Kontrasepsi menurut hadis Nabi saw: penyelesaian hadis mukhtalif tentang 'azl dalam Musnad Ahmad no. indeks 14346 dengan no. indek 27447.

(1)

KONTRASEPSI MENURUT HADIS NABI SAW

(PENYELESAIAN HADIS MUKHTALIF TENTANG

‘AZL

DALAM

MUSNAD

AH}MAD

NO. INDEKS 14346 DENGAN NO.

INDEKS 27447)

SKRIPSI

Oleh:

IRMA ROSIKHOTUL FIKRIA HANIM

E73213123

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ii

ABSTRAK

Irma Rosikhotul Fikria Hanim, 2017. KONTRASEPSI MENURUT HADIS

NABI SAW (PENYELESAIAN HADIS TENTANG ‘AZL DALAM MUSNAD

AH{MADNO. INDEKS 14346 DENGAN NO. INDEKS 27447)

Mayoritas umat Islam di Indonesia menggunakan kontrasepsi. Namun, penggunaan alat kontrasepsi masih mendapat tanggapan pro dan kontra dalam Islam. Hal ini dilatarbelakangi oleh perbedaan pemahaman para ulama terhadap

hadis yang membahas tentang ‘azl, yakni hadis yang memperbolehkan ‘azl dan

hadis yang menolaknya. Al-Quran pun tidak memuat pernyataan yang pasti dalam menyetujui atau menentang kontrasepsi. Oleh karenanya, penulis melakukan

penelitian untuk menjawab permasalahan mengenai kualitas dan ke-hujjah-an

hadis tentang ‘azl dalam kitab Musnad Ah}mad yakni antara hadis yang

membolehkan ‘azl dan hadis yang menolaknya. Penelitian ini juga membahas

tentang pemaknaan dan penyelesaian kedua hadis tersebut dengan ilmu Mukhtali>f al-H{adi>th serta implikasi dari hadis ‘azl terhadap kontrasepsi saat ini. Penelitian

ini bersifat kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode

penyajian secara deskriptif dan analitis. Penelitian ini menggunakan kitab Musnad

Ah{mad dan dibantu dengan kitab standar lainnya, kemudian dianalisa dengan

menggunakan metode takhri>j dan menerapkan kajian keilmuan Ma‘ani al-H{adi>th

serta Mukhtali>f al-H{adi>th dalam memecahkan kedua hadis tersebut. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu kualitas hadis tentang dibolehkan ‘azl dan penolakan ‘azl adalah s}ah}i>h} li> dhatihi dan termasuk kategori maqbu>l ma‘mu>lun bih. Setelah mengkaji kedua hadis tersebut dengan keilmuan Mukhtali>f al-H{adi>th, dapat diketahui metode yang tepat adalah al-jam‘u wa al-tawfi>q. Berdasarkan hasil kompromi kedua hadis tersebut, dokter muslim membenarkan kontrasepsi dengan dasar-dasar medis tertentu. Sehingga ilmu Biomedis yang terus berkembang sampai saat ini, telah berhasil merancang metode kontrasepsi baru dan banyak riset yang dilakukan untuk menyempurnakan cara-cara kontrasepsi yag sudah ada.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

ABSTRAK ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Kegunaan Penelitian ... 10

F. Telaah Pustaka ... 11

G. Metode Penelitian ... 13


(8)

xi

BAB II : KAIDAH KES{AH{I<HAN H{ADITH, ILMU MA‘A<NI< AL H{ADI<TH, MUKHTALI<<<<<<<<F AL H{ADI<TH SERTA TINJAUAN UMUM KONTRASEPSI

A. Kaidah Kes}ah}i>h}an Hadis ... 19

1. Kaidah Otentisitas Hadis ... 20

2. Kaidah Validitas Hadis ... 29

B. Kaidah Keh}ujjahan Hadis ... 32

C. Ilmu Ma‘a>ni> al Hadi>th ... 35

D. Ilmu Mukhtali>f al-H{adi>th ... 41

E. Tinjauan Umum Kontrasepsi ... 49

BAB III : TINJAUAN REDAKSIONAL HADIS TENTANG ‘AZL A. Biografi Ah}mad bin H{anabal ... 59

B. Karakteristik Kitab Musnad Ah}mad ... 61

C. Hadis Tentang Dibolehkannya ‘Azl ... 67

D. I‘tibar H{adi>th ... 86

E. Hadis tentang Penolakan ‘Azl... 87

F. I‘tibar H{a>di>th ... 110

BAB IV : ANALISIS HADIS TENTANG ‘AZL A. Kualitas dan Keh}ujjahan Hadis tentang Pembolehan ‘Azl ... 112

1. Analisis sanad hadis tentang pembolehan ‘azl ... 112

2. Analisis matan hadis tentang pembolehan ‘azl ... 118

B. Kualitas dan Keh}ujjahan Hadis tentang Penolakan ‘Azl ... 126


(9)

2. Analisis matan hadis tentang penolakan ‘azl ... 133

C. Pemaknaan Hadis tentang ‘Azl dan Penyelesaiannya ... 142

D. Implikasi Hadis tentang ‘Azl terhadap Metode Kontrasepsi Saat

Ini ... 158

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 165

B. Saran ... 166

DAFTAR PUSTAKA ... RIWAYAT HIDUP


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kontrol reproduksi atau yang terkenal dengan sebutan kontrasepsi, bukan

merupakan tindakan yang asing. Teknologi kontrasepsi ini sudah dikenal sejak

zamn kuno,kurang lebih 2700 SM dengan ditemukannya di Cina sebuah resep

yang menulis tentang obat peluntur (abortifum), yang diduga merupakan

teknologi kontrasepsi pertama dalam sejarah keluarga berencana.1 Peristiwa ini

merupakan kejadian umum bahkan sudah menjadi sebuah aturan dalam beberapa

negara di dunia seperti Indonesia. Indonesia telah mencanangkan program

keluarga berencana sejak masa kepresidenan Soeharto tahun 1968 hingga saat ini.2

Namun praktik kontrasepsi ini mendapatkan tanggapan pro dan kontra

dalam pandangan Islam. Adapun ulama yang menentang kebijakan program

Keluarga Berencana diantaranya adalah Abu al-„Ala Maududi, Muhammad Shafi‟

dari Karachi, dan Maulana Ihtisham al-haq Thanvi juga dari Karachi. Di pihak

lain, terdapat pemikir-pemikir Islam seperti Fazlur Rahman, Khalifa Abdul

Hakim, Akhtar Hameed Khan, dan Muhammad Syahidullah yang mendukung

program Keluarga Berencan tersebut. Kemudian mengutip pendapat dari dunia

1HR. Siswosudarmo, dkk., Teknologi Kontrasepsi (Yogyakarta: Gadjah Mada university

Press, 2001), 1.

2Istiadah, Kemandirian dalam Keterpaksaan Tinjauan Makna Fenomenologis Keluarga


(11)

2

kedokteran, Ibnu Sina (Avicena) menyatakan bahwa kontrasepsi merupakan

bagian yang sah dalam praktek kedokteran.3

Hal ini perlu dikaji kembali karena mengetahui mayoritas penduduk

Indonesia beragama Islam dan sebagian besar dari mereka mempraktekkan

Kontrasepsi ini. Al-Qur‟an tidak memuat pernyataan yang pasti dalam menyetujui

atau menentang kontrasepsi. Secara eksplisit, Al-Qur‟an justru mengutuk

pembunuhan bayi yang umumnya dilakukan pada bayi perempuan dan biasa

terjadi di Arab pada masa pra-Islam. Allah berfirman:

َد ًَْوَأ اوُاُد َِْدَ ًََو

اًِِبَه هًَْطَِ َنهَه ْحُهَاْد َدٌ انِ ْحُههايِ َو ْحُهُدٌُْْثَد َََُْ ٍق َىْتِ َََ ْشََ ْحُه

“Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat, kamilah

yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya

membunuh mereka adalah dosa yang besar.”4

ْحُهايِ َو ْحُكٌُُْْثَد َََُْ ٍق َىْتِ َِْت ْحُهَد ًَْوَأ اوُاُد َِْدَ ًََو

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin.

Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.”5

Beberapa pemikir muslim menafsirkan ayat ini, seperti Maududi yang

akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa jika kontrol reproduksi didorong dengan

kekhawatiran akan berkurangnya sumber penghasilan dan kemerosotan ekonomi,

3Siswosudarmo, dkk., Teknologi Kontrasepsi, 1

4Al-Qur’an dan terjemahnya, 17:31. 5Al-Qur’an dan terjemahnya, 6: 151


(12)

3

maka ini sama saja dengan pembunuhan bayi.6 Namun menurut beberapa penafsir

lain seperti M. Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat ini berkenaan dengan

kontrol reproduksi dinilai tidak tepat. Ayat ini diturunkan untuk mengakhiri

pembunuhan bayi perempuan. Konon, pada zaman pra-Islam di Arab perempuan

dianggap aib dalam keluarga. Karena itu, saat mereka dilahirkan, para bayi itu

dikubur hidup-hidup. Sudah menjadi pengetahuan umum jika Al-Qur‟an

mengharamkan praktek ini, akan tetapi tidak dapat disimpulkan jika Al-Qur‟an

juga melarang praktik kontrasepsi, karena pada dasarnya kontrasepsi sangat

berbeda dari pembunuhan bayi. Pembunuhan bayi dilakukan dengan pembunuhan

nyata terhadap bayi yang ada dihadapan seseorang. Sedangkan kontrasepsi tidak

melibatkan aksi pembunuhan anak ataupun ruh dari bakal anak. Telah menjadi

wacana publik bahwa selama proses reproduksi hanya satu sperma dari jutaan

sperma yang berhasil dibuahi oleh sel telur. Hal tersebut bukan berarti bahwa sisa

sperma yang tak terhitung jumlahnya itu adalah anak-anak yang mati.

Kesimpulannya, Al-Qur‟an tidak memberi keterangan dan penjelasan apapun

terkait dengan kontrasepsi. Oleh karenanya, pintu Ijtihad terbuka lebar dalam

permasalahan ini.7

Ulama juga menggunakan hadis yang merupakan sumber kedua setelah

Al-Qur‟an yang didalamnya memuat beberapa permasalahan umat, baik yang

sudah ataupun belum tercantum dalam Al-Qur‟an untuk menanggapi

permasalahan di atas. Dalam beberapa kitab hadis mu„tabar seperti S{ahih

6Abu Fadl Mohsin Ebrahim, ter. Sari Meutia, Aborsi, Kontrasepsi dan Mengatasi

Kemandulan (Bandung:Mizan, 1997),56 7Ibid., 57


(13)

4

Bukhari dan S{ahih Muslim ditemukan informasi tentang praktik ‘azl yang

dilakukan oleh para sahabat Nabi.8 ‘azlsendiri berarti proses penarikan oleh

laki-aki pada saat pengeluaran sperma untuk mencegah terjadinya pembuahan ovum

(coitus interruptus).9 Dalam dunia kedokteran, ‘azl ini merupakan salah satu metode kontrasepsi alami.

Salah satu hadis tentang ‘azl terdapat dalam kitab Musnad Ah}mad sebagai

berikut:

ِ ا ِلوددُسَ َ ِ ٌ ددُجَ َءهددَج َلهددٌَ دٍثَِهددَج َْددَق دَِِْدَ ددلا وددََُأ هَاَدَاثددَح دٌثددْد َُْ هَاَدَاثددَح دٌحددِمهَ هَاَدَاثددَح

ُ ا ُااددَل

َق ُفودُ َأ دهَاُد َ هدَسَو هدَاُتِدهََ َيدَِو دًَدَيِ هَج ِة انِ َلهدََِد: دَحااَسَو َِْ َاَق

َلهدٌَ دَ دِمََْ ْنَأ َُْثدْهَأ هدَ َأَو دهدَهْد َا

َلهدََِد: دُْهدَََأ اُُ دُ ُجاثلا َثِبَاَد: َلهٌَ دع هََ َ ثٌُ هَت هَه َََِْ َس َُا ِهَ: دَََِْم ْنِ هَهْداَق ْلِ ْقا ع

ْثدٌَ ََدَيِ هَْْا انِ

هَه َََِْ َس َُا َأ َأَُْثَدبََْأ ْثٌَ ع َلهٌَ دََْاَََ

هََ َ ثٌُ هَت

Telah menceritakan kepada kami Ha>shim telah menceritakan kepada kami Zuhair telah mengkhabarkan kepada kami Abu> al-Zubair dari Ja>bir berkata: seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW sambil bertanya; Saya memiliki seorang budak perempuan yang bekerja melayani dan menyirami tanaman kami, saya sering menidurinya, akan tetapi saya tidak ingin jika dia hamil. Lantas beliau bersabda: Jika kamu mau, lakukanlah azl, namun sekalipun begitu, apa yang ditetapkan Allah pasti akan terjadi juga. Tidak lama kemudian, laki-laki itu datang kepada Nabi SAW lalu berkata; Budak perempuanku telah hamil. Lantas beliau bersabda: Bukankah saya telah

8Hadis-hadis tentang ‘azl tersebut diriwayatkan dalam bebrapa kitab hadis yaitu; kitab

S{ahi>h al-Bukhari> bab al-‘azl no. 5207, 5208 dan 5209; S{ahih Muslim bab Hukmu al-‘azl

no. 1438-1440 dan 1442; Sunan Abu Da>wud bab Ma> Ja>’a fi al ‘Azl no. 2173; Sunan

al-Tirmdhi> bab Ma> Ja>’a fi al ‘Azli no. 1136-1137 dan bab Ma> Ja>’a fi> Kara>hiyati al-‘Azli

no. 1138; Sunan Ibn Majah, bab al-‘Azl no. 1926-1928 dan bab al-Ghayl no. 2011,

Musnad Ah}mad, bab musnad Ja>bir ibn ‘Abdullah no. 14346 dan 15140, bab Jud>mah ibnti Wahab no. 27036 dan no 27447.

9Akhter Hameed Khan, Islamic Opinion on Contraceptive, dalam Muslim Atiitude

towards Family Planning, ed. Olivia Schieffelin (New York: The Population Council, 1973), 62; Ibid.,

10Abu> ‘Abd La>h Ah}mad ibn Muhammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad ibn

al-Shayba>ni>, Musnad al-Ima>m Ahmad ibn H{anbal, Vol. 22 (t.t: Mu’assisah al Risa>lah,


(14)

5

mengatakan kepadamu, bahwa apa yang telah ditetapkan Allah pasti akan terjadi.

Imam Muslim juga menyebutkan sebuah riwayat tentang ‘azl yang

bersumber dari Abu> Sa‘i>d al-Khud}ry, ia berkata :

ِثْبَق ََْق دٍثامَُُ ََْق دٍنْوَق ََُْا هَاَدَاثَح دٍذهَعُت ََُْ ُذهَعُت هَاَدَاثَح د اََدمُمْلا ََُْ ُثامَُُ هَاَدَاثَحو

َََِْاثلا

َس ِاَأ َ ِ ُْادَ اََح َثيِثَْحا ادَثَد: َلهٌَ د يِ هَوْ َْ ا ٍثْشَِ ََِْ

ِ االا َثْاِق ُلْ َعْلا َثِهُذ َلهٌَ يِ ْثُْْا ٍث ِع

َلهََِد: دَحااَسَو َِْ َاَق ُ ا ُااَل

«

؟ْحُهاَذ هَتَو

»

دهَهْداِت ُب ِوُ َد: دُعِضْثُدَ ُةَأْثَمْلا ََُل ُنوُكََ ُ ُجاثلا اوُلهٌَ

َْ ا ََُل ُنوُكََ ُ ُجاثلاَو دَُْاِت َ ِمََْ ْنَأ َُْثْكَيَو

َلهٌَ دَُْاِت َ ِمََْ ْنَأ َُْثْكَيَو دهَهْداِت ُب ِوُ َد: ََُت

«

َىَ:

ُ َثَِْلا َوُ هَاُِهَ: دْحُهاَذ اوُاَعْفَدَ ًَ ْنَأ ْحُكْ َاَق

»

Dan telah menceritakan kepada kami Muh}ammad ibn al Muthanna telah menceritakan kepada kami Mu‘adh ibn Mu‘adh telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Muh}ammad dari Abdu al-Rahman ibn Bishr al Ans}a>ry> dia berkata; Hadits ini dikembalikan riwayatnya sampai kepada Abu Sa'id Al Khudri dia berkata ‘azl disebut-sebut disisi Rasulullah saw maka belia

bersabda : “Apa yang terjadi dengan kalian ? “. Maka para Sahabat

menjawab : Ada seorang laki-laki memiliki istri yang sedang menyusui, lalu ia menyetubuhinya, dan ia tidak ingin istrinya hamil dari persetubuhan tersebut, dan seorang laki-laki yang memiliki budak wanita, lalu ia menyetubuhinya, dan ia tidak menginginkan budak wanitanya hamil dari

persetubuhan tersebut, maka Rasulullah saw bersabda : “Tidak apa-apa

kalian untuk melakukannya, karena ia adalah merupakan urusan taqdir.

Kemudian Imam Nawawi menyatakan dalam kitab al-Majmu>’ Sharh

al-Muhadhdhab bahwa dalam hadis tersebut dijelaskan sebab melakukan ‘azl itu ada

dua yaitu, pertama, tidak menginginkan lahirnya seorang anak dari seorang budak

wanita, karena ingin menjaga harga diri, maupun karena khawatir (tidak lakunya)

budak wanita tersebut bila dijual, jika telah menjadi seorang Ibu. Kedua, tidak

menginginkan lahirnya seorang anak dari istri yang sedang menyusui, karena

11Muslim ibn al Hajja>j Abu al Hasan al Qushairi al Naysaburi, S{ahi>h Muslim, Vol.2


(15)

6

membahayakan anak yang disusui.12 Hadis di atas menunjukkan bahwa para

sahabat telah mempraktekkan ‘azl dalam kehidupan mereka dan Nabi SAW pun

tidak melarang akan perbuatan tersebut.

Hadirnya beberapa riwayat dari para Shahabat tentang praktek ‘azl,

peristiwa tersebut tidak mendapat tanggapan apapun dari Al-Qur‟an dan Nabi

SAW pun tidak melarang terhadap perbuatan ‘azl yang dilakukan oleh para

sahabat pada saat itu. Akan tetapi, terdapat kerancuan yaitu hadirnya riwayat

yang menyatakan penolakan Nabi SAW terhadap ‘azl yang terdapat dalam kitab

Musnad Ah}mad juga, yaitu hadis riwayat Judamah ibnti Wahab ra.:

دَق دِدَودْسَْ ا ودََُأ ََِِاثدَح َلهٌَ دَبو يَأ ِاَأ َََْا ِِْعَدي ٌث ِعَس هَاَدَاثَح دَثيِ َي ََُْ ِ ا ُثْبَق هَاَدَاثَح

َْدَق دَةَوْثدُق َْ

َْو َِْاَِ َََتاَثُج ََْق دَََشِئهَق

ِِ َحاادَسَو َِدْ َاَق ُ ا ُااَل ِ ا َلوُسَ ُتْثَدَح ََْلهٌَ دَََمهاكُق ََُِْأ د ٍب

وددددُا ِغُي ْحددددُ اَذِهددددَ: َسِ هددددَ:َو دِمو ثددددلا ِِ ُتْثددددَظَاَد: َِددددَا ِغْلا َِددددَق ُددددَهْد َأ ْنَأ َُددددْمَََ ْثددددََِل ع ُلوددددَُِدي َوددددَُو ٍسهددددَ

َن

ًَْوَأ ثُدَي ًََو دْحَُد ًَْوَأ

َُدَل َحاادَسَو َِدْ َاَق ُ ا ُاادَل ِ ا ُلودُسَ َلهدََِد: ِلْ دَعْلا ََِق ُْوُلَََس اُُ دهًَْ َم َأِلَذ ْحَُد

} ََْاَُِس ُةَدوُءْوَمْلا اَذِ َو{ َوَُو ع يِفَْْا ُدْأَوْلا َكاَذ ع

3

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdulla>h ibn Yazi>d, telah menceritakan

kepada kami Sa'id yaitu ibn Abu> Ayyu>b telah menceritakan kepadaku Abu> al Aswa>d dari Urwah dari Aishah dari Juda>mah ibnti Wahb saudarinya Ukashah, dia berkata: Saya hadir waktu Rasulullah bersama orang-orang, sedangkan beliau bersabda: Sungguh saya bertekad untuk melarang ghilah, setelah saya perhatikan orang-orang Romawi dan Persia, mereka melakukan ghilah, ternyata hal itu tidak membahayakan anak-anak mereka sedikit pun.

Kemudian mereka bertanya mengenai ‘azl, Maka Rasulullah SAW

menjawab: Itu adalah pembunuhan secara tidak langsung. Firman Allah: Jika bayi-bayi yang dibunuh ditanya.

12Abu Zakariya Muhyi al Di>n Yahya Sharaf al-Nawawy, Al-Majmu>’ Sharh

al-Muhadhdhab, Vol. 18(Beirut: Da>r ak fikr, 1417H), 221. 13Al-Shayba>ni>, Musnad al-Ima>m Ahmad, 437.


(16)

7

Adanya hadis yang membolehkan dan menolak ‘azl di atas, merupakan

indikator yang memberi informasi bahwa seolah-olah ada kejanggalan dan

ketidakkonsistenan seorang Rasulullah SAW ketika mengeluarkan hadis. Hal

tersebut tentunya perlu diluruskan dengan melakukan penelusuran dan penelitian

lebih mendalam, sebab jika tidak, maka implikasinya akan sangat negative

terutama bagi kaum inkar al sunnah (kelompok Islam yang tidak menganggap

hadis sebagai salah satu sumber hukum Islam).14 Selain itu hal tersebut juga akan

memperumit para nas}i>r al sunnah dalam memahami hadis dan melakukan istinba>t}

hukum dari kedua hadis yang seolah bertentangan tersebut.

Jika adanya hadis yang bertentangan tersebut dianggap sebagai sesuatu

yang rancu dan rumit, maka dengan dilakukan penelitian, kerancuan yang

seakan-akan mempersulit tersebut seakan-akan ditemukan benang merah dan titik terang yang

akhirnya memperjelas permasalahan yang terdapat dalam hadis tersebut. Oleh

karena itu, kedua hadis yang saling bertentangan tersebut akan dikaji dengan mengguanakan keilmuan Mukhtali>f al h}adi>th.

Telah diketahui secara umum bahwa, ‘azl merupakan salah satu metode

kontrasepsi sederhana dan tertua dalam sejarah perkembangan kontrasepsi. Dan

keterangan hadis di atas menunjukkan bahwa pengontrol reproduksi wanita pada

zaman Nabi saw dulu adalah seorang suami yang tidak menginginkan terjadi

kehamilan. Sebaliknya pada era modern ini, pengendali reproduksi yang berupa

alat-alat kontrasepsi sebagian besar diperuntukkan pada istri.

14Ahmad husnan, Gerakan Inkaru As Sunnah Dan Jawabannya, (Jakarta: Media Dakwah,


(17)

8

Pada saat ini juga sudah hadir beberapa alat kontrasepsi yang dapat

dipastikan memiliki nilai kemaslahatan dan beberapa efek samping yang

ditimbulkan dari berbagai macam alat kontrasepsi. Kemudian muncul berbagai

metode kontrasepsi yang berkembang di dunia ini yang masih dipertanyakan

tentang relevan atau tidaknya dengan hadis-hadis yang terkait dengan praktik ‘azl.

Oleh sebab itu, untuk menjembatani problem-problem di atas, selain dilakukan

penyelesaian terhadap hadis yang kontradiktif, perlu juga dilakukan kajian lebih

mendalam terhadap kandungan makna hadis-hadis tentang ‘azl tersebut. Dalam

hal ini, hadis-hadis ‘azl juga akan dikaji menggunakan keilmuan Ma’a>ni al

H{adi>th.

B. Identifikasi Masalah

Berdasaarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka ada

beberapa hal yang dapat dikaji, di antaranya:

1. Urgensi hadis ini bagi umat Islam

2. Aplikasi kandungan hadis bagi kehidupan manusia

3. ‘Azl salah satu metode Kontrasepsi

4. Hadis-hadis tentang ‘azl

5. Kualitas hadis tentang pembolehan ‘azl (no. indeks 1439)

6. Kualitas hadis tentang penolakan ‘azl (no. indeks 1442)

7. Penyelesaian hadis-hadis yang mukhtalaf

8. Pemaknaan terhadap hadis-hadis tentang ‘azl

9. Relevansi hadis-hadis tentang ‘azl dengan realitas Kontrasepsi pada masa


(18)

9

10.Metode-metode kontrasepsi yang sesuai dengan nilai moral yang terkandung

dalam hadis Nabi saw

Terkait dengan beberapa permasalahan yang diidentifikasi di atas, perlu

adanya pembatasan masalah agar pembahasan dalam penelitian ini tidak melebar.

Penelitian ini difokuskan pada pemaknaan hadis tentang ‘azl. Kemudian

menyajikan bentuk teknologi kontrasepsi yang berkembang saat ini, untuk

kemudian diintegrasikan kedalam hadis-hadis Nabi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasai masalah di atas, penulis

merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas dan kehujjahan hadis tentang ‘azl dalam Musnad Ah}mad

ibn Hanbal no. 14346 dan no. 27447?

2. Bagaimana pemaknaan dan penyelesaian hadis tentang ‘azl dalam S{ah}i>h

Muslim no. 14346 dan no. 27447?

3. Bagaimana implikasi hadis tentang ‘azlterhadap metode kontrasepsi saat ini?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai

berikut:

1. Untuk menjelaskan kualitas dan kehujjahan hadis tentang ‘azl dalam S{ah}i>h

Muslim no. 14346 dan no. 27447.

2. Untuk menjelaskan pemaknaan dan penyelesaian hadis tentang ‘azl dalam


(19)

10

3. Untuk menjelaskan implikasi hadis tentang ‘azl terhadap metode kontrasepsi

saat ini.

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini disusun untuk memenuhi tujuan sebagai berikut:

1. Secara teoretis, Penelitian ini berguna sebagai sumbangsih akademis bagi

civitas akademika yang mendalami kajian hadis dan sebagai pijakan untuk

penelitian selanjutnya.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari, sehingga seseorang mengetahui kontrasepsi yang baik dapat

menggunakan metode kontrasepsi yang sesuai dengan tuntunan hadis Nabi

saw.

F. Telaah Pustaka

Sejauh penelusuran yang telah dilakukan di perpustakaan fakultas

Ushuluddin dan perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, baik secara manual

maupun digital, penelitian tentang Kontrasepsi menurut Hadis Nabi saw

(Penyelesaian hadis tentang ‘azl dalam Musnad Ah}mad no. indeks 14346 dan

27447) secara khusus belum pernah dikerjakan oleh Mahasiswa UIN Sunan

Ampel Surabaya. Namun, penelitian yang terkait dengan pencegahan kehamilan

dan metode kontrasepsi telah banyak dibahas dengan berbagai ragam tema dalam

karya tulis sebelumnya.

Berdasarkan penelusuran tersebut, ditemukan beberapa karya tulis yang

membahas tentang metode kontrasepsi , di antaranya: Skripsi Mukhammad


(20)

11

Tubektomi dalam Keluarga Berencana”15

, Skripsi Lathifatul Mahbubah yang

berjudul “Pandangan Ulama NU Kab. Lamongan dalam Perspektif Maqa<sid al Shari‘ah Terhadap Penggunaan Intra Uterine Device dalam Keluarga

Berencana”16, Skripsi Ahmad Husnan yang berjudul “Analisis Hukum Islam

Terhadap Pemibnaan Keluarga Saki>nah Mawaddah wa Rah}mah melalui Program

Keluarga Berencana di desa Bangilan, Kec. Bangilan Kab. Tuban”17

, Skripsi

Mohammad Ikhwanuddin yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap

Penggunaan Kontrasepsi Ekstrak Gandarusa Oleh Suami Dengan Alasan

Pencegah keturunan”18

Dari beberapa karya tulis diatas lebih menganalisis terhadap salah satu

metode kontrasepsi dan hukum Islamnya serta beberapa pandangan ulama.

Sedangkan penelitian yang membahas tuntas hadis tentang ‘azl dan relevansinya

dengan ragam metode kontrasepsi saat ini, belum pernah ditemukan.

15Mukhammad Mahrus, Analisis Hukum Islam terhadap Vasektomi dan Tubektomi

dalam Keluarga Berencana, skripsipada Jurusan Ahwa>l Al-Shahshiyah, Fakultas Syariah, UIN Sunan Ampel, 2010.

16Lathifatul Mahbubah, Pandangan Ulama NU Kab. Lamongan dalam Perspektif

Maqa<sid al Shari‘ah Terhadap Penggunaan Intra Uterine Device dalam Keluarga Berencana, skripsi pada jurusan Ahwa>l Al-Shahshiyah, Fakultas Syariah, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015.

17Ahmad Husnan, Analisa Hukum Islam Terhadap Pemibnaan Keluarga Sakinah

Mawaddah wa Rahmah Melalui Program Keluarga Berencana di Desa Bangilan, Kec. Bangilan Kab. Tuban, skripsi pada Jurusan Ahwa>l Al-Shahshiyah, Fakultas Syariah, IAIN Sunan Ampel Surabya, 2009.

18Mohammad Ikhwanuddin, Analisa Hukum Islam Terhadap Penggunaan Kontrasepsi

Ekstrak Gandarusa Oleh Suami Dengan Alasan Pencegah keturunan. Skripsipada Jurusan Ahwa>l Al-Shahshiyah, Fakultas Syariah, UIN Sunan Ampel, 2009.


(21)

12

G. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah prosedur atau langkah-langkah dalam

mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu. Jadi, metode penelitian adalah cara

sistematis untuk menyusun ilmu pengetahuan.19 Metode penelitian yang berkaitan

dengan penelitian ini meliputi:

1. Jenis penelitian

Menurut Sutrisno Hadi, jenis-jenis penelitian dapat dilihat dari sudut

tinjauan tertentu. Diantaranya dari tinjauan bidangnya, tempat,

pemakaiannnya, tujuan umum dan pendekatannya.20 Jadi, menurut bidangnya,

penelitian ini termasuk pada penelitian agama,21 karena penelitian ini

membahas tentang hadis. Sedangkan, menurut tempatnya, penelitian ini

termasuk pada penelitian perpustakaan,22 karena data-data penelitian ini

diolah melalui penggalian dan penelurusan terhadap buku-buku dan

kitab-kitab, dan catatan lainnya yang mendukung penelitian.

Berdasarkan paradigmanya, penelitian ini termasuk pada penelitian

kualitatif. Karena pada penelitian ini menyiratkan penekanan pada proses dan

19Suryana, Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif

(Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), 20.

20Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, cetakan pertama (Jakarta:

PT Bumi Aksara, 1997), 41

21M. Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama; Teori Pendekatan dan Praktek, cetakan

pertama (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), 7.

22Joko Subagyo, Metode Penelitian; Dalam Teori dan Praktek, cetakan kelima (Jakarta:


(22)

13

makna yang tidak dikaji secara ketat atau belum diukur dari sisi kuantitas,

jumlah, intensitas, dan frekuensinya.23

2. Sumber Penelitian

Terkait sumber data yang digunakan sebagai bahan dasar dalam

penelitian ini terdapat dua data, yakni data primer dan data sekunder. Data

primer adalah sumber data utama yang digunakan dalam penelitian.

Adapun data primer dalam penelitian ini adalah Musnad Ah}mad ibn

H{anbal karya Abu ‘Abd al-La>h Ah}mad ibn Muh}ammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad ibn al-Shayba>ni.

Sedangakan sumber data sekunder adalah sumber data yang

melengkapi data primer, atau sumber-sumber yang berhubungan dengan data

primer. Sumber data sekunder dalam penelitian ini antara lain:

a. Fath}u al Bari> Sharh S{ahi>h al Bukhari> karya Zain al Di>n Abd al Rah}ma>n ibn Ahmad ibn Rajab ibn al Hasan al-Salami> al Baghdadi>

b. Tuh{fah al Ah{wa>dhi> bi Sharh{ Ja>mi` al Tirmidhi> karya Abu> al `Ali> Muh{ammad `Abd al Rah{man ibn `Abd al Rah{i>m al Mabarkafu>ri>

c. Sharh} S{ah}i>h} Muslim karya Ima>m Abu> Zakariya Yahya> ibn Sharf al-Nawawi>

d. ‘Aun al-Ma‘bu>d Sharh Sunan Abi> Da>wud karya Abu> al-T{ayyib Muh}ammad Shams al H{aq al-‘Az}i>m Aba>di>

e. Ilmu Ma‘nil H{adi>ts Paradigma Interkoneksi karya Abdul Mustaqim

23Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian; Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,


(23)

14

f. Ilmu Ma‘anil Hadis Metode Pemahaman Hadis Nabi: Teori dan Aplikasi karya Nurun Najwah

g. Ta’wi>l Mukhtali>f al-H{adi>th, karya Abi> Muh}ammad ‘Abdulla>h ibn Muslim ibn Qutaibah

h. Kritik Matan Hadis karya Hasjim Abbas

i. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis karya M. Syuhudi Ismail j. Teknologi Kontrasepsi karya H.R. Siswosudarmo

k. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita karya Taufan Nugraha dan

Bobbu Indra Utama

l. Panduan Memilih Kontrasepsi karya Atika Proverawati, dkk.

m. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi karya Saroha Pinem, dkk.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dalam penelitian library research adalah

teknik dokumenter, yaitu dikumpulkan dari telaah arsip atau studi pustaka seperti, buku-buku, makalah, artikel, jurnal, koran atau karya para pakar yang berkaitan dengan tema penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menghimpun hadis-hadis dalam tema

yang sama.24 Penelusuran hadis dalam sumber aslinya tidak semudah menelusuri

al-Qur‟an, karena suatu hadis terhimpun dalam berbagai kitab hadis. Demikian

juga hadis ‘azl yang terdapat dalam berbagai kitab. Selanjutnya, dalam pencarian

data akan digunakan metode takhri>j al hadi>th dan i’tiba>r al-hadi>th:

24Bustamin dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT Raja


(24)

15

a. Takhri>j al-h}adi>th.

Takhri>j al-h}adi>th merupakan kegiatan penelusuran hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap sanad dan matannya.25 Sedang yang dimaksud di sini ialah siapa saja para imam ahli hadis yang mengeluarkan atau mencatat hadis yang sedang menjadi topik kajian dan di kitab apa saja hadis ini dimuat.26

Hal ini dilakukan bertujuan agar dapat diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang sedang menjadi topik kajian, juga untuk mengetahui kuat dan tidaknya periwayatan. Semakin banyak jalur periwayatan, semakin bertambah kekuatan riwayat, sebaliknya tanpa dukungan periwayatan lain, kekuatan periwayatan tidak bertambah. Kemudian, kekaburan suatu periwayatan, dapat diperjelas dari periwayatan jalur isna>d yang lain. Baik dari segi rawi, isna>d maupun matan hadis.27

b. I’tibar

Yakni menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis

tertentu, yang pada bagian sanad-nya tampak hanya terdapat seorang

periwayat saja, dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut

25M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Rasulullah, (Jakarta: Bulan Ibntang,

1992), 41

26Ahmad Husnan, Kajian Hadis metode Takhrij, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), 97


(25)

16

akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain atau tidak untuk

bagian sanad dari sanad hadis yang dimaksud.28

4. Teknik Analisis Data

Setelah bahan data terkumpul, maka bahan penelitian tersebut

dianalisis untuk mendapatkan konklusi. Teknik analisis bahan berarti

menjelaskan data-data yang telah terkumpul dan diperoleh oleh peneliti

melalui penelitian. Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat

kritis dalam penelitian. Oleh karenanya, peneliti harus dipastikan dengan

benar pola analisis mana yang akan digunakan.

Bentuk teknik analisis bahan penelitian pada penelitian ini adalah

content analysis. Dalam analisis bahan penelitian ini dokumen atau arsip yang

dianalisis disebut dengan istilah teks. Content analysis menunjukkan pada

metode analisis yang integratif dan secara konseptual cenderung diarahkan

untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisis bahan

penelitian untuk memahami makna, signifikansi dan relevansinya.29

Dari penelitian hadis yang secara dasar terbagi dalam dua komponen,

yaitu sanad dan matan, maka analisis data hadis akan meliputi dua komponen

tersebut. Selain itu, penulis juga akan menganalisis makna hadis secara

konsepsional dengan menggunakan pendekatan Ilmu Ma’a>ni al Hadi>th, agar

dapat memaknai dan memahami hadis Nabi saw secara komprehensif dengan

mempertimbangkan struktur linguistik teks hadis, konteks munculnya hadis

28Ismail, Metodologi Penelitian, 49.

29Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metode ke Arah Ragam


(26)

17

(Asba>b al Wuru>d), kedudukan Nabi saw ketika menyampaikan hadis, dan dapat menghubungkan teks hadis masa lalu dengan konteks kekinian,

sehingga diperoleh pemahaman yang relatif tepat, tanpa kehilangan

relevansinya dengan konteks kekinian.30

Sedangkan upaya penyelesaian hadis yang tampak bertentangan,

penulis menggunakan beberapa metode penyelesain yang telah ada dalam

ilmu Mukhtali>f al-h}adi>th, yakni yang baik berupa al-jam’u wa al-tawfiq

(menggabungkan dan mengkompromikan h}adi>th) atau tarji>h (memilih dan

mengunggulkan kulaitas h}adi>th yang lebih baik) atau Nasakh – mansukh dan

atau tawaquf (menghentikan atau mendiamkan). H. Sistematika Pembahasan

Masalah pokok yang disebutkan di atas, dalam penelitian ini terdiri dari

lima bab pembahasan sebagaimana berikut:

Bab pertama, Pendahuluan yang membahas tentang Latar Belakang

Masalah, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan

Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan. Bab

ini digunakan sebagai pedoman, acuan dan arahan sekaligus target penelitian, agar

penelitian dapat terlaksana secara terarah dan pembahasannya sesuai dengan tema

penelitian.

30Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’a>nil H{adi>th Paradikma Interkoneksi(Yogyakarta: Idea


(27)

18

Bab kedua, landasan teori yang berisi tentang Kaidah Ke-s}ah}i>h}-an dan

kehujjahan hadis, Kaidah Pemaknaan dan Mukhtali>f al H{adi>th serta Tinjauan

Umum Tentang Kontrasepsi. Bab ini merupakan landasan yang menjadi tolok

ukur dalam penelitian ini.

Bab ketiga, Sajian Data. Pada bab ini lebih didominasi oleh hadis tentang

‘azl dan kitab yang membahasnya, yakni meliputi biografi Imam Ahmad, kitab

Musnad Ah}mad, hasil takhri>j hadis tentang pembolehan ‘azl no. indeks 14346,

dan hadis tentang penolakan ‘azl no. indeks 27447. Kemudian ditampilkan

masing-masing i„tibar dari kedua hadis tersebut .

Bab empat, merupakan bab yang paling krusial dalam penelitian ini.

Dalam bab ini, lebih mengedepankan analisis dari Bab II dan Bab III, termasuk

menjelaskan kritik sanad dan matan matan hadis tentang ‘azl no. indeks 14346

dan no. Indeks 27447, sehingga diketahui kualitas dan kehujjahannya. Dalam bab

ini penulis juga akan menampilkan pemaknaan sekaligus penyelesaian kedua

hadis tersebut. Dan pada poin terakhir akan dijelaskan implikasi dari hadis ‘azl

terhadap metode kontrasepsi yang berkembang saat ini.

Bab lima, penutup yang berisi tentang kesimpulan dari penelitian ini yang

merupakan jawaban dari rumusan masalah dan juga saran penulis dari penelitian

ini untuk masyarakat Islam, dan masyarakat akademisi khususnya.


(28)

19

BAB II

KAIDAH KES{AH{I<HAN H{ADITH, ILMU MA‘A<NI< AL H{ADI<TH,

MUKHTALI<<<<<<<<F AL H{ADI<TH SERTA TINJAUAN UMUM

KONTRASEPSI

A. Kaidah Kes}ah}i>h}an H{adi>th

Para ulama hadis mendefinisikan hadis s}ah}i>h} sebagai hadis sanad-nya bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi sempurna ingatanya sampai

berakhir pada Rasulullah SAW, sahabat atau tabi„in, bukan hadis yang shadh dan

tidak terkenaillatyang menyebabkan cacat di dalam penerimaannya.1 Kes}ah}i>han

hadis merupakan hal yang harus dipenuhi dalam suatu pengamalan hadis,

Kes}ah}i>han hadis di sini tidak hanya mengacu pada segi sanadnya namun juga

redaksi dari hadis tersebut. Ulama hadis baik itu kontemporer maupun salaf telah

memberikan kriteria khusus mengenai syarat adanya Kes}ah}i>han sebuah hadis.

Dari definisi yang telah dikemukakan oleh para muh}addithi>}n maka dapat

disimpulkan bahwa hadis s}ah}i>h adalah hadis yang terpenuhi unsur-unsur

Ke-s}ah}i>h-an baik itu dalam segi sanad maupun matan, karena dimungkinkan sanad-nya s}ah}i>h tetapi matan-nya tidak, atau sebaliknya.Adapun kreteria Ke-s}ah}i>h-an

hadis Nabi terbagi dalam dua pembahasan, yaitu kreteria Ke-s}ah}i>h-an sanad hadis dan Ke-s}ah}i>h-an matan hadis. Jadi, sebuah hadis dikatakan s}ah}i>h apabila kualitas sanaddan matan-nya sama-sama bernilai s}ah}i>h.


(29)

20

1. Kaidah Otentisitas Hadis (Kritik Sanad)

Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada definisi hadis s}ah}i>h} di atas,

maka suatu hadis dianggap s}ah}i>h}, apabila sanad-nya memenuhi lima syarat:

a. Ittis}a>l al-Sanad (bersambungnya sanad).

Yakni tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat

hadis dari periwayat terdekat sebelumnya yang mana ini terus bersambung

sampai akhir sanad.2

Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, biasanya

ulama hadis menempuh langkah-langkah seperti berikut:3

1) Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti

2) Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat melalui kitab

Rija>l al-Hadi>th dengan tujuan untuk mengetahui apakah setiap periwayat dengan periwayat terdekat dalam sanad itu terdapat satu zaman dan hubungan guru murid dalam periwayatan hadis, dan untuk

mengetahui apakah setiap periwayat dalam sanad itu dikenal ‘adildan

d}a>bit}dan tidaktadlis

3) Meneliti lafaz} yang menghubungkan antara periwayat dengan

periwayat terdekat dalam sanad.

Jadi suatu sanadhadis dapat dinyatakan bersambung apabila:

1) Seluruh rawi dalam sanad itu benar-benar thiqah(„adildan d{a>bit{)

2Hasbi Ash-shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis (Jakarta: Biulan Bintang,

1987), 322-337.

3M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan


(30)

21

2) Antara masing-masing rawi dan rawi terdekat dalam sanad itu

benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara sah menurut

ketentuan al-tah}{ammul wa al-ada>’ al-hadi>}th4 b. Ada>lat al-Ra>wi> (Rawinya bersifat „a>dil)

Kata adil dalam kamus bahasa Indonesia berarti tidak berat sebelah

(tidak memihak) atau sepatutnya,tidak sewenang-wenang.5 Al-Irshad

menyatakan bahwa yang dimaksud „adi>l adalah berpegang teguh pada

pedoman dan adab-adab shara‘.6 Menurut pendapat ulama, seorang rawi

bisa dinyatakan ‘adi>l jika memenuhi kriteria berikut: beragama Islam, mukallaf, memelihara muru’ah, dan melaksanakan ketentuan agama.7 Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa kualitas pribadi periwayat hadis haruslah ‘adil.

Ulama Muh}addith>in berpendapat bahwa seluruh sahabat dinilai

„a>dil berdasarkan al-Qur’a>n, hadis dan Ijma’. Namun demikian setelah

dilihat lebih lanjut, ternyata ke-„a>dil-an sahabat bersifat mayoritas dan ada

beberapa sahabat yang tidak adil. Jadi, pada dasarnya para sahabat Nabi

dinilai „a>dil kecuali apabila terbukti telah berprilaku yang menyalahi sifat

„a>dil.8

4Ismail, Kaidah Kesahihan, 133.

5W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia cet ke 8 (Jakarta: Balai

Pustaka, 1985), 16.

6Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadits (Yogyakarta: Insan Madani, 2008), 9.

7M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang,

2007),64.


(31)

22

Secara umum, ulama telah mengemukakan cara penetapan

keadilan periwayat hadis, yakni berdasarkan:

a. Popularitas keutamaan pribadi periwayat di kalangan ulama hadis.

b. Penilaian dari para kritikus periwayat hadis, yang berisi

pengungkapan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri

periwayat hadis.

c. Penerapan kaidah al-jarh} wa al-ta‘di>l, bila terjadi ketidak sepakatan

tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.9

d. D}a>bit}

Menurut bahasa, d}a>bit} adalah yang kokoh, yang kuat, yang tepat, yang hafal dengan sempurna.10 D{a>bit} adalah perawi atau orang yang

ingatanya kuat dalam artian bahwa apa yang diingatnya lebih banyak dari

pada apa yang ia lupa. Dan kualitas kebenaranya lebih besar dari pada

kesalahanya. Pembagian d}a>bit} ada dua yakni d}a>bit{ s{adri> dan d}a>bit{ al-kita>bi. D{a>bit{ s{adri> adalah jika seseorang memiliki ingatan yang kuat sejak

menerima sampai menyampaikan h}adi>th kepada orang lain dan ingatanya

itu sanggup dikeluarkan kapanpun dan dimanapun ia kehendaki. Apabila

yang disampaikan itu berdasarkan pada buku catatanya maka ia disebut

sebagai orang yang d}a>bit al-kita>bi (memeliki hafalan catatan yang kuat).11

Ke-d}a>bit-an seorang perawi dapat diketahui dengan kesaksian ulama, kesesuaian riwayatnya dengan riwayat yang disampaikan oleh

9Ismail, Kaidah Kesahihan,139

10Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi al Lughah (Beirut: Dar al Mashri>q, 1873), 445.


(32)

23

periwayat lain yang telah dikenal ke-d}abita-nya dan hanya sekali

mengalami kekeliruan.12

Tingkat ke-d}abit-an yang dimiliki oleh para periwayat tidaklah sama, hal ini disebabkan oleh perbedaan ingatan dan kemampuan

pemahaman yang dimiliki oleh masing-masing perawi, perbedaan tesebut

dapat dipetakan sebagai berikut:

1) D{a>bit, istilah ini diperuntukkan bagi perawi yang mampu menghafal

dengan sempurna dan mampu menyampaikan dengan baik hadis yang

dihafalnya itu kepada orang lain.

2) Tama>m al-d}a>bit}, istilah ini diperuntukkan bagi perawi yang hafal dengan sempurna, mampu untuk menyampaikan dan faham dengan

baik hadis yang dihafalnya itu.13

e. Terhindar dari Shudhu>dh

Secara bahasa, kata Shadh dapat berarti: yang jarang, yang

menyendiri, yang asing, yang menyalahi aturan, dan yang menyalahi orang

banyak.14 Hadis yang mengandung shudhu>dh, oleh ulama disebut H{adi>th

Shadh, sedang lawan dari hadis shadh disebut H{adi>th Mahfu>z}. Menurut al

Syafi‟i, suatu hadis bisa dikatakan shadh jika hadis yang diriwayatkan oleh

seorang rawi yang thiqah namun bertentangan dengan hadis yang

diriwayatkan oleh banyak rawi yang juga thiqah.

12Ismail, Kaidah Kesahihan, 142.

13Ibid., 143.


(33)

24

Adapun penyebab utama terjadinya shadh sanad hadis adalah

pebedaan tingkat ke-d}abit}-an periwayat. Apabila istilah thiqah yang merupakan gabungan dari istilah ‘adil dan d}abit}, maka dikalahkannya perawi yang thiqah dengan perawi yang lebih thiqah, berarti dalam hal ini yang didilebihkan bukan dari segi keadilannya melainkan lebih dari segi ke-d}abit}-annya.15. Dalam menentukan shadh dan tidaknya suatu h}adi>th,

para ulama menggunakan cara mengumpulkan semua sanad dan matan hadis yang mempunyai tema yang sama.

f. Terhindar dari ‘Illat

Secara bahasa ‘illat berarti: cacat, kesalahan baca, penyakit dan

keburukan.16 Sedangkan menurut istilah ilmu hadis ialah sebab yang

tersembunyi yang merusak kualitas hadis. Keberadaannya menyebabkan

hadis yang pada lahirnya tampak berkualitas s}ah}i>h} menjadi tidak s}ah}i>h}.17

Untuk mengetahui ‘illat dalam suatu hadis diperlukan penelitian yang

lebih cemat, sebab hadis yang bersangkutan tampak sahih sanadnya.18

Untuk mengetahui terdapat ‘illah tidaknya suatu hadis, para ulama

menentukan beberapa langkah yaitu: pertama, mengumpulkan semua

riwayat hadis, kemudian membuat perbandingan antara sanad dan

matannya, sehingga bisa ditemukan perbedaan dan persamaan, yang

selanjutnya akan diketahui di mana letak ‘illah-nya dalam hadis tersebut.

15Ismail, Kaidah Kesahihan, 150.

16Muhammad ibn Mukarram ibn Manzur, Lisa al-‘Arab, Vol. 13 (Mesir: al-Dar al

Mis}riyyah, t.th), 498.

17Ismail, Kaidah Kesahihan, 152


(34)

25

Kedua, membandingkan susunan rawi dalam setiap sanad untuk

mengetahui posisi mereka masing-masing dalam keumuman sanad.

Ketiga, pernyataan seorang ahli yang dikenal keahlianya, bahwa hadis

tersebut mempunyai ‘illah dan ia menyebutkan letak ‘illah pada hadis

tersebut.19

Dalam meneliti sanad hadis, sangat diperlukan mempelajari ilmu Rija>l al H{adi>th, yaitu ilmu yang secara spesifik mengupas keberadan para rawi hadis dan mengungkap data-data para perawi yang terlibat dalam kegiatan

periwayatan hadis serta sikap ahli hadis yang menjadi kritikus terhadapa para

perawi hadis tersebut.20 Ilmu ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Ilmu Tawa>ri>kh al-Ruwah

Ilmu ini disebut juga dengan ilmu biografi periwayat hadis. Secara etimologi, kata tari>kh berasal dari akar kata arrakha- yu’arikhu-ta’ri>khan -ta>ri>khan. Selanjutnya kata ta>ri>kh memiliki bentuk jama‘ tawa>ri>kh yang berarti memberi tanggal, hari, bulan dan sejarah.21Kata ta>ri>kh sudah

diserap dalam bahasa Indonesia yang berarti cacatan tentang perhitungan tanggal =, hari, bulan, tahun, sejarah, dan riwayat.22 Sedangkan kata al-ruwa>h berasal dari kata riwa>yah.23 Dengan demkian, ilmu ta>ri>kh al-ruwah

19Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hadis, ed III (Surabaya: UIN

Sunan Ampel Press, 2013), 163.

20Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003),

6.

21Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), 38;

Abdul Majid Khon, Takhri>j dan Metode Memahami Hadis (Jakarta: Amzah, 2014), 79.

22Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet ke-7 (Jakarta: Balai Pustaka,

1984), 1021-1022.


(35)

26

adalah ilmu yang membahas tentang sejarah hidup atau biografi para periwayat hadis yang berkaitan dengan lahir dan wafatnya seta membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan periwayatan, sepert guru dan muridnya, negeri yang didatangi untuk mencari hadis, kapar melakukan perjalann itu, di negeri mana periwayat tersebut tinggal dan sebagainya.24 b. Ilmu al-Jarh wa al-Ta‘di>l

Menurut bahasa, kata al-Jarh} merupakan mas}dar dari kata

jarah}a-yajrah}u-jarh}an-jarah}an yang artinya melukai, terkena luka di badan, atau

menilai cacat (kekurangan).25 Sedang menurut istilah adalah sifat yang

tampak pada periwayat hadis yang membuat cacat pada keadilannya atau

hafalannya dan daya ingatya yang menyebabkan gugur, lemah, atau

tertolaknya periwayatan.26

Al-Ta‘di>l dari segi bahasa berasal dari kata al-‘adl yang artinya

sesuatu yang dirasakan lurus atau seimbang. Maka al-ta‘di>l artinya menilai

adil kepada seorang periwayat atau membersihkan periwayat dari

kesalahan atau kecacatan.27 Sedangkan menurut istilah adalah memberikan

sifat kepada periwayat dengan beberapa sifat yang membersihkannya dari

kesalahan dan kecacatan. Oleh sebab itu, tampak keadilan pada dri

periwayat dan diterima beritanya.28

24Khon, Takhri>j dan Metode, 80.

25Majma’ al-Lughah al-Arabiyah, Al-Mu’jam Al-Wajiz (Mesir: Wizarah al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, 1997), 99; Khon, Takhri>j dan Metode, 98.

26Muhammad ‘Ajja>j al-Khat}i>b, Al-Mukhtas}ar Al-Waji>z fi ‘Ulu>m Al-H{adi>th (Beirut:

Mu‘assasah Al-Rizalah, 1985), 1103

27Al-Arabiyah, Al-Mu’jam Al-Wajiz, 409.


(36)

27

Jadi, al-Jarh ialah sifat kecacatan periwayat hadis yang

menggugurkan keadilannya, sedangkan al-Tajri>h} adalah nilai kecacatan

yang diberikan kepadanya. Adapun al-‘adl adalah sifat keadilan periwayat

hadis yang mendukung penerimaan berita yang dibawanya, sedangkan

al-ta‘di>l adalah nilai adil yang diberikan kepadanya. 29

Objek pembahasan ilmu al-Jarh} wa al-Ta‘di>l adalah meneliti para

periwayat hadis dari segi diterima atau ditolaknya periwayatan sehingga

dapat dijadikan dasar dalam menetapkan suatu hadis apakah s}ah}i>h} atau

d}a‘i>f.

Berikut ini terdapat beberapa kaidah dalam Jarh}} dan men-Ta’di>l-kan perawi diantaranya: 30

a.

حثْا ياق مثِت يثع لا

(penilaian ta`’di>l didahulukan atas penilaian jarh}). Kaidah ini dipakai apabila ada kritikus yang memuji seorang rawi dan

ada juga ulama hadis yang mencelanya, jika terdapat kasus demikian

maka yang dipilih adalah pujian atas rawi tersebut alasanya adalah

sifat pujian itu adalah naluri dasar sedangkan sikap celaan itu itu

merupalan sifat yang datang kemudian. Ulama yang memakai kaidah

ini adalah al-Nasa>’i>, namun pada umumya tidak semua ulama hadis menggunakan kaidah ini.

b.

يثع لا ياق مثِت حثْا

(penilaian jarh{ didahulukan atas penilaian ta`di>l).

Dalam kaidah ini yang didahulukan adalah kritikan yang berisi celaan

29Khon, Takhri>j dan Metode, 100.


(37)

28

terhadap seorang rawi, karena didasarkan asumsi bahwa pujian timbul

karena persangkaan, baik dari pribadi kritikus hadis, sehingga harus

dikalahkan bila ternyata ada bukti tentang ketercelaan yang dimiliki

oleh perawi yang bersangkutan. Kaidah ini banyak didukung oleh ulama hadis, fiqih dan usul fiqih.

c.

ثسفما حثْا َبَ اذ ً لث

ع

مال حكحه: لث

عما

و ح

ه

ْا ض هعَ اذ

(apabila terjadi

pertentangan antara pujian dan celaan, maka yang harus dimenangkan

adalah kritikan yang memuji kecuali bila celaan itu disertai dengan

penjelasan tentang sebab-sebabnya). Kaidah ini banyak dipakai oleh

para ulama kritikus hadis dengan syarat bahwa penjelasan tentang

ketercelaan itu harus sesuai dengan upaya penelitian.

d.

َِم

ل َ

حثج

بِي ى: هف عض ح

ه

ْا نهه اذ

(apabila kritikus yang

mengemukakan ketercelaan adalah golongan orang yang d{a`i>f maka

kritikanya terhadap orang yang thiqah tidak diterima kaidah ini juga

didukung oleh para ulama ahli kritik hadis.

e.

زحوثجا ِ

ْهبم ا َ شَ َبم

لا ثعَ ًا حثْا بِي ً

(jarh{ tidak diterima, kecuali

setelah diteliti secara cermat dengan adanya kekhawatiran terjadinya

kesamaan tentang orang-orang yang dicelanya). Hal ini terjadi bila ada

kemiripan nama antara periwayat yag dikritik dengan periwayat lain,

sehingga harus diteliti secara cermat agar tidak terjadi kekiliruan. Kaidah ini juga banyak digunakan oleh para ulama ahli kritik hadis.


(38)

29

f.

ََ ث

ع

ي ً َيوه د

ةواثق َق ئمهالا حثْا

(jarh{ yang dikemukakan oleh orang

yang mengalami permusuhan dalam masalah keduniawiaan tidak

perlu diperhatikan hal ini jelas berlaku, karena pertentangan pribadi

dalam masalah dunia dapat menyebabkan lahirnya penilaian yang

tidak obyektif.

Meskipun banyak ulama yang berbeda dalam memakai kaidah

al-jarh} wa al-ta`di>l namun keenam kaidah di atas yang banyak terdapat dalam kitab ilmu hadis. Yang terpenting adalah bagaimana menggunakan

kaidah-kaidah tersebut dengan sesuai dalam upaya memperoleh hasil penelitian

yang lebih mendekati kebenaran.

2. Kaidah Validitas Hadis (Kritik Matan)

Apabila sanad hadis menjadi obyek penting ketika melakukan

penelitian maka dengan demikian matan hadis juga harus diteliti, karena

keduanya adalah dua unsur penting yang saling berkaitan. Belum lagi ada

beberapa redaksi matan hadis yang menggunakan periwayatan semakna,

sehingga sudah barang tentu matan hadis juga harus mendapatkan perhatian

untuk dikaji ulang.31Pengembangan kritik redaksional matan hadis bertujuan

untuk memperoleh komposisi kalimat matan dan nisbah otoritas hadis yang s}ah}i>h}. derajat kes}ah}i>h}an teks dan nisbah matan merupakan jaminan atas nilai kehujjahan, sekaligus meletakkan landasan kerja istinba>t} (penyimpulan deduktif).32

31Ismail, Metodologi Penelitian, 26.


(39)

30

Unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas

s{ah}i>h} ada dua macam, yakni terhindar dari shudhu>dhdan terhindar dari ‘Illat.

Kedua unsur tersebut harus menjadi acuan utama.33 Berdasarkan pendapat

imam al-Syafi‟I dan al-Khalili hadis yang terhindari shudhu>dh adalah sanad

hadis harus mahfu>z} dan tidak ghari>b serta matan hadis tidak bertentangan

atau tidak menyalahi riwayat yang lebih kuat.34 Kemudian matan hadis yang

terhindar dari ‘illat ialah matan yang memenuhi kriterian berikut ini:

a. Tidak terdapat ziyadah (tambahan)dalam lafaz}

b. Tidak terdapat idra>j(sisipan) dalam lafaz} matan

c. Tidak terjadi idt}irab (pertentangan yang tidak dapat dikompromikan)

dalam lafaz} matan

d. Jika terjadi ziyadah,idra>j, dan idt}irab bertentangan dengan riwayat yang

thiqah lainnya, maka atan hadis tersebut sekaligus mengandung shudhu>dh.35

Langkah-langkah metodologis yang ditawarkan oleh ulama kritik hadis dalam penelitian matan hadis yaitu36

a. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya

Hal yang perlu diperhatikan pada penelitian matan h}adi>th adalah

mengetahui kualitas sanad dari matan tersebut, ketentuan kualitas ini adalah s}ah}i>h} sanad hadis atau minimal tidak berat ke-d}a`i>f-nya37

33Abbas, Kritik Matan, 116.

34Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi (Jakarta: Renaisan, 2005),

110.

35Idri, dkk., Studi Hadis, 204.


(40)

31

b. Meneliti susunan lafal berbagai matan yang semakna

c. Meneliti kandungan matan

Adapun tolok ukur penelitian matan yang dikemukakan oleh ulama

berbeda-beda. Namun S{alah}u al-Di>n al Adabiy menyimpulkan bahwa tolok

ukur untuk penelitian matan ada empat macam, yaitu:

a. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur‟an

b. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat

c. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, dan fakta sejarah.

d. Dan susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.38

Dalam hal ini, M. Syuhudi Ismail menyatakan bahwa matan hadis yang tidak memenuhi salah satu butir dari barometer di atas, sesungguhnya tidak serta merta langsung dinyatakan sebagai hadis palsu,39 karena adanya beberapa pertimbangan yaitu: pertama, banyak kalangan menilai hadis dengan bertumpu pada pemaknaan literal atau tekstual saja, padahal pemaknaan tekstual tidak sepenuhnya merepresentasikan kedalaman seluruh makna hadis. Kedua, penilaian ada atau tidaknya kontradiksi antar teks adlah subyektifdan relatif, karena bergantung pada kapasitas keilmuan, wawasan, serta latar belakang yang membentuk tradisi keilmuan seorang ulama. Ketiga, pengujian rasionalitas kandungan makna hadis bisa menyeret kepada pemahaman yang tidak tepat, karena tolok ukurnya bersifat nisbi. Keempat,

37Ismail, Metodologi Penelitian., 115.

38Ibid., 120. 39Ibid., 118.


(41)

32

kritik matan hadis memiliki kecenderungan kuat melawan norma-norma obyektif ilmiah, karena didasarkan pada pandangan teologis tertentu.40

Berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa barometer yang diformulasikan oleh sementara ulama hadis untuk mengukur tingkat kesahihan muatan informasi matan hadis sangat bergantung pada tingkat pemahaman seseorang. Berbeda dengan fakta dalam sanad yang relative lebih terhindar dari subyektifatas peneliti, karena perdebatannya berkisar pada soal fakta-fakta yang disajikan.

B. Kaidah Keh}ujjahan Hadis

Menurut bahasa, h}ujjah berarti alasan atau bukti, yakni sesuatu yang menunjukkan kepada kebenaran atas tuduhan atau dakwaan, dikatakan juga h}ujjah dengan dalil. Para ulama mempunyai pendapat sendiri mengenai teori keh}ujjahan hadis s}ah}i>h}, h}asan dan d}a‘i>f, yaitu:

1. Keh}ujjahan hadis s}ah}i>h} dan h}asan

Kebanyakan ulama ahli ilmu dan fuqaha, bersepakat menggunakan hadis s}ah}i>h} dan h}asan sebagai h}ujjah. Karena pada prinsipnya, kedua hadis tersebut mempunyai sifat yang dapat diterima (maqbu>l). walaupum rawi hadis h}asan kurang d}abit} dibandingkan dengan rawi hadis s}ah}i>h}. Tetapi rawi hadis h}asan masih terkenal sebagai orang yang jujur dan tidak melakukan dusta.


(42)

33

Hadis yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai h}ujjah, disebut hadis maqbu>l, dan hads yang tidak mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima, disebut hadis mardu>d. Yang termasuk hadis maqbu>l adalah hadis S{ah}i>h li> Dhatihi, S{ah}i>h} li Ghayrihi, H{asan li> Dhatihi, dan H{asan li> Ghayrihi.

Hadis maqbu>l menurut sifatnya ada dua macam, yaitu dapat diterima menjadi h}ujjah dan dapat diamalkan, yang disebut dengan hadis maqbu>l ma‘mu>lun bih. Sedangkan hadis maqbul yang tidak dapat diamalkan karena beberapa sebab tertentu disebut hadis maqbu>l ghayru ma‘mu>lun bih. a. Hadis maqbu>l ma‘mu>lun bih ialah:41

1) Hadis tersebut muh}kam, yakni dapat digunakan untuk memutuskan hukum, tanpa subhat sedikitpun.

2) Hadis tersebut mukhtali>f (berlawanan) yang dapat dikompromikan, sehingga dapat diamalkan kedua-duanya.

3) Hadis tersebut ra>jih} yaitu hadis tersebut merupakan hadis terkuat

diantara dua buah hadis yang berlawanan maksudnya.

4) Hadis tersebut na>sikh, yakni datang lebih akhir sehingga mengganti

kedudukan hukum yang terkandung dalam hadis sebelumnya.

b. Hadis maqbu>l ghayru ma‘mu>lun bih, ialah:42

1) Mutashabbih (sukar dipahami).

2) Mutawaqqaf fihi (saling berlawanan namun tidak dapat dikompromikan).

41Fatchur Rohman, Ikhtisar Musthalahul Hadits (Bandung: Al-Ma’arif, 1974), 144.


(43)

34

3) Marju>h} (kurang kuat dari pada hadis maqbu>llainnya).

4) Mansu>kh (terhapus oleh hadis maqbu>lyang datang berikutnya).

5) Hadis maqbul yang maknanya berlawanan dengan Alquran, hadis

mutawattir, akal sehat dan ijma‘ para ulama. 2. Keh}ujjahan hadis d}a‘i>f

Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi dan mengamalkan hadis d}a>’if:43

a. Hadis d}a>’if tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam keutamaan

amal (fad}a>’il al-a‘mal) atau dalam hukum.

b. Hadis d}a>’if dapat diamalkan secara mutlak baik dalam keutamaan amal

(fad}a>’il al-a‘mal), sebab hadis d}a>’if lebih kuat dari pada pendapat ulama.44

c. Hadis d}a>’if dapat diamalkan dalam fad}a>’il al-a‘mal, mau‘id}ah, targhi>b

(janji-janji yang menggemarkan), dan tarhi>b (ancaman yang

menakutkan), jika memenuhi beberapa persyaratan, yakni:

1) Tidak terlalu d}a>’if, seperti jika di antara perawinya pendusta (hadis maud}u’) atau dituduh dusta (hadis matruk), orang yang daya ingat

hafalannya sangat kurang, dan berlaku fasiq dan bid‘ah baik dalam

perkataan atau perbuatan (hadis munka>r).45

2) Masuk ke dalam kategori hadis yang diamalkan (ma’mul bih) seperti

hadis muh}kam (hadis maqbul yang tidak terjadi pertentangan dengan

43Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008), 165.

44Ibid.,165. 45Ibid., 166.


(44)

35

hadis lain), nasi>kh (hadis yang membatalkan hukum pada hadis

sebelumnya), dan rajah} (hadis yang lebih unggul dibandingkan

oposisinya).

3) Tidak diyakini secara kebenaran hadis dari Nabi, tetapi karena

berhati-hati (ikhtiya>t}).46

C. Ilmu Ma‘a>ni> Al H{adi>th

Secara bahasa etimologi, ma‘ani> merupakan bentuk jamak dari kata

ma‘na yang berarti makna, arti, maksud, atau petunjuk yang dikehendaki suatu

lafal.47 Ilmu Ma‘ani al H{adi>th secara sederhana ialah ilmu yang membahas

tentang makna atau maksud lafal hadis Nabi secara tepat dan benar. Secara

terminology, Ilmu Ma‘ani al H{adi>th ialah ilmu yang membahas tentang prinsip

metodologi dalam memahami hadis Nabi sehingga hadis tersebut dapat dipahami

maksud dan kandungannya secara tepat dan proporsional.48 Ilmu Ma‘ani al H{adi>th

juga dikenal dengan istilah Ilmu fiqh al-H{adi>th atau Fahm al-H{adi>th, yaitu ilmu yang mempelajari proses memahami dan menyingkap makna kandungan sebuah

hadis. 49

Dalam proses memahami dan menyingkap makna hadis tersebut, diperlukan cara dan teknik tertentu. Oleh sebab itu banyak tokoh-tokoh modernis yang menawarkan teori dalam memahami hadis. Dalam penelitian ini, penulis

46Khon, Ulumul Hadis, 165.

47Al-Arabiyah, Al-Mu’jam Al-Wajiz, 438.

48Abdul Mustaqim, Ilmu Ma‘anil Hadists Paradigma Interkoneksi: Berbagai Teori dan

Metode Memahami Hadis (Yogyakarta: Idea Press, 2008), 11. 49Ibid., vii


(45)

36

akan menggunakan teori yang ditawarkan oleh Nurun Najwa dalam bukunya Ilmu Ma’anil Hadis Metode Pemahaman Hadis Nabi: Teori dan Aplikasi.Metode yang ditawarkan ada dua, yaitu metode historis dan metode Hermeneutika. Namun penulis hanya akan menggunakan metode Hermeneutika dalam pemaknaan kali ini, karena Metode Hermeneutika merupakan metode untuk

memahami kandungan teks-teks hadis .

1. Metode Historis

Metode historis di sini dalam pengertian khusus, yakni adanya

proses analisa secara kritis terhadap peninggalan masa lampau yakni

mengupas otentisitas teks-teks hadis dari aspek sanad maupun matan. Secara

historis, teks-teks hadis tersebut diyakini sebagai laporan tentang hadis Nabi.

Dapat dipahami bahwa metode ini dipergunakan untuk menguji validitas

teks-teks hadis yang menjadi sumber rujukan. Metode ini digunakan karena kajian

terhadap teks hadis pada dasarnya merupakan tahapan penting untuk

memahami sejarah masa lampau.50

Secara keseluruhan, metode ini sama dengan teori atau kaidah

kesahihan hadis yang dikemukakan oleh ulama kritikus hadis. Hanya saja

Nurun Najwa tidak menggunakan kategori otentisitas matan sebagaimana

yang dikemukakan jumhur ulama hadis, yakni matan hadis tersebut tidak

mengandung shadh dan ‘illat, maknanya tidak bertentangan dengan

50Nurun Najwa, Ilmu Ma’anil Hadis Metode Pemahaman Hadis Nabi: Teori dan Aplikasi


(46)

37

Qur‟an, hadis yang sahih, logika, dan sejarah, karena dianggap konsep

tersebut ambigu jika diterapkan dalam otentisitas dan pemaknaan.51

2. Metode Hermeneutika

Secara etimologi hermeneutika berasa dari bahsa Yunani, hermenia

yang disetarakan dengan exegesis, penafsiran atau hermeneuein yang berarti

menafsirkan, menginterpretasikan atau menterjemahkan.52meski

disinonimkan dengan kata exegesis, tetapi hermeneutika lebih mengarah

kepada penafsiran aspek teoritisnya, sedang exegesis penafsiran pada aspek

praksisnya.53

Secara terminologi, berate penafsiran terhadapa ungkapan yang

memiliki rentang sejarah atau penafsiran terhadap teks tertulis yang memiliki

rentang waktu yang panjang dengan audiennya54sebagai sebuah teori

interpretasi, hermeneutika dihadirkan utuk menjembatani keterasingan dalam

distansi waktu, wilayah dan sosio kultural Nabi dengan teks hadis dan

audiens (umat Islam dari masa ke masa). Dalam metode ini akan melibatkan

tiga unsur utama yaitu Teks, Pensyarah, Audiens.55

Metode ini digunakan untuk memahami teks-teks hadis yang sudah

diyakini orisinil dari Nabi, dengan mempertimbangkan teks hadis memiliki

rentang yang cukup panjang antara Nabi dan umat Islam sepanjang masa.

51Najwa, Ilmu Ma’anil, 9.

52Mircel Eliade, The Encyclopedia of Religion, Vol. 6 (New York: macmillan Publishing

Company, t.t), 279; Edi Mulyono, Belajar Hermeneutika (Yogyakarta: IRCiSoD, 2013),

15.

53Najwa, Ilmu Ma’anil, 17.

54C. Verhaak dan R Haryono Iman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Telaah Atas Cara Kerja

Ilmu-ilmu (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), 175; Najwa, Ilmu Ma’anil, 17.


(47)

38

Hermeneutika terhadap teks hadis menuntut diperlakukannya teks hadis

sebagai produk lama dapat berdialog secara komunikatif dan romantis dengan

pensyarah dan audiennya yang baru sepanjang sejarah umat Islam. Oleh

karenanya, upaya mempertemukan horison masa lalu dengan horison masa

kini dengan dialog triadic diharapkan dapat melahirkan wacana pemahaman

yang lebih bermakna dan fungsional bagi manusia.56

Berikut langkah-langkah dari metode hermeneutika:57

a. Memahami dari aspek bahasa

Dalam kajian terhadap bahasa disini, ada tiga pembahasan yang dikaji,

yakni:

1) perbedaan redaksi masing-masing periwayat hadis,

2) makna harfiah terhadap lafadh yang dianggap penting,

3) pemahaman tekstual matan hadis tersebut, dengan merujuk kamus

bahasa Arab maupun kitab Sharh} hadis yang terkait.

b. Memahami konteks historis

Kajian ini diarahkan pada konteks asba>b al wuru>d al hadi>th secara ekspilisit dan implisit, serta konteks ketika hadis tersebut dimunculkan

(jika memungkinkan), yakni dengan merujuk pada kitab sharah} dan

sejarah.

c. Mengorelasikan secara tematik-komprehensif dan integral

Yakni dengan mengkorelasikan teks hadis terkait dengan Al-Qur‟an, teks

hadis yang setema baik sealur maupun yang kontradiktif, serta data-data

56Najwa, Ilmu Ma’anil, 18.


(48)

39

lain baik relitas historis empiris, logika, maupun teori Ilmu Pengetahuan

yang berkualitas.

d. Memaknai teks dengan menyarikan ide dasarnya, dengan

mempertimbangkan data-data sebelumnya (membedakan wilayah

tekstual dan kontekstual)

Prosedur yang dilakukan dalam mencari ide dasar adalah dengan

menentukan apa-apa yang tertuang secara tekstual dalam teks, untuk

menentukan tujuan yang tersirat di balik teks dengan berbagai data yang

dikorelasikan secara komprehensif.

Dalam sejarah, Nabi Muhammad SAW berperan dalam banyak fungsi,

antara lain sebagai Rasulullah, manusia biasa, imam, kepala Negara, suami,

pribadi, panglima perang.58 Oleh karenanya, dalam memahami ide dasar

hadis, perlu diperhatikan peran Nabi ketika hadis itu terjadi.

Memahami hadis Nabi secara tekstual saja merupakan sesuatu yang

sangat berat, karena konsistensi untuk merealisasikannya, mustahil untuk

dilakukan. Sebagai ilustrasi yang sangat sederhana, Nabi adalah orang Arab

yang berbahasa Arab. Ketika memahami secara tekstual, mestinya

mengharuskan semua orang Islam di dunia dalam percakapan sehari-hari

menggunakan bahasa Arab, sebagai bahasa Nabi. Hal tersebut mustahil

58M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma’ani Al

Hadits Tentang Ajaran Islam Yang Universal, Temporal, dan Lokal (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), 4.


(49)

40

dilakukan59 Oleh karena itu, Nurun Najwa menggunakan batasan wilayah

tekstual/normative dan kontekstual/historis sebagai berikut:

a. Tekstual (Normatif) mencakup:

1) Menyangkut ide moral atau tujuan makna dibalik teks

2) Bersifat absolut, prinsipil, universal, fundamental

3) Mempunyai visi keadilan, kesetaraan, demokrasi, mu’asharah bi

al-ma’ruf

4) Menyangkut relasi langsung dan spesifik manusia dengan Tuhan

yang bersifat universal (bisa dilakukan siapapun, kapanpun dan

dimanapun)

b. Kontekstual (Historis) mencakup:

a. Menyangkut sarana atau bentuk. Bentuk adalah sarana, sehingga

kontekstual sifatnya. Apa yang tertuang secara tekstual selama tidak

menyangkut 4 kriteria di atas, pada dasarnya adalah wilayah

kontekstual.

b. Mengatur hubungan manusia sebagai individu dan makhluk biologis.

c. Mengatur hubungan dengan sesama makhluk dan alam seisinya.

d. Terkait persoalan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan IPTEK

e. Kontradiktif secara tekstual

f. Menganalisa pemahaman teks-teks hadis denga teori sosia/ politik/

ekonomi/ sains terkait.


(1)

168

B. Saran

Hasil akhir dari penelitian ini belum sepenuhnya sempurna, mungkin ada yang tertinggal atau bahkan terlupakan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan dan dikaji ulang yang tentunya lebih teliti, kritis dan juga lebih mendetail guna menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat. Penelitian yang jauh dari unsur kefanatikan sangat diperlukan untuk menyempurnakan hasil penelitian ini sehingga nilai-nilai objektifitas terpenuhi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A<badi>, Abu> al-T{ayyib Muh}ammad Shamsi al-H{aq al-‘Az}i>m. ‘Aun al-Ma‘bu>d Sharh} Sunan Abi> Da>wud. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1990.

Abbas, Hasjim. Kritik Matan Hadis. Yogyakarta: Kalimedia, 2016.

Ahmad, Arifuddin. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Jakarta: Renaisan, 2005.

Al-Arabiyah, Majma’ al-Lughah. Al-Mu’jam Al-Wajiz. Mesir: Wizarah al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, 1997.

Arifin, Zainul. Studi Kitab Hadis. Surabaya: Pustaka al-Muna, 2010.

Al-‘Asqala>ni, Shiha>b al-Di>n Abi> al-Fad}l Ahmad ibn ‘Ali> ibn Hajar. Tahdhi>b al-Tahdhi>b. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994.

____________ . Fath} al-Ba>ri>. Beirut: Maktabah Mis}r, 2001.

Ali, M. Sayuthi. Metodologi Penelitian Agama; Teori Pendekatan dan Praktek. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.

Azami, Muhammad Mustafa. Metodologi Kritik Hadis. Bandung: Hidayah, 1996. Al-Bukha>ri>, Muh}ammad Isma>‘i>l Abu> ‘Abd al-La>h. S{ah}i>h} al-Bukha>ri>. Beirut: Da>r

T{u>q al-Naja>h, 1422 H.

Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metode ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo, 2007.

Bustamin dan M. Isa H. A. Salam. Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: PT Raja Grafimdo Persada, 2004.

Al-Buti>, Muh}ammad Sa‘i>d Ramad}a>n. Tah}di>d Nasl. Damaskus: Maktabah al-Farabi>, 1976.

C. Verhaak dan R Haryono Iman, Filsafat Ilmu Pengetahuan Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-ilmu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991.

Al-Damashqi>, Ibnu Hamzah al-H{usaini al-H{anafi>. Al-Baya>n wa al-Ta‘ri>f fi> Asba>b Wuru>d al-H{adi>th. Beirut: Al-Maktabah al-‘Ilmiyah, 1982.

Al Dhahabi>, Shams al Di>n Muh}ammad ibn Ah}mad ibn `Uthma>n. Siyar A`la>m al Nubala>’. Beirut: Muassasah al Risa>lah, 1982.


(3)

170

Djuned, Daniel. Ilmu Hadis Paradigma Baru dan Rekontruksi Ilmu Hadis. Jakarta: Erlangga, 2010.

Dzulmani. Mengenal Kitab-Kitab Hadits . Yogyakarta: Insan Madani, 2008. Ebrahim, Abu Fadl Mohsin. ter. Sari Meutia. Aborsi, Kontrasepsi dan Mengatasi

Kemandulan. Bandung:Mizan, 1997.

Eliade, Mircel. The Encyclopedia of Religion. New York: macmillan Publishing Company, t.t.

Al-Ghazali>, Abu> H{ami> Muh}ammad. Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n. Kairo: Al-Maktabah al-Azhariyah al-Mis}riyah, 1302.

Al-Ghazali, Muhammad. Studi kritik atas Hadis Nabi antara Pemahaman tekstual dan Kontekstual. Bandung:Mizan, 1991.

H{anbal, Abd al Lah ibn Ah}mad ibn. Hadis-Hadis Imam Ahmad: menyoal al Qur’an, Sirah, Khilafah,dan Jihad, terj M.A. Fata. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

Husnan, Ahmad. ‚Analisa Hukum Islam Terhadap Pemibnaan Keluarga Sakinah Mawaddah wa Rahmah Melalui Program Keluarga Berencana di Desa Bangilan, Kec. Bangilan Kab. Tuban‛. Skripsi tidak diterbitkan (Surabaya: Jurusan Ahwa>l Al-Shahshiyah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, 2009).

Husnan, Ahmad. Gerakan Inkaru As Sunnah Dan Jawabannya. Jakarta: Media Dakwah, 1995.

Ikhwanuddin, Mohammad. ‚Analisa Hukum Islam Terhadap Penggunaan Kontrasepsi Ekstrak Gandarusa Oleh Suami Dengan Alasan Pencegah keturunan‛. Skripsi tidak diterbitkan, (Surabaya: Jurusan Ahwa>l Al-S h a h s h i y a h F a k u l t a s Al-S y a r i a h U I N Al-S u n a n A m p e l , 2 0 0 9 ) . Ismail, M. Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma’ani Al Hadits Tentang Ajaran Islam Yang Universal, Temporal, dan Lokal. Jakarta: Bulan Ibntang, 2009.

________________ . Kaidah Kesahihan Sanad Hadis Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah (Jakarta: Bulan Ibntang, 2005.

________________ . Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Ibntang, 2007.


(4)

171

Istiadah. Kemandirian dalam Keterpaksaan Tinjauan Makna Fenomenologis Keluarga Berencana bagi Perempuan Muslim Temas. Malang: UIN-MALIKI Press, 2012.

Jama’ah, Ibn. al-Minha>l al-Ra>wi. Bairut: Da>r al-Fikr, 1406 H.

Al Jawzi>, Abu> al Farj `Abd al Rah}ma>n ibn `Ali> ibn Muh}ammad ibn. Mana>qib al Ima>m Ah}mad ibn H{anbal. Riyad: Ja>mi`ah al Ima>m Muh}ammad ibn Su``u>d al Isla>mi>yah, t.th.

Kementerian Agama RI. Al-Qur’a dan Tafsirnya. Jakarta: Widya Cahaya, 2011. Khan, Akhter Hameed. Islamic Opinion on Contraceptive, dalam Muslim

Atiitude towards Family Planning, ed. Olivia Schieffelin. New York: The Population Council, 1973.

Al-Kha>tib, Muh}ammad Aj>jaj. Us>}ul al-H}adi>th. Beirut, Da>r al-Fikr, tth.

_______________________ . Al-Mukhtas}ar Al-Waji>z fi ‘Ulu>m Al-H{adi>th. Beirut: Mu‘assasah Al-Rizalah, 1985.

Khon, Abdul Majid. Takhri>j dan Metode Memahami Hadis. Jakarta: Amzah, 2014.

_________________ .Ulumul Hadis . Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008. Ma’luf, Luwis. Al-Munjid fi al Lughah (Beirut: Dar al Mashri>q, 1873.

Mah}mu>d, T{a>hir. Family Palnning. New Delhi: Vikas Publishing House, 1977. Mahrus, Mukhammad. ‚Analisis Hukum Islam terhadap Vasektomi dan

Tubektomi dalam Keluarga Berencana‛. Skripsi tidak diterbitkan

(Surabaya: Jurusan Ahwa>l Al-Shahshiyah Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel, 2010).

Manzur, Muhammad ibn Mukarram ibn. Lisan al-‘Araby. Mesir: al-Dar al Mis}riyyah, t.th.

Al-Mizzi>, Al Jamaluddin Abi> al-Hajjaj Yu>suf. Tahdhi>b al-Kamal fi asma>’ al -Rija>l. Beirut: Da>r al-Fikr, 1994.

Al-Muba>rokfury, Abu al Ula> Muhammad ibn Abdu al Rahman, Tuh}fatu al Ah}wadhi. Beirut: Da>r al Fikr, 1415 H.

Mulyono, Edi. Belajar Hermeneutika. Yogyakarta: IRCiSoD, 2013.

Mustaqim, Abdul. Ilmu Ma‘anil Hadists Paradigma Interkoneksi: Berbagai Teori dan Metode Memahami Hadis. Yogyakarta: Idea Press, 2008.


(5)

172

Najwa, Nurun. Ilmu Ma’anil Hadis Metode Pemahaman Hadis Nabi: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Cahaya Pustaka, 2008.

Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara, 1997.

Al-Nawawy, Abu Zakariya Muhyi al Din Yahya Sharaf. Al-Majmu>’ Sharh Al -Muhadzdz. Beirut: Da>r ak fikr, 1417H.

Al Naysaburi, Muslim ibn al Hajja>j Abu al Hasan al Qushairi. S{ahi>h Muslim. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2008.

Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian; Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana, 2014.

Poerwadarminta, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1985.

Proverawati, Atikah. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha Medika, 2010.

Al-Qazawini>. Ibn Ma>jjah Abu> ‘Abd al-La>h Muh}ammad ibn Yazi>d. Sunan Ibn Ma>jjah. t.tp: Dar Ih}ya>’ al-Kita>b al-‘Arabiyah, t.th.

Al-Qur’an dan terjemahnya, 6: 151 Al-Qur’an dan terjemahnya, 17:31. Al-Qur’an, 81: 8.

Ridwan, Muhtadi. Studi Kitab-Kitab Hadis Standar . Malang: UIN-Maliki Press, 2012.

Rohman, Fatchur. Ikhtisar Musthalahul Hadits . Bandung: Al-Ma’arif, 1974. Al-Shafi’i. Risalah, terj. Masturi Irham dan Asmni Taman. Jakarta: Pustaka

al-Kautsar, 2012.

As-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000. Al-Shaukani>. Naylu al-Aut}a>r. Beirut: Da>r al-Jail, 1973.

Al-Shayba>ni>, Abu ‘Abdullah Ahmad ibn Muhammad ibn H{anbal ibn Hila>l ibn Asad ibn. Musnad al-Ima>m Ahmad ibn H{anbal. t.t: Mu’assisah al Risa>lah, 2001.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis. Jakarta: Bulan Ibntang, 1987.


(6)

173

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishba>h Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Al-Sijista>ni>, Abu Da>wud Sulaima>n ibn al-Ash‘ath ibn Ish}a>q ibn Bashi>r ibn ‘Amr al-Azdi. Sunan Abi> Da>wud. Beirut: Al-Maktabah Al-‘As}riyah, t.th.

Sina, Abu> ‘Ali> al-H{usayn ibn ‘Ali ibn. Al-Qanu>n fi> al-Ti>b. Kairo: Mu a‘ssasah al -Halabi wa Shurakahu li al-Nas}r wa al-Tauzi‘, t.th.

Siswosudarmo, H. R. dkk. Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press, 2001.

Subagyo, Joko. Metode Penelitian; Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006.

Suratun, dkk., Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Tim info Media, 2008.

Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis. Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003.

Suryana. Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010

Al-Suyut}i>, Abdurrohman ibn Abi> Bakar. Tadri>b Rawi> fi Sharh Taqri>b al-Nawawi>. Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1992.

Al-T}ahh}}an, Mah}mu>d. Taisi>r Must}alah al-H}adi>th. Surabaya: Toko Kitab Hidayah. 1985.

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hadis, ed III. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013.

Al-Tirmidhi>, Muh}ammad ibn ‘I<sa> ibn Saurah ibn Mu>sa> ibn D{ah}a>k. Sunan al-Tirmidhi>. Kairo: Shirkah Maktabah, 1975.

Wensincnk, A.J. Mu’jam al-Mufahras al-Alfa>dh al-Aha>dith al-Naba>wi(terj),m.fuad ‘ abd al-baqi. Leiden : EJ.Brill,1967.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hida Karya Agung, 1990. Zahw, Muh}ammad Muh}ammad Abu>. al H{a>dith wa al Muh}addithu>n. Riyadh: