PENARIKAN BARANG OLEH JASA PENAGIH UTANG (DEBT COLLECTOR) DARI KONSUMEN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN (Studi Pada PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro)
ABSTRAK
PENARIKAN BARANG OLEH JASA PENAGIH UTANG (DEBT COLLECTOR) DARI KONSUMEN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
(Studi Pada PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro) Oleh
Chelsilia Hernidons
PT Mandiri Tunas Finance bergerak di bidang usaha pembiayaan konsumen, membutuhkan jasa penagih utang dalam hal penagihan konsumen yang melakukan wanprestasi (gagal bayar). Jasa penagih utang lahir karena perjanjian kerjasama, untuk itu dapat mewakili PT Mandiri Tunas Finance menarik barang milik konsumen. Apabila konsumen merasa tidak puas atas tindakan jasa penagih utang, maka dapat melakukan upaya hukum. Tujuan penelitian ini adalah agar dapat mengetahui bentuk perjanjian kerjasama antara PT Mandiri Tunas Finance dan jasa penagih utang, prosedur penarikan barang oleh jasa penagih utang serta upaya hukum yang dapat dilakukan apabila konsumen merasa dirugikan atas penarikan barang oleh jasa penagih utang.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris dengan tipe penelitian analisis deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer data sekunder serta pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan, studi dokumen dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, seleksi data, klasifikasi data dan sistematika data. Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa jasa penagih utang dapat menarik barang milik konsumen jasa pembiayaan konsumen yang melakukan wanprestasi (gagal bayar) dengan surat kuasa yang diberikan PT Mandiri Tunas Finance, namun sebelumnya PT Mandiri Tunas Finance melakukan perjanjian kerjasama dengan jasa penagih utang yang berbentuk Perjanjian Kerjasama Eksekutor Eksternal, didalamnya berisi penunjukan jasa penagih utang, hak dan
kewajiban para pihak serta pengakhiran perjanjian. Prosedur penarikan barang
oleh jasa penagih utang sesuai dengan ketentuan perusahaan melalui 3(tiga) tahapan yaitu pemberian surat pemberitahuan sebanyak 3(tiga) kali berturut-turut kepada konsumen, apabila konsumen tidak mengindahkan surat pemberitahuan tersebut, maka jasa penagih utang mendatangi kediaman konsumen untuk menagih uang angsuran, jika kedua cara tersebut masih tidak dihiraukan, jasa penagih utang dapat menarik barang motor/mobil milik konsumen. Upaya hukum
(2)
yang dapat dilakukan konsumen yang merasa dirugikan terhadap penarikan barang oleh jasa penagih utang dapat melalui dua jalur yaitu jalur non letigasi berupa mediasi, dan jalur letigasi yaitu melakukan gugatan ke pengadilan negeri.
Kata Kunci : Upaya Hukum Konsumen, Jasa Penagih Utang, Perusahaan
(3)
(4)
(5)
(6)
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Chelsilia Hernidons. Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 13 September 1993, merupakan anak kedua dari dua bersaudara, putri dari pasangan yang berbahagia Bapak Yau Yoq Anidon S.Sos dan Ibu Herawati Asnawi BBA.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) Pembina 1 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1998. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Rawa Laut. Lalu penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 29 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2008 dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2011.
Tahun 2011 penulis diterima sebagai Mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui Jalur SNMPTN. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti kegiatan mahasiswa yakni Himpunan Mahasiswa Hukum Perdata (HIMA PERDATA) angkatan 2011. Penulis telah selesai melaksanakan Praktik Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur pada periode Januari 2014.
(7)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap puji dan syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa karena berkat ridho-Nya Skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik, maka dengan ini
penulis persembahkan karya ini dengan segenap cinta kasih kepada:
Kedua orang tuaku tercinta mama Herawati Asnawi dan papa Yau Yoq Anidons, S.Sos, kakakku tersayang Cynthia Hernidon, kakak iparku Febria Nolvian, ponakanku tercantik Zalika yang selama ini tidak pernah berhenti
berdoa dan memberikan semangat yang kuat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Seluruh keluarga besar Asnawi dan Marzuki.
Almamater tercinta Universitas Lampung.
Tempatku menimba ilmu dan mendapatkan pengalaman berharga yang menjadi sebagian jejak langkahku menuju kesuksesan
(8)
MOTO
“Always Be Yourself and Never Be Anyone Else Even If They Look Better
Than You.”
“To Get aSuccess, Your Courage Must Be Greater Than Your Fear.”
(9)
SANWACANA
Assalammulaaikum wr.wb.
Segala puji dan syukur penulis kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Penarikan Barang oleh Jasa Penagih Utang (Debt
Collector) dari Konsumen Perusahaan Pembiayaan (Studi pada PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro)”, skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penulis berharap agar apa yang tersaji dalam skripsi ini dapat menjadi acuan pembanding yang bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung, maupun tidak langsung, untuk itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Heriyandi, S.H.,M.S. sebagai Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H.,M.Hum. sebagai Ketua Bagian Hukum
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung serta sebagai Pembahas I yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini;
(10)
mengajarkan saya banyak hal tentang hidup dan telah meluangkan banyak waktunya kepada penulis untuk penyelesaian skripsi ini;
4. Bapak Ahmad Zazili, S.H.,M.H. sebagai Pembimbing II yang dengan sabar
membimbing dan banyak memberikan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;
5. Ibu Siti Nurhasanah, S.H.,M.H. sebagai Pembahas II yang telah banyak
memberikan masukan, kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini;
6. Ibu Marlia Eka Putri A.T, S.H.,M.H. sebagai Pembimbing Akademik atas
bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
7. Teristimewa untuk Ayahandaku Yau Yoq Anidons, S.sos dan Ibundaku
Herawati Asnawi yang telah menjadi orangtua terhebat yang tiada hentinya memberikan kasih sayang, semangat, dan doa yang tidak pernah putus untuk kebahagiaan dan kesuksesanku. Terimakasih atas segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa menjadi alasan dibalik senyum tawa kalian;
8. Kakakku tersayang Cynthia Hernidons dan kakak iparku Febria Nolvian serta
ponakanku tercinta Zalika Azizia terima kasih untuk kasih sayang, perhatian, semangatnya dan selalu ada untukku.
9. Keluarga Besar Hi. Marzuki Ahmad dan Keluarga Besar Asnawi Jafar Anom
(11)
10.Seluruh Keluarga besarku…….. tante, om serta sepupuku yang selalu menemaniku di saat senang ataupun sedih;
11.Taufik Priandaru, seseorang yang selalu membantu, menemani dan
memberikan kasih sayangnya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini;
12.Teman-Teman seperjuanganku yang selalu memberikan dukungannya, Rani,
kak Ardi, kak Jefri, Marulfa, Eva, Birsye, Yola, Caca, Juju dan yang tak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih;
13.Sahabat-sahabatku tercinta dan tergila di Fakultas Hukum: Astari, Ninis,
Clara, Bram, Gerry, Abung, Himawan, Danan, Ega, Yolanda, Dhana, Susan, April, Cidut, Uca, Bella terima kasih atas dukungan dan semangat kebersamaan yang telah terjalin selama ini;
14.Keluarga KKNku, keluarga besar Tulung Balak: Yulia, Devi, Debby, mbak
Dian, kak Diago, kak Doni, Deni dan Bram terima kasih telah menjadi bagian indah yang tak terlupa selama ini;
15.Sahabat-sahabatku LBI-LIA: Jenfabella, Gella, Febby, Windi, Yasmine,
Made, Maria dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas motivasi yang kalian berikan dan canda tawa yang selalu kalian berikan, penulis mengucapkan terima kasih;
16.Sahabat yang tak pernah terlupa: Windi, Manda, Hiday, Nadia, Tintun, Isra,
Faiga, Anggi, Ila, Ude, Ade terima kasih telah menjadi bagian indah dalam hidup penulis yang selalu menemani penulis saat suka dan duka, semoga kita semua sukses;
(12)
19.Almamaterku tercinta dan Keluarga Besar HIMA PERDATA beserta seluruh
Mahasiswa Fakultas Hukum Unila Angkatan 2011 “VIVA JUSTICIA”.
Semoga segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari Allah SWT, Amin.
Wassalammualaikum, wr.wb.
Bandar Lampung, 2015 Penulis,
(13)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
HALAMAN JUDUL ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
MOTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
SAN WACANA ... ix
DAFTAR ISI ... xiii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembaga Pembiayaan ... 8
B. Pembiayaan Konsumen ... 13
C. Jasa Penagih Utang (Debt Collector) ... 30
D. Penyelesaian Sengketa ... 34
E. Kerangka Pikir ... 36
III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Tipe Penelitian ... 39
B. Pendekatan Masalah dan Data, Sumber Data ... 40
C. Pengumpulan Data ... 41
D. Pengolahan Data ... 42
E. Analisis Data ... 43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perjanjian Kerjasama antara PT. Mandiri Tunas Finance dan Jasa Penagih Utang (Debt Collector) ... 44
B. Prosedur Penarikan Barang oleh Jasa Penagih Utang (Debt Collector) ... 51
C. Upaya Hukum atau Penyelesaian Sengketa yang Ditempuh Konsumen atas Penarikan Barang oleh Jasa Penagih Utang (Debt Collector) ... 55
(14)
(15)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga keuangan dan lembaga perbankan. Belum akrabnya dengan istilah ini bisa jadi karena dilihat dari eksistensinya lembaga pembiayaan memang relatif masih baru jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan (selanjutnya disebut Perpres No. 9 Tahun 2009) menyatakan bahwa lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar. Bidang usaha dalam lembaga pembiayaan antara lain sewa guna usaha, modal ventura, anjak piutang, kartu kredit dan pembiayaan konsumen.
Salah satu sistem pembiayaan alternatif yang cukup berperan aktif dalam membantu memberikan dana pada masyarakat yaitu pembiayaan konsumen atau
dikenal dengan istilah consumer finance. Pembiayaan konsumen merupakan salah
(16)
pembiayaan barang kebutuhan konsumen seperti komputer, barang elektronik, kendaraan bermotor dan lain-lain, serta sistem pembayaran secara berkala. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 7 Perpres No. 9 Tahun 2009 yang berbunyi pembiayaan
konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan
barang kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Pembiayaan konsumen merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang dilakukan oleh suatu
perusahaan finansial (consumer finance company).
Perjanjian merupakan sumber hukum utama pembiayaan konsumen. Konsumen merupakan pihak yang paling mengetahui barang yang dibutuhkannya, untuk itu
menghubungi perusahaan pemasok. Sebelum menghubungi pemasok, konsumen
telah menetapkan daftar barang yang dibutuhkan dengan harga berdasarkan
penawaran dari pihak pemasok.1 Permohonan pembiayaan konsumen biasanya
dilakukan oleh konsumen di tempat kedudukan pemasok penyedia barang
kebutuhan konsumen. Pemasok ini biasanya telah bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan konsumen untuk para konsumen yang tidak mampu membayar barang yang diinginkan secara tunai.
Atas permohonan konsumen, perusahaan pembiayaan konsumen menyiapkan
dokumen pendahuluan berupa borang permohonan kredit (credit application
form) untuk diisi oleh konsumen. borang permohonan kredit tersebut kemudian
diperiksa oleh petugas yang ditunjuk oleh perusahaan (surveyor report), dan bila
sudah memenuhi syarat, perusahaan menerbitkan surat persetujuan kredit (credit
approval memorandum). Selanjutnya tahap pengikatan yaitu badan legal akan
1
Muhammad, Abdulkadir dan Rilda Murniati. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. Bandung : PT Citra Aditya Bakti. 2000. Hal. 253
(17)
3
mempersiapkan perjanjian pembiayaan konsumen, jaminan pribadi serta jaminan perusahaan (jika ada) yang dilegalisir oleh notaris atau secara notariil.
Perjanjian pembiayaan konsumen dan perjanjian jual beli antara perusahaan pembiayaan konsumen, konsumen dan pemasok berisi syarat yang ditetapkan bahwa pihak perusahaan akan membayar harga barang secara tunai kepada pemasok dan pihak konsumen akan membayar harga barang secara angsuran kepada perusahaan pembiayaan konsumen. Sebagai jaminan pokok dari pihak konsumen adalah barang yang dibeli dengan pembiayaan konsumen, dan sebagai
jaminan tambahan (pelengkap) adalah surat pengakuan hutang (promissory notes)
atau surat kuasa menjual barang (authority to sale of goods) dari pihak konsumen.
Apabila perjanjian pembiayaan konsumen yang telah dilaksanakan telah sesuai, maka pihak konsumen membayar harga barang kepada perusahaan pembiayaan konsumen secara angsuran sampai lunas. Sebelum pembayaran lunas, semua dokumen kepemilikan atas barang diserahkan kepada dan dikuasai oleh
perusahaan pembiayaan konsumen sebagai jaminan secara fiducia.2 Apabila
konsumen melakukan wanprestasi, maka perusahaan pembiayaan konsumen berdasarkan kuasa untuk menjual, melakukan penjualan barang guna menutup
hutang konsumen yang belum dilunasi.3
Perusahaan pembiayaan konsumen yang bermodal besar menggunakan jasa
penagih utang (debt collector) untuk melakukan penagihan bagi konsumen yang
wanprestasi dalam arti tidak mampu lagi membayar(gagal bayar). Salah satu
2
Ibid, hlm. 254
3 Ibid
(18)
perusahaan pembiayaan konsumen yang menggunakan jasa penagih utang adalah PT Mandiri Tunas Finance.
Jasa penagih utang (debt collector) tidak diatur secara khusus dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam praktiknya, jasa penagih utang (debt collector)
bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh perusahaan pembiayaan untuk
menagih utang kepada konsumennya.4 Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam
Pasal 1792 KUHPerdata (Burgerlijk Wetbook) dalam hal ini PT Mandiri Tunas
Finance kepada jasa penagih utang (debt collector) untuk melakukan penagihan
pada konsumen pembiayaan yang lalai membayar kewajiban utangnya.
Tata cara dan prosedur yang dilakukan perusahaan pembiayaan konsumen untuk melakukan penarikan barang apabila terjadi wanprestasi oleh konsumen antara lain, pertama yaitu jasa penagih utang memberikan surat pemberitahuan atau somasi kepada konsumen sebanyak 3(tiga) kali yang berisikan bahwa konsumen telah jatuh tempo untuk membayar uang angsuran kepada perusahaan. Jika surat pemberitahuan atau somasi yang diberikan jasa penagih utang tidak diindahkan oleh konsumen, jasa penagih utang datang langsung menemui konsumen dan menagih uang angsuran serta denda kepada dan jika konsumen tetap tidak melaksanakan pembayaran, jasa penagih utang akan melakukan penarikan atas kendaraan yang dijadikan jaminan pembiayaan.
Dalam praktik, prilaku pihak jasa penagih utang dalam menjalankan tugasnya dalam kacamata konsumen menyalahi peraturan perundang-undangan karena menarik barang milik konsumen. Tugas utama dari jasa penagih adalah
4
Laksanto Utomo. Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT Alumni. 2011. Hlm.179
(19)
5
melakukan penagihan terhadap konsumen yang belum membayar atau jatuh tempo dari yang telah ditentukan oleh perusahaan pembiayaan, tetapi jasa penagih utang menagih uang kepada konsumen jasa pembiayaan dengan ancaman untuk membayar, bahkan mengambil barang milik konsumen jasa pembiayaan secara paksa, jika para konsumen tidak membayar uang dalam waktu yang telah ditentukan oleh jasa penagih utang. Dengan demikian konsumen dapat melakukan upaya hukum apabila merasa dirugikan atas tindakan jasa penagih utang.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji dan membahas mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen akibat penarikan barang
secara paksa. Untuk itu judul peneliti ini adalah: “Penarikan Barang oleh Jasa
Penagih Utang (Debt Collector) dari Perusahaan Pembiayaan (Studi pada PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro)”
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:
1. Apa saja substansi yang diatur dalam perjanjian kerjasama antara PT. Mandiri
Tunas Finance dan jasa penagih utang (debt collector)?
2. Bagaimanakah prosedur penarikan barang oleh jasa penagih utang kepada
konsumen yang melakukan wanprestasi dalam hal gagal membayar uang angsuran sesuai dengan ketentuan perusahaan?
3. Apa upaya yang dapat dilakukan konsumen apabila konsumen merasa
(20)
Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian, yang menggambarkan batas penelitian, mempersempit penelitian, dan membatasi area penelitian. Lingkup penelitian juga menunjukan secara pasti faktor-faktor mana yang akan diteliti, dan mana yang tidak, atau untuk menentukan apakah semua faktor yang
berkaitan dengan penelitian akan diteliti ataukah akan dileminasi sebagian. 5
Berdasarkan permasalahan di atas agar tidak meluas dan terarahnya pembahasan maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada penarikan barang oleh jasa penagih utang pada perusahaan pembiayaan.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Memperoleh deskripsi mengenai bentuk perjanjian kerjasama antara PT.
Mandiri Tunas Finance dan pihak jasa penagih utang(debt collector)
2. Memperoleh deskripsi mengenai prosedur penarikan barang oleh jasa penagih
utang kepada konsumen jasa pembiayaan yang melakukan wanprestasi (gagal bayar).
3. Memperoleh deskripsi mengenai bentuk-bentuk upaya yang dapat dilakukan
konsumen apabila konsumen merasa dirugikan atas penarikan barang oleh
jasa penagih utang (debt collector).
5
Bambang Sunggono, Metodologi Penelian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.111.
(21)
7
D. Kegunaan Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya hukum lembaga pembiayaan.
2. Secara praktis, penulisan ini dituangkan berguna sebagai:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pembaca yang ingin mengetahui dan mempelajari bentuk perjanjian kerjasama antara PT. Mandiri Tunas Finance dan pihak jasa penagih
utang (debt collector).
b. Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan masukan dan saran
kepada pihak perusahaan pembiayaan konsumen, jasa pihak penagih
utang (debt collector) dan konsumen jasa pembiayaan
c. Memberikan informasi dan gambaran kepada pembaca mengenai upaya
hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen jasa pembiayaan apabila
terjadi penarikan barang oleh jasa penagih utang (debt collector)
d. Salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan studi pada fakultas
(22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lembaga Pembiayaan
1. Pengertian Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang dilakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau modal dengan tidak menarik dana secara
langsung dari masyarakat.5 Dari pengertian tersebut di atas terdapat beberapa
unsur-unsur:
a. Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk
melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
b. Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan kegiatan atau aktivitas dengan cara
membiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan.
c. Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan dana untuk suatu keperluan.
d. Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu.
e. Tidak menarik dana secara langsung.
f. Masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat.6
5
Dahlan Siamat. Manajemen Lembaga Keuangan,Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2001. hlm. 281.
6 Ibid
(23)
9
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.
2. Peranan Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan mempunyai peranan yang penting, yaitu sebagi salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional disamping peran tersebut di atas, lembaga pembiayaan juga mempunyai peran penting dalam hal pembangunan yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan dimana lembaga pembiayaan ini diharapkan masyarakat atau pelaku usaha dapat mengatasi salah satu faktor yang umum dialami yaitu faktor
permodalan.7
3. Bidang Usaha Lembaga Pembiayaan
1. Sewa Guna Usaha (Leasing)
Istilah lain dari Sewa Guna Usaha yaitu “leasing”, dimana leasing ituberasal dari
kata lease (Inggris) yang berarti menyewakan. Kegiatan sewa guna usaha
(Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal
baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna
usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama
jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sedangkan barang
7
Siti Ismijati Jenie. Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan Dengan Kegiatan Pembiayaan. Yogyakarta: Bahan Penataran Dosen Hukum Perdata, Fakultas HukumUGM. 1996. hlm. 1.
(24)
modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah
tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva
dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee.
2. Modal Ventura
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima
bantuan pembiayaan (Investee Company) sebagai pasangan usahanya untuk
jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang tinggi, meskipun resiko yang dihadapi tinggi, pihak modal ventura mengharapkan
suatu keuntungan yang tinggi pula dari penyertaan modalnya berupa capital gain
atau deviden. 8
Kapitalis ventura atau dalam bahasa asing disebut (venture capitalist) adalah
seorang investor yang berinvestasi pada perusahaan modal ventura dan perusahaan yang pembiayaannya dari modal ventura disebut Perusahaan Pasangan
Usaha (PPU) atau (investee company). Dana ventura ini mengelola dana investasi
8
Anna Maria Wahyu Setyowati. Tinjauan Yuridis Peranan Lembaga Modal Ventura Bagi Pengusaha Kecil Menengah, Projustitia Tahun XVI No. 2 April1998. hlm. 42.
(25)
11
dari pihak ketiga (investor) yang tujuan utamanya untuk melakukan investasi pada
perusahaan yang memiliki resiko tinggi sehingga tidak memenuhi persyaratan standar sebagai perusahaan terbuka ataupun guna memperoleh modal pinjaman dari perbankan. Investasi modal ventura ini dapat juga mencakup pemberian bantuan manajerial dan teknikal. Dana ventura ini adalah berasal dari sekelompok investor yang mapan keuangannya, bank investasi, dan institusi keuangan lainnya yang melakukan pengumpulan dana ataupun kemitraan untuk tujuan investasi tersebut.
Penyertaan modal yang dilakukan oleh modal ventura ini kebanyakan dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan baru berdiri sehingga belum memiliki suatu
riwayat operasionil yang dapat menjadi catatan guna memperoleh suatu pinjaman.
Sebagai bentuk kewirausahaan, pemilik modal ventura biasanya memiliki hak suara sebagai penentu arah kebijakan perusahaan sesuai dengan jumlah saham
yang dimilikinya.9
3. Anjak Piutang
Anjak Piutang (Factoring) menurut Perpres No. 9 Tahun 2009 adalah anjak
kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Menurut Kasmir anjak
piutang atau yang lebih dikenal dengan factoring adalah perusahaan yang
kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau pembayaran
9
Neni Sri Imaniyati. Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi. Yogyakarta:Grafika Ilmu. 2009. hlm.69.
(26)
tertentu dari perusahaan (klien).10 Kemudian pengertian anjak piutang menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 125/KM.013/1988 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri. Dari definisi tersebut, setidaknya dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Dalam kegiatan factoring ada tiga pihak yang terkait, yaitu:
(1) Perusahaan Factoring (factoring company), atau disebut dengan factor
sebagai suatu badan usaha yang melakukan kegiatan lembaga pembiayaan dengan bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek perusahaan;
(2) Perusahaan penjual piutang atau disebut klien (client), adalah perusahaan
yang menjual atau mengalihkan piutang atau tagihannya kepada factor;
(3) Nasabah (customer), sebagai pihak yang berutang (debitur) kepada klien,
dan piutang tersebut oleh klien dijual atau dialihkan kepada factoring.
Istilah klien (client) dan nasabah (customer) dalam mekanisme anjak
piutang memiliki pengertian yang sangat berbeda. Lain halnya dengan
bank yang memiliki nasabah atau customer, sedangkan perusahaan anjak
piutang hanya memiliki klien dalam hal ini supplier. Selanjutnya, klien
yang memiliki nasabah atau customer. 11
10
Neni Sri Imaniyati. Op.cit. Hlm. 69.
11 Ibid
(27)
13
4. Kartu Kredit
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, usaha kartu kredit adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit.
Pengertian kartu kredit sendiri menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005, kartu kredit adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu
dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu
berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu
yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara angsuran.12
B. Pembiayaan Konsumen
1. Pengertian Pembiayaan Konsumen
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009, Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Selain itu pengertian lainnya, pembiayaan konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang dan jasa yang akan langsung dikonsumsikan oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan
12
Dahlan Siamat. Manajemen Lembaga Keuangan,. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2001. hlm.281.
(28)
produksi atau distribusi. Perusahaan yang memberikan pembiayaan diatas, disebut
perusahaan pembiayaan konsumen (Customer Finance Company). 13
2. Jenis Pembiayaan Konsumen
Adapun jenis pembiayaan konsumen berdasarkan kepemilikannya:
a. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan anak perusahaan dari
pemasok.
b. Perusahaan pembiayaan konsumen yang merupakan satu group usaha dengan
pemasok.
c. Perusahaan pembiayaan konsumen yang tidak mempunyai kaitan
kepemilikan dengan pemasok.14
3. Kajian Umum dalam Perjanjian
a. Pengertian Perjanjian
Perjanjian adalah satu bentuk peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau keduanya berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Sesuatu hal yang harus dilaksanakan dinamakan “prestasi”, yang dapat berupa:
(1) Menyerahkan suatu barang,
(2) Melakukan suatu perbuatan, atau
(3) Tidak melakukan suatu perbuatan
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan suatu perikatan. Memang perikatan itu paling banyak oleh suatu perjanjian, tetapi juga ada
13
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : Rajawali Pers. 2008. Hal.23
14 Ibid
(29)
15
sumber-sumber lain yang melahirkan perikatan. Sumber-sumber lain ini tercangkup dengan nama undang-undang. Jadi ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan ada perikatan yang lahir dari “undang-undang”.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang/pihak, dimana orang/pihak mempunyai hak untuk menuntut sesuatu hal dari pihak lain, sedangkan orang atau pihak lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu.
Hubungan hukum di sini artinya hak orang atau pihak dijamin oleh hukum, yaitu apabila tuntutan tidak dipenuhi secara sukarela maka pihak debitur dapat dituntut dimuka pengadilan. Perikatan dapat lahir dari 2 hal yaitu dikarenakan suatu perjanjian dan undang-undang.
b. Syarat Sah Perjanjian
Agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPdt., yang terdiri dari: Kesepakatan kehendak;
(1) Wewenang berbuat;
(2) Perihal tertentu; dan
(3) Kausa yang sah. 15
15
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 33-34
(30)
Yang merupakan konsekuensi hukum dari tidak terpenuhinya salah satu atau lebih dari syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut bervariasi mengikuti syarat mana yang dilanggar. Konsekuensi hukum tersebut adalah sebagai berikut:
a. Batal demi hukum, misalnya dalam hal dilanggarnya syarat objektif dalam
pasal 1320 KUHPdt. Syarat objektif tersebut adalah:
(1) Perihal tertentu, dan
(2) Kausa yang sah.
b. Dapat dibatalkan, misalnya dalam hal tidak terpenuhi syarat subjektif dalam
pasal 1320 KUHPdt. Syarat subjektif tersebut adalah:
(1) Kesepakatan kehendak, dan
(2) Kecakapan berbuat.
c. Perjanjian tidak dapat dilaksanakan
Perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan adalah perjanjian yang tidak begitu saja batal tetapi tidak dapat dilaksanakan, melainkan masih mempunyai status hukum tertentu. Sedangkan bedanya dengan perjanjian yang dapat dibatalkan adalah bahwa dalam perjanjian yang dapat dibatalkan, perjanjian tersebut sudah sah, mengikat dan dapat dilaksanakan sampai dengan dibatalkan perjanjian tersebut, sementara perjanjian yang tidak dapat dilaksanakan belum mempunyai kekuatan
hukum sebelum dikonversi menjadi perjanjian yang sah.16
16 Ibid
(31)
17
4. Wanprestasi
a. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi (atau yang disebut juga dengan istilah breach of contract) adalah
tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan
dalam kontrak yang bersangkutan.17
Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak dari pihak yang dirugikan untuk menuntuk pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Dalam hukum kontrak apabila terjadi wanprestasi, maka pengaturan terhadap konsekuensi pelanggaran tersebut haruslah dibuat seadil-adilnya, sehingga dengan demikian tidak ada pihak yang dirugikan. Karena itu, pengaturan tentang kerugian dan ganti rugi menjadi salah
satu sasaran utama bahkan merupakan tujuan akhir dari hukum kontrak.18
Ada 3 (tiga) macam dari wujud wanprestasi ini, yaitu:
(1) Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan (unsur kesengajaan),
(2) Debitur terlambat memenuhi perikatan (unsur kelalaian),
(3) Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan (unsur tanpa
kesalahan, tanpa kesengajaan atau kelalaian).19
17
Ibid hlm.87
18
Munir Fuady, Op. Cit., hlm. 137
19
Mariam Darus Badrulzaman et al., Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 18
(32)
Pasal 1243 KUHPdt. mengatakan:
“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu telah dilampauinya.”
Terdapat hak-hak kreditur dalam terjadinya wanprestasi, hak-hak kreditur tersebut adalah sebagai berikut:
a. Hak menuntut pemenuhan perikatan;
b. Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu bersifat timbal
balik, menuntut pembatalan perikatan;
c. Hak menuntut ganti rugi;
d. Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi;
e. Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.20
Perjanjian adalah kesepakatan antara kedua belah pihak yang mengikat para pihak
untuk melakukan hak dan kewajiban berdasarkan perjanjian tersebut.21 Perjanjian
terdiri dari berbagai macam yaitu perjanjian jual-beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian pinjam-pakai, perjanjian tukar-menukar, perjanjian pemberian kuasa
dan lain-lain.22 Pasal 1792 KUHPdt memberikan pengertian pemberian kuasa
yaitu suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan (wewenang) kepada seorang lain yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
20
Ibid., hlm. 21
21 Ibid
22
Budiono, Herlien. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010. Hlm. 15
(33)
19
Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa. Dari ketentuan ini dapat kita lihat bahwa pemberian kuasa itu adalah bebas dari sesuatu bentuk cara (formalitas) tertentu; dengan perkataan lain, perjanjian pemberian kuasa adalah suatu perjanjian konsensual, artinya sudah mengikat (sah) tercapainya sepakat antara si pemberi dan penerima
kuasa.23
Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
memberikan kuasa kepada pihak yang lain penerima kuasa (lasthebber), yang
menerimanya untuk atas namanya sendiri atau tidak menyelenggarakan satu
perbuatan hukum atau lebih untuk yang memberi kuasa itu.24
Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam, yaitu:
a. Akta Umum, pemberian kuasa dengan akta umum adalah suatu pemberian
kuasa dilakukan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menggunakan akta notaris atau akta notariel.
b. Surat di Bawah Tangan, pemberian kuasa dengan surat di bawah tangan
adalah suatu pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa,
c. Lisan, pemberian kuasa secara lisan adalah suatu kuasa yang dilakukan secara
lisan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa.
23 Ibid 24
(34)
d. Diam-Diam, pemberian kuasa secara diam-diam adalah suatu kuasa yang dilakukan secara diam-diam oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa
e. Cuma-Cuma, pemberian kuasa secara cuma-cuma adalah suatu pemberian
kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa,
f. Kata Khusus, pemberian kuasa khusus, yaitu suatu pemberian kuasa yang
dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa,
g. Umum, pemberian kuasa umum, yaitu pemberian kuasa yang dilakukan oleh
pemberi kuasa kepada penerima kuasa.25
Menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
(2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian
(3) Mengenai suatu hal tertentu
(4) Suatu sebab yang halal
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terahir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya, adalah cakap
menurut hukum. 26
25 Ibid 26
(35)
21
Dalam perjanjian antara pemberi kuasa dan penerima kuasa akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban para pihak. Kewajiban penerima kuasa disajikan berikut ini.
a. Melaksanakan kuasanya dan bertanggung jawab atas segala biaya, kerugian,
dan bunga yang timbul dari tidak dilaksanakannya kuasa itu.
b. Menyelesaikan urusan yang telah mulai dikerjakannya pada waktu pemberi
kuasa meninggal dan dapat menimbulkan kerugian jika tidak segera diselesaikan.
c. Bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan
kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya.
d. Memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang apa yang telah dilakukan,
serta memberi perhitungan segala sesuatu yang diterimanya.
e. Bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya
dalam melaksanakan kuasanya:
(1) bila tidak diberikan kuasa untuk menunjuk orang lain sebagai
penggantinya;
(2) bila kuasa itu diberikan tanpa menyebutkan orang tertentu, sedangkan
orang yang dipilihnya ternyata orang yang tidak cakap atau tidak mampu
Hak penerima kuasa adalah menerima jasa dari pemberi kuasa. Hak pemberi kuasa adalah menerima hasil atau jasa dari penerima kuasa. Kewajiban pemberi kuasa adalah
a. memenuhi perjanjian yang telah dibuat antara penerima kuasa dengan
(36)
b. mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan penerima kuasa;
c. membayar upah kepada penerima kuasa;
d. memberikan ganti rugi kepada penerima kuasa atas kerugian yang
dideritanya sewaktu menjalankan kuasanya;
e. membayar bunga atas persekot yang telah dikeluarkan penerima kuasa
terhitung mulai dikeluarkannya persekot tersebut (Pasal 1807 s.d. Pasal 1810 KUH Perdata).
Ada enam cara berakhirnya pemberian kuasa, yaitu
(1) penarikan kembali kuasa oleh pemberi kuasa;
(2) pemberitahuan penghentian kuasanya oleh pemberi kuasa;
(3) meninggalnya salah satu pihak;
(4) pemberi kuasa atau penerima berada di bawah pengampuan; atau
(5) pailitnya pemberi kuasa atau penerima kuasa;
(6) kawinnya perempuan yang memberi dan menerima kuasa (Pasal 1813 KUH
Perdata)
5. Hubungan Hukum dalam Pembiayaan Konsumen
a. Perjanjian Pembiayaan antara Pihak Perusahaan Pembiayaan (Kreditur) dengan Konsumen
Hubungan antara pihak kreditur (perusahaan pemberi biaya) dengan konsumen (debitur sebagai pihak yang menerima biaya), adalah hubungan yang bersifat kontraktual, yang artinya didasarkan pada kontrak yang dalam hal ini adalah kontrak pembiayaan konsumen. Pihak perusahaan pemberi biaya berkewajiban utama untuk memberi sejumlah uang untuk pembelian sesuatu barang konsumsi, sedangkan pihak konsumen sebagai penerima biaya berkewajiban utama untuk
(37)
23
membayar kembali uang tersebut secara cicilan/angsuran kepada pihak pemberi biaya. Jadi hubungan kontraktual antara penyedia dana dengan pihak konsumen adalah sejenis perjanjian kredit yang di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Kreditur) dengan demikian dapat
dijelaskan, bahwa setelah seluruh kontrak ditandatangani dan dana sudah dicairkan serta barang sudah diserahkan oleh supplier kepada konsumen, maka barang yang bersangkutan sudah langsung menjadi miliknya konsumen, walaupun kemudian biasanya barang tersebut dijadikan jaminan hutang melalui perjanjian fidusia.
b. Perjanjian Jual Beli Bersyarat antara Pihak Konsumen dengan Pemasok
Antara pihak konsumen dengan supplier terdapat hubungan jual beli (bersyarat), di mana pihak supplier selaku penjual menjual barang kepada konsumen selaku pembeli dengan syarat, bahwa harga akan dibayar oleh pihak ketiga yaitu pihak
pemberi biaya.27 Syarat tersebut memiliki arti, bahwa apabila karena alasan
apapun pihak pemberi biaya tidak dapat menyediakan dananya, maka jual beli antara supplier dengan konsumen sebagai pembeli akan batal.
c. Perjanjian Jual Beli antara Perusahaan Pembiayaan (Pemberi Biaya) dengan Pemasok.
Antara pihak penyedia dana (pemberi biaya) dengan supplier tidak ada hubungan hukum yang khusus, kecuali pihak penyedia dana hanya pihak ketiga yang disyaratkan untuk menyediakan dana dan digunakan dalam perjanjian jual beli antara pihak pemasok dengan konsumen. Oleh karena itu apabila pihak penyedia
27
(38)
dana wanprestasi dalam menyediakan dananya, sementara kontrak jual beli maupun kontrak pembiayaan konsumen telah selesai dilakukan, maka jual beli bersyarat antara pemasok dengan konsumen akan batal, sehingga konsumen dapat menggugat pihak pemberi dana atas wanprestasinya
6. Jaminan Dalam Pembiayaan Konsumen
a. Jaminan Utama
Berupa kepercayaan dari kreditur kepada debitur bahwa pihak konsumen dapat di percaya dan sanggup membayar hutang-hutangnya. Berkaitan dengan hal ini
berlaku prinsip pemberian kredit, seperti prinsip 5 C (Collateral, Capacity,
Character, Capital, Condition of Economy). 28
b. Jaminan Pokok
Berupa barang yang dibeli dengan dana tersebut. Apabila dana tersebut diberikan misalnya untuk membeli mobil, maka mobil yang bersangkutan menjadi jaminan
pokoknya. Biasanya jaminan ini di buat dalam bentuk Fiduciary Transfer of
Ownership (fidusia), sehingga seluruh dokumen yang berkenaan dengan kepemilikan barang yang bersangkutan akan di pegang oleh pihak pemberi dana (kreditur) hingga kredit di bayar lunas. 29
c. Jaminan Tambahan
Dalam transaksi pembiayaan konsumen, jaminan tambahan juga disertakan.
Biasanya jaminan ini berupa pengakuan hutang (Promissory Notes) atau
28
Munir Fuady. Op.cit. Hlm. 105
29 Ibid
(39)
25
Actknowledgement of Indebtedness, kuasa menjual barang, dan Assignment of Proceed (Cessie) dari asuransi. Selain itu, sering juga dimintakan persetujuan suami/isteri (untuk konsumen perorangan) dan persetujuan komisaris/RUPS
sesuai anggaran dasarnya (untuk konsumen perusahaan).30
7. Syarat dan Mekanisme Transaksi Pembiayaan Konsumen
Dokumen yang diperlukan selama proses pembiayaan konsumen, sejak adanya pembiayaan awal sampai dengan proses pelunasan pinjaman, meliputi dokumen-dokumen berikut ini:
a. Dokumen kelayakan konsumen.
Adalah dokumen yang diperlukan oleh perusahaan pembiayaan konsumen untuk menentukan apakah suatu konsumen layak dibiayai ataukah tidak. Dokumen ini antara lain berupa:
(1) Identitas konsumen (KTP, Paspor, SIM, NPWP, anggaran dasar, surat izin
usaha, dan lain-lain).
(2) Bukti penghasilan atau keadaan keuangan konsumen (slip gaji, neraca, laba
rugi dan lain-lain).
(3) Laporan survey lapangan oleh petugas pembiayaan konsumen pada tempat
tanggal atau usaha dari konsumen.
(4) Dokumen pendukung, seperti: persetujuan suami atau istri, rekomendasi
pihak yang dapat dipercaya, dan lain-lain.31
30 Ibid 31
(40)
b. Dokumen perjanjian
Adalah dokumen yang menunjukkan kesepakatan-kesepakatan antara pihak-pihak yang terkait dalam proses pembiayaan konsumen, dokumen ini antara lain berupa:
(1) Perjanjian kerja sama antara pemasok dengan perusahaan pembiayaan
konsumen.
(2) Perjanjian jual beli antara konsumen dengan pemasok.
(3) Perjanjian pembiayaan antara konsumen dengan perusahaan pembiayaan
konsumen.
(4) Perjanjian pengikatan berbagai macam bentuk jaminan (cassie piutang,
fidusia, akta pembebanan hak tanggungan, dan lain-lain).32
c. Dokumen kepemilikan objek pembiayaan.
Adalah dokumen yang merupakan bukti kepemilikan atas barang yang dibiayai dengan pembiayaan konsumen. Dokumen ini antara lain berupa: BPKB, faktur,
setifikat, bukti penyarahan barang, bukti pemesanan barang, dan lain-lain.33
d. Dokumen kepemilikan jaminan.
Adalah dokumen yang terkait dengan kepemilikan jaminan atas pemenuhan kewajiban calon debitur. Dokumen ini antara lain berupa: BPKB, sertifikat,
faktur, tanah, dan lain-lain. 34
8. Mekanisme Pembiayaan Konsumen
Adapun mekanisme transaksi pembiayaan konsumen menurut Budi Rahmat adalah:
32 Ibid 33
Ibid
34 Ibid
(41)
27
a. Tahap permohonan.
Permohonan pembiyaan konsumen biasanya dilakukan oleh konsumen di tempat kedudukan supplier atau dealer penyedia barang kebutuhan konsumen. Supplier atau dealer ini biasanya telah bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan
konsumen.35
b. Tahap pengecekan dan pemeriksaan lapangan.
Berdasarkan aplikasi pemohon, perusahaan pembiayaan konsumen akan melakukan pengecekan atas kebenaran dari pengisian formulir aplikasi tersebut dengan melakukan analisis dan evaluasi terhadap data dan informasi yang telah di terima. Selanjutnya dilakukan:
(1) Kunjungan ketempat calon konsumen (plant visit)
(2) Pengecekan ketempat lain (credit checking)
(3) Observasi secara umum atau khusus lainnya.36
c. Tahap pembuatan customer
Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, marketing department dari perusahaan
pembiayaan konsumen tersebut akan membuat customer profile yang isinya
memuat tentang nama calon konsumen dan istri/suami, alamat dan nomor rumah, pekerjaan, alamat kantor, kondii pembiayaan yang diajukan, jenis dan tipe barang kebutuhan konsumen dan lainnya.
d. Tahap pengajuan proposal kepada panitia kredit
Marketing department akan mengajukan proposal atas permohonan yang diajukan
oleh calon konsumen tersebut kepada credit komite.
35 Ibid 36
(42)
e. Tahap keputusan panitia kredit
Keputusan kredit komite merupakan dasar bagi perusahaan pembiyaan konsumen untuk melakukan pembiayaan atau tidak. Apabila permohonan calon konsumen ditolak, maka harus diberitahukan melalui surat penolakan, sedangkan apabila
disetujui maka oleh marketing department akan meneruskan ke tahap
berikutnya.37
f. Tahap pengikatan
Berdasarkan keputusan kredit komite, selanjutnya oleh Bagian Legal akan
mempersiapkan pengkitan sebagai berikut:
(1) Perjanjian pembiayaan Konsumen beserta lampirannya
(2) Jaminan Pribadi (jika ada)
(3) Jaminan Perusahaan (jika ada)38
Pengikatan perjanjian pembiayaan konsumen usaha dapat dilakukan secara bawah tangan, dilegalisir oleh notaries, atau secara notariil.
e. Tahap pemesanan barang kebutuhan konsumen
Setelah proses penandatanganan perjanjian dilakukan oleh kedua belah pihak, selanjutnya perusahaan pembiayaan konsumen akan melakukan:
(1) Pemesanan barang kebutuhan konsumen kepada supplier. Pesanan ini
dituangkan dalam penegasan pemesanan pembelian/confirm purchse order dan bukti pengiriman dan surat tandan penerimaan barang
(2) Penerimaan pembayaran dari konsumen kepada perusahaan pembiayaan
konsumen (dapat melalui supplier/dealer).
37 Ibid 38
(43)
29
f. Tahap pembayaran kepada pemasok
Setelah barang model diserahkan oleh pemasok kepada konsumen, selanjutnya supplier akan melakukan penagihan kepada perusahaan pembiayaan konsumen. Sebelum melaksanakan pembayaran, perusahaan pembiayaan konsumen akan
melakukan hal-hal sebagai berikut:39
(1) Melakukan penutupan perjanjian asuransi kepada perusahaan asuransi yang
telah ditunjuk.
(2) Pemeriksaan ulang terhadap seluruh dokumentasi perjanjian pembiayaan
konsumen.
g. Tahap penagihan/monitoring pembayaran
Setelah seluruh pembayaran kepada supplier/dealer dilakukan, proses selanjutnya
adalah pembayaran angsuran oleh konsumen sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Pada tahap ini collection department akan memonitor pembayaran angsuran
berdasarkan jatuh tempo yang telah ditetapkan, dan berdasarkan sistem pembayaran yang telah disepakati. Disamping itu, juga akan dilakukan monitoring terhadapa jaminan, jangka waktu berlakunya jaminan, dan masa berlakunya
penutupan angsuransi.40
h. Tahap pengambilan surat jaminan
Setelah konsumen melunasi seluruh kewajibannya kepada perusahaan pembiayaan konsumen, maka perusahaan pembiayaan konsumen akan mengembalikan kepada konsumen berupa:
(1) Jaminan (BPKB, dan/atau sertifikat dan/atau faktur/invoice)
39
Ibid. Hlm 110
40 Ibid
(44)
(2) Dokumen lainnya (jika ada).
C. Jasa Penagih Utang (Debt Collector)
1. Pengertian Jasa Penagih Utang (Debt Collector)
Debt collector adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara kreditur dan debitur dalam hal penagihan kredit, Penagihan tersebut hanya dapat dilakukan apabila kualitas tagihan konsumen dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kolektibilitas yang digunakan oleh perusahaan pembiayaan konsumen yang bersangkutan. Hal ini tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia no.7/60/DASP Tahun 2005 Bab IV angka 1 dan 2 bahwa apabila dalam menyelenggarakan kegiatan APMK Penerbit dan/atau Financial Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain di luar Penerbit
dan/atau Financial Acquirer tersebut, seperti kerjasama dalam kegiatan
marketing, penagihan, dan/atau pengoperasian sistem, Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut wajib memastikan bahwa tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas apabila kegiatan tersebut dilakukan oleh
Penerbit dan/atau Financial Acquirer itu sendiri.41
2. Tata Cara Penagihan oleh Jasa Penagih Utang
Pada umumnya dunia collector sering dianggap negatif seperti apa yang
dibayangkan oleh masyarakat pada umumnya. Dunia collector sebenarnya cukup
luas dan memiliki cara kerja yang berbeda pula.Cara kerja tersebut,berdasarkan
41
http://purbantoro.wordpress.com/2008/11/13/debt collector/ diakses pada tanggal 16 April 2014 pukul 20.00 WIB
(45)
31
pada lama tunggakan debitur.Cara kerja atau tingkatan collector secara umum adalah sebagai berikut:
a. Desk collector
Pada level bagian penagihan (desk collector), level ini adalah level yang pertama
dari dunia collector, dan cara kerja yang dilakukan oleh collector-collector ini
adalah hanya mengingatkan tanggal jatuh tempo dari cicilan debitur dan dilakukan
dengan media telepon. Pada level ini collector hanya berfungsi sebagai pengingat
(reminder) bagi debitur atas kewajiban membayar cicilan. Bahasa yang di gunakan pun sangat sopan dan halus, mengingat orientasinya sebagai pelayan
nasabah.42
b. Debt collector
Level ini merupakan kelanjutan dari level sebelumnya, apabila ternyata debitur yang telah dihubungi tersebut belum melakukan pembayaran, sehingga terjadi
keterlambatan pembayaran. Cara yang dilakukan oleh penagih utang (debt
collector) pada level ini adalah mengunjungi debitur dengan harapan mengetahui kondisi debitur beserta kondisi keuangannya.
Pada level ini collector memberikan pengertian secara persuasif mengenai
kewajiban debitur dalam hal melakukan pembayaran angsuran. Hal hal yang dijelaskan biasanya mengenai akibat yang dapat ditimbulkan apabila
keterlambatan pembayaran tersebut tidak segera diselesaikan. Collector juga
memberikan kesempatan atau tenggang waktu bagi debitur untuk membayar angsurannya,dan tidak lebih dari tujuh hari kerja. Meskipun sebenarnya bank
42 Ibid
(46)
memnerikan waktu hingga maksimal akhir bulan dari bulan yang berjalan,karena
hal tersebut berhubungan dengan target collector.
Collector diperbolehkan menerima pembayaran langsung dari debitur, namun hal
yang perlu diperhatikan oleh debitur adalah memastikan bahwa debitur tersebut
menerima bukti pembayaran dari collector tersebut,dan bukti tersebut merupakan
bukti pembayaran dari perusahaan dimana debitur tersebut memiliki kewajiban
kredit bukan bukti pembayaran berupa kwitansi yang dapat diperjual belikan
begitu saja.43
c. Collector Remedial
Apabila ternyata debitur masih belum melakukan pembayaran, maka tunggakan
tersebut akan diberikan kepada level yang selanjutnya yaitu juru sita (collector
remedial). Pada level ini yang memberikan kesan negatif mengenai dunia collector, karena pada level ini sistem kerja collector adalah dengan cara mengambil barang jaminan (bila kredit yang disepakati memiliki jaminan) debitur.
Cara yang dilakukan dan perilaku collector pada level ini tergantung dari
tanggapan debitur mengenai kewajibannya, dan menyerahkan jaminannya dengan
penuh kesadaran, maka dapat dipastikan bahwa collector tersebut akan bersikap
baik dan sopan. Namun apabila debitur ternyata tidak memnberikan itikad baik
untuk menyerahkan barang jaminannya, maka collector tersebut dengan sangat
terpaksa akan melakukan kewajibannya dan menghadapi tantangan dari debitur
tersebut. Yang dilakukannya pun bervariasi mulai dari membentak, merampas
43 Ibid
(47)
33
dengan paksa dan lain sebagainya, dalam menggertak debitur. Namun apabila
dilihat dari segi hukum, collector tersebut tidak dibenarkan apabila sampai
melakukan perkara pidana, seperti memukul, merusak barang dan lain sebagaiannya, atau bahkan hal yang terkecil yaitu mencemarkan nama baik debitur.
Untuk beberapa perusahaan perbankan, apabila kredit tidak memiliki barang
jaminan, maka tugas collector akan semakin berat karena tidak ada yang bertindak
sebagai juru sita, hal tersebut yang memberikan kesan kurang baik mengenai
prilaku debt collector.44
D. Penyelesaian Sengketa
Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada
pihak lain.45 Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha dan pelanggan. Sengketa itu dapat berupa salah satu pihak tidak mendapatkan atau menikmati apa yang seharusnya menjadi haknya karena pihak lawan tidak
memenuhi kewajibannya.46 Penyelesaian sengketa dalam penarikan barang secara
44 Ibid 45
Rachmadi Usman. Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2003. hlm. 1.
46
Janus Sidabalok. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2010. hlm. 143.
(48)
paksa pun dibagi dua, yaitu mediasi (non letigasi) dan pengajuan gugatan melalui
pengadilan (letigasi).47
Penyelesaian sengketa secara hukum ini bertujuan untuk memberi penyelesaian yang dapat menjamin terpenuhinya hak-hak kedua belah pihak yang bersengketa. Dengan begitu, rasa keadilan dapat ditegakkan dan hukum dijalankan sebagaimana mestinya.
1. Mediasi
Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang bersengketa yang melibatkan pihak ketiga (mediator) sebagai penasihat. Dalam hal mediasi, mediator bertugas untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi
b. Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi
antarpihak, menyesuaikan persepsi, dan berusaha mengurangi perbedaan
sehingga menghasilkan satu keputusan bersama.48
2. Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri merupakan pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di kodya atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kodya dan kabupaten yang dibentuk dengan keputusan presiden. Pengadilan negeri bertugas
47
Ibid. hlm. 145.
48 Ibid
(49)
35
memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di
tingkat pertama.49
49 Ibid
(50)
E. Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka dibuat kerangka pikir sebagai berikut:
Wanprestasi (gagal bayar)
Jasa penagih utang (debt collector)
Penarikan barang secara paksa
Upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen Pembiayaan Konsumen
Perusahaan Pembiayaan Konsumen
(51)
37
Keterangan:
Pembiayaan konsumen merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen dengan objek pembiayaan barang kebutuhan konsumen seperti komputer, barang elektronik, kendaraan bermotor dan lain-lain, serta sistem pembayaran secara berkala.
Perjanjian merupakan sumber utama hukum pembiayaan konsumen. Perjanjian pembiayaan konsumen dan perjanjian jual beli antara perusahaan pembiayaan
konsumen, konsumen dan supplier berisi syarat yang ditetapkan bahwa pihak
perusahaan akan membayar harga barang secara tunai kepada supplier dan pihak
konsumen akan membayar harga barang secara angsuran kepada perusahaan pembiayaan konsumen. Dalam perjalanannya, para konsumen ada yang tidak memenuhi perjanjian (wanprestasi) dalam arti tidak mampu lagi membayar (macet).
Dengan banyaknya debitur yang wanprestasi, perusahaan pembiayaan konsumen
menggunakan jasa penagih utang (debt collector) untuk melakukan penagihan
bagi konsumen yang wanprestasi dalam arti tidak mampu lagi membayar (macet). Salah satu perusahaan pembiayaan konsumen yang menggunakan jasa penagih utang adalah PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro.
Perusahaan pembiayaan kosumen memiliki hubungan hukum dengan jasa penagih
utang (debt collector) yaitu adanya perjanjian pemberian kuasa antara kedua belah
pihak. Jasa penagih utang (debt collector) tidak diatur secara khusus dalam
(52)
collector) bekerja berdasarkan kuasa yang diberikan oleh kreditur untuk menagih utang kepada debiturnya
Dalam praktek, pihak jasa penagih utang (debt collector) dalam menjalankan
tugasnya ada yang tidak sesuai dengan surat kuasa yang diberikan oleh perusahaan. Jasa penagih utang bukan hanya menagih, tetapi juga mengancam hingga melakukan penarikan barang secara paksa dari konsumen, tak kenal waktu dan tak kenal tempat. Maka dari itu banyak konsumen yang dirugikan karena
perbuatan para jasa penagih utang (debt collector) tersebut. Konsumen dapat
melakukan upaya hukum untuk menjamin mengenai konsumen yang telah
dirugikan oleh jasa penagih utang (debt collector).
Penelitian ini akan mendeskripsikan hubungan hukum antara pihak perusahaan
pembiayaan dan jasa penagih utang (debt collector), mekanisme penarikan barang
yang dilakukan perusahaan pembiayaan konsumen kepada konsumen yang wanprestasi. Selain itu, menjelaskan upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan konsumen pembiayaan apabila terjadi penarikan barang secara paksa oleh jasa
(53)
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.52
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris, yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum tertulis, dan literatur-literatur hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan yang diteliti sedangkan penelitian secara empiris merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara
mengetahui kenyataan-kenyataan yang terjadi.53 Penelitian ini akan mengkaji
permasalahan dengan melihat kepada norma, peraturan perundang-undangan dan kenyataan yang terjadi berkaitan dengan penarikan barang oleh jasa penagih utang (debt collector) dari pembiayaan konsumen.
B. Tipe penelitian
Tipe penelitian ini adalah analisis deskriptif. Penelitian hukum deskriptif bersifat
pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaram (deskripsi) lengkap
tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu
52
Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1981, hlm.43
53
(54)
yang terjadi dalam masyarakat.54 Untuk itu, penelitian ini akan menggambarkan secara jelas, sistematis, dan rinci mengenai penarikan barang oleh jasa penagih
utang (debt collector) dalam pembiayaan konsumen dan upaya hukumnya.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis teoritis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari dan mengkaji hal-hal yang terdapat dalam bahan-bahan hukum berupa literatur dan peraturan perundang-undangan, ketentuan lain yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti.55 Untuk itu, penelitian ini akan mendeskripsikan hubungan
hukum antara perusahaan pembiayaan dengan jasa penagih utang (debt collector),
mekanisme penarikan barang oleh perusahaan pembiayaan, dan upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen apabila terjadi penarikan barang oleh jasa
penagih utang (debt collector).
D. Data dan sumber data
Berdasarkan jenis penelitian yang telah ditentukan diatas, maka data yang digunakan meliputi data primer, data sekunder dan data tersier sebagai berikut:
1. Data primer adalah data yang berasal dari sumbernya langsung (pihak
pertama) dari lokasi penelitian melalui wawancara langsung dengan pihak terkait sesuai dengan pokok pembahasan. Untuk itu, data primer didapat
melalui wawancara langsung dengan pihak manager Collection Officer Macet
PT Mandiri Tunas Finance Cabang Metro.
54
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004, hlm.24
55
(55)
41
2. Data sekunder adalah data yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan, dokumen perjanjian antara pihak perusahaan dan konsumen dan literatur terkait. Data sekunder terdiri atas:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan–bahan yang mengikat, yang terdiri dari
berbagai peraturan perundang–undangan, meliputi:
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(2) Peraturan Presiden No 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan
(3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
Perusahaan Pembiayaan
b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa peraturan yang menjelaskan lebih lanjut
bahan hukum primer berupa literatur, buku–buku yang berkaitan dengan
upaya hukum konsumen jasa pembiayaan apabila terjadi penarikan barang
secara paksa oleh jasa penagih utang (debt collector).
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu kamus besar bahasa Indonesia, kamus hukum dan internet.
E. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Studi pustaka, yaitu dilakukan dengan mempelajari, membaca, mencatat,
mengutip buku-buku, literatur, perundang-undangan serta mengklasifikasi data yang berkaitan dengan upaya hukum konsumen jasa pembiayaan apabila
terjadi penarikan barang secara paksa oleh jasa penagih utang (debt
(56)
2. Studi dokumen, yaitu dilakukan dengan cara membaca, meneliti dan mempelajari serta menelaah dokumen yang ada.
3. Wawancara yaitu kegiatan yang dilakukan sifatnya sebagai pendukung data
sekunder dengan melakukan wawancara langsung dengan manajer collection
officer macet serta korban yang pernah mengalami atau pernah merasakan
takut terhadap debt collector. Teknik wawancara yang dilakukan adalah
dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan lisan untuk dijawab dan pertanyaan secara tertulis langsung antara pencari data dan sumber data.
F. Pengolahan Data
Setelah pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data sehingga dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti. Data yang telah terkumpul, diolah melalui pengolahan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Pemeriksaan data, yaitu meneliti dan memeriksa kembali data yang telah
diperoleh.
2. Seleksi data, yaitu memilih data yang sesuai dengan pokok bahasan.
3. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan kelompok dan aturan
yang telah ditetapkan dalam pokok bahasan sehingga diperoleh data yang objektif dan sistematis untuk penulisan ini.
4. Sistematika data, yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data yang telah
ditentukan dan sesuai dengan lingkup pokok bahasan secara sistematis dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisa data.
(57)
43
G. Analisis Data
Data yang terkumpul dan tersusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan cara merekontruksi atau menginterprestasikan data dalam bentuk kalimat yang sistematis dan dalam bahasa yang efektif dengan menghubungkan data tersebut menurut pokok bahasan yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas untuk mengambil suatu kesimpulan.
(58)
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bentuk perjanjian kerjasama antara PT Mandiri Tunas Finance dan jasa
penagih utang adalah perjanjian Kerjasama Eksekutor Eksternal. Dalam perjanjian kerjasama ini berisi penunjukan jasa penagih utang, hak dan kewajiban para pihak serta pengakhiran perjanjian.
2. Prosedur penarikan barang oleh jasa penagih utang kepada konsumen yang
wanprestasi (gagal bayar) melalui tiga tahapan. Tahapan yang pertama adalah pemberian surat pemberitahuan kepada konsumen. Selanjutnya, apabila konsumen tidak menghiraukan surat pemberitahuan dari perusahaan, maka jasa penagih utang mendatangi kediaman konsumen untuk menagih uang angsuran beserta denda. Jika konsumen masih belum membayar uang angsura, jasa penagih utang menarik motor/mobil milik konsumen.
3. Konsumen dapat melakukan upaya hukum konsumen apabila merasa tidak
puas dengan tindakan PT Mandiri Tunas Finance dan jasa penagih utang. PT. Mandiri Tunas Finance menyiapkan proses penyelesaian sengketa melalui mediasi dan letigasi (pengadilan).
(59)
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-Buku
Ali, Zainuddin. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Badrulzanam, Mariam Darus. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti
Darus, Mariam Badrulzaman et al. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Fuady, Munir. 2001. Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Herlien, Budiono. 2010 Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di
Bidang Kenotariatan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Ismijati, Siti Jenie. 1996. Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan DenganKegiatan
Pembiayaan. Yogyakarta: Bahan Penataran Dosen Hukum Perdata, Fakultas
HukumUGM.
Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers.
Makarao, Moh. Taufik, Dkk. 2012. Hukum Perlindumngan Konsumen di
Indonesia. Jakarta: Akademia
Maria, Anna Wahyu Setyowati. 1998. Tinjauan Yuridis Peranan Lembaga Modal
Ventura Bagi Pengusaha Kecil Menengah, Projustitia Tahun XVI No. 2
April1998
Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana
Muhammad, Abdulkadir dan Rilda Muniarti. 2000. Segi Hukum Lembaga
Keuangan dan Pembiayaan. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Mulyadi, Ahmad. 2013. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Akademia
Permata.
Nasution, A.Z. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Diadit Media.
(60)
Siamat, Dahlan. 2001. Manajemen Lembaga Keuangan,Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sidabalok, Janus. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Sri, Neni Imaniyati. 2009. Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan
Ekonomi. Yogyakarta:Grafika Ilmu.
Sunggono, Bambang. 2005. Metodologi Penelian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Soekanto, Soeryono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press
Sunaryo. 2009. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika.
Usman, Rachmadi. 2003 Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Utomo, Laksanto. 2011. Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT Alumni.
Waluyo, Bambang. 2008. Penelitian Hukum dalam Praktek. Jakarta: Sinar
Grafika
2.Peraturan Perundang- undangan
Keputusan Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung
UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Bank Indonesia no.7/60/DASP tahun 2005
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 Peraturan bank Indonesia Nomor 6/30PBI/2005
3. Sumber Lain
http://purbantoro.wordpress.com/2008/11/13/debt collector/ diakses pada tanggal 16 April 2014 pukul 20.00 WIB
(61)
http://www.beproseminar.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4 3&Itemid=61/2
http://es.scribd.com/doc/66471696/Makalah
http://www.beproseminar.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4 3&Itemid=61/23
(1)
2. Studi dokumen, yaitu dilakukan dengan cara membaca, meneliti dan
mempelajari serta menelaah dokumen yang ada.
3. Wawancara yaitu kegiatan yang dilakukan sifatnya sebagai pendukung data
sekunder dengan melakukan wawancara langsung dengan manajer collection
officer macet serta korban yang pernah mengalami atau pernah merasakan
takut terhadap debt collector. Teknik wawancara yang dilakukan adalah
dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan lisan untuk dijawab dan
pertanyaan secara tertulis langsung antara pencari data dan sumber data.
F. Pengolahan Data
Setelah pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data sehingga dapat
digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti. Data yang telah
terkumpul, diolah melalui pengolahan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Pemeriksaan data, yaitu meneliti dan memeriksa kembali data yang telah
diperoleh.
2. Seleksi data, yaitu memilih data yang sesuai dengan pokok bahasan.
3. Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan kelompok dan aturan
yang telah ditetapkan dalam pokok bahasan sehingga diperoleh data yang
objektif dan sistematis untuk penulisan ini.
4. Sistematika data, yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data yang telah
ditentukan dan sesuai dengan lingkup pokok bahasan secara sistematis dengan
(2)
43
G. Analisis Data
Data yang terkumpul dan tersusun secara sistematis kemudian dianalisis secara
kualitatif yaitu analisis yang dilakukan dengan cara merekontruksi atau
menginterprestasikan data dalam bentuk kalimat yang sistematis dan dalam
bahasa yang efektif dengan menghubungkan data tersebut menurut pokok bahasan
yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas untuk mengambil
(3)
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Bentuk perjanjian kerjasama antara PT Mandiri Tunas Finance dan jasa
penagih utang adalah perjanjian Kerjasama Eksekutor Eksternal. Dalam
perjanjian kerjasama ini berisi penunjukan jasa penagih utang, hak dan
kewajiban para pihak serta pengakhiran perjanjian.
2. Prosedur penarikan barang oleh jasa penagih utang kepada konsumen yang
wanprestasi (gagal bayar) melalui tiga tahapan. Tahapan yang pertama adalah
pemberian surat pemberitahuan kepada konsumen. Selanjutnya, apabila
konsumen tidak menghiraukan surat pemberitahuan dari perusahaan, maka
jasa penagih utang mendatangi kediaman konsumen untuk menagih uang
angsuran beserta denda. Jika konsumen masih belum membayar uang
angsura, jasa penagih utang menarik motor/mobil milik konsumen.
3. Konsumen dapat melakukan upaya hukum konsumen apabila merasa tidak
puas dengan tindakan PT Mandiri Tunas Finance dan jasa penagih utang. PT.
Mandiri Tunas Finance menyiapkan proses penyelesaian sengketa melalui
(4)
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-Buku
Ali, Zainuddin. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Badrulzanam, Mariam Darus. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti
Darus, Mariam Badrulzaman et al. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Fuady, Munir. 2001. Hukum Kontrak Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Herlien, Budiono. 2010 Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Ismijati, Siti Jenie. 1996. Beberapa Perjanjian Yang Berkenaan DenganKegiatan Pembiayaan. Yogyakarta: Bahan Penataran Dosen Hukum Perdata, Fakultas HukumUGM.
Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers. Makarao, Moh. Taufik, Dkk. 2012. Hukum Perlindumngan Konsumen di
Indonesia. Jakarta: Akademia
Maria, Anna Wahyu Setyowati. 1998. Tinjauan Yuridis Peranan Lembaga Modal Ventura Bagi Pengusaha Kecil Menengah, Projustitia Tahun XVI No. 2 April1998
Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana
Muhammad, Abdulkadir dan Rilda Muniarti. 2000. Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Mulyadi, Ahmad. 2013. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Akademia Permata.
Nasution, A.Z. 2001. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : Diadit Media. Shidarta. 2006. Hukum Perlindungan Indonesia. Jakarta: Grasindo.
(5)
Siamat, Dahlan. 2001. Manajemen Lembaga Keuangan,Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sidabalok, Janus. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Sri, Neni Imaniyati. 2009. Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi. Yogyakarta:Grafika Ilmu.
Sunggono, Bambang. 2005. Metodologi Penelian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Soekanto, Soeryono. 1981. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press
Sunaryo. 2009. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika.
Usman, Rachmadi. 2003 Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Utomo, Laksanto. 2011. Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT Alumni.
Waluyo, Bambang. 2008. Penelitian Hukum dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika
2. Peraturan Perundang- undangan
Keputusan Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung
UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Surat Edaran Bank Indonesia no.7/60/DASP tahun 2005
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005
Peraturan bank Indonesia Nomor 6/30PBI/2005
3. Sumber Lain
http://purbantoro.wordpress.com/2008/11/13/debt collector/ diakses pada tanggal 16
(6)
http://www.beproseminar.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4 3&Itemid=61/2
http://es.scribd.com/doc/66471696/Makalah
http://www.beproseminar.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4 3&Itemid=61/23