sebagai debit atau sebaliknya.

Transaksi yang menghasilkan devisa atau mata uang asing dicatat sebagai kredit dan diberi tanda positif. Sebaliknya transaksi yang mengeluarkan mata

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 2 0 0 0 .1 2 0 0 0 .3 2 0 0 1.1 2 0 0 1.3 2 0 0 2 .1 2 0 0 2 .3 2 0 0 3 .1 2 0 0 3 .3 2 0 0 4. 1 2 0 0 4.3 2 0 0 5.1 2 0 0 5.3 2 0 0 6 .1 20 0 6. 3 2 0 0 7 .1 2 0 0 7 .3 2 0 0 8 .1 2 0 0 8 .3 2 0 0 9 .1 2 0 0 9 .3 2 0 10 .1 2 0 10 .3

SUKU BUNGA

r


(24)

uang asing dicatat sebagai debit dan diberi tanda negatif. Dengan memakai sistem pencatatan ganda, maka jumlah antara kredit dan debit akan sama dengan nol. Walaupun pada kenyataannya neraca pembayaran mungkin tidak sama dengan nol.

Neraca pembayaran sering menjadi faktor yang dapat mendorong naik atau turunnya kurs mata uang suatu negara. Kenaikan atau surplus dari neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan diinterpretasikan sebagai indikasi awal kemungkinan terjadinya apresiasi suatu mata uang. Sebaliknya penurunan atau defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan diterjemahkan sebagai indikasi awalnya terjadi depresiasi mata uang suatu negara. Dengan adanya neraca pembayaran ini dapat diketahui kapan suatu negara mengalami surplus maupun defisit.

Berikut ini adalah data neraca pembayaran di Indonesia pada tahun 2000:Q1-2010:Q4 (per triwulan):

Sumber: Bank Indonesia

Gambar 6. Pergerakan Neraca Pembayaran tahun 2000:Q1-2010:Q4(per triwulan) -5000 0 5000 10000 15000 2 0 0 0 .1 2 0 0 0 .3 20 0 1.1 2 0 0 1.3 2 0 0 2 .1 2 0 0 2 .3 2 0 0 3 .1 2 0 0 3 .3 2 0 0 4. 1 2 0 0 4.3 2 0 0 5.1 2 0 0 5.3 2 0 0 6 .1 2 0 0 6 .3 2 0 0 7 .1 2 0 0 7 .3 2 0 0 8 .1 2 0 0 8 .3 2 0 0 9 .1 20 0 9. 3 2 0 10 .1 2 0 10 .3

NERACA PEMBAYARAN

N


(25)

Pada gambar 6 menunjukan bahwa neraca pembayaran bergerak naik walaupun ada beberapa yang turun , diawali pada tahun 2000 triwulan 1 neraaca pembayaran menunjukan angka USD 2457.00, pada tahun 2006 triwulan 1 neraca pembayaran meningkat mencapai USD 5786.00 dan kembali meningkat pada tahun 2010 triwulan 1 yaitu USD 6621.00. sampai dengan tahun 2010 triwulan 4 nilai neraca pembayaran adalah USD 11289.00.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan mengenai Analisis Determinan Nilai Tukar Dalam Rezim Nilai Tukar Mengambang di Indonesia maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh uang beredar terhadap nilai tukar?

2. Bagaimana pengaruh suku bunga Indonesia terhadap nilai tukar?

3. Bagaimana pengaruh neraca pembayaran terhadap nilai tukar?

C. Tujuan Penelitian

Dapat diketahui pada latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis pengaruh uang beredar terhadap nilai tukar di Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh suku bunga Indonesia terhadap nilai tukar di Indonesia.


(26)

3. Menganalisis pengaruh neraca pembayaran terhadap nilai tukar di Indonesia.

4. Untuk mengetahui variabel bebas mana yang paling mempengaruhi nilai tukar di Indonesia.

D. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini fokus menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi nilai tukar seperti uang beredar,neraca pembayaran, dan suku bunga Indonesia selama periode tahun 2000:Q1-2010:Q4.

Jumlah uang beredar (money supply) adalah jumlah uang yang beredar dalam sebuah perekonomian. Pengertian jumlah uang beredar dapat dilihat secara sempit dan luas. Secara sempit uang beredar terdiri dari uang kartal dan deposito yang dapat digunakan sebagai alat tukar. Jumlah uang beredar dalam artian sempit ini disebut dengan M1.

Pengertian uang beredar secara luas dinamakan M2 dan M3 adalah M1

ditambah tabungan dan simpanan berjangka lain yang jangkanya lebih pendek termasuk rekening pasar uang dari pinjaman semalam antar bank. Sedangkan yang dimaksud dengan M3 adalah M2 ditambah komponen-komponen lainnya terutama sertifitikat deposito. Uang beredar dalam artian luas disebut juga dengan uang kuasi (quasy money). Hubungan uang beredar dengan nilai tukar adalah jika uang beredar di sebuah perekonomian naik maka akan mengalami inflasi sehingga nilai uang menurun, ini menyebabkan nilai tukar turun, sebaliknya jika uang beredar di sebuah perekonomian relative setabil maka akan setabil pula nilai tukar nya.


(27)

Menurut Keyness suku bunga adalah harga yang di keluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka (uang)

mereka, akan tetapi, uang yang dikeluarkan debitur mempunyai kemungkinan adanya kerugian berupa risiko tidak diterimanya tingkat bunga tertentu. Sedangkan hubungan antara tingkat suku bunga dan nilai tukar adalah negara dengan tingkat suku bunga yang relatif lebih tinggi maka nilai mata uangnya akan cenderung menguat. Hal ini terkait dengan penyimpanan uang. Jika suatu Negara memiliki interest rate yang lebih tinggi maka masyarakat akan cenderung lebih tertarik untuk menyimpan uangnya di Negara tersebut. Neraca pembayaran secara langsung mempengaruhi nilai tukar. Dengan demikian, neraca pembayaran aktif meningkatkan mata uang nasional dengan meningkatnya permintaan dari debitur asing. Saldo pembayaran yang pasif menyebabkan kecenderungan penurunan nilai tukar mata uang nasional sebagai seorang debitur dalam negeri mencoba untuk menjual semuanya menggunakan mata uang asing untuk membayar kembali kewajiban eksternal mereka. Ukuran dampak neraca pembayaran pada nilai tukar ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi.


(28)

Berdasarkan uraian di atas hubungan variabel-variabel yang mempengaruhi Nilai Tukar dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 7. Gambar Kerangka Berpikir Penelitian

E. Hipotesis

Berdasarkan pembahasan latar belakang, kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diduga uang beredar berpengaruh negatif terhadap nilai tukar di Indonesia selama periode 2000:Q1-2010:Q4.

2. Diduga BI rate berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tukar di Indonesia selama periode 2000:Q1-2010:Q4.

3. Diduga neraca pembayaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tukar di indonesia selama periode 2000:Q1-2010:Q4.

Nilai Tukar

Jumlah

uang beredar

(M2)

BI Rate

Neraca Pembayaran


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Nilai Tukar (exchange rate)

Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore 1997:9). Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing. Penurunan nilai tukar uang dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang asing.

Nilai Tukar Mata Uang yang lainnya disebut Kurs, Menurut Paul R Krugman dan Maurice (1994 : 73) adalah Harga sebuah Mata Uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya.

Menurut Nopirin (1996 : 163) Kurs adalah Pertukaran antara dua Mata Uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua Mata Uang tersebut.

Dapat disimpulkan nilai tukar rupiah adalah suatu perbandingan antara nilai mata uang suatu negara dengan negara lain.


(30)

1. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Nilai Tukar

Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Faktor-faktor tersebut adalah : (sumber : Paul R Krugman:1994:08)

a. Laju inflasi relatif

Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Misalnya, jika Amerika sebagai mitra dagang Indonesia mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika juga menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap barang dagangan relatif mengalami penurunan.

b. Tingkat pendapatan relatif

Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar mata uang asing adalah laju pertumbuhan riil terhadap harga-harga luar negeri. Laju pertumbuhan riil dalam negeri diperkirakan akan

melemahkan kurs mata uang asing. Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing relatif di bandingkan dengan supply yang tersedia.

c. Suku bunga relatif

Kenaikan suku bunga mengakibatkan aktifitas dalam negeri menjadi lebih menarik bagi para penanam modal dalam negeri maupun luar negeri. Terjadinya penanaman modal cenderung mengakibatkan naiknya nilai


(31)

mata uang yang semuanya tergantung pada besarnya perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan di luar negeri, maka perlu dilihat mana yang lebih murah, di dalam atau di luar negeri. Dengan demikian sumber dari perbedaan itu akan menyebabkan terjadinya kenaikan kurs mata uang asing terhadap mata uang dalam negeri.

d. Ekspektasi

Faktor berikutnya yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi atau nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal

melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual Dollar, karena memperkirakan nilai Dollar akan menurun di masa depan. Reaksi langsung akan menekan nilai tukar Dollar dalam pasar. e. Jumlah Uang Beredar (M2)

Uang beredar adalah keseluruhan jumlah uang yang dikeluarkan secara resmi baik oleh bank sentral berupa uang kartal, maupun uang giral dan uang kuasi (tabungan, valas, deposito). Kemudian menurut Madura (2003:111-123), untuk menentukan perubahan nilai tukar antar mata uang suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terjadi di negara yang bersangkutan yaitu selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga, selisih tingkat pertumbuhan GDP, intervensi pemerintah di pasar valuta asing dan expectations (perkiraan pasar atas nilai mata uang yang akan datang).


(32)

f. Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi internasional yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu, biasanya satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus pembayaran (keluar dan masuk) untuk suatu negara. Neraca pembayaran secara esensial merupakan sistem akuntansi yang mengukur kinerja suatu negara. Pencatatan transaksi dilakukan dengan pembukuan berpasangan, yaitu; tiap transaksi dicatat satu sebagai kredit dan satu lagi sebagai debit.

2. Sistem-Sistem Nilai Tukar

Sistem nilai tukar yang ditentukan oleh pemerintah, ada beberapa jenis, antara lain:

a. Fixed exchange rate system

Sistem nilai tukar yang ditahan secara tahap oleh pemerintah atau berfluktuasi di dalam batas yang sangat sempit. Jika nilai tukar berubah terlalu besar, maka pemerintah akan mengintervensi untuk memeliharanya dalam batas-batas yang dikehendaki.

b. Freely floating exchange rate system

Sistem nilai tukar yang ditentukan oleh tekanan pasar tanpa intervensi dari pemerintah.

c. Managed floating exchange rate system

Sistem nilai tukar yang terletak diantara fixed system dan freely floating, tetapi mempunyai kesamaan dengan fixed exchange system, yaitu


(33)

uang tidak berubah terlalu banyak dan tetap dalam arah tertentu. Sedangkan bedanya dengan free floating, managed float masih lebih fleksibel terhadap suatu mata uang. Lalu menurut Krugman dan Obstfeld (2000:485),

managed floating exchange rate system adalah sebuah sistem dimana pemerintah mengatur perubahan nilai tukar tanpa bermaksud untuk membuat nilai tukar dalam kondisi tetap.

d. Pegged exchange rate system

Sistem nilai tukar dimana nilai tukar mata uang domestik dipatok secara tetap terhadap mata uang asing.

3. Penentuan Nilai Tukar

Perubahan dalam permintaan dan penawaran sesuatu valuta, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh banyak faktor seperti yang diuraikan dibawah ini (Sukirno, 2003:402).

1. Perubahan dalam cita rasa masyarakat.

2. Perubahan harga barang ekspor dan impor. . 3. Kenaikan harga umum (inflasi).

4. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi. 5. Pertumbuhan ekonomi.

4. Rezim nilai tukar a. Nilai Tukar Tetap

Sistem nilai tukar yang ditahan secara tahap oleh pemerintah atau berfluktuasi di dalam batas yang sangat sempit. Jika nilai tukar berubah


(34)

terlalu besar, maka pemerintah akan mengintervensi untuk memeliharanya dalam batas-batas yang dikehendaki.

b. Nilai Tukar Mengambang Terkendali

Sistem nilai tukar yang terletak diantara fixed system dan freely floating, tetapi mempunyai kesamaan dengan fixed exchange system, yaitu

pemerintah bisa melakukan intervensi untuk menjaga supaya nilai mata uang tidak berubah terlalu banyak dan tetap dalam arah tertentu.

Sedangkan bedanya dengan free floating, managed float masih lebih baik. Lalu menurut Krugman dan Obstfeld (2000:485), managed floating

exchange rate system adalah sebuah sistem dimana pemerintah mengatur perubahan nilai tukar tanpa bermaksud untuk membuat nilai tukar dalam kondisi tetap.

c. Nilai Tukar Mengambang bebas

Sistem nilai tukar yang terletak diantara fixed system dan Managed system floating, tetapi mempunyai kesamaan dengan Managed system floating , yaitu pemerintah bisa melakukan intervensi untuk menjaga supaya nilai mata uang tidak berubah terlalu banyak dan tetap dalam arah tertentu. Sedangkan bedanya dengan managed floating, free floating masih lebih bebas menentukan suatu mata uang hingga mencapai suatu titik

keseimbangan.

B.Uang Beredar

Jumlah uang beredar (money supply)adalah jumlah uang yang beredar dalam sebuah perekonomian. Pengertian jumlah uang beredar dapat dilihat secara


(35)

sempit dan luas. Secara sempit uang beredar terdiri dari uang kartal dan deposito yang dapat digunakan sebagai alat tukar. Jumlah uang beredar dalam artian sempit ini disebut dengan M. Pengertian uang beredar secara luas dinamakan M2 dan M3 adalah M1 ditambah tabungan dan simpanan berjangka lain yang jangkanya lebih pendek termasuk rekening pasar uang dari pinjaman semalam antar bank (bank overweight). Sedangkan yang dimaksud dengan M3 adalah M2 ditambah komponen-komponen lainnya terutama sertifitikat

deposito. Uang beredar dalam artian luas disebut juga dengan uang kuasi (quasy money).

Bila kenaikan jumlah uang beredar dalam negeri lebih besar dari kenaikan jumlah uang beredar luar negeri maka mata uang negara tersebut akan mengalami depresiasi (supply naik), karena dengan tingkat pendapatan dan suku bunga yang tetap pertambahan uang beredar akan menyebabkan kenaikan harga barang-barang atau inflasi domestik secara proporsional. Dan melalui mekanisme PPP, terjadinya shock pada uang beredar akan direspon positif oleh nilai tukar.

Teori Kuantitas uang PPP

Teori Kuantitas uang: M = P x T

Keterangan :

M: Jumlah Uang Beredar

P: Tingkat Harga Barang T: Jumlah Barang Yang diperdagangkan. Perubahan nilai

tukar Perubahan tingkat

harga

Perubahan jumlah uang beredar


(36)

jumlah uang beredar di tentukan oleh pemerintah melalui otoritas moneter yaitu bank sentral.

a. Uang beredar dalam arti sempit (narrow money )

uang beredar adalah uang kartal dan uang giral yang tersedia untuk di gunakan oleh masyarakat. Yang termasuk dalam jumlah uang beredar adalah uang kertas dan uang logam yang di keluarkan bank sentral yang langsung di bawah kekuasaan masyarakat atau uang kartal yang berada di luar bank dan bank sentral.

namun di sini uang kartal yang masuk dalam uang beredar tidak termasuk uang kartal milik pemerintah yang ada di bank sentral dan bank umum.

uang giral : saldi rekening koran/atau giro yang dimiliiki masyarakat di bank umum saldo rekening koran bank umum di bank lain tidak termasuk dalam uang beredar

M = K + D

M : Jumlah uang beredar.

K : jumlah uang kartal ( kertas dan logam ).

D : Jumlah uang giral ( saldo rekening koran/giro ).

b. Uang beredar dalam arti luas (broad money)

Uang beredar tidak hanya uang tunai dan saldo rekening koran / giro saja,tapi juga simpanan masyarakat di bank ( tabungan dan deposito ) yang


(37)

tanpa kesulitan dapat di ubah menjadi uang tunai. Deposito dan tabungan disebut juga dengan quasi money,atau near money.

M=K + D + T

T : adalaha saldo deposito berjangka dan tabungan masyarakat di bank

c. Uang inti (reseave money/base money/high powered money)

Adalah uang yg menjadi inti dalam proses penciptaan uang kartal maupun uang giral.

C. Suku Bunga Indonesia (BI rate)

Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:197), suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang dan diukur dalam dollar per tahun untuk setiap satu dollar yang dipinjamnya.

Investasi portofolio asing merupakan sumber pendanaan prospektif bagi negara-negara di seluruh dunia, terutama negara berkembang, tetapi di sisi lain aliran investasi portofolio asing perlu diawasi mengingat bahwa prinsip arus investasi yang akan menurun pada saat risiko usaha meningkat.

Investor asing dapat menarik modalnya dengan cepat dari lembaga-lembaga usaha di negara berkembang yang perekonomiannya belum mapan,

sehingga dapat menciptakan keterpurukan ekonomi yang lebih besar. Menurut Todaro dan Smith (2004), negara-negara berkembang yang terlalu mengandalkan arus masuk dana-dana investasi portofolio asing untuk menutupi kelemahan-kelemahan dasar struktural dalam bidang ekonominya harus menangggung konsekuensi-konsekuensi negatif dalam jangka


(38)

kepentingan-kepentingan pembangunan di negara dimana mereka beroperasi. Jika suku bunga yang berlaku di negara maju naik atau tingkat keuntungan dari melakukan investasi di negara-negara berkembang mulai menurun, maka paraspekulan dan investor asing akan menarik dananya dengan cepat. Keinginan negara berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang akan tergeser dengan pelarian modal yang spekulatif.

Sumber : Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional

Gambar8. Teori Penawaran Mata Uang $/Rp

Pada saat suku bunga mengalami kenaikan maka investasi akan naik hal ini menyebabkan mata uang rupiah akan terapresiasi dan dolar akan

terdepresiasi. Karena mata uang rupaih terapresiasi maka akan banyak penawaran dolar untuk ditukarkan kedalam mata uang rupiah, sehingga nilai tukar rupiah akan teraprsiasi.

Pada suku bunga terdapat dua jenis suku bunga yaitu; Pertama adalah suku bunga nominal - suku bunga dalam nilai uang tertentu. Suku bunga ini


(39)

merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum dan menunjukan sejumlah rupiah yang akan diterima untuk setiap satu satuan rupiah yang

diinvestasikan. Kedua adalah suku bunga riil - suku bunga yang telah terkoreksi akibat adanya inflasi. Dimana suku bunga ini adalah suku bunga

nominal dikurangi tingkat inflasi.

D. Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi internasional yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu, biasanya satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus pembayaran (keluar dan masuk) untuk suatu negara. Neraca pembayaran secara esensial merupakan sistem akuntansi yang mengukur kinerja suatu negara. Pencatatan transaksi dilakukan dengan pembukuan berpasangan, yaitu; tiap transaksi dicatat satu sebagai kredit dan satu lagi sebagai debit.

Transaksi yang dicatat sebagai kredit adalah arus masuk valuta. arus masuk valuta adalah transaksi-transaksi yang mendatangkan valuta asing, yang merupakan suatu peningkatan daya beli eksternal atau sumber dana.

Sedangkan transaksi yang dicatat sebagai debit adalah arus keluar valuta. Arus keluar valuta adalah transaksi-transaksi pengeluaran yang membutuhkan valuta asing, yang merupakan suatu penurunan daya beli eksternal atau penggunaan dana.


(40)

Komponen Neraca Pembayaran

Berdasarkan neraca pembayaran kita dapat mengetahui bahwa neraca dibagi ke dalam beberapa transaksi ekonomi internasional. Secara garis besar transaksi ekonomi internasional (luar negeri) atau pos-pos dasar suatu negara dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Transaksi Dagang (Trade Account)

Transaksi dagang adalah semua transaksi ekspor dan impor barang-barang (merchandise) dan jasa-jasa. Transaksi dagang dibedakan menjadi transaksi barang (visible trade) yang merupakan transaksi ekspor dan impor barang dagangan, dan transaksi jasa (invisible trade) yang merupakan transaksi eskpor dan impor jasa. Untuk transaksi ekspor dicatat di sisi kredit, sedangkan transaksi impor dicatat di sisi debit. b. Transaksi Pendapatan Modal (Income on Investment)

Transaksi pendapatan modal adalah semua transaksi penerimaan atau pendapatan yang berasal dari penanaman modal di luar negeri serta penerimaan pendapatan modal asing di negeri kita. Pendapatan tersebut dapat berupa bunga, dividen, dan keuntungan lain. Penerimaan bunga dan dividen merupakan transaksi kredit, sedangkan pembayaran bunga dan dividen kepada penduduk negara asing merupakan transaksi debit. c. Transaksi Unilateral (Unilateral Transaction)

Transaksi unilateral adalah transaksi sepihak atau transaksi satu arah, artinya transaksi tersebut tidak menimbulkan kewajiban untuk membayar atas barang atau bantuan yang diberikan. Berikut ini yang tergolong dalam


(41)

transaksi unilateral adalah hadiah (gift), bantuan (aid), dan transfer unilateral. Apabila suatu negara memberi hadiah atau bantuan ke negara lain, maka transaksi ini termasuk transaksi debit. Sebaliknya, jika suatu negara menerima hadiah atau bantuan dari negara lain, termasuk dalam transaksi kredit.

d. Transaksi Penanaman Modal Langsung (Direct Investment)

Transaksi penanaman modal langsung adalah semua transaksi yang berhubungan dengan jual beli saham dan jual beli perusahaan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain. Apabila terjadi pembelian saham atau perusahaan dari tangan penduduk negara lain, maka pos direct investment didebit, dan bila terjadi penjualan saham atau penduduk asing yang mendirikan perusahaan di wilayah kekuasaannya, maka pos ini dikredit.

e. Transaksi Utang Piutang Jangka Panjang (Long Term Loan)

Transaksi utang piutang jangka panjang adalah semua transaksi kredit jangka panjang yang pembayarannya lebih dari satu tahun. Sebagai contoh transaksi penjualan obligasi kepada penduduk negara lain,

menerima pembayaran kembali pinjaman-pinjaman jangka panjang yang dipinjamkan kepada penduduk negara lain, atau mendapatkan pinjaman jangka panjang dari negara lain, maka pos ini dicatat di sebelah kredit, dan bila terjadi transaksi pembelian obligasi atau lainnya yang berkaitan dengan utang piutang jangka panjang, maka pos ini dicatat di sebelah debit.


(42)

f. Transaksi Utang-piutang jangka pendek (Short Term Capita1)

Transaksi utang piutang jangka pendek adalah semua transaksi utang piutang yang jatuh temponya tidak lebih dari satu tahun. Transaksi ini umumnya terdiri atas transaksi penarikan dan pembayaran surat-surat wesel.

g. Transaksi Lalu Lintas Moneter (Monetary Acomodating)

Transaksi lalu lintas moneter adalah pembayaran terhadap transaksi-transaksi pada current account (transaksi-transaksi perdagangan, pendapatan modal, dan transaksi unilateral) dan investment account (transaksi penanaman modal langsung, utang piutang jangka pendek, dan utang piutang jangka panjang). Apabila jumlah pengeluaran current account dan investment account lebih besar daripada penerimaannya, maka perbedaan tersebut

merupakan defisit yang harus ditutup dengan saldo kredit monetary acomodating. Dari transaksi tersebut, maka transaksi ekonomi

internasional dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: a. Transaksi Berjalan (Current Account)

Transaksi berjalan adalah semua transaksi ekspor dan impor barang-barang dan jasa-jasa. Secara umum meliputi: transaksi perdagangan, transaksi pendapatan modal dan transaksi unilateral.

b. Neraca Modal (Capital Account)

Neraca modal adalah neraca yang menunjukkan perubahan dalam harta kekayaan (asset) suatu negara di luar negeri dan aset asing di suatu negara, di luar aset cadangan pemerintah. Neraca modal meliputi: transaksi


(43)

penanaman modal langsung, transaksi utang piutang jangka panjang dan transaksi utang piutang jangka pendek.

c. Selisih yang Belum Diperhitungkan (Error and Omissions)

Selisih yang belum diperhitungkan merupakan rekening penyeimbang apabila nilai transaksi-transaksi kredit tidak sama persis dengan nilai transaksi debit. Dengan adanya rekening selisih perhitungan ini, maka jumlah total nilai transaksi kredit dari suatu Neraca Pembayaran Internasional (NPI) akan selalu sama dengan transaksi debitnya.

Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs dapat dijelaskan denga persamaan berikut:

Kurs kesetimbangan USD/IDR(2) ditentukan oleh rasio antara nilai impor dan ekspor Indonesia. Jika rasio $m/$x lebih besar daripada satu, maka rasio kurs

USD/IDR(2)/USD/IDR(1) lebih besar daripada satu. Artinya kurs USD/IDR menguat. Jika kurs USD/IDR mengalami penguatan, maka Dollar Amerika mengalami apresiasi sedangkan Rupiah Indonesia mengalami depresiasi

E. Kajian Penelitian Sebelumnya

Tabel 2: Ringkasan Penelitian Imamudin Yuliadi (2007)

Judul ANALISIS NILAI TUKAR RUPIAH DAN IMPLIKASINYA PADA PEREKONOMIAN INDONESIA: PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM)


(44)

Tujuan (1). Untuk menganalisis pengaruh fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap rasio tingkat bunga domestik terhadap tingkat bunga internasional (RDNLN), neraca pembayaran (BoP), aliran modal (CF), indeks harga konsumen (CPI), jumlah uang beredar (M1),

(2). Untuk menganalisis pengaru fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap rasio tingkat bunga domestik terhadap tingkat bunga internasional (RDNLN), neraca pembayaran (BoP), aliran modal (CF), indeks harga konsumen (CPI), jumlah uang beredar (M1) dalam jangka pendek maupun jangka panjang, (3) Untuk menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah.

Variabel dan alat analisis

mengenai fluktuasi nilai tukar Rupiah dan

implikasinya pada perekonomian Indonesia dengan memasukkan beberapa variable makro ekonomi. Melalui metode analisis dengan pendekatan error correction model (ECM) dapat diketahui pengaruh perubahan variabel nilai tukar Rupiah terhadap variable makroekonomi lainnya.

Jenis data Data sekunder yang merupakan data runtut waktu (time series). Adapun data yang dikumpulkan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Asian Development Bank (ADB), International Financial Statistics (IFS), Bank Indonesia, Departemen Keuangan dan sumber informasi data lain yang kredibel dengan kurun waktu dari tahun 1990 triwulan I sampai dengan tahun 2004 triwulan II yang dipakai sebagai bahan analisis statistic kuantitatif sehingga dapat memberikan informasi yang akurat bagi pengambilan keputusan.

Hasil dan Kesimpulan 1. Pengaruh dinamika jangka pendek dan jangka panjang menunjukkan bahwa perubahan rasio tingkat bunga simpanan domestik terhadap


(45)

tingkat bunga internasional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS. Temuan empiris ini terkait dengan pola kebijakan moneter yang bersifat reaktif bukan proaktif sehingga

pemerintah terkesan kurang responsif terhadap perkembangan pasar uang internasional. 2. Sedangkan dalam analisis ekonomi dinamis

jangka pendek dan jangka panjang diketahui bahwa neraca pembayaran berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar Rupiah sebesar – 0,541937 dan –12,4891. Temuan empiris dengan pendekatan dinamik ini juga sifatnya kontradiktif dengan pendekatan keseimbangan makro

ekonomi. Namun hal ini juga bisa dipahami bahwa dalam analisis dinamis perubahan kebijakan ekonomi dan faktor-faktor non

ekonomi sangat sensitif terhadap perubahan nilai tukar Rupiah.

Tabel 3: Ringkasan Penelitian Imam Mukhlis(2011)

Judul ANALISIS VOLATILITAS NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH TERHADAP DOLAR

Penulis/Tahun Imam Mukhlis(2011)

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis volatilitas nilai tukar (Rp / US $) pada Indonesia ekonomi. Metode analisis menggunakan

Autoregressive Conditional Heteroscedasticiy (ARCH) / Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticiy (GARCH) yang dikembangkan oleh Arize, (1995) dan Zainal (2004). Hasilnya menunjukkan bahwa volatilitas nilai tukar (Rp / US $) memiliki titik ekstrim pada 1997/1998. Pada saat itu, krisis ekonomi itu terjadi pada perekonomian Indonesia, dimana nilai volatilitas nilai tukar Rp / $ AS telah mencapai pada titik 0.250.


(46)

Variabel dan alat analisis

volatility, exchange rate, ARCH,GARCH. Dalam penelitian ini pengukuran volatilitas menggunakan pendekatan ARCH/GARCH. Hal ini karena pendekatan ARCH/GARCH mampu mengukur ketidakpastian dalam pergerakan nilai tukar mata uang atas informasi yang tersedia pada periode sebelumnya (Pozo,1992). Adapun model GARCH yang digunakan dalam mengukur volatilitas nilai tukar mata uang dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini :

LERt = a + zLERt-1 + et

……… (1) ht = k + le2 t-1 + mht-1

………. (2)

Jenis data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu (time series). Data ini dibutuhkan karena penelitian ini menganalisis fenomena ekonomi secara agregat, yakni fluktuasi nilai tukar mata uang Rp/US$ selama periode waktu 1980-2005.

Hasil dan Kesimpulan Berkenaan dengan dinamika yang terjadi pada perkembangan nilai tukar mata uang Rp/ US$ tersebut, maka dibutuhkan beberapa kebijakan, diantaranya adalah:

a. Fokus kebijakan pada stabilitas nilai tukar mata uang Rp/US$ dengan memperhatkan factor ekspektasi masyarakat terhadap kondisi

perekonomian. Hal ini dapat dilakukan dengan mencermati pola kegiatan ekonomi masyarakat yang terjadi, sehingga dapat lebih terkendali transaksi ekonominya.

b. Diperlukan instrumen keuangan lain dalam rangka untuk memperbanyak pilihan masyarakat dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya. Hal ini tentunya juga dibarengi dengan memberikan insentif yang ada yang lebih menarik, sehingga dapat mengurangi konsentrasi terhadap salah satu instrument keuangan yang ada.


(47)

Tabel 4: Ringkasan Penelitian RUSNIAR (2009)

Judul ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN

Penulis/Tahun RUSNIAR (2009)

Tujuan Penelitian ini memiliki dua tujuan utama pertama, melakukan analisis pergerakan nilai tukar Rupiah dibandingkan dengan mata uang di empat negara ASEAN lainnya. Menganalisis kemungkinan bersatunya Rupiah dengan mata uang lainnya dengan melihat respon dari guncangan yang dihadapi.

Variabel dan alat analisis

Nilai Tukar Rupiah dan Empat Mata Uang Negara ASEAN. model koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM), Forecasting Error Decompotision of Variance (FEDV), Impulse Response Function (IRF)

Jenis data Penelitian ini menggunakan data sekunder time series dari bulan Januari 1990 sampai bulan Oktober 2008. Data tersebut dibagi menjadi 2 bagian yakni sebelum krisis dan setelah krisis ekonomi.

Hasil dan Kesimpulan Hasil empiris penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisa Forecasting Error

Decompotision of Variance (FEDV). Pergerakan nilai tukar Rupiah sebelum krisis lebih dominan dipengaruhi oleh kurs Rupiah itu sendiri, Ringgit dan Bath sedangkan Dollar Singapura dan Peso hanya memberikan sedikit pengaruh pada

pergerakan Rupiah. Sedangkan pada periode setelah krisis nilai tukar Rupiah masih dominan dipengaruhi oleh Rupiah itu sendiri dan Dollar Singapura,

namun pengaruh Bath justru sangat kecil. Untuk nilai tukar mata uang ASEAN lainnya sebelum krisis pergerakannya lebih banyak dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang lain, sedangkan pada periode setelah krisis pergerakannya lebih dominan


(48)

Berdasarkan hasil analisis Impulse Response

Function (IRF), pada periode sebelum krisis Rupiah tidak responsif dalam merespon mata uang ASEAN lain, sementara itu setelah krisis Rupiah cukup responsif dalam merespon nilai tukar ASEAN. Hal ini terjadi karena perbedaan rezim nilai tukar yang ditetapkan dimana sebelum krisis digunakan rezim nilai tukar mengambang terkendali (Manage

Floating Exchange Rate Regime) sehingga fluktuasi nilai tukar dibiarkan mengambang namun tetap dikendalikan agar tetap stabil.

Tabel 5: Ringkasan Penelitian I Nyoman Suendra(2005)

Judul Hubungan Antara Uang Beredar,Nilai Tukar dan Tingkat Harga di Indonesia

Penulis/Tahun I Nyoman Suendra(2005)

Tujuan - Untuk mengetahui antara tingkat harga domestic, uang beredar dan nilai tukar di indoensia selama rentan waktu 1998-2005.

- Untuk mengetahui respon suatu variable apabila terjadi shock terhadap variable moneter lainnya. Variabel dan alat

analisis

Uang beredar(M2),Nilai Tukar(ER), dan tingkat harga(CPI). Dianalisis menggunakan model Identified Vector Autoregression Approach.

Jenis data Data yang digunakan adalah data time series, yaitu data runtun waktu sekunder, berupa data bulanan periode tahun 1998:01-2005:05. Data didapat dari laporan tahunan dan data statistic ekonomi


(49)

Hasil dan Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1. Peningkatan jumlah uang beredar mengarahkan pada terjadinya kenaikan tingkat harga dan

terjadinya depresiasi nilai tukar. 2. Depresiasi nilai tukar mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga dan peningkatan jumlah uang beredar.

Tabel 6: Ringkasan Penelitian Rospita Rotua Pardede (2004)

Judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika.

Penulis/Tahun Rospita Rotua Pardede (2004)

Tujuan - Untuk mengetahui factor apa saja yang

mempengaruhi pergerakan(fluktuasi) nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.

- Untuk mengetahui factor mana yang paling berpengaruh dalam fluktuasi rupiah terhadap dollar Amerika.

Variabel dan alat analisis

Uang beredar(M2),Inflasi,suku bunga,net ekspor. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi OLS(Ordinary Least Squer).

Jenis data Data yang digunakan adalah data time series secara bulanan mulia januari 2000 sampai dengan juni 2003 yang diambil dari laporan resmi Bank Indonesia serta dari Badan Pusat Statistik(BPS).

Hasil dan Kesimpulan - Ada banyak factor-faktor lain yang

mempengaruhi terjadinya fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika, hal ini dapat


(50)

diketahui dari hasil pengujian dimana koefisien determinasi (R2) sebesar 55.9% yang berarti factor-faktor tingkat laju inflasi,suku bunga,uang beredar,dan net ekspor hanya mampu

menerrangkan besar pengaruhnya terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah sebesar 55.95. sedangkan sisanya sebesar 44.1% adalah factor-faktor lain yang tidak dimasukan dalam model estimasi.


(51)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar mengambang seperti uang beredar, suku bunga Indonesia(BI rate), neraca pembayaran selama periode tahun 2000:Q1-2010:Q4.

a. Jenis data menurut sifatnya

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif, yaitu berupa data triwulan yang berbentuk angka dan dapat diukur/dihitung. Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai uang beredar, suku bunga Indonesia(BI rate), neraca pembayaran selama priode 2000:Q1-2010:Q4.

b. Jenis data menurut sumbernya

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang sudah jadi dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non komersial. Data dalam

penelitian ini diperoleh dari studi kepustakaan, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, Departemen Keuangan RI, Bank Indonesia,dan berbagai instansi serta literatur lainnya yang yang berkaitan dengan penelitian ini.


(52)

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengambil data dari berbagai dokumentasi atau publikasi dari berbagai pihak yang berwenang, instansi terkait.

B. Batasan Variabel

Pengertian dan batasan variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Nilai tukar(E)

Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar Indonesia pada periode tahun 2000:Q1-2010Q4, yang merupakan dokumentasi dari Bank Indonesia.

b. Uang Beredar(M2)

Uang Beredar yang digunakan dalam penelitian ini adalah uang beredar(M2) di Indonesia pada periode tahun 2000:Q1-2010:Q4, yang merupakan dokumentasi dari Bank Indonesia.

c. Suku Bunga Indonesia(BI rate)

Suku bunga Indonesia(BI rate) yang digunakan dalam penelitian ini adalah periode tahun 2000:Q1-2010:Q4, yang merupakan dokumentasi dari Bank Indonesia.

d. Neraca pembayaran

Neraca pembayaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca pembayaran Indonesia yang merupakan neraca keseluruhan atas dasar


(53)

periode tahun 2000:Q1-2010:Q4 yang merupakan dokumentasi dari Bank Indonesia.

C. Metode Analisis

Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Error Correction Model. Alat analisis ini digunakan untuk mengetahui

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam jangka pendek dan penyesuaian (speed of adjustment) yang cepat untuk kembali ke

keseimbangan jangka panjangnya. Dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan Eviews 4.1 dengan tujuan yang telah dibahas pada bab sebelumnya untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependennya.

Fungsi Persamaan umum yang akan diamati dalam penelitian ini adalah : E = f( M2,r,N )

Secara pengertian ekonomi, penjelasan fungsi matematis tersebut adalah Nilai tukar rupiah (E) akan dipengaruhi oleh perubahan Jumalah Uang beredar (M2), BI rate (r), dan neraca pembayaran (N).

Diperoleh model regresi yang akan diteliti :

Et = α0 + α1 M2t + α2 rt + α3 Nt + et Keterangan:

Et : Nilai Tukar di Indonesia(Rp) Periode tahun 2000:Q1- 2010:Q4

M2t :Uang beredar(Milyar) di Negara Indonesia Periode tahun


(54)

Nt :Neraca pembayaran(milyar US$) Di Negara Indonesia Periode

tahun 2000:Q1-2010:Q4

rt :Suku Bunga Indonesia(BI rate%) Periode tahun

2000:Q1-2010:Q4

0 : Intercept

1,2,3,4,5 : Koefisien regresi

et : Error term periode t

Persamaan tersebut merupakan model penelitian yang akan ditaksir dengan menggunakan metode Engle-Granger Error Correction Model (EG-ECM). Adapun pertimbangan penggunaan alat analisis tersebut karena model ECM mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek maupun jangka panjang, serta mampu mengkaji konsistensi model empiris dengan teori ekonomi (Insukindro, 1999). Selain itu, model ini mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu (time series) yang tidak stasioner dan regresi lancung (spurious regression) dalam

ekonometri (Thomas, 1997). 1. Uji Stasionary (Unit Root Test)

Uji Unit Root digunakan untuk melihat apakah data yang diamati stationary atau tidak. Data dikatakan stationary bila data tersebut mendekati rata-ratanya dan tidak terpengaruhi waktu. Apabila data yang diamati dalam uji akar-akar unit (unit root test) ternyata belum stationary maka harus dilakukan uji integrasi (integration test) sampai memperoleh data yang stationary.


(55)

Pada umumnya data ekonomi time-series sering kali tidak stationary pada level series. Jika hal ini terjadi, maka kondisi stationary dapat tercapai dengan melakukan differensiasi satu kali atau lebih. Apabila data telah stationary pada level series, maka data tersebut adalah integrated of order zero atau I(0). Apabila data stationary pada differensiasi tahap 1, maka data tersebut adalah integrated of order one atau I(1). Terdapat beberapa metode pengujian unit

root, dua diantaranya yang saat ini secara luas dipergunakan adalah Phillips– Perron unit root test. Prosedur pengujian stationary adalah sebagai berikut (Awaluddin: 2004):

1. Langkah pertama dalam uji unit root adalah melakukan uji terhadap level series. Jika hasil dari unit root menolak hipotesis nol bahwa ada unit root, berarti series adalah stationary pada tingkat level atau series terintegrasi pada I(0).

2. Jika semua variabel adalah stationary, maka estimasi terhadap model yang digunakan adalah dengan regresi Ordinary Least Square (OLS).

3. Jika dalam uji terhadap level series hipotesis adanya unit root untuk seluruh series diterima, maka pada tingkat level seluruh series adalah non stationary.

4. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji unit root terhadap first difference dari series.

5. Jika hasilnya menolak hipotesis adanya unit root, berarti pada tingkat first difference, series sudah stationary atau dengan kata lain semua series

terintegrasi pada orde I(1), sehingga estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode kointegrasi.


(56)

6. Jika uji unit root pada level series menunjukkan bahwa tidak semua series adalah stationary, maka dilakukan first difference terhadap seluruh series. 7. Jika hasil dari uji unit root pada tingkat first difference menolak hipotesis adanya unit root untuk seluruh series, berarti seluruh series pada tingkat first difference terintegrasi pada orde I(0), sehingga estimasi dilakukan

dengan metode regresi Ordinary Least Square (OLS) pada tingkat first difference-nya.

8. Jika hasil uji unit root menerima hipotesis adanya unit root, maka langkah selanjutnya adalah melakukan differensiasi lagi terhadap series sampai series menjadi stationary, atau series terintegrasi pada orde I(d).

Unit root digunakan untuk mengetahui stationarity data. Jika hasil uji menolak

hipotesis adanya unit root untuk semua variabel, berarti semua adalah stationary atau dengan kata lain, variabel-variabel terkointegrasi pada I(0),

sehingga estimasi akan dilakukan dengan menggunakan regresi linier biasa (OLS). Jika hasil uji unit root terhadap level dari variabel-variabel menerima hipotesis adanya unit root, berarti semua data adalah tidak stationary atau semua data terintegrasi pada orde I(1). Jika semua variabel adalah tidak

stationary, estimasi terhadap model dapat dilakukan dengan teknik kointegrasi.

2. Uji Kointegrasi

Pengujian kointegrasi bertujuan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keseimbangan atau kestabilan jangka panjang antar variabel yang diamati. Dalam penelitian ini digunakan uji kointegrasi Engle-Granger (EG). Untuk melakukan uji EG ini terlebih dahulu dilakukan regresi dari persamaan yang


(57)

diteliti untuk memperoleh residualnya. Dari hasil residual ini kemudian diuji dengan ADF. Adapun persamaan uji ADF adalah seagai berikut (Agus, 2007):

Dari hasil estimasi nilai statistik ADF kemudian dibandingkan dengan nilai kritisinya. Jika nilai statistiknya lebih besar dari nilai kritisinya maka variabel-variabel yang diamati saling berkointegrasi atau mempunyai hubungan jangka panjang.

3. Model Koreksi Kesalahan (ECM)

Error Correction Model atau ECM pertama kali digunakan oleh Sargan pada

tahun 1984 dan selanjutnya dipopulerkan oleh Engle dan Granger untuk mengoreksi ketidakseimbangan (disequilibrium) dalam jangka pendek. Teorema representasi Granger menyatakan bahwa jika dua variabel saling berkointegrasi, maka hubungan antara keduanya dapat diekspresikan dalam bentuk ECM. Model ECM mempunyai beberapa kegunaan namun yang paling utama bagi pekerjaan ekonometrika adalah mengatasi masalah data time series yang tidak statonary dan masalah regresi lancung (spurius regression). Model umum dari metode ECM (Gujarati:2003):

yt= α0+ α1xt+ α2εt-1 + μt yang mana:

yt = Perubahan variabel y pada perode t α0 = Intersep

α1 = koefisien dari perubahan variabel x εt-1 = Nilai lag 1 periode dari galat


(58)

Jika α2 tidak signifikan, maka y menyesuaikan diri dengan perubahan x pada

waktu yang sama. Sebaliknya, jika α2 signifikan berarti bahwa y menyesuaikan

diri dengan perubahan x tidak pada waktu yang sama.

4. Uji Asumsi Klasik

Asumsi Klasik ini mengindikasikan beberapa pengujian di dalamnya seperti Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas, Uji

Autokorelasi. Pengujian jenis ini dilakukan karena sangat berkaitan dengan Uji T dan Uji F.

4.1.Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi panel variabel-variabelnya berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam software EViews normalitas sebuah data dapat diketahui dengan membandingkan nilai Jarque-Bera (JB) dan nilai Chi Square tabel. Uji JB didapat dari histogram normality yang akan kita bahas dibawah ini.

Hipotesisi yang digunakan adalah: H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal

Jika hasil dari JB hitung > Chi Square tabel, maka H0 ditolak Jika hasil dari JB hitung < Chi Square tabel, maka H0 diterima


(59)

4.2.Uji Multikolinearitas

Uji asumsi multikolinieritas adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem multikolinieritas. Untuk menguji ada atau tidaknya masalah multikolinearitas dapat kita lakukan melalui corelation common sample dengan tolak ukur koefisien korelasi

maksimum 0,85. (Widarjono, 2009). Multikolinearitas merupakan hubungan linear antara variabel-variabel bebas di dalam suatu regresi. Terdapat beberapa cara untuk mengetahui adanya multikolinearitas atau tidak, yaitu:

a.Dengan adanya nilai R2 yang tinggi namun hanya sedikit variabel bebas yang signifikan

b. Menggunakan korelasi parsial antar variabel bebas

4.3Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi saat error-term mempunyai koefisien yang tidak sama. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam suatu regresi, maka:

Metode White dengan beberapa tahapan:

1. Mengestimasi model dan mengetahui nilai residunya

2. Setelah itu mencari residual test no-cross term, maka akan terbentuk equation baru


(60)

3. Akan terlihat di sana terdapat Obs*R-Squared, yang merupakan hasil dari N*R-Squared = χ2

4. Dengan indikasi tersebut, jika χ2

hitunglebih besar dari χ2tabel maka H0

ditolak dan ada heteroskedastisitas. Namun sebaliknya, jika χ2

hitung lebih

kecil dari χ2

tabel maka H0 diterima dan tidak ada heteroskedastisitas.

4.4.Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan korelasi atau hubungan antara observasi dengan observasi lainnya dalam model tersebut dalam time-series maupun cross-section. Untuk mendeteksi autokorelasi, terdapat metode yaitu:

Metode Breusch-Godfrey

Otokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Apabila dihubungkan dengan metode OLS, otokorelasi merupakan korelasi antara satu variabel gangguan

dengan variabel gangguan yang lain (Widarjono, 2007: 155). Metode yang digunakan untuk mengatahui masalah autokorelasi dalam model penelitian ini adalah metode Breusch-Godfrey atau yang sering disebut dengan Lagrange Multiplier Test (LM test). Langkah yang dilakukan untuk

mendeteksi adanya otokorelasi menurut Breusch-Godfrey LM Test adalah sebagai berikut (Widardjono,2007:148):

1. Estimasi persamaan regresi dengan metode OLS dan dapatkan residualnya.

2. Melakukan regresi residual et dengan variabel bebas Xt (jika ada lebih


(61)

dan lag dari residual et-1, et-2,...et-p. Kemudian dapatkan R2 dari regresi

persamaan tersebut.

3. Jika sampel besar, maka model dalam persamaan akan mengikuti distribusi squares dengan df sebanyak p. Nilai hitung statistik Chi-squares dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:

(n - p) R2≈ χ2p

Jika (n – p) R2 yang merupakan Chi-squares (χ2) hitung lebih besar dari nilai kritis Chi-squares (χ2) pada derajat kepercayaan tertentu (α), ditolak hipotesis (H0). Ini menunjukkan adanya masalah otokorelasi dalam model.

Sebaliknya jika Chi-squares hitung lebih kecil dari nilai kritisnya maka diterima hipotesis nol. Artinya model tidak mengandung unsur otokorelasi karena semua p sama dengan nol.

5. Uji Hipotesis

5.1.Uji Parsial (T)

merupakan uji variabel terikat (independen) terhadap variabel bebas (dependen). Perbedaan uji T pada koefisien regresi parsial pada regresi berganda dengan uji T pada regresi sederhana adalah pada regresi sederhana, Degree of Freedom sebesar N-2 sedangkan untuk regresi berganda, jumlah variabel bebas ditambah dengan konstanta (c).

a. Satu Sisi

H0: β1 < 0


(62)

H0: β1 > 0

HA: β1 < 0

Rumus untuk uji T:

T = β1* - β1

Se (β1)

Dengan jumlah observasi (n), jumlah variabel bebas (k).


(63)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Jumlah uang beredar menunjukkan pengaruh negatif terhadap Nilai Tukar (E), yang artinya jika jumlah uang beredar mengalami kenaikan terhadap Nilai Tukar (E) akan mengalami penurunan, dan sebaliknya jika jika jumlah uang beredar mengalami penurunan terhadap Nilai Tukar (E) akan

mengalami keniakan.

2. Suku bunga menunjukkan pengaruh negatif terhadap Nilai Tukar (E). Suku bunga yang mengalami kenaikan juga sebagai upaya mengurangi tekanan jual investor asing yang masih berlanjut di pasar obligasi dan saham yang

dikawatirkan terus menggerus posisi cadangan devisa, diantaranya karena keluarnya dana asing di pasar modal sebesar empat miliar dollar AS. Tetapi belum berpengaruh terhadap kenaikan nilai tukar, kenaikan Suku bunga hanya mampu berpengaruh terhadap tekanan Inflasi.

3. Neraca pembayaran menunjukan pengaruh negatif terhadap nilai tukar (E). Hasil estimasi koefisien neraca pembayaran untuk jangka panjang signifikan dan bernilai negatif lalu untuk jangka pendek signifikan dan bernilai negatif, hal ini menandakan bahwa neraca pembayaran berpengaruh nyata pada


(64)

jangka panjang dan berpengaruh nyata pada jangka pendek terhadap Nilai Tukar.

4. Dari variabel – variabel bebas yang ada dalam penelitian ini variabel yang paling mempengaruhi nilai tukar adalah jumlah uang beredar. Dari hasil estimasi ECM diketahui bahwa variabel M2 memiliki koefisien regresi sebesar -1.543729 (bernilai negatif), menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan kenaikan persentaase M2 sebesar 1% (ceteris paribus) maka akan menyebabkan perubahan penurunan Nilai tukar sebesar 1.5 persen. Dari hasil ini juga membuktikan jumlah uang beredar berpengaruh negatif terhadap nilai tukar sesuai dengan teori yang menyatakan Hubungan uang beredar dengan nilai tukar adalah jika uang beredar di sebuah perekonomian naik maka akan mengalami inflasi sehingga nilai uang menurun, ini

menyebabkan nilai tukar merendah. Sebaliknya jika uang beredar di sebuah perekonomian rendah atau relative stabil maka akan stabil pula nilai tukar nya.

B. Saran

1. Bagi Pemerintah Diharapkan agar pemerintah dapat lebih mengendalikan dan memperbaiki Nilai Tukar berdasarkan faktor- faktor yang telah dibahas dalam penelitian ini yaitu Jumlah Uang Berdar (M2), Suku bunga (r), dan Neraca pembayaran. Serta merumuskan kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat.

2. Untuk meningkatkan surplus neraca pembayaran Indonesia, maka pemerintah harus mampu mendorong kinerja ekspor agar lebih baik lagi dengan


(65)

memberikan kemudahan-kemudahan kepada eksportir dan mulai berupaya tmtuk mengurangi ketergantungan akan arus modal asing berupa utang luar negeri sehingga dapat mengurangi defisit neraca modal secara perlahan. 3. Suku bunga terbukti tidak berpengaruh terhadap Nilai Tukar. Dalam

penelitian ini lebih jauh tampak adanya kolerasi yang cukup antara inflasi dan Suku bunga, karena pada praktiknya Suku bunga merupakan kebijakan dari pemerintah sebagai dampak dari inflasi, Nilai tukar mata uang terbukti dan pengaruhnya bersifat negatif. Hal ini menggambarkan apabila mata uang mengalami apresiasi atau depresiasi maka akan berdampak Negatif.

4. Untuk peneliti selanjutnya disarankan menggunakan data penelitian Bulanan atau bahkan harian karena data jumlah uang beredar,Suku bunga merupakan data yang mengalami perubahan setiap waktunya, untuk penelitian selanjutnya juga disarankan dapat membagi dua periode kebijakan variabel yang

mempengaruhi nilai tukar dalam rezim nilai tukar mengambang yaitu periode 2000Q1-2005Q2 dengan 2005:Q4 sampai dengan data terakhir, dan

disarankan menggunakan metode penelitian Vector Auto Regression (VAR) atau Vector Error Correction Model (VECM) untuk mengetahui keterkaitan variabel-variabel makro ekonomi yang digunakan dalam penelitian.


(66)

(67)

DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank. Indonesian Key Indicators 2006. www.adb.org/statistics.

Asian Development Bank. Indonesian Key Indicators 2007. www.adb.org/statistics.

Awaluddi, Imam. 2004. Nilai Tukar Riil Equilibrium Sebelum Dan Selama Masa Krisis. Jurnal. Vol IV No. 02, 2004 Januari, hal 69-95. Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi FEUI.

Bank Indonesia, Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Bank Indonesia Tahun 2001 Dan Arah Kebijakan Tahun 2002, Bank Indonesia, Jakarta Januari 2002 Bank Indonesia. Evaluasi Perkembangan Dan Kebijakan Dibidang Moneter,

Perbankan, Sistem Pembayaran Tahun 2002, Serta Prospek Perekonomian Dan Arah Kebijakan Bank Indonesia Tahun 2003 Jakarta, Januari, 2003 Bank Indonesia, Laporan Triwulan Perkembangan Moneter, Bank Indonesia

Jakarta, 2003

Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Vol. 4 No. 1 Bank Indonesia Jakarta, November 2002

Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Vol. III No.05,07 Bank Indonesia Jakarta, November 2002

Dominick Salvatore, Munandar, Haris, Ekonomi internasional jilid 1, 2, Edisi 5, Erlangga, Jakarta 1997.

Dwi Tjahjono Endi, Sulistiowaty Hendy, Ny. Kebijakan Pengendalian Aliran Masuk Di Indonesia. Bulitin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, UREM, 1998

Gujarati, D.1993. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Gujarati, Amodar N. 1995. Basic Econometrics. Third Edition. New York: McGraw-Hill. p. 809.

Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Fourt Edition. McGraw Hill Companies. Inc. New York.


(1)

73

jangka panjang dan berpengaruh nyata pada jangka pendek terhadap Nilai Tukar.

4. Dari variabel – variabel bebas yang ada dalam penelitian ini variabel yang paling mempengaruhi nilai tukar adalah jumlah uang beredar. Dari hasil estimasi ECM diketahui bahwa variabel M2 memiliki koefisien regresi sebesar -1.543729 (bernilai negatif), menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan kenaikan persentaase M2 sebesar 1% (ceteris paribus) maka akan menyebabkan perubahan penurunan Nilai tukar sebesar 1.5 persen. Dari hasil ini juga membuktikan jumlah uang beredar berpengaruh negatif terhadap nilai tukar sesuai dengan teori yang menyatakan Hubungan uang beredar dengan nilai tukar adalah jika uang beredar di sebuah perekonomian naik maka akan mengalami inflasi sehingga nilai uang menurun, ini

menyebabkan nilai tukar merendah. Sebaliknya jika uang beredar di sebuah perekonomian rendah atau relative stabil maka akan stabil pula nilai tukar nya.

B. Saran

1. Bagi Pemerintah Diharapkan agar pemerintah dapat lebih mengendalikan dan memperbaiki Nilai Tukar berdasarkan faktor- faktor yang telah dibahas dalam penelitian ini yaitu Jumlah Uang Berdar (M2), Suku bunga (r), dan Neraca pembayaran. Serta merumuskan kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat.

2. Untuk meningkatkan surplus neraca pembayaran Indonesia, maka pemerintah harus mampu mendorong kinerja ekspor agar lebih baik lagi dengan


(2)

74

memberikan kemudahan-kemudahan kepada eksportir dan mulai berupaya tmtuk mengurangi ketergantungan akan arus modal asing berupa utang luar negeri sehingga dapat mengurangi defisit neraca modal secara perlahan. 3. Suku bungaterbukti tidak berpengaruh terhadap Nilai Tukar. Dalam

penelitian ini lebih jauh tampak adanya kolerasi yang cukup antara inflasi dan Suku bunga, karena pada praktiknya Suku bungamerupakan kebijakan dari pemerintah sebagai dampak dari inflasi, Nilai tukar mata uang terbukti dan pengaruhnya bersifat negatif. Hal ini menggambarkan apabila mata uang mengalami apresiasi atau depresiasi maka akan berdampak Negatif.

4. Untuk peneliti selanjutnya disarankan menggunakan data penelitian Bulanan atau bahkan harian karena data jumlah uang beredar,Suku bunga merupakan data yang mengalami perubahan setiap waktunya, untuk penelitian selanjutnya juga disarankan dapat membagi dua periode kebijakan variabel yang

mempengaruhi nilai tukar dalam rezim nilai tukar mengambang yaitu periode 2000Q1-2005Q2 dengan 2005:Q4 sampai dengan data terakhir, dan

disarankan menggunakan metode penelitian Vector Auto Regression (VAR) atau Vector Error Correction Model (VECM) untuk mengetahui keterkaitan variabel-variabel makro ekonomi yang digunakan dalam penelitian.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank. Indonesian Key Indicators 2006. www.adb.org/statistics.

Asian Development Bank. Indonesian Key Indicators 2007. www.adb.org/statistics.

Awaluddi, Imam. 2004. Nilai Tukar Riil Equilibrium Sebelum Dan Selama Masa Krisis. Jurnal. Vol IV No. 02, 2004 Januari, hal 69-95. Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi FEUI.

Bank Indonesia, Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Bank Indonesia Tahun 2001 Dan Arah Kebijakan Tahun 2002, Bank Indonesia, Jakarta Januari 2002 Bank Indonesia. Evaluasi Perkembangan Dan Kebijakan Dibidang Moneter,

Perbankan, Sistem Pembayaran Tahun 2002, Serta Prospek Perekonomian Dan Arah Kebijakan Bank Indonesia Tahun 2003 Jakarta, Januari, 2003 Bank Indonesia, Laporan Triwulan Perkembangan Moneter, Bank Indonesia

Jakarta, 2003

Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Vol. 4 No. 1 Bank Indonesia Jakarta, November 2002

Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Vol. III No.05,07 Bank Indonesia Jakarta, November 2002

Dominick Salvatore, Munandar, Haris, Ekonomi internasional jilid 1, 2, Edisi 5, Erlangga, Jakarta 1997.

Dwi Tjahjono Endi, Sulistiowaty Hendy, Ny. Kebijakan Pengendalian Aliran Masuk Di Indonesia. Bulitin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, UREM, 1998

Gujarati, D.1993. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Gujarati, Amodar N. 1995. Basic Econometrics. Third Edition. New York: McGraw-Hill. p. 809.

Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Fourt Edition. McGraw Hill Companies. Inc. New York.


(5)

Ilham, Pengaruh Variabel Ekonomi Terhadap Kurs Dollar, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta 2002

International Economics: Theory and Policy, with Paul Krugman dan Obstfeld (2000:485).

Krugman, Paul R dan Maurice Obstfeld. Ekonomi Internasional :Teori dan. Kebijakan, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 1994.

Lepi T. Tarmidi. Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran, Jurnal Ekonomi, 1998

Madura, Jeff. Internasional Financial Management, 7 TH Edition West publishing Comp,tahun 2003.

Mankiw, N. Gregory (2003). Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mankiw, N. Gregory. Principles of Macroeconomic edisi 3 (e-book)).

Mankiw, N. Gregory. Teori Makro Ekonomi, Edisi Ke Empat, Erlangga, Jakarta 2000

Miranda S. Gultom, Doddy Zulverdi, Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan Permasalahannya, Jurnal Ekonomi, 1998

Mukhlis ,Imam (2011), ANALISIS VOLATILITAS NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH TERHADAP DOLAR.

Pardede , Rospita Rotua (2004). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika.

Purbayu Budi Santosa dan Ashari. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPPS 2005.

Ramelan, Hariyadi. Analisis Efisiensi Pasar Valas Di Lima Negara Asia

Menggunakan Uji Kointegrasi, Bulitin Ekonomi Moneter Dan Perbankan , UREM Jakarta, 1998

Ritonga, Jhon Tafbu (2004) Krisis Moneter dan Reformasi Pembangunan Ekonomi Indsonesia

Rusniar (2009). ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN.

Samuelson, Paul A. & William D. Nordhaus. Makro ekonomi. Erlangga. Jakarta. 2002.


(6)

Setianna, (1998) Pengembangan Model Penentuan Kurs Valuta Asing, dengan menggunakan uji rentang mekanika priode 1997- 1998

Sitorus, Tarmiden, Suatu Pemikiran Dalam Upaya Peningkatan Efektifitas Pengendalian Moneter Di Indonesia, Bulitin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, Urem, Jakarta, 1998

Sukirno, Sadono. “Makroekonomi Teori Pengantar”. Edisi Ketiga. Rajawali Pers. Jakarta. 2003.

Suendra ,I Nyoman (2005). Hubungan Antara Uang Beredar,Nilai Tukar dan Tingkat Harga di Indonesia.

Tjahjono, Dwi Endi, (1998), Fundamental Ekonomi, Contagion Effect dan Krisis Asia, bulitin ekonomi moneter dan perbankan

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Penerbit Ekonisia FE – UII. Yogyakarta

Yuliadi ,Imamudin (2007), ANALISIS NILAI TUKAR RUPIAH DAN IMPLIKASINYA PADA PEREKONOMIAN INDONESIA: PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM).