HADIS IMAM PEREMPUAN DALAM SHALAT DALAM KITAB SUNAN ABU DAWUD NOMOR INDEKS 592 DAN SUNAN Al- TIRMIDHI NOMOR INDEKS 356 : KAJIAN HADIS MUKHTALIF.

(1)

HADIS IMAM PEREMPUAN DALAM SHALAT DALAM KITAB

SUNAN

ABU<><<< D<A<<<<<<<<<<WUD NOMOR INDEKS 592 DAN

SUNAN

Al- TIRMIDHI<

NOMOR INDEKS 356

(KAJIAN HADIS MUKHTALIF)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

NILA NAJMIYAH E03210088

PRODI ILMU AL- QUR’AN DAN TAFSIR JURUSAN AL- QUR’AN DAN HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Nila Najmiyah : Hadis tentang imam perempuan dalam shalat dalam kitab sunan Abu> Da>wud nomor indeks 592 dan al- Tirmidhi> nomor indeks 356 (kajian hadis mukhtalif)

Imam shalat merupakan pemimpin shalat yang harus dipatuhi makmum dengan penuh kedisiplinan dan dilakukan dengan bersama baik dalam kedudukannya yang tetap ataupun kedudukan yang sementara. Adapun orang- orang yang berhak menjadi imam shalat adalah: orang yang terpandai dalam membaca al- Qur’an, orang yang terpandai dalam hadis, orang yang terdahulu hijrahnya dan orang yang tertua usiannya. sedangkan masalah yang diteliti dalam penelitian ini berangkat dari penulis melihat bahwa dalam praktek masyarakat islam imam shalat selalu ditugaskan kepada laki- laki, kondisi laki- laki tersebut belum tentu memenuhi syarat menjadi imam, karena sudah menjadi tradisi orang islam, maka laki- laki tersebut harus menjadi imam. Kemudian muncullah persoalan bolehkan perempuan menjadi imam shalat? Dari peristiwa tersebut penulis tergerak untuk mencari jawaban dari peristiwa tersebut. Kajian ini akan mengarah pada hadis dalam sunan Abu> Da>wud dan at- Tirmidhi..

Peneliti dalam melakukan penelitian tentang hadis ini yaitu penelitian bersifat kepustakaan (library research). Dalam menjawab penelitian tersebut dilakukan dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari kitab hadis Sembilan yang standart terutama kitab sunan Abu> Da>wud dan aL- Tirmidhi>. Kemudian dilakukan analisis dengan melakukan takhrij terhadap hadis yang diteliti, melakukan kritik sanad dan matn hadis yang diteliti untuk penyelesaian hadis yang tampak saling bertentangan tersebut dengan menggunakan metode mukhtalif al- hadith. sehingga dapat mengetahui kualitas dari hadis tersebut.

Adapun hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa hadis tentang imam perempuan dalam shalat dalam kitab sunan Abu> Da>wud dan al- Tirmidhi> berstatus hasan. sedangkan dari segi matannya dapat dikatakan S{ah}i>h} karena tidak bertentangan dengan al-Quran, al-H{adi>th yang lebih kuat dan akal sehat sehingga hadisnya dapat dijadikan hujjah serta dapat diamalkan (maqbul ma’mul bih). Kata kunci: Imam Perempuan, Mukhtalif al- Hadith


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN. ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 10

C.Rumusan Masalah ... 11

D.Tujuan Penelitian ... 11

E. Kegunaan Penelitian ... 11

F. Penegasan judul ... 12

G.Telaah Pustaka ... 13

H.Metode Penelitian ... 13


(7)

BAB II : TEORI KE- SAHIH-AN HADIS DAN KRITERIA IMAM

A.ke- Sahih-an Sanad dan Matn Hadis ... 19

B.Kriteria ke- hujah-an Hadis ... 25

C.Pemaknaan hadis ... 30

D.Al- Jarh wa ta’dil ... 38

E. Definisi Mukhtalif ... 42

F. Pengertian Imam ... 53

G.kriteria imam... 54

BAB III : SUNAN ABU< DA<WUD, AL- TIRMIDHI< DAN DATA HADIS A. Biografi Abu Da>wud> ... 58

B. Biografi al- Tirmidhi> ... 63

C. Data Hadis Tentang Diperbolehkan Imam Perempuan Dalam Shalat dalam Sunan Abu> Da>wud nomor indeks 592 …….. 67

D. Data hadis tentang larangan imam perempuan dalam shalat dalam sunan al- Tirmidhi> nomor indeks 356 ... 79

BAB IV :ANALISA HADIS TENTANG IMAM PEREMPUAN DALAM SHALAT DALAM KITAB SUNAN ABU< DA<WUD NOMOR INDEKS 592 DAN SUNAN Al- TIRMIDHI< NOMOR INDEKS 356 (KAJIAN HADIS MUKHTALIF) A. Kualitas hadis tentang diperbolehkan imam perempuan dalam shalat ... 93


(8)

B. Kualitas hadis tentang larangan imam perempuan dalam shalat.. ... 107 C. Pemaknaan hadis Tentang Imam Perempuan Dalam Shalat

Dalam Kitab Sunan Abu< Da<Wud Nomor Indeks 592 Dan Sunan Al- Tirmidhi< Nomor Indeks 356 ... 119 D. Solusi / penyelesaian ... 142

BAB V :PENUTUP

A. Kesimpulan ... 146 B. Saran ... 147 DAFTAR PUSTAKA


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Umat islam pada abad pertama hingga abad kedua hijriyah memandang hadis sebagai suatu dasar hukum dan menempatkan pada urutan kedua setelah al-Qur’an.1 Sebagaimana yang dijelaskan dalam al- Qur’an surat an- nahl (16): 44, yaitu:

…..

َنوُرّكَفَ تَ ي حمُهّلَعَلَو حمِهحيَلِإ َلِزُ ن اَم ِساّنلِل َِنَ بُتِل َرحكِذلا َكحيَلِإ اَنحلَزح نَأَو

…... Dan Kami turunkan kepadamu al- Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.2

Dengan petunjuk ayat tersebut maka jelaslah hadis berfungsi sebagai penjelas bagi al- Qur’an yang kedudukannya sebagai hudan li an – na>s untuk mencapai derajat fi ahsa>n at taqwi>m.

Dalam memahami hadis dan sunnah, penulis sering dibenturkan antara kesamaan istilah tersebut, sementara yang penulis tahu hadis telah dipakai Rasulullah Saw. untuk mengungkapkan makna yang sama dengan yang digunakan dalam al- Qur’an.3 Adapun pengertian hadis yang lazim penulis kenal adalah

1

Moenawar Chalil, Kembali Pada al- Qur’an dan ash- S}unnah (Jakarta: Bulan Bintang, 1956), 202. Dan Muhammad Ajjaj al Kha>tib, Ushul al H}adis wa Musthalahu ( Beirut : Dar al Fikr, 1989), 34 dan Muhammad Abu> Zahw, al H}adis wa al- Muhadddisun (Beirut: Dar al- Kitab al- Arabi, 1994), 20 dan Muhammad Mustafa ‘Azami, Metodologi Kritik Hadis,(Jakarta: Pustaka Hidayat, 1992), 22-23

2

Departemen Agama, Al-Qura’n dan Terjemahnya,(Semarang: Toha Putra,1989),408

3

Muhammad Musthafa‘Azami, Metodologi Kritik Hadis...., 22-23 1


(10)

2

segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. baik perkataan, perbuatan maupun ketetapan.4

Seiring dengan berjalannya waktu dan pemikiran manusia terus berkembang dalam melihat berbagai persoalan termasuk hadis, maka hadis itu sendiri mengalami perluasan arti. Hadis bisa diartikan sebagai wadah atau refleksi herbal dari sunnah yang hidup.5 Sedangkan arti sunnah adalah praktek aktual yang telah ditegakkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya untuk memperoleh status normatif,6 atau suatu kata yang hanya terbatas untuk norma yang dicetuskan Nabi sebagai suri tauladan yang hidup. Disebutkan juga oleh Yusuf Qardawi sunah adalah penafsiran al- Qur’an dalam praktek atau penerapan ajaran islam secara faktual dan ideal.7

Penulis dalam hal ini hanya menggaris bawahi hadis dan sunnah sama- sama sebagai tuntunan agama, namun dilihat dari proporsinya tetap berbeda yaitu sebuah sunnah tidak mencakup hadis, dan sebuah hadis bisa jadi merangkum lebih dari sebuah sunnah.

Tidak disangkal bahwa al-Qur’an dan hadis keduannya merupakan sumber ajaran islam, tetapi dilihat dari segi periwayatannya memiliki perbedaan. al-Qur’an diriwayatkan dengan secara mutawa>tir yang mempunyai kedudukan qat’i al- wuru>d, sedangkan hadis sebagian berlangsung mutawa>tir dan sebagian lagi berlangsung ahad yang mempunyai kedudukan qat’i al- wuru>d dan sebagian

4

Subhi as – Salih, Membahas Ilmu- ilmu Hadis (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1995), 15

5

Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, alih bahasa Anas Muhyidin (Bandung: Pustaka, 1984), 46

6

Ibid, 1-2 7

Yusuf Qardawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw. (Bandung: Kharisma, 1995), 17


(11)

3

lagi bahkan yang terbanyak berkedudukan sebagai zanni al wuru>d.8 Dengan demikian al- Qur’an terjaga dari kepalsuan dan tidak perlu diadakan penelitian tentang keorisinilannya, sedangkan hadis kebanyakan berkategori ahad dibandingkan dengan yang mutawa>tir9 sehingga diperlukan penelitian, apakah hadis yang bersangkutan dapat dipertanggung jawabkan atau tidak.

Dalam penelitian hadis banyak ulama hadis menciptakan beberapa kaidah- kaidah yang mencakup sanad, matan, dan musthalah al hadis pada umumnya. Fazlur Rahman banyak menekankan kritik pada matan.10 Sementara Ahmad Amin mengatakan bahwa ulama’ hadis banyak menitik beratkan pada penelitian sanad dari pada matan. 11

Selanjutnya dalam penelitian kualitas hadis supaya sanad dan matan bisa diterima dan ddijadikan h}ujjah12 maka hadis itu harus memenuhi persyaratan hadis yang s}ah}i>h} yaitu sanadnya muttas}il 13dari awal sampai akhir, kemudian para periwayatannya bersifat adil 14 dan d}a>bit}15, serta terhindar dari shadh

8

M. Syuhuddi Ismail ,Metode Penelitian Hadis Nabi, cet 1 (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), 3

9

Arti harfiyah Mutawa>tir adalah Tatabu’, sedang arti istilah dalam ilmu hadis adalah berita yang diriwayatkan oleh orang banyak pada setiap tingkat periwayatan, mulai dari tingkat sahabat sampai dengan Mukhorrij yang menurut ukuran rasio dan kebiasaan mustahil para periwayat yang jumlahnya banyak itu bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta , sedang ahad sebagai jamak untuk kata Ahad yang arti harfiyahnya satu. Arti istilah menurut ilmu hadis adalah apa yang diberitakan oleh orang – seorang yang tidak mencapai tingkat mutawattir.

10

Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, 17 11

Ahmad Amin, Fadjrul Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1968), 217 12

Maksud Hujjah disini adalah dapat dijaddikan sandaran dan sah untuk di amalkan.

13

Muttasil maksudnya sanad hadis yang bersangkutan harus bersambung mulai dari Mukharrij sampai kepada nabi.

14

Adil menurut istilah ilmu hadis mempunyai empat kriteria a) islam b) mukallaf c) melaksanakan ketentuan agama d) memelihara Muru’ah . lihat M. Syuhudi Ismail, metodologi...


(12)

4

(kejanggalan), dan terhindar dari ‘illat (cacat). Dengan demikian hadis tersebut dapat dipakai untuk menetapkan suatu hukum.

Hal itu didukug oleh pernyataan S}ubh}i as}- S}alih} jika hadis yang sanadnya s}ah}i>h} akan tetapi matnnya d}a’if atau sebaliknya, maka kes}ah}i>h}an sanad belum tentu berlaku bagi kes}ahi>h}an matan16.dengan demikian suatu hadis yang sanadnya s}ah}i>h} tidak dengan sendirinya matan hadis itu berkualitas s}ah}i>h}.

Selanjutnya masalah imam perempuan dalam shalat bagi laki- laki, hal ini bisa mengarah pada pembahasan persamaan antara laki- laki dengan perempuan. Masalah hak perempuan telah muncul sebagai masalah yang sangat penting diseluruh dunia dan disegala kelompok masyarakat, sebab selama ribuan tahun perempuan terus menerus perempuan dibawah kekuasaan laki- laki.17 perempuan tidak lagi dilihat sebagai sosok yang punya potensi, perempuan hanya sebagai makhluk belakang.

Padahal ajaran islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan,18 dan islam juga sangat menjunjung tinggi kebebasan, persamaan, keadilan, permusyawaratan, kebersamaan dan ketiadaan kemudaratan perempuan.19antara kesamaan laki- laki dan perempuan dilukiskan al- Qur’an mengenai asal kejadiannya secara konkrit

15

Makdsud dari D}abit} adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang didengarya dan mampu menyampaikan hafalannya itu kapan saja dia menghendakinnya. Lihat M. Syuhudi ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis (jakarta: bulan bintang, 19988), 119

16

Subhi as- Salih, Ulum al- Hadis....,154 17

Asghar Ali Engineer, Hak- Hak Perempuan Dalam Islam, alih bahasa Farid Wajiddi dan Cici Farkha Assegaf, cet I (t.k : Benteng Interversi Utama, 1994), 1

18

Quraish Shihab, Membumikan Al- quran:Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994), 269

19

Budi Munawar Racman dkk,Rekonstruksi Fiqih Perempuan (Yogyakarta: Ababil, 1996), 5


(13)

5

dan analisis. Penulis tidak menjumpai pernyataan yang menyebutkan penciptaan laki- laki dan perempuan yang terpisahkan atau berbeda, sebagaimana bisa dilihat dalam surat al- Hijr (15): 26, 28, 29; surat an-Nahl (16): 4; surat al- Hajj (22): 5;surat al- Mu’minu>n (23):12, 14; surat al- Furqa>n (25): 54; surat as- Sajdah (32): 7-9; surat ya>si>n (36):77; surat S}a>d(38): 71,72; surat az- zumar(d39): 6; surat al- mu’min (40): 67; surat ar- rahma>n (55):3,4,14; surat nu>h (71): 14, 17: surat al-

insa>n (76): 2; surat al- mursalah (77): 20- 22; surat al infita>r (82): 6-8; surat al –

alaq(96): 1-2. Kendati rujukan untuk penciptaan manusia oleh Allah swt secara tekstual dibedakan, tetapi tidak ada prioritas atau superioritas yang diberikan baik kepada laki- laki maupun perempuan.20 Semua ayat tersebut menyatakan kejadian laik- laki dan perempuan itu berasal dari tanah dan setetes air (sperma), demikian al-Qur’an menolak pandangan – pandangan yang membedakan antara laki- laki dan perempuan.

Kuntowijaya mengatakan bahwa perempuan dapat dilihat sebagai dirinya sendiri dan tidak lagi menjadi obyek kegiatan dunia laki- laki.21 Karena dia melihat perempuan juga punya kemampuan yang bisa diunggulkan dan patut dihargai.

Kemudian muncul persoalan bolehkah perempuan menjadi imam bagi laki-laki ? Dalam praktek masyarakat islam imam shalat selalu ditugaskan kepada laki- laki karena sudah menjadi tradisi orang- orang islam, maka laki- laki tersebut harus menjadi imam.

20

Fatimah Mernissi, Rifat Hassan, Setara Dihadapan Allah (Yogyakarta : LSPPA, 1995), 48

21

Kuntowijaya, Arah Pengembangan Organisasi Wanita Islam Indonesia : Kemungkinan – Kemungkinannya (Jakarta: INIS, 1993), 132


(14)

6

permasalahan diatas juga menyangkut tugas para jamaah (laki- laki dan perempuan), ketika melakukan shalat berjamaah tidak ada laki- laki yang pandai dalam membaca al- Qur’an yang merupakan salah satu syarat menjadi imam, dan pada saat itu ada perempuan yang pandai dan baik dalam membaca al- Qur’an, mengapa perempuan tidak maju ke depan untuk menjadi imam?.

Demikian itu sesuai dengan ayat al-Qur’an bahwa hak perempuan itu sama dengan hak laki- laki dan tugas perempuan itu juga sama dengan tugas laki- laki22, yaitu dalam surat al- baqarah : 228:

ِفوُرحعَمحلاِب ّنِهحيَلَع يِذّلا ُلحثِم ّنَََُو

....”dan mereka( kaum perempuan ) mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf...”23

Bila penulis perhatikan Adapun orang orang yang berhak menjadi imam dalam shalat adalah petama, orang yang terpandai dalam membaca al- Qur’an. Kedua, orang yang terpandai dalam hadis. Ketiga, orang yang terdahulu hijrahnya. Ke empat orang yang tertua usianya.24 Bila diperhatikan tentang kutipan tersebut menggambarkan bahwa yang menjadi imam shalat itu tidak berdasarkan pada jenis kelamin.

Adapun bunyi hadis yang Sementara minoritas kalangan ulama yang di wakili Imam al-Thabari, Abu Tsaur, dan al-Muzani menyatakan bahwa seorang wanita boleh dan sah menjadi imam shalat secara mutlak, baik makmumnya

22

Abbas Mahmoud al –Akkad, Wanita Dalam Al-quran (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 115

23

Departemen Agama, al-Qur’an...,55 24

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah,alih bahasa Mahyudddin Syaf (Bandung : al- Ma’arif, 1996), 118 dan Abdul Munir Mulkan, Maslah- Masalah Teologi dan Fiqih : Dalam Tarjih Muhammaddiyah,cet.1(Yogyakarta :SIPRESS, 1994), 366


(15)

7

laki, maupun perempuan25. Mereka bersandar pada hadits Ummu Waraqah riwayat Abu Da>wud , di mana Nabi mengizinkan Ummu Waraqah menjadi imam shalat bagi keluarganya. Padahal, dalam keluarganya ada yang berjenis kelamin laki-laki.

Permasalahan yang mendasar di atas bisa dilihat dari teks hadis yang mengandung pertentangan ulama tersebut antara lain diriwayatkan oleh Abu> Da>wud.26

َع حنَع ،ٍعحيَُُ ِنحب ِديِلَوحلا ِنَع ،ٍلحيَضُف ُنحب ُدّمَُُ اَنَ ثّدَح ،ّيِمَرحضَحْا ٍداََّ ُنحب ُنَسَحْا اَنَ ثّدَح

ِدحب

َََّأ ُلّوَحْاَو ، ِثيِدَحْا اَذَِِ ، ِثِراَحْا ِنحب ِهّللا ِدحبَع ِتحنِب َةَقَرَو ِمُأ حنَع ،ٍد ََّخ ِنحب ِنَحَّرلا

:َلاَق ،

َو ،اَََ ُنِذَؤُ ي اًنِذَؤُم اَََ َلَعَجَو اَهِتحيَ ب ِِ اَُروُزَ ي َمّلَسَو ِهحيَلَع ُها ىّلَص ِهّللا ُلوُسَر َناَكَو

حنَأ اََرَمَأ

اًرِبَك اًخحيَش اَهَ نِذَؤُم ُتحيَأَر اَنَأَف :ِنَحَّرلا ُدحبَع َلاَق ،اَِراَد َلحَأ ّمُؤَ ت

Bercerita Al-Hasan bin Hammad al-Hadlrami, bercerita Muhammad bin Fudlail dari al-Walid bin Jumai` dari `Abd Rahmad bin Khalad dari Umm Waraqah bint `Abd Allah bin al-Harts, abddurrahman berkata:” bahwa Rasulullah SAW. pernah berkunjung ke rumahnya (Umm Waraqah) beliau mengangkat seorang muadzin untuk dia dan menyuruhnya (umm waraqah)menjadi imam keluarga rumahnya.” `Abd Rahman mengatakan : aku mengetahui bahwa muadzdzin di rumah Umm Warqah ialah seorang laki-laki tua(sepuh).27

Hadis diatas menjelaskan bahwasanya Rasulullah saw. mengizinkannya (Ummu Waraqah) untuk mengumandangkan azan dan memerintahkannya menjadi imam (shalat) bagi keluarganya. Terlepas dari s}ah}i>h tidaknya hadis tersebut ada pendapat yang mengungkapkan bahwasannya perempuan sama sekali

25

Al Imam an Nawawi, al Majmu’ Sharah al Hudhab (Kairo: Dar al Hadis, 2010), 298

26

Abi al Tayyib Muhammad Syamsyu al –Haq al –Azim, Aun al- Ma’bud, bab Imam Perempuan (Beirut :dar al Fikr, t.t) II, 301 dan lihat juga pada MusnadAhmad bin H}anbal (Beirut : Dar al- Fikr. T.t), VI: 405

27 Imam Hafiz} Abu> Da>wud Sulaiman bin

al-Ash’ath al-Sijistani, Sunan Abu> Da>wud (Beirut; Da>r al-Fikr, 1994), 62


(16)

8

tidak sah menjadi imam sesama kaum perempuan seperti halnya yang dilakkan oleh ‘Aisyah dan Ummu Salamah.28Kemudian menurut pendapat Ulama’ Maliki bahwa perempuan tetap tidak boleh menjadi imam, baikdalam shalat fardhu maupun shalat sunnah, baik makmumnya laki- laki maupun perempuan. Ulama’ Hanafi berpendapat bahwa perempuan boleh menjadi imam sesamanya dan shalat dari kaum perempuan yang menjadi ma’mumnya itu sah sekalipun makruh tahrim.29 Masing – masing ulama tersebut didasari menurut keyakinannya, jalan pikirannya dan adakalanya untuk memperkuat legitimasi dari golongan mereka sendiri.

Kemudian terdapat hadis yang menerangkan tentang larangan perempuan menjadi imam bagi laki-laki, dalam hal ini diriwayatkan oleh imam al- Tirmidhi>30

حيَدُب حنَع ،ِراّطَعلا َديِزَي ِنحب َناَبَأ حنَع ،ٌعيِكَو اَنَ ثّدَح :ََاَق ،ٌداّنََو ،َنََحيَغ ُنحب ُدوُمحَُ اَنَ ثّدَح

ِنحب ِل

َصُم ِِ اَنيِتحأَي ِثِرحيَوُْا ُنحب ُكِلاَم َناَك :َلاَق حمُهح نِم ٍلُجَر ،َةّيِطَع َِِأ حنَع ،ِيِلحيَقُعلا َةَرَسحيَم

اَنَّ

حمُكَثِدَحُأ ََّح حمُكُضحعَ ب حمّدَقَ تَيِل :َلاَقَ ف ،حمّدَقَ ت :ُهَل اَنحلُقَ ف ،اًمحوَ ي ُةََّصلا ِتَرَضَحَف ،ُثّدَحَتَ ي

َِِ

ُهّمُؤَ ي َََف اًمحوَ ق َراَز حنَم :ُلوُقَ ي َمّلَسَو ِهحيَلَع ُهّللا ىّلَص ِها َلوُسَر ُتحعََِ ،ُمّدَقَ تَأ ََ

حمُهّمُؤَ يحلَو ،حم

.حمُهح نِم ٌلُجَر

Abu Athiyyah menceritakan, bahwa Malik Ibnu Huwairits selalu mendatangi mushollanya untuk mengajarkan hadits. Suatu hari saat waktu sholat tiba, Abu Athiyyah berkata kepadanya, "Majulah engkau (sebagai imam)". Malik menjawab, "Hendaklah salah seorang di antara kalian yang maju ke depan. Tahukah kalian mengapa aku tidak mau maju ke depan? Aku pernah mendengar Rosulullah saw. bersabda: ’Barangsiapa mengunjungi suatu kaum, maka janganlah ia mengimami mereka. Hendaklah salah seorang lelaki di antara mereka (kaum itu) yang menjadi imamnya’’

28

Ibrahim Muhammad al- Jamal, Fiqih Wanita,alih bahasa Anshari Umah Sitanggal (semarang: As- syifa, t,t), 159

29

Ibid, 160 30

Al –Tirmidhi>, Sunan al- Tirmidhi juz I (Beirut : Da>r al Arab al Islami, 1998), 460


(17)

9

Dalam hadis ini Rasulullah saw. Mengkhususkan penyebutan laki- laki dan ini menunjukkan bahwa perempuan tidak punya hak dalam mengimami kaum laki-laki, demikian juga tidak ada perempuan yang menjadi imamah al ‘udhma, hakim dan orang yang mengakadkan pernikahan.31

Persoalan kepemimpinan perempuan dalam shalat juga pernah dilakukan oleh Aisyah dan Ummu Salamah, makmumnya perempuan. Hal itu tidak menjadi persoalan bagi penulis karena merasa yakin para ulama fiqih ataupun ulam hadis sepakat, asal memenuhi syarat untuk menjadi imam.

Dalam hal perempuan menjadi imam shalat ada beberapa hadis yang meriwayatkannya diantaranya Abu> Da>wud, Ahmad bin Hambal, ad –

Daruqut{ni,Ibn Khuzaimah, al – Hakim dan al Baihaqi akan tetapi penulis hanya

fokus meneliti pada kitab dari Abu> Da>wud. Sedangkan mengenai hal larangan perempuan menjadi imam shalat juga terdapat beberapa hadis yang meriwayatkannya diantaranya al- Tirmidhi, al- Baihaqi, Abu> Daw>ud, dan Ahmad bin Hambal akan tetapi penulis hanya meneliti pada kitab al- Tirmidhi>. Hal demikian tentu sangat menarik untuk diteliti lebih jauh, tentang bolehkah perempuan menjadi imam shalat yang sebenarnya, lewat rekam jejak sahabat yang dimuat dalam riwayat-riwayat yang sampai pada saat ini.

Disini penulis akan menganalisis kualitas kedua hadis dalam Sunan Abu>

Da>wud nomor indeks 592 dan sunan al- Tirmidhi> nomor indeks 356 dan

bagaimana penyelesaian (titik temu) kedua hadis Sunan Abu> Da>wud nomor indeks 592 dan Sunan al- Tirmidhi> nomor indeks 356 .

31

Al Imam Abi al Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al Mawardi al Basri, al Hawi> al Kabi>r (Beirut : Dar al kutub al alamiyah, 1971), 327.


(18)

10

Itu semua dituangkan kedalam sebuah skripsi dengan judul Imam Perempuan Dalam Shalat dalam kitab Sunan Abu> Da>wud no. indeks 592 dan Sunan al –Tirmidhi> no. indeks 356 (Kajian Hadis mukhtalif)

B.Identifikasi Masalah

Problematika pemahaman terhadap hadis Nabi Saw. Terus berlanjut dan berkembang, tidak hanya beralih dari sekitar tektualis tetapi juga dari kontekstualis.

Studi tentang hadis ini dalam rangka menetapkan dan memastikan

ke-sah}i>h}-annya. karena hadis itu sendiri merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an

yang dijadikan sebagai landasan dalam beramal. Namun dalam kitab – kitab hadis tersebut masih tercampur antara hadis s}ah}i>h } dengan tidak. Dalam paparan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimakah kedudukan antara laki- laki dan perempuan? 2. Bagaimanakah kriteria imam shalat?

3. Analisa kedua hadis tentang imam perempuan dalam shalat dalam sunan Abu> Da>wud nomor indeks 592 dan sunan al- Tirmidhi> nomor indeks 356.

Dalam penelitian ini, hanya membatasi pada satu permasalahan saja, yaitu Analisis kedua Hadis tentang imam perempuan dalam shalat dalam sunan Abu>

Da>wud nomor indeks 592 dan Sunan al- Tirmidhi> nomor indeks 356 yakni


(19)

11

C.Rumusan Masalah

Agar kerangka pemikiran dan pembahasannya terkoordinasi, maka penulis kemukakan disini pokok permasalahannya:

1. Bagaimana kualitas hadis Abu> Da>wud nomor indeks 592 dan al-

Tirmidhi> nomor indeks 356?

2. Bagaimana penyelesaian (titik temu) hadis Abu> Da>wud nomor indeks 592 dan al- Tirmidhi> nomor indeks 356?

D.Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang disesuaikan dengan rumusan masalah, yaitu:

1. Untuk mengetahui kualitas hadis Abu> Da>wud nomor indeks 592 dan

al- Tirmidhi> nomor indeks 356.

2. Untuk mengetahui penyelesaian (titik temu) hadis Abu> Da>wud nomor indeks 592 dan al- Tirmidhi> nomor indeks 356.

E.Kegunaan Penelitian

1. Sebagai sumbangsih analisa upaya untuk mengetahui tentang keabsaahan perempuan menjadi imam shalat.

2. Menemukan landasan hukum yang ada dalam teks yang telah terjadi pada umat rasul, Sehingga kedepan dapat menjadi kepercayaan yang ril dalam menilai hadis.


(20)

12

F. Penegasan Judul

Agar penulisan penilitian ini jelas serta terhindar dari kesalah pahaman, maka sekilas masing-masing kata dalam judul tersebut akan dijelaskan secara singkat sebagaimana berikut:

Imam : pemimpin shalat pada shalat yang dilakukan dengan bersama- sama. (berjamaah), baik dalam kedudukannya yang tetap maupun dalam kedudukannya yang sementara.32

Perempuan : 1 jenis sebagai lawan dari laki- laki.33 Laki- laki : anak laki- laki yang sudah baligh.34

Shalat : suatu ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan syarat- syarat tertentu.35

Mukhtalif : Pertentangan, penyangkalan atau perselisihan faham atau pendapat.36 dalam istilah ilmu hadis disebut Mukhtalif al-Hadits secara bahasa dapat dipahami dengan hadis-hadis yang bertentangan. Sedangkan dalam dunia ulumul hadis istilah ini diperuntukkan nama dari adanya dua hadis yang

32Ghufran A. mas’adi,

ensiklopedi islam (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 1996), 165.

33

Poerwodarminto, kamus bahasa Indonesia (Jakarta : balai pustaka,2001), 780. 34Jumhuriyah mesir al ‘arabiyah, al mu’jam al ausat}

(mesir : maktabah al shuruq al dauliyah, 11425 H), 860.

35

Ibid, 332. 36

Pius A Partanto dan M. dahlan Al Barri, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 2001), 368.


(21)

13

sama-sama shahih yang secara dahir terlihat bertentangan, namun pada substansinya tidak.37

G.Telaah Pustaka

Telaah pustaka dalam sebuah penelitian dan menggambarkan hasil sebuah kajian atau penelitian terdahulu dirasa sangat perlu. Tujuannya agar tidak mengganggu nilai orisinalitas penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini telaah pustaka yang telah dilakukan menemukan beberapa karya yang membahas masalah yang serupa dengan penelitian ini, diantaranya:

Skripsi di IAIN Sunan Ampel Surabaya dengan judul Hadis Imamah al Mar’ah ‘ala Rijal fi as Shalah, (Dira>sah Tahliliyah Naqdiyah al- Hadith Raqm 592 min Sunan Abi> Da>wud). Ditulis oleh Sabar Iman , Tahun 2013, jurusan Tafsir-Hadis, lebih menekankan kualitas dan kehujjahan hadis Imam Abu> Da>wud tentang perempuan mengimami laki- laki dalam shalat yang mana kualitas hadisnya adalah hasan, sedangkan kehujjahan hadisnya adalah Maqbul.

Penelitian yang diteliti disini memfokuskan tentang kontroversi imam perempuan dalam shalat. Yang mana masing-masing memiliki dalil yang saling bertentangan. Serta bagaimama cara penyelesaian (titik temu) kedua hadis tersebut.

H.Metode Penelitian

Metode merupakan upaya agar kegiatan penelitian dapat dilakukan secara optimal.38 Berikut penulis paparkan metode yang digunakan dalam penelitian ini.

37Ahmad Umar Hasyim, Qawa’id Ushul al

-Hadith (Beirut: Alimul Kutub, 1997), 203.


(22)

14

1. Model dan Jenis Penelitian

Model penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan) yaitu dengan cara mencari dan meneliti Hadis dari kitab-kitab induk kemudian mengolahnya memakai kaidah keilmuan Hadis.

Di samping itu, penelitian ini bersifat penelitian kualitatif, yang dimaksud untuk mendapatkan data tentang kerangka ideologis dan epistemologis, asumsi-asumsi metodologis, pendekatan terhadap kajian teks Hadis dan para pe-rawi-nya, dengan menelusuri secara langsung dalam kitab Sunan Abu>

Da>wud 592 dan al - Tirmidhi> 356, juga beberapa kitab yang masih

terkait,tentang imam perempuan dalam shalat.

Oleh karena itu, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini banyak yang terkumpul dari sumber tertulis, seperti buku-buku, artikel, dan penelitian terdahulu, baik berupa literatur berbahasa Arab maupun Indonesia yang mempunyai relefansi dengan permasalahan dalam penelitian ini.

2. Sumber Data

Data-data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa klasifikasi, diantaranya:

a) Data primer, merupakan sumber utama (sumber asli) yang menjadi rujukan dasar dari penelitian ini, dalam hal ini adalah kitab hadis yang berjudul sunan Abu> Da>wud dan sunan al- Tirmidhi>

38

Winarno Surachmad, Pengantar Metodologi Ilmiah Dasar Metode dan Teknik (Bandung: Warsito, 1990), 30.


(23)

15

b) Data sekunder, merupakan sumber kedua (data pendukung) setelah adanya data primer yang juga sebagai pelengkap atas sumber data utama. Diantara terdapat kitab-kitab hadis mu’tabarah, yakni:

1) Aunul Ma’bu>d (Sharah Sunan Abu> Da>w>d)

2) Sunan Abu> Da>wud karya Imam al-Hafiz} Abu> Da>wud Sulaiman bin al-Ash’ath al-Sijistani.

3) Sunan al- Tirmidhi> karya imam al- Tirmidhi>

4) Tuhfatul ahwadhi> karya imam al- hafidh abi> al- ‘ula> Muhammad ‘Abdur Rahman Ibn ‘Abdir Rahim al- Muba>rakafuri>

5) Metodologi Penelitian Hadis karya M. Syuhudi Ismail. 6) koleksi h}adis hukum karya h}asbi ash- shiddiqi.

7) Metodologi Kritik Hadis karya muhammad mustafa azami. 8) Tahdhi>b al-Kama>l fi al-Asma’ al-Rija>l, Jamal Din Abi

al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi. 3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, dengan mempelajari catatan-catatan yang menunjang penelitian ini.

Dalam Penelitian hadis, penerapan metode dokumentasi ini dilakukan dengan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu :


(24)

16

a. Takhrij al-h{adi>th, yaitu menunjukkan tempat hadis pada

sumber-sumber aslinya di mana hadis tersebut telah diriwayatkan lengkap dengan sanadnya kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan.39

b. I'tiba>r al-h{adi>th dalam istilah ilmu hadis adalah menyertakan

sanad lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanad-nya tampak hasanad-nya terdapat seorang periwayat saja.40

4. Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif analisis. Maksud dari metode tersebut adalah mendeskripsikan tentang tema di atas dengan cara mencari nilai status hadīts tersebut dari segi sanad, matan dan mencari ketetapan hukumnya tentang imam perempuan dalam shalat dalam hadis sunan Abu> Da>wud nomor indeks 592 dan sunan at – Tirmidhi> nomor indeks 356 (kajian hadis mukhtalif).

Dari penelitian hadis yang secara dasar terbagi dalam dua komponen, yakni sanad dan matan, maka analisis data hadis akan meliputi dua komponen tersebut.

Dalam penelitian sanad, digunakan metode kritik sanad dengan pendekatan keilmuan rijal al-h}adīth dan al-jarh} wa al-ta'dīl, serta mencermati silsilah guru-murid. Hal itu dilakukan untuk mengetahui integritas dan tingkatan intelektualitas seorang rawi serta validitas pertemuan antara mereka selaku guru-murid dalam periwayatan hadis.

39Mahmu>d al-Thah}h}an,

Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), 5.

40

Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 51.


(25)

17

Dalam penelitian matan, analisis data akan dilakukan dengan menggunakan analisis isi (content analysis). Pengevaluasian atas validitas matan diuji pada tingkat kesesuaian hadis (isi beritanya) dengan penegasan eksplisit al- Qur’an, logika atau akal sehat, fakta sejarah, informasi hadis-hadis lain yang bermutu s}ah}i>h serta hal-hal yang oleh masyarakat umum diakui sebagai bagian integral ajaran Islam.41

41


(26)

18

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika dari penulisan karya ilmiah ini selanjutnya akan diuraikan dalam lima bab dengan rincian:

Bab Pertama: Berisi pendahuluan, yang memuat latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan judul, kajian pustaka, metode penelitian, serta sistematika pembahasan.

Bab Kedua: Berisi landasan teori, yang membahas tentang imam shalat dan teoritas pemahaman hadis yakni pengertian hadis dan klasifikasinya, kriteria kesahihan hadis yang meliputi kesahihan sanad dan matan, dan teori kehujjahan hadis

Bab Ketiga: Berisi penyajian data, yang membahas tentang biografi Abu>

Da>wud dan al-Tirmidhi> beserta kitab-kitabnya, hadis tentang imam perempuan

dalam shalat, dan hadis penunjang dari kitab lainnya lengkap dengan kritik hadisnya.

Bab Keempat: Berisi analisa dari hadis yang membahas tentang imam perempuan dalam shalat baik itu dari segi sanad maupun matan hadis, kualitas nya ,kehujjahannya dan makna dari hadis tersebut, pendapat ulama mengenai kandungan hadis tersebut serta solusi/ penyelesaian dari hadis tersebut.

Bab Kelima: Berisi penutup, yang menyimpulkan hasil penelitian disertai dengan saran-saran. Kesimpulan yang dihasilkan merupakan jawaban atas rumusan masalah yang dikemukakan penulis pada Bab Pertama.


(27)

58

BAB III

SUNAN ABU>< DA<WUD, TIRMIDHI<,

DAN DATA HADIS

A.Abu> Da>wud

1. Biografi Abu> Da>wud (202-275 H)

Nama lengkap Abu> Da>wud adalah Sulaiman Ibn al-Ash’as Ibn Ishaq Ibn Bashir Ibn Shidad Ibn Amr al-Azdi al-Sijistani. Abu> Da>wud dilahirkan pada tahun 202 H di Sijistan, suatu daerah yang terletak di Basrah.1

Abu> Da>wud terlahir di tengah-tengah keluarga yang agamis, orang tuanya tergolong hamba yang patuh menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Sejak kecil Abu> Da>wud telah dikenalkan kepada ilmu ke-Islam-an yang sangat kaya. Kedua orang tuanya mendidik dan mengarahkan Abu> Da>wud agar menjadi tokoh yang intelektual Islam yang disegani.2

Sejak kecil, Abu> Da>wud sudah mencintai ilmu dan para ulama guna menimba ilmunya. Sebelum usia dewasa, ia telah dirinya untuk mengadakan perlawatan ke berbagai negeri, seperti Khurasan, Irak, Hijaz, Syam dan Mesir untuk waktu yang cukup lama.3 Pengembaraanya yang sangat panjang dan melelahkan ini ternyata membuahkan hasil yang sangat luar biasa. Melalui

1

Zainul Arifin, Study Kitab Hadis (Surabaya: al-Muna, 2010), 113. 2

Dhulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadis (Jogjakarta: Insan Madani, 2008),102. 3

Arifin, Study Kitab,. . . 113.


(28)

59

rihlah keilmuan inilah Abu> Da>wud mendapakan hadis yag sangat banyak untuk dijadikan referensi dalam penyusunnan kitab sunannya.4

Akhirnya, Abu> Da>wud pun dipanggil keharibaanNya pada tahun 275 H dalam usiannya yang ke-73 tahun tepat pada tanggal 16 syawal 275 di Basrah.5

2. Guru, murid dan karya Abu> Da>wud

Ulama yang menjadi guru Abu> Da>wud banyak jumlahnya. Di antara guru-guru yang paling terkemuka antara lain:Abdullah Ibn Maslamah al-Qa’nabi (w. 221 H di Makkah), Muslim Ibn Ibra>hi>m (w. 222 H di Basrah), Abu> al-Nad}r al-Dimashqi> (w. 227 H), Uthman Ibn Abu> Syaibah (w. 230 H di Baghdad), Abu> Ayyub al-Dimashqi> (w. 233 H), Ah{mad Ibn H{ambal (w. 241 H di Baghdad), Abu ‘Ali al-Dimashqi (w. 249 H), Ahmad Ibn Sa’i>d (w. 253 H), dan lain-lain6

Sebagian gurunya ada pula yang menjadi guru Imam al-Bukhari dan Muslim, seperti Ahmad ibn Hambal.7

Diantara ulama yang mengambil hadis-hadisnya antara lain:Abdullah, Abu> ‘I>sa al-Turmudhi> (w. 279 H), Abdullah Ibn Abdurrahman Ibn Abu> Bakr, Abdullah Ibn Muhammad al-Qurashi (208 H – 281 H), Abu> Sa>lim Muhammad Ibn Sa’i>d al-Jaldawi, dan lain-lain.8

4

Ibid,. . . 103. 5

Dhulmani, Mengenal Kitab-kitab Hadis (Yogyakarta: Insan Madani, 2008), 106.

6Ibnu Ahmad ‘Alimi,

Tokoh dan Ulama Hadis (Sidoarjo: Mashun, 2008), 209. 7

Arifin, Studi Kitab,. . . 113-114. 8‘Alimi,


(29)

60

Abu> Da>wud mewariskan banyak keterangan dalam bidang hadis yang berisi masalah hukum. Diantara karya-karyanya, antara lain: Kitab al-Sunan, kitab al-Mara>sil, kitab al-Qadar, al-Nasikh wa al-Mansukh, Fada>’il al-‘Amal, kitab al-Zuhud, Dala>’il al-Nubuwah, Ibtida’, al-Wahyu dan Ahbar

al-Khawarij. Namun karya yang paling bernilai tinggi dan masih tetap beredar adalah kitab al-Sunan, yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Abu> Da>wud.9

3. Metode dan Sistematika Sunan Abu> Da>wud

Abu> Da>wud dalam sunannya tidak hanya mencantumkan hadis-hadis s{ah{ih{ semata sebagaimana yang dilakukan oleh al-Bukhari dan Muslim, tetapi ia memasukkan hadis s{ah{ih{, hasan dan da’if yang tidak terlalu lemah dan hadis yang tidak disepakati oleh ulama untuk ditinggalkan. Hadis-hadis yang sangat lemah diterangkan kelemahannya.

Cara yang diterima Abu> Da>wud dalam menulis kitabnya, dapat diketahui dari suratnya yang ia kirimkan kepada penduduk Makkah atas pertanyaan yang diajukan mengenai kitab sanannya. Intinya dari surat tersebut adalah:

a. Abu> Da>wud menghimpun hadis-hadis s{ahih, semi s{ahih dan dan tidak mencantumkan hadis yang disepakati ulama untuk ditinggalkan.

b. Hadis yang lemah diberi penjelasan atas kelemahannya dan hadis yang tidak diberi penjelasan bernilai s{ah{ih{.

9


(30)

61

Abu> Da>wud membagi kitab sunannya menjadi beberapa kitab, dan tiap-tiap kitab dibagi menjadi beberapa bab.10

4. Pandangan Ulama Hadis Tentang Kitab Sunan Abu> Da>wud

Tidak sedikit komentar para ulama terhadap karya monumental Abu> Da>wud ini. Ada yang bernada menyanjung, adapula yang mengkritik. Memang bisa dimaklumi, lahirnya suatu karya tidak pernah lepas dari pro dan kontra. Ini sangat lumrah terjadi di dunia keilmuan.11

a. Al-Hafiz{ Abu> Sulaiman: kitab ini merupakan kitab yang baik mengenai fiqih dan semua orang menerimanya dengan baik.

b. Imam Abu Hamid al-Ghazali: Sunan Abu> Da>wud sudah cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadis hukum.

c. Ibn al-Qayyim al-Jauziyah: kitab ini memiliki kedudukan tinggi dalam dunia Islam, sehingga menjadi rujukan masalah hukum Islam bagi umat Islam.12

Menurut pandangan Ibnu Hajar, bahwa istilah s{ah{ih{ Abu> Da>wud ini lebih umum daripada jika dikatakan bisa dipakai hujjah (al-ikhtija) dan bisa dipakai ittiba>'. oleh karenanya, setiap hadis dhaif yang bisa naik menjadi hasan atau setiap hasan yang bisa naik menjadi s{ah{ih{ ini bisa dipakai hujjah, sedangkan selain yang dijelaskan tersebut dapat dipakai li al-i'tiba>r.13

10

Ibid,. . . 114-115. 11

Dzulmani, Mengenal Kitab..., 110 12

Arifin, Studi Kitab,. . . 116-117. 13

Fatkhur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits (Bandung: PT al-Ma'arif, 1991 ), 381.


(31)

62

Disamping keunggulan yang dimiliki, Sunan Abu> Da>wud juga memiliki kelemahan, kelemahan itu terletak pada keunggulan itu sendiri, yaitu ketika ia membatasi dari pada hadis-hadis hukum, maka kitab itu menjadi kitab yang tidak lengkap.

Kritik tersebut tidak mempengaruhi ribuan hadis yang terdapat pada Sunan Abu> Da>wud, sebab hadis-hadis yang dikritik itu hanya sedikit sekali.14

Para ulama telah sepakat menetapkan beliau sebagai hafidz yang sempurna, pemilik ilmu yang melimpah, muhaddits yang terpercaya, wara’ dan mempunyai pemahaman yang tajam, baik dalam bidang ilmu hadis maupun lainnya. Ulama yang pernah berpendapat demikian diantaranya adalah Muhammad bin Yasin Al-Harawi, Abu Abdullah Al-Hakim, Abu Bakr Al-Khalal.15

Abu Dawud mendapatkan predikat "faqih kedua" oleh para ulama ahli hadis setelah Imam Al-Bukhari. Koleksi Sunan Abu Dawud yang melengkapi seluruh pokok bahasan ilmu fiqh serta menjadi kitab rujukan dasar-dasar hukum oleh para fuqahā’, memperkuat pendapat kefaqihannya tersebut.16

14

Arifin, Studi Kitab,. . . 116-117. 15

Rahman, Ikhtisar…, 381. 16

Hasjim Abbas, Kodifikasi Hadis Dalam Kitab Mu'tabar, (Surabaya: Bagian Penerbitan Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Ampel, 2003), 62.


(32)

63

B.Al-Tirmidhi<

1. Biografial-Tirmidhi> (209-279 H/824-892 M)

Nama lengkap al-Tirmidhi> adalah Imam al-H{afiz} Abu> ‘I<sa ibn Saurah ibn Mu>sa ibn al-Dah}h}ak al-Sullami> al-Turmudhi>. Ia dilahirkan di kota Tirmidh pada bulan Dhulhijjah tahun 209 H (824 M) dan meninggal pada tahun 279 H (892 M) di kota yang sama. Imam al-Bukha>ri dan al-Turmudhi> berada dalam satu daerah, karena Bukha>ra dan Turmudh itu adalah satu daerah dari daerah Waraun-nahar.

Imam Tirmidhi> .mempelajari hadis sejak kecil . pertama kali ia pergi ke Bukhara, kemudian hijaz, irak, khurasan dan sebagainnya. Ditempat- tempat itu ia selalu mencatat hadis yang di dengar dari para ulama’ yang ditemuinya.

Imam Tirmidhi> juga dikenal orang sebagai orang yang luas hafalannya, banyak telaahnya, ahli hadis dan ilmu hadis. Kedalaman ilmunya dibidang ilmu hadis tergambar terutama dalam kitabnya al jami’ al turmudhi.17

2. Guru, Murid dan Karyanya

Ulama yang menjadi guru Imam al-Tirmidhi> banyak jumlahnya. Di antara guru-guru yang paling terkemuka antara lain:al-Bukha>ri, Muslim, Abu> Da>wud, Qataibah, Sa’i>d ibn Abd al-Rah}man, Muh}ammad ibn Basar, Ali ibn H{ajar, Ah}mad ibn Mani’ dan Muh}ammad ibn al-Musanna.

17


(33)

64

Terdapat banyak pula murid-murid Imam Tirmidhi>, diantaranya ialah Makhul ibn Fadl, Muhammad ibn Mahmud Anbar, Hammad ibn Shakir, Abdullah ibn Muhammad al-Nasfiyyun, al-Hisham ibn Kulain, Ahmad ibn Yusuf dan Abd al-Abbas Muhammad ibn Mahbubi yang ikut meriwayatkan kitab al-Jami’ dari Imam Tirmidhi>. Sebagai seorang ilmuan, ia banyak menghasilkan karya diantara karyanya yang tercatat oleh sejarah adalah: a. Kitab Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan al-Tirmidhi>, namun ada

sebagian ulama yang memberi nama Jami’ al-Sahih sedangkan yang sebagian lagi memberi nama Jami’ al-Tirmidhi>.

b. Kitab al-‘Illal, kitab ini terdapat di akhir kitab al-Jami’. c. Kitab al-Tarikh.

d. Kitab al-Shama’il al-Nabawiyyah. e. Kitab al-Zuhd.

f. Kitab al-Asma’ wa al-Kuna.

Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan populer adalah kitab al-Jami’.

3. Metode dan Sistematika Sunan al -Tirmidhi>

Kitab al-Jami’ atau kitab Sunan al-Tirmidhi> memuat 3.956 buah hadis, terdiri dari sahih, hasan dan daif, bahkan menurut Ibnu Qayyim al-Jauzi di dalamnya terdapat sekitar 30 hadis maudlu’. Akan tetapi pendapat tersebut dibantah oleh Muhammad ibn Muhammad Abu Shahbah dengan menyatakan jika dietmukan hadis maudlu’, maka imam al-Tirmidhi> pasti memberi penjelesan status hadis tersebut.


(34)

65

Ada kekhasan tersendiri imam al-Tirmidhi >dalam menilai hadis, karena ada beberapa istilah yang ada pada sunan al-Tirmidhi> yang sebelumnya belum pernah ada, pada awalnya hadis dinilai sahih dan daif saja akan tetapi imam al-Timidhi memberi istilah baru yaitu hasan yang statusnya lebih tinggi dari daif dan lebih rendah dari sahih. Namun ada istilah khusus yang ia kemukakan dalam sunannya dalam menilai hadis misalnya hasan sahih, hasan gharib, sahih gharib dan hasan sahih gharib. Istilah-istilah tersebut membuat kesulitan bagi parapeneliti hadis, sehingga para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud dari istilah yang digunakan al-Tirmidhi> tersebut.18

Imam Tirmidhi> membagi kitab sunannya menjadi beberapa kitab, dan tiap- tiap kitab dibagi menjadi beberapa bab urutannya sebagai berikut:

Imam Tirmidhi> menulis al taharah dengan urutan pertama berisi (112)bab, kemudian mawaqit al salah (213), al witr (21), al jumuah (80), al zakah (38), al shaum (82), al hajj (116), al janaiz (76), al nikah (44), al radha (19), al talaq wa al li’an (23), al ahkam (42)al diyat (22), al hudud (30) al sahid (19), al adhahi (22)al nudzur wa al aiman (20), al siyar (48)fadail al jihad (26), al jihad (40), al libas (45), al athimah (48), al asyribah (21), al bir wa al silah (87), al tibb (35), al faraid (23), al wasaya (7), al wala’ wa al hibah (7), al qadar (19), al fitan (19), al ra’y (10), al syahadah (4), al zuhd (65), sifat al jahannam (13),al iman (18), al ilm (19), al isti’dzan wa al adab

18

M. Abdurrahman dan Elan Sumarma, Metode Kritik Hadis, cet. I (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), 238.


(35)

66

(34), al adab (82), tsawab al quran (25), al quran (11), tafsir al quran (al da’wah (132), al manaqib(74). 19

4. Pandangan dan Kritik Terhadap Sunan al -Tirmidhi>

Ulama dalam menilai kitab sunannya sagat positif, bahkan imam al-Tirmidhi> sendiri menilai kitabnya sebagai kitab yang baik, ia berkata bahwa ia susun kitab ini ke mudian ia sodorkan kepada ulama Hijaz yang kemudian mereka menyetujuinya (menyambut baik), kemudian ia sodorkan pula kepada ulama Irak sambutan baik juga diterima oleh al-Tirmidhi> begitu pula ketika kitabnya di sodorkan kepada ulama Khurasan. Barang siapa di rumahnya ada kitab ini maka seolah-olah dirumahnya ada Nabi sedang bersabda, begitu ia menilai kitabnya.20

Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib menilai kitab ini sebagai kitab hadis yang banyak manfaatnya dan memiliki kekhususan yang tidak ada dalam kitab-kitab hadis lainnya. Sedangkan Subhi al-Salih memberikan penilaian terjadap kitab ini dengan mengemukakan bahwa siapa yang ingin meluaskan cakrawala pandangan di bidang hadis, sudah seharusnya menelaah kitab Sunan al-Tirmidhi>.

Subhi al salih memberikan penilaian terhadap kitab ini dengan mengemukakan bahwa siapa yang ingin meluaskan cakrawala pandangan dibidang hadis semestinya ia menelaah jami’ al Tirmidhi>.21

19

arifin, studi kitab hadis, 99. 20

Abdurrahman dan Elan Sumarma, Metode Kritik Hadis,240. 21


(36)

67

C.Data Hadis Tentang Diperbolehkan Imam Perempuan Dalam Shalat dalam Sunan Abu> Da>wud Nomor Indeks 592

1. Takhrij al Hadis

Pengetian takhrij menurut bahasa yaitu kata yang sering dimutlakan pada beberapa pengertian yaitu

a. Al istinbath (hal mengeluarkan) b. At tadrib (hal melatih / pembiasan) c. At taujih (hal memperhatikan)

Menurut istilah dan yang biasa dipakai oleh ulama’ hadis kata at takhrij mempunyai beberapa arti yaitu:

a. Mengemukakan atau menunjukkan letak asli yakni berbagai kitab yang di dalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanadnya masing- masing, kemudian untuk kepentingan penelitian dijelaskan kualitas hadis yang bersangkutan.

b. Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni kitab- kitab hadis yang didalamnya disertakan metode periwayatannya dan sanadnya masing- masing serta diterangkan keadaan periwayatannya dan kualitas hadisnya.

c. Mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru- guru hadis, atau berbagai kitab, atau lainya, yang susunannya dikemukakan berdasarkan periwayatannya sendiri atau para gurunnya tau


(37)

68

temannya atau orang lain, dengan menerangkan siapa periwayanya dari para penysun kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.22 Dari berbagai pengertian diatas sebagai pedoman penulis pada butir yang pertama yakni penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari kitab yang bersangkutan, yang didalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.

Kemudian dalam penelusuran hadis tentang imam perempuan dalam shalat, menggunakan kitab al-mu’jam al-mafahras li alfad al-hadist dengan kata kunci taummu, hasil yang ditampilkan adalah hadis tersebut telah dikeluarkan oleh Abu Da>wud pada bab shalat.23 Adapun bunyi hadis tentang imam perempuan dalam shalat sebagai berikut:

،ٍعحيَُُ ِنحب ِديِلَوحلا ِنَع ،ٍلحيَضُف ُنحب ُدّمَُُ اَنَ ثّدَح ،ّيِمَرحضَحْا ٍداََّ ُنحب ُنَسَحْا اَنَ ثّدَح

َحْا ِنحب ِهّللا ِدحبَع ِتحنِب َةَقَرَو ِمُأ حنَع ،ٍد ََّخ ِنحب ِنَحَّرلا ِدحبَع حنَع

، ِثيِدَحْا اَذَِِ ، ِثِرا

اَََ َلَعَجَو اَهِتحيَ ب ِِ اَُروُزَ ي َمّلَسَو ِهحيَلَع ُها ىّلَص ِهّللا ُلوُسَر َناَكَو :َلاَق ،َََّأ ُلّوَحْاَو

اَنَأَف :ِنَحَّرلا ُدحبَع َلاَق ،اَِراَد َلحَأ ّمُؤَ ت حنَأ اََرَمَأَو ،اَََ ُنِذَؤُ ي اًنِذَؤُم

اَهَ نِذَؤُم ُتحيَأَر

اًرِبَك اًخحيَش

2. I’tibaral -Hadis

Setelah dilakukan kegiatan takhrij al- hadis sebagai awal penelitian untuk hadis yang diteliti , maka seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun untuk kemudian dilakukan kegiatan I’tibaral –Hadis.

Kata I’tibar menurut bahasa adalah peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatu yang jelas. Sedangkan menurut

22

M. Syuhudi Ismail, Metodologi penelitian hadis., 41- 42. 23Abu> Da>wudbin Asy’as as

- Sijistani al -Azdi, Sunan Abu> Da>wud Juz I (Beirut : Dar al –Fikr, 1994),161


(38)

69

istilah I’tibar adalah menyertakan sanad- sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terhadap seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad hadis yang dimaksud.24

Fungsi dari I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabi’25atau syahid26adapun hadis – hadis sebagai pendukung dari pada pembahasan ini adalah.

a. Musnad Ahmad bin Hanbal27

ِدحبَع ِتحنِب َةَقَرَو ِمُأ حنَع ، ِِّدَج ِِحتَ ثّدَح :َلاَق ،ُديِلَوحلا اَنَ ثّدَح :َلاَق ،ٍمحيَعُ ن وُبَأ اَنَ ثّدَح

ِهحيَلَع ُها ىّلَص ِِّّنلا َناَكَو " ،َنآحرُقحلا ِتَعََُ حدَق حتَناَكَو ،ِيِراَصحنَحْا ِثِراَحْا ِنحب ِها

َأ حدَق َمّلَسَو

اَِراَد َلحَأ ّمُؤَ ت حتَناَكَو ،ٌنِذَؤُم اَََ َناَكَو ،" اَِراَد َلحَأ ّمُؤَ ت حنَأ اََرَم

b. Shahih Ibnu Khuzaimah28

ِتحنِب ىَلح يَل حنَع ،ٍعيَُِ ِنحب ِديِلَوحلا ِنَع ،َدُواَد ُنحب ِهّللا ُدحبَع ان ،ٍيِلَع ُنحب ُرحصَن انث

َعَو ،اَهيِبَأ حنَع ،ٍكِلاَم

ُها ىّلَص ِهّللا َِِّن ّنَأ ،َةَقَرَو ِمُأ حنَع ،ٍد ََّخ ِنحب ِنَحَّرلا ِدحبَع حن

:ُلوُقَ ي َناَك َمّلَسَو ِهحيَلَع

«

َةَديِهّشلا ُروُزَ ن اَنِب اوُقِلَطحنا

»

حنَأَو ،اَََ َنِذَؤُ ت حنَأ اَََ َنِذَأَو ،

،ِةَضيِرَفحلا ِِ اَِراَد َلحَأ ّمُؤَ ت

َنآحرُقحلا ِتَعََُ حدَق حتَناَكَو

24

Ibid, 51 25Mutabi’

adalah periwayatan yang berstatus pendukug pada periwayat yang bukan sahabat nabi.

26

Syahid adalah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat nabi

27

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal Juz IV (Beirut: Dar al- fikr, tt),405

28

Abi Bakr bin Ishaq bin Khuzaimah as- Salami an – Naisaburi, S}ah}i>h} Ibn Khuzaimah Juz III (Beirut: Dar al- fikr, tt), 89


(39)

70

c. Sunan al Kubra lil Baihaqi29

ُها ُهَََِر ِيِماَمَحْا ُنحبا ُئِرحقُمحلا ٍصحفَح ِنحب َرَمُع ِنحب َدَحََأ ُنحب ّيِلَع ِنَسَحْا وُبَأ اَنَرَ بحخأ

ُرَفحعَج انث ،ُداّجّنلا َناَمحلَس ُنحب ُدَحََأ انث ،َداَدحغَ بِب

،ٍمحيَعُ ن وُبَأ انث ،ٍرِكاَش ِنحب ِدّمَُُ ُنحب

َناَكَو ، ِثِراَحْا ِنحب ِها ِدحبَع ِتحنِب َةَقَرَو ِمُأ حنَع ، ِِّدَج ِِحتَ ثّدَح ،ٍعحيَُُ ُنحب ُديِلَوحلا انث

َكَو ،َةَديِهّشلا اَهيِمَسُيَو اَُروُزَ ي َمّلَسَو ِهحيَلَع ُها ىّلَص ِها ُلوُسَر

ِتَعََُ حدَق حتَنا

َجُرحخَأَف ِِ ُنَذحأَت :حتَلاَق اًرحدَب اَزَغ َنِح َمّلَسَو ِهحيَلَع ُها ىّلَص ِها ُلوُسَر َناَكَو ،َنآحرُقحلا

" : َلاَق ًةَداَهَش ِِ يِدحهُ ي ََاَعَ ت َها ّلَعَل حمُكاَضحرَم ُضِرَمُأ ،حمُكاَححرَج يِواَدُأ َكَعَم

َها ّنِإ

ًةَداَهَش ِكَل ٍدحهُم ََاَعَ ت

"

،

َلحَأ ّمُؤَ ت حنَأ اََرَمَأ حدَق َمّلَسَو ِهحيَلَع ُها ىّلَص ِِّّنلا َناَكَو ،َةَديِهّشلا اَهيِمَسُي َناَكَف

ِِ اَ َََتَقَ ف اَمُهح تَرّ بَد حدَق حتَناَك ٌم ََُغَو اَََ ٌةَيِراَج اَهح تّمَغ اَهّ نِإَو ،اَِراَد

،َرَمُع ِةَراَمِإ

،اَمُهَ بَلَصَف اَمِِِ َ ُِِأَف ،اَبَرَ اَمُهّ نَأَو ،اَهُم ََُغَو اَهُ تَ يِراَج اَهح تَلَ تَ ق َةَقَرَو ّمُأ ّنِإ :َليِقَف

ىّلَص ِها ُلوُسَر َقَدَص :ُهحنَع ُها َيِضَر ُرَمُع َلاَقَ ف ،ِةَنيِدَمحلاِب ِحنَ بوُلحصَم َلّوَأ اَناَكَف

ُها

َةَديِهّشلا ِرُزَ ن اوُقِلَطحنا " :ُلوُقَ ي َناَك ،َمّلَسَو ِهحيَلَع

"

d. Sunan ad Da>raquthni30

انث , ّيِحرَ بّزلا َدَحََأ وُبَأ انث , ٍروُصحنَم ُنحب ُدَحََأ انث , ّيِروُباَسحيّ نلا ٍرحكَب وُبَأ اَنَ ثّدَح

ِِّدَج ِِحتَ ثّدَح , ٍعيَُِ ُنحب ُديِلَوحلا

ىّلَص ِهّللا َلوُسَر ّنَأ , ّمُؤَ ت حتَناَكَو َةَقَرَو ِمُأ حنَع ,

َمّلَسَو ِهحيَلَع ُها

«

اَِراَد َلحَأ ّمُؤَ ت حنَأ اَََ َنِذَأ

»

e. Al Mustadrak al Hakim31

ُدحبَع انث ،ِِّّضلا َسُنوُي ُنحب ُدَحََأ انث ،ُراّفّصلا ِهّللا ِدحبَع ُنحب ُدّمَُُ ِهّللا ِدحبَع وُبَأ اَنَرَ بحخأ

ِنحب ِنَحَّرلا ِدحبَعَو ،ٍكِلاَم ِتحنِب ىَلح يَل حنَع ،ٍعحيَُُ ُنحب ُديِلَوحلا انث ،ِِّحيَرُحْا َدُواَد ُنحب ِهّللا

ا ٍدِلاَخ

،َناَك َمّلَسَو ِهحيَلَع ُها ىّلَص ِهّللا َلوُسَر ّنَأ ،ِةّيِراَصحنَحْا َةَقَرَو ِمُأ حنَع ،ِيِراَصحنَحْ

:ُلوُقَ ي

«

اَُروُزَ نَ ف ِةَديِهّشلا ََِإ اَنِب اوُقِلَطحنا

»

َلحَأ ّمُؤَ تَو ،َماَقُ تَو اَََ َنّذَؤُ ي حنَأ َرَمَأَو

29

Abu Bakr Ahmad bin al- Husein al- Baihaqi, as- Sunan al- Kabir juz III , 186 30

Ali bin Umar Ad- Daruqut}ni, Sunan Ad- Daruqut}ni Juz II, 261 31

Abi Abdullah Muhammad bin Abdullah al- Hakim an – Naisaburi , al Mustadrak Ala as Sahihaini Juz I (Beirut: Dar Kutub al- Alamiyah, 1990), 320


(40)

71

اَرَفحلا ِِ اَِراَد

. ِضِئ

«

ُفِرحعَأ ََ ٌةَبيِرَغ ٌةّنُس ِِذََو ٍعحيَُُ ِنحب ِديِلَوحلاِب ٌمِلحسُم ّجَتححا ِدَق

اَذَ َرح يَغ اًدَنحسُم اًثيِدَح ِباَبحلا ِِ

. »

اَنيِوَر حدَقَو

«

ُهّللا َيِضَر َةَشِئاَع َنِنِمحؤُمحلا ِمُأ حنَع

يِقُتَو ،ُنِذَؤُ ت حتَناَك اَهّ نَأ اَهح نَع

َءاَسِنلا ّمُؤَ تَو ،ُم

»

3. Skema Sanad Hadis

Untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan I’tibar diperlukan pembuatan skema dan untuk seluruh sanad bagi hadis yang akan diteliti. Dalam pembuatan skema ada tiga hal penting yang perlu di mendapat perhatian yaitu:

a. jalur seluruh sanad

b. nama – nam periwayat untuk seluruh sanad

c. metode periwayatan yang diunakan oleh masing – masing periwayat.32 Ketiganya merupakan unsur yang selalu melekat pada sanad, bagi seorang peneliti yang akan mengadakan penelitian hadis harus mengetahuinnya.

Adapun skema sanad hadis tentang imam perempuan dalan shalat riwayat Abu> Da>wud sebagai berikut:

32


(41)

72

Sunan Abu>Da>wud

Rasulullah

Ummu Waraqah (W. 15 H)

Abdur Rahman bin Khalad (W.71 H)

Al Walid bin Jumai’ (W. 160)

Muhammad bin Fudail (W. 194 H)

Al hasan bin Hammad al Hadramiy (W. 241 H)

Abu Daw>ud (W. 275)

لاق

نع

نع

نع

انث

انث انث


(42)

73

No Nama periwayat Urutan periwayat

1 Ummu Waraqah I

2 ‘Abdu Rahman bin Khalad II

3 Walid bin Jumai’ III

4 Muhammad bin Fudhail IV

5 Hasan bin hammad al Hadrami V

6 Abu> Da>wud mukhorrij

1) Abu> Da>wud (202-275 H)

Nama : Sulaiman Bi Asy’asy Bin Ishaq Bin Basy>R Bin Syadid Abu Dawud As- Sijistani.

Guru : Hammad Bin Yahya Al- Balkhi, Hajar Bin Syair, Al Hasan Bin Ahmad Bin Abi Syuaib Al- Harrani, Al Hasan Bin Ar Rabi Al Burani, Al Hasan Bin Ali Al Khalal, Al Husain Bin ‘Isa Al- Bustami, Abdah Bin Sulaiman Al Marwazi, Ubaidillah Bin Umar Al- Qawariri, Usman Bin Muhammad Bin Abi Syaibah, Ali Bin Al- Ja’di Al- Jauhari.

Murid : Abu Ali Muhammad Bin Ahmad Bin Umar, Abu Tayyib Ahmad Bin Abdurrahman Al Asynami, Abu Amr Ahmad Bin ‘Ali Bin Al- Hasan Al- Bakri, Abu Bakar Ahmad Bin Muhammad Abdurrazaq Bin Dasah.33

jarh wa ta’dil : Abu bakr al – Khalal berkata “Abu Dawud adalah imam pada masanya, wara’, muqaddimin. Ahmad bin Muhammad

33

Jamaluddin Yusuf al-Mizi, Tahdib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal, Juz VIII (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), 6-9.


(43)

74

bin Yasin al- Harawi “ huffadh al- hadis. ‘ala sanad, ‘ala ilmu. Abu Hatim bin hibban “ faqih, hafidh, wara’, itqan. Muslimah bin Qasim “thiqah, zahid, ‘arif, iman.34

Tabaqah 11

2) H{asan Bin h{Ammad al- Hadrami ( w. 241 H)

Nama : Hasan bin Hammah bin Kusaib al- Hadrami Abu Ali al- Baghdadi> dia terkenal dengan nama Sajjadah

Guru : Muhammad bin al Hasan bin Abi> Yazid al Hadrami, Muhammad bin Khazam Abi Muawiyah ad- Darir, Muhammad bin Fudail, Muawiyah bin Hisyam , Waki’ bin Jarrah, Yahya bin Said al -Umawi, Yahya bin Ya’la al- Salami>,Abi al Mihyah bin Ya’la at- Taimi, Abi Bakar bin Ayasy.35

Murid : Abu> Daw>ud, Ibnu Majah, Ibrahim bin Ayyub, al – Mukharimi, Ahmad bin al – Hasan bin Abd al- Jabba>ar as- Safi al- Kabir, Ahmad bin al Husain bin Ishaq as- Sufi as- Saghir.36

Jarh wa ta’dil : menurut al Hafiz Abu Bakar al- Khatib “thiqah”, Ali bin Fairus bin al Munzir “ hasan pernah menceraikan istrinya”.37

dia termasuk tabaqat kesepuluh 3) Muhammad bin fudail (w. 194)

Nama : Muhammad bin Fudail bin Ghazwan Jarrir ad- Dabbi> dia menjadi budaknya Abu Abdurrahman al Kuffi

34

Hajar al Asqalani, Tahdzib at Tahdzib, juz IV (Dar al Kutub al Ilmiyah, tt),155. 35

Al mizzi, tahdzib al- kamal juz VI, 130. 36

Al mizzi, tahdzib al- kamal juz V, 131. 37


(44)

75

Guru : Mis’ar bin Kida>m, Muslim al Mula>’i> ad- Dabiyi>, Mut{arrrif bin t{Arif, Mughirah bin Miqsam ad- Dabbiyi, Nasyhal bin Mujammi’ ad- Dabiyi, Harun bin Antara, Hisyam bin Urwah, Wail bin

Daud, Walid bin Abdillah bin Jumai’, Yahya bin Sa’id al- Ansari, Yazid bin Abi> Ziyad>.

Murid :Ahmad bin Abdillah bin Yunus, Ahmad bn Abd al- Jabbar ut{Araddi>, Ahmad bin Ubadah ad- Dabiyi>, Ahmad bin ‘Umar al Waki’i>, Hassan bin Hammad Sajjada, al Husain bin Ali bin al Aswad al-

Ijli, al Husain bin Yazid at- Tahhan.38

Jarh wa ta’dil : menurut Usman bin Sa’id ad- Darimi> dan Yahya bin Ma’in “tsiqah’, abu zuhrah “saduq”, abu hatim “syaikh”, an- nasa’I “laisa bihi syaiun”, al – Ajali”kufi, stiqah, syiah, Ibn Sa’ad “ thiqah, s{aduq, kas{ir alhadis, syi’ah.39 dia termasuk tabaqah kesembilan.

4) Walid bin Jumai’( W. 160 H)

Nama : Walid bin Abdillah bin Jumai’ az Zuhri> al Makki> al Kuffi, anaknya bernama Sabit bin al Wali>d bin Abdillah bin Jumai’ nasabnya berasal dari kakeknya yaitu Jumai’.

Guru : Ibra>hi>m an Nakha’i, Abi> at Taufail ‘Amir bin Wasila al Laisi>, Abdurrahman bin Khalad, Abdul Malik bin al Mughirah at Taifi, Ikrimah budaknya ibnu Abbas, Laila binti Malik.

Muridnya: Abdullah bin Da>ud al Khuraibi>, Abdul ‘Aziz bi ‘Aban al Quraisyi>, ‘Ubaidillah bin Mu>sa>, Abu Nu’aim al Fadl bin Dukain,

38

Al mizzi, tahdzib al- kamal , 157. 39


(45)

76

Muhammad bin Fudail bin Gazwan, Muhammad bin Masruq al Kindi, Muhammad bin Ya’la Zubair as- Sulami>, Muawiyah bin Ha>run al- Qasar, Waki’ bin Jarrah, Yahya bin Said al Qattan.40

Jarh wa ta’dil: menurut ishaq bin Mansur “thiqah”, menurut abu zuhrah “la ba’ sa bih”, menurut Abu> hatim“salih al – hadis. Menurut al –Hakim laula yakhruju muslim lakana laula (kalau saja muslim tidak mengeluarkan hadis darinya, niscaya lebih baik).41

dia Tabaqat 5 dari tabiin.

5) Abdurrahman bin Khalad W. 71 H) Nama : Abdurrahman bin Khalad al Ansari Guru : Ummu Waraqah binti Naufal Murid : Walid bin Abdullah bin Jumai’

Jarh wa ta’dil: Abu al Hasan bin al Qattan berkata halulu majhul (tingkahnya tidak diketahui)42 sedangkan menurut ibn Hibban thiqah43 Dia Tabaqat : 4 dari tabiin.

6) Ummu Waraqah(w. 15 H)

Nama : Ummu Waraqah binti Abdullah bin al Haris bin Uwaimir bin Naufal al Ansari

Guru : Rasulullah

40

Al mizzi, tahdzib al- kamal juz XIX, 425 41

Ibid., 426 42

Hajar al Asqalani, Tahdzib at Tahdzib, juz VI (Dar al Kutub al Ilmiyah, tt), 154.

43

Abu> al- Fad}l Zainuddin ‘abd ar- Rahi>m bin al- Husain bin abd ar- Rahman bin Abi> Bakr bin Ibra>him al- ‘Iraqi, Mizan al- I’tidal (Beirut: Dar al- Kutub al- Alamiyah, 1995), 144.


(46)

77

Murid : Abdur Rahman, Laila binti Malik, Ayah Laila 44

Jarh wa ta’dil: Ummu Waraqah adalah seorang perempuan yang hidup pada masa nabi saw., pernah bertemu dengannya serta dia islam, dengan begitu dia masuk pada tabaqat sahabat . keadilan sahabat dalam kitab al isabah fi tamyizi as saha>bah diterangkan bahwa semua sahabat nabi saw., yakni orang islam yang pernah bergaul atau melihat nabi saw., dan meninggal dalam keadaaan islam dinilai bersifat adil oleh ahli sunnah.45

44

Jamaluddin Yusuf al-Mizi, Tahdib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal, Juz 30 (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), 289

45

Syihab ad Din abi al Fadl Ahmad bin ali bin Hajar al Asqalani, al Isabah fi Tamyizi, juz 1 (Dar al Kutub al Ilmiyah, tt), 6-7


(47)

78


(48)

79

D.Data Hadis Tentang Larangan Imam Perempuan Dalam Shalat Dalam Sunan al- Tirmidhi> Nomor Indeks 356

1. Takhrij al Hadis

Pengetian takhrij menurut bahasa yaitu kata yang sering dimutlakan pada beberapa pengertian yaitu

a. Al istinbath (hal mengeluarkan) b. At tadrib (hal melatih / pembiasan) c. At taujih (hal memperhatikan)

Menurut istilah dan yang biasa dipakai oleh ulama’ hadis kata at takhrij mempunyai beberapa arti yaitu:

a. Mengemukakan atau menunjukkan letak asli yakni berbagai kitab yang di dalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanadnya masing- masing, kemudian untuk kepentingan penelitian dijelaskan kualitas hadis yang bersangkutan.

b. Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni kitab- kitab hadis yang didalamnya disertakan metode periwayatannya dan sanadnya masing- masing serta diterangkan keadaan periwayatannya dan kualitas hadisnya.

c. Mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru- guru hadis, atau berbagai kitab, atau lainya, yang susunannya dikemukakan berdasarkan periwayatannya sendiri atau para gurunnya tau


(49)

80

temannya atau orang lain, dengan menerangkan siapa periwayanya dari para penysun kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.46

Dari berbagai pengertian diatas sebagai pedoman penulis pada butir yang pertama yakni penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari kitab yang bersangkutan, yang didalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.

Dalam penelusuran hadis tentang larangan imam perempuan dalam shalat, menggunakan kitab al-mu’jam al-mafahras li alfad al-hadist dengan kata kunci ma za>ra, hasil yang ditampilkan adalah hadis tersebut telah dikeluarkan oleh Al- Tirmidhi> pada bab Ma> ja> fiman za> ra qauman. Adapun bunyi hadis larangan tentang imam perempuan dalam shalat sebagai berikut:

حنَع ،ِراّطَعلا َديِزَي ِنحب َناَبَأ حنَع ،ٌعيِكَو اَنَ ثّدَح :ََاَق ،ٌداّنََو ،َنََحيَغ ُنحب ُدوُمحَُ اَنَ ثّدَح

ِثِرحيَوُْا ُنحب ُكِلاَم َناَك :َلاَق حمُهح نِم ٍلُجَر ،َةّيِطَع َِِأ حنَع ،ِيِلحيَقُعلا َةَرَسحيَم ِنحب ِلحيَدُب

حمّدَقَ تَيِل :َلاَقَ ف ،حمّدَقَ ت :ُهَل اَنحلُقَ ف ،اًمحوَ ي ُةََّصلا ِتَرَضَحَف ،ُثّدَحَتَ ي اَنََّصُم ِِ اَنيِتحأَي

ََّح حمُكُضحعَ ب

َمّلَسَو ِهحيَلَع ُهّللا ىّلَص ِها َلوُسَر ُتحعََِ ،ُمّدَقَ تَأ ََ َِِ حمُكَثِدَحُأ

.حمُهح نِم ٌلُجَر حمُهّمُؤَ يحلَو ،حمُهّمُؤَ ي َََف اًمحوَ ق َراَز حنَم :ُلوُقَ ي

2. I’tibar al -Hadis

Setelah dilakukan kegiatan takhrij al- hadis sebagai awal penelitian untuk hadis yang diteliti , maka seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun untuk kemudian dilakukan kegiatan I’tibaral –Hadis.

Kata I’tibar menurut bahasa adalah peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatu yang jelas. Sedangkan menurut istilah I’tibar adalah menyertakan sanad- sanad yang lain untuk suatu hadis

46


(50)

81

tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terhadap seorang periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad hadis yang dimaksud.47

Fungsi dari I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabi’48atau syahid49adapun hadis – hadis sebagai pendukung dari pada pembahasan ini adalah:

a. Sunan al Kubra lil Baihaqi50

حخأ

ُنحب ُمِلحسُم انث ،َدُواَد وُبَأ انث ،َةَساَد ُنحب ِرحكَب وُبَأ أبنأ ،ّيِراَبحذوّرلا ٍيِلَع وُبَأ اَنَرَ ب

ُنحب ُكِلاَم َناَك :َلاَق اّنِم ًَحوَم َةّيِطَع وُبَأ َِِثّدَح :َلاَق ٍلحيَدُب حنَع ،ُناَبَأ انث ،َميِاَرح بِإ

ََِإ اَنيِتحأَي ِثِرحيَوُحْا

:اَنَل َلاَقَ ف ،ِلَصَف حمّدَقَ ت :ُهَل اَنحلُقَ ف ُة ََّصلا ِتَميِقُأَف ،اَذَ اَن ََّصُم

ِها َلوُسَر ُتحعََِ ،حمُكِب يِلَصُأ ََ َِِ حمُكُثِدَحُأَسَو ،حمُكِب يِلَصُي حمُكحنِم ًَُجَر اوُمِدَق

َراَز حنَم " :ُلوُقَ ي َمّلَسَو ِهحيَلَع ُها ىّلَص

حمُهّمُؤَ يحلَو ،حمُهّمُؤَ ي َََف اًمحوَ ق

حمُهح نِم ٌلُجَر

b. Sunan Abu> Da>wud51

،اّنِم ًَحوَم ،َةّيِطَع وُبَأ َِِثّدَح ،ٍلحيَدُب حنَع ،ُناَبَأ اَنَ ثّدَح ،َميِاَرح بِإ ُنحب ُمِلحسُم اَنَ ثّدَح

ََِإ اَنيِتحأَي ، ٍثِرحيَوُح ُنحب ُكِلاَم َناَك :َلاَق

:ُهَل اَنحلُقَ ف ُة ََّصلا ِتَميِقُأَف ،اَذَ اَن ََّصُم

يِلَصُأ ََ َِِ حمُكُثِدَحُأَسَو ،حمُكِب يِلَصُي حمُكحنِم ًَُجَر اوُمِدَق :اَنَل َلاَقَ ف ،حهِلَصَف حمّدَقَ ت

:ُلوُقَ ي َمّلَسَو ِهحيَلَع ُها ىّلَص ِهّللا َلوُسَر ُتحعََِ ،حمُكِب

«

َز حنَم

،حمُهّمُؤَ ي َََف اًمحوَ ق َرا

حمُهح نِم ٌلُجَر حمُهّمُؤَ يحلَو

»

47

Ibid, 51. 48Mutabi’

adalah periwayatan yang berstatus pendukug pada periwayat yang bukan sahabat nabi.

49

Syahid adalah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat nabi

50

Abu Bakr Ahmad bin al- Husein al- Baihaqi, as- Sunan al- Kabir juz III, 179. 51Abu> Da>wudbin Asy’

as as- Sijistani al -Azdi, Sunan Abu> Da>wud Juz I (Beirut : Dar al –Fikr, 1994),162.


(51)

82

c. Musnad Ahmad bin Hanbal52

حمُهح نِم ٍلُجَر حنَع ،ِيِلحيَقُعحلا َةَرَسحيَم ِنحب ِلحيَدُب حنَع ،َديِزَي ُنحب ُناَبَأ اَنَ ثّدَح ،ٌعيِكَو اَنَ ثّدَح

ُكِلاَم َناَك :َلاَق ،َةّيِطَع اَبَأ ََّكُي

: َلاَق ،ُثّدَحَتَ ي اَن ََّصُم ِِ اَنيِتحأَي ِثِرحيَوُحْا ُنحب

َِِ حمُكَثِدَحُأ ََّح حمُكُضحعَ ب حمّدَقَ تَيِل ، ََ :َلاَقَ ف ،حمّدَقَ ت :اَنحلُقَ ف ،اًمحوَ ي ُة ََّصلا ِتَرَضَحَف

َمّلَسَو ِهحيَلَع ُها ىّلَص ِها َلوُسَر ُتحعََِ ،ُمّدَقَ تَأ ََ

َََف اًمحوَ ق َراَز حنَم ّنِإ " :ُلوُقَ ي

" حمُهح نِم ٌلُجَر حمُهّمُؤَ يحلَو ،حمُهّمُؤَ ي

3. Skema Sanad Hadis

Untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan I’tibar diperlukan pembuatan skema dan untuk seluruh sanad bagi hadis yang akan diteliti. Dalam pembuatan skema ada tiga hal penting yang perlu di mendapat perhatian yaitu:

a. jalur seluruh sanad

b. nama – nam periwayat untuk seluruh sanad

c. metode periwayatan yang diunakan oleh masing – masing periwayat.53 Ketiganya merupakan unsur yang selalu melekat pada sanad , bagi seorang peneliti yang akan mengadakan penelitian hadis harus mengetahuinnya.

Adapun skema sanad hadis tentang larangan imam perempuan dalan shalat riwayat Al- Tirmidhi> sebagai berikut:

52

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal Juz IV (Beirut: Dar al- fikr, tt),159

53


(52)

83

Rasulullah

Malik bin al Huairits (W. 74 H)

Abi Athiyah

Budail bin Yasar al Uqaili (W. 130 H)

Aba>na bin Yazid al Athor (W. 161 H )

Waki’Bin Jarrah (W. 177 H)

Hunad (W. 243 H) Mahmud bin Ghailan

(W. 247 H)

At- Tirmidhi> (W. 279 H)

لاق

نع

نع

نع

نع

انث انث

انث انث


(1)

al –Akkad, Abbas Mahmoud. 1976. Wanita Dalam Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang.

al- Dhahabi, Abi ‘Abdillah Shamsuddin Muhammad bin Ahmad bin ‘Uthman. 2009. Mizan al I’tidal . Beirut :dar risalah al ‘alamiyah.

al –Azim, Abi al Tayyib Muhammad Syamsyu al –Haq. Aun al- Ma’bud. Beirut :dar al Fikr.

‘Azami, Muhammad Mustafa. 1992. Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Hidayat.

al-Ghazali, Syaikh Muhammad. 1996. Studi Kritis Atas Hadis Nabi SAW: Antara

Pemahaman Tekstual dan Kontekstual, ter. Muhammad al-Baqir. Bandung:

Mizan.

al- Hamid, Muhammad. 1996. Risalah Actual, alih bahasa tarman Ahmad Qasim.

Cet. 1. Bandung; Trigenda Karya

al- Jamal, Ibrahim Muhammad. Fiqih Wanita,alih bahasa Anshari Umah

Sitanggal. semarang: As- syifa.

al Kha>tib, Muhammad Ajjaj. 1989. Ushul al H}adis wa Musthalahu. Beirut : Dar al Fikr.

al-Thah}h}an, Mahmu>d. 1995. Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis .Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Amando,Nina M. 2005. Ensiklopedi Islam. Jakarta : PT. ichtiar baru van hoeve.

Amin, Ahmad. 1968. Fadjrul Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Anwar, Moh. 1981. Ilmu Musthalah Hadith . Surabaya: Al-Ikhlas.

An- Nawawi, Al - Imam. 2010. al Majmu’ Sharah al muhadhab .Kairo: Dar al Hadis.

An Nawawi, Syarah Shahih Muslim . Beirut: Dar Ihya Turots,tt.

an – Naisaburi, Abi Bakr bin Ishaq bin Khuzaimah as- Salami. S}ah}i>h} Ibn

Khuzaimah Juz III. Beirut: Dar al- fikr, tt.

an – Naisaburi , Abi Abdullah Muhammad bin Abdullah al- Hakim. 1990. al


(2)

al Mubarakafuri, Imam al Hafiz} abi al Ula Muhammad Abd Rahman ibn ‘Abd ar Rahim. Tuhfah al Ahwadhi . Beirut: Dar al Kutb al ‘Alamiyah.

Al –Tirmidhi>,1998. Sunan at- Tirmidhi juz I. Beirut : Da>r al Arab al Islami.

As- San’ani, Muhammad bin Ismail al Amirr al Yamani. 1987. Subul as salam

Syarah Bulughul Maram , juz II. Beirut : Dar al Kitab al Arabi.

ad- Daruquthni, Ali bin Umar. 1994. Sunan ad Daruquthni Beirut : dar al fikr.

Al -jazari, Abu> al- Hasan ‘ali bin Abi> al- Karim Muhammad bin Muhammad bin ‘Abd al- Karim bin ‘Abd al- Wa>hid asy- Syaiba>ni>. 1997. al – Kamil fi at-

Tarikh juz VI. Beirut: Da>r al- Kutub al- Araabi.

al -Asqalani, Syihab ad Din abi al Fadl Ahmad bin ali bin Hajar. al Isabah fi

Tamyizi, juz 1. Dar al Kutub al Ilmiyah, tt.

al-Qatthan, Manna’ Khalil. 2006. Mabahith Fi ‘Ulum al-Hadis (Pengantar ilmu

Hadis), terj. Mifdol Abdurrahman. Jakarta: Pustaka al-Kauthar.

Arifin, Zainul. 2010. Study Kitab Hadis .Surabaya: al-Muna.

asy- syaukani, Muhammad bin ali bin Muhammad bin Abdullah al yamani. 1993.

Nailul Authar . Mesir : Dar al –Hadis.

Al- Imam al Hafidz Abi al ‘Ula Muhammad Abd Rahman ibn Abdi ar Rahim al Mubarakafuri, Tuhfatul Ahwadzi .Beirut : Dar al Kutub al Alamiyah tt.

al -Qathani, Said bin Ali bin Wahf. 2004. Kriteria Imam Dalam Shalat Sesuai al

Quran dan Sunnah . Jakarta: Pustaka at- Tazkia

al- Qurt}ubi>, Ibnu rusy. 2004. Bidayatul Mujtahi>d juz I. Kairo,: Da>r al- hadi>ts. al-Mizi, Jamaluddin Yusuf. 1992.Tahdib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal, Juz VIII.

Bairut: Muassasah al-Risalah.

Al- Asqalani, Hajar Tahdzib at Tahdzib, juz IV. Dar al Kutub al Ilmiyah, tt.

as – Salih, Subhi . 1995. Membahas Ilmu- ilmu Hadis . Jakarta : Pustaka Firdaus.

al -Syafi’i,Muhammad ibn Idris. 1986. ikhtilaf al- Hadith. Beirut:Da > r al- Kutub al – Alamiyah.


(3)

Ayyub, Hasan Muhammad. 2008. Panduan Beribadah Khusus Pria Menjalani

Ibadah Sesuai Tuntunan al Quran dan Sunnah. Jakarta : Almahira .

Chalil, Moenawar. 1956. Kembali Pada al- Qur’an dan ash- S}unnah. Jakarta: Bulan Bintang.

Djuned,Denial. 2010 . ilmu hadis : Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis . Jakarta: Erlangga,

Ibnu Jama’ah, 1406 H. al Minhal al Rawi. Beirut,Da>r al fikr .

Dahlan, Abdul Azis. 2006. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Dhulmani, 2008. Mengenal Kitab-Kitab Hadis .Jogjakarta: Insan Madani.

Engineer , Asghar Ali. 1994.Hak- Hak Perempuan Dalam Islam, alih bahasa Farid Wajiddi dan Cici Farkha Assegaf, cet I. t.k : Benteng Interversi Utama.

Fattah, Ibrahim Abdul. 1992. Alqaul al-Hasif Fi Bayani al-hadis ad-Dhaif . Kairo: Dar Thiba’ah al-Muhammadiyah

.

Hasyim,Ahmad Umar. 1997. Qawa’id Ushul al-Hadits.Beirut: Alimul Kutub.

Ibnu Quad>mah, al Mughni> juz II . Beirut: Da>r al- Fikr, tt.

ibnu majah, Abu Abdullah Muhammad bin yazid. 1992. sunan ibnu majah, alih bahasa Abdullah shonhaji semarang: asy- syifa’

Ibn abd Malik, Ibnu Bathal abu al Hasan ali bin Khalaf. 2003. Syarah shahih

bukhori li ibn bathal juz II. Riyadh : Maktabah al Rusyd.

Ichwan , Mohammad Nor. 2007. Studi Ilmu Hadis . Semarang: RaSAIL Media.

Idris, 2010. Studi Hadis. Jakarta: Kencana.

Ismail , M. Syuhuddi. 1992. Metode Penelitian Hadis Nabi, cet 1 .Jakarta : Bulan Bintang.

ismail, M. Syuhudi. 1988. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis. jakarta: bulan bintang.

Ismail, M. Syuhudi. 1994. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual : Telaah Ma’ani al- Hadis Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan lokal. Jakarta : BUlan Bintang


(4)

Jumhuriyah Mesir al ‘Arabiyah, al Mu’jam al Ausat}. Mesir : Maktabah al Shuruq al Dauliyah.

Khon, Abdul Majid. 2009. Ulumul Hadis . Jakarta: Amzah.

Kuntowijaya, 1993. Arah Pengembangan Organisasi Wanita Islam Indonesia :

Kemungkinan – Kemungkinannya. Jakarta: INIS.

M. Abdurrahman dan Elan Sumarma, 2011. Metode Kritik Hadis, cet. I. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Moch Anwar, 1995. ilmu nahwu:Terjemahan Matn Jurumiyah dan Imrit{Ii.

Bandung: Sinar Bandung Alsendo

Mernissi, Fatimah. Dan Rifat Hassan, 1995. Setara Dihadapan Allah .

Yogyakarta : LSPPA.

Mernisi, Fatima . 1994. Wanita di Dalam Islam. Bandung; Pustaka

Mulkan, Abdul Munir. 1994. Maslah- Masalah Teologi dan Fiqih : Dalam Tarjih

Muhammaddiyah,cet.1. Yogyakarta :SIPRESS.

mas’adi, Ghufran A. 1996. Ensiklopedi Islam . Jakarta : PT. Grafindo Persada.

Muh. Zuhri, 2003. Hadis Nabi : Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.

Mandhur, Ibnu. 2003. Lisa>n al Arab, jilid III . Kairo: Da>r al Hadi>th.

Mustaqim, Abdul. 2009. Ilmu Ma’ani Hadis:Paradigm Interkoneksi Berbagai

Teori dan Metode Memahami Hadis Nabi . Yogyakarta :Odes Press.

Poerwodarminto, 2001. kamus bahasa Indonesia . Jakarta : balai pustaka.

Partanto Pius A dan M. dahlan Al Barri, 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.

Qardawi, Yusuf. 1995. Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw. Bandung:

Kharisma.

Rahman, Fazlur. 1984. Membuka Pintu Ijtihad, alih bahasa Anas Muhyidin. Bandung: Pustaka.

Racman , Budi Munawar dkk. 1996. Rekonstruksi Fiqih Perempuan. Yogyakarta: Ababil.


(5)

Ranuwijaya, Utang. 1996. Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Rahman, Fatkhur. 1991 . Ikhtisar Musthalahul Hadits .Bandung: PT al-Ma'arif.

Shihab, Quraish. 1994. Membumikan Al- quran:Fungsi dan Peran Wahyu Dalam

Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.

Sabiq, Sayyid. 1996. Fiqih Sunah,alih bahasa Mahyudddin Syaf. Bandung : al- Ma’arif.

Suparta, Munzier. 2010. Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Pers.

Said , Imam Ghozali dan A. Zaidun, 1995. Bidayatul Mujtahid. Jakarta : Pustaka Yamani.

Sabiq, Sayyid 1987.Fiqih Sunnah 2. Bandung : PT. al Ma’arif.

Sumbulah, Ummi. 2008. Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis. Malang: Uin Malang Press.

Usman, Ali al Jarim dan Mustafa. 1993. al Balagah al Wadihah. Bandung: Sinar Bandung Alsendo.

Yuslem, Nawir. 2001. Ulumul hadis . t.k: Mutiara sumber Widya.

Zuhri, Muh. 2003. Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama : NILA NAJMIYAH

Tempat, Tanggal Lahir: Gresik, 3 Juni 1988

Alamat : Hulaan - Menganti - Gresik

Pendidikan : 1. Mi Raudlotul Ulum (Menganti- Gresik)

2. Mts al- Hikmah (Purwoasri- Kediri) 3. Mak al- Hikmah( Purwoasri - Kediri) Keahlian Khusus : Hafal al- Qur’an 30 Juz

Pengalaman : 1. MTQ Tingkat 15 Juz

2. MHQ Tingkat 20 Juz 3. MHQ Tingkat 30 juz 4. Mengajar TPQ Anak- Anak

5. Mengajar TPQ Dewasa