Kegunaan Penelitian Tinjauan Pustaka

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Qutaybah w 276 H, lalu memaparkan metode-metode yang digunakannya dalam mengatasi permasalahan ikhtilaf al-h}adith beserta contoh-contohnya. 4. Bab empat, merupakan analisa terhadap konsep hadis mukhtalif menurut Ibn Qutaybah w 276 H dan analisa terhadap metode-metode yang digunakannya dalam mengatasi permasalahan ikhtilaf al-h}adith. 5. Bab lima, merupakan bab terakhir atau bab penutup yang terdiri atas kesimpulan dari hasil penelitian serta saran-saran dari peneliti. Kesimpulan disusun dalam pernyataan-pernyataan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diajukan dalam rumusan masalah. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 15

BAB II DESKRIPSI TENTANG KAJIAN

IKHTILA F AL-H{ADITH

A. Pengertian Ikhtilaf al-H{adith

Kata ikhtilaf menurut bahasa adalah bentuk isim masdar dari kata ikhtalafa-yakhtalifu yang berarti berselisih, tidak sepaham. 1 Menurut Ibn Manz}ur, kata ikhtilaf berarti lam yattafiq tidak serasi atau tidak cocok, dan kullu ma lam yatasa wa segala sesuatu yang tidak sama. 2 Menurut Mah}mud al-T{ah}h}an arti dari ikhtila f adalah kebalikan dari arti “ittifaq”, sedangkan ikhtilaf al-h}adith, menurutnya berarti hadis-hadis maqbul yang bertentangan dengan hadis maqbul yang lainnya dan memungkinkan adanya jam‘u. 3 Sedangkan menurut istilah ahli hadis yang lain, arti dari ikhtilaf al-h}adith adalah sebagai berikut: 1. Al-Suyut}i: adanya dua hadis yang maknanya saling bertentangan, maka dua hadis tersebut dapat ditalfiq atau ditarjih salah satunya. 4 2. „Abd al-Majid al-Ghawri: hadis-hadis s}ah}ih} atau hadis h}asan yang saling bertentangan dan memungkinkan di jam‘ antara dua hadis yang saling bertentangan tersebut. 5 1 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, 362. 2 Jamal al-Din Muh} ammad b. Mukarram b. „Ali b. Ah}mad b. Abu al-Qasim b. H{abaqah b. Manz}ur, Lisan al- ‘Arab Kairo: Dar al-Ma„arif, t.th, 1240. 3 Mah}mud al-T{ah}h}ann, Taysir Mus}t}alah} al-H{adith t.t.: Markaz al-Hady Li al-Dirasah, 1405H, 46. 4 Jalal al-Di n „Abd al-Rah}man b. Abi Bakr al-Suyut}i, Tadrib al-Rawi Fi Sharh} Taqrib al- Nawa wi t.t.: Dar Ibn al-Jawzi, t.th., 779. 5 „Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu ‘ah ‘Ulum al-H{adith Wa Fununuhu, vol III Beirut: Dar Ibn Kathir, t.th., 206. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 3. Nafiz H{usayn: ilmu yang berkaitan dengan dua hadis yang keduanya tampak bertentanganberlawanan. 6 4. Sedangkan ikhtilaf al-h}adith sebagai kajian sebuah ilmu, yaitu ilmu yang membahas hadis-hadis yang menurut lahirnya saling bertentangan, lalu dihilangkan pertentangan tersebut atau dikompromikan keduanya.dan ilmu yang membahas hadis-hadis yang sulit untuk dipahami atau dijelaskan, kemudian dihilangkan kesamarannya dan dijelaskan hakikat maknanya. 7 Dari sejumlah definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, pertentangan yang terjadi pada hadis-hadis mukhtalif bersifat lahiriah bukan pada makna dari hadis yang bertentangan tersebut, alasannya bahwa yang menyampaikan hadis tersebut bersumber dari satu orang yaitu Rasulullah Saw, maka tidak mungkin Rasul memberikan sabda yang maknanya bertentangan. Kedua, secara metodologis, penyelesaian hadis mukhtalif pada langkah pertama dilakukan adalah al- jam‘u atau al-tawfiq. Apabila ada dua hadis maqbul yang bertentangan dan keduanya dapat dikompromikan, maka hadis tersebut dipandang sebagai hadis mukhtalif. Jika tidak dapat dikompromikan dan ada data sejarah yang memastikan bahwa salah satu hadis tersebut datangnya tidak bersamaan, maka hadis yang datang terakhir dipandang sebagai nasikh dan yang lainnya dipandang mansukh. Jika langkah ini tidak dapat dilakukan, maka jalan yang ditempuh selanjutnya adalah tarjih}. Selanjutnya, apabila metode tarjih tidak dapat dilakukan, maka hadis-hadis yang mukhtalif tersebut di-tawaqquf-kan. Melihat 6 Nafiz Husayn H{ammad, Mukhtalif al-H{adith Bayna al-Fuqaha ’ wa al-Muh]addithin, Mesir: Dar al-Wafa ‟, 1993, 13. 7 „Ajjaj al-Khat}ib, Us}ul al-H{adi th ‘Ulumuh wa Mus}t}alah}uhu, t.t.: Dar al-Fikr, 1971 283.