Universitas Kristen Maranatha
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesehatan adalah salah satu unsur kesejahteraan manusia yang harus diwujudkan. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin
dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diwujudkan dengan
didirikannya Rumah Sakit. Adanya pelayanan Rumah Sakit lebih memotivasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat. Setelah kesadaran itu terwujud, maka derajat kesehatan masyarakat pun akan meningkat.
Pelayanan Rumah Sakit mencakup pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan administrasi meliputi pendaftaran pasien, pencatatan
rekam medik pasien dan pembayaran. Pelayanan kesehatan itu sendiri meliputi pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan
asuhan keperawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap. Agar dapat menghasilkan pelayanan Rumah
Sakit yang optimal, diperlukan pengaturan sedemikian rupa sehingga Rumah Sakit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan berdaya guna dan
berhasil guna Ilyas : 2001. Rumah Sakit harus memiliki sumber daya manusia
Universitas Kristen Maranatha
yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. http:www.scribd.comdoc5800971817Definisi-Rumah-Sakit.
Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, sebuah Rumah Sakit Umum Swasta di Kabupaten Pringsewu,
Provinsi Lampung yang bernama Rumah Sakit “X” dibangun dan dioperasionalisasikan. Rumah Sakit “X” adalah Rumah Sakit Umum Swasta yang
mulai beroperasi pada tanggal 5 Agustus 2008. Latar belakang berdirinya Rumah Sakit “X” adalah adanya keprihatinan dari beberapa Dokter dan Paramedis di
Pringsewu dan sekitarnya karena belum terdapatnya Rumah Sakit di Pringsewu yang terolah secara profesional. Profil Rumah Sakit “X”, 2012.
Direktur Operasional Rumah Sakit “X” mengatakan bahwa sebagai salah satu Rumah Sakit yang berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di
Pringsewu dan sekitarnya secara optimal, Rumah Sakit “X” memiliki visi “Menjadi Rumah Sakit yang profesional dalam memberikan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan terjangkau di Provinsi Lampung”. Rumah Sakit “X” juga memiliki misi “Memberikan pelayanan kesehatan prima secara komprehensif,
serta melaksanakan pekerjaan dalam tim yang profesional dengan mendahulukan keselamatan pasien”. Profil Rumah Sakit “X”, 2012.
Sebagai Rumah Sakit yang baru lima tahun berdiri, Rumah Sakit “X” memiliki perkembangan yang cukup pesat dibandingkan dengan Rumah Sakit lain
yang ada di kabupaten Pringsewu dan sekitarnya. Rumah Sakit “X” memiliki fasilitas medik yang lebih lengkap dibandingkan Rumah Sakit lain yang terdapat
di kabupaten Pringsewu dan sekitarnya. Kebersihan Rumah Sakit “X” menjadi hal
Universitas Kristen Maranatha
yang diprioritaskan demi kenyamanan pasien dan tarif yang dibebankan untuk mendapatkan layanan kesehatan pun tidak semahal Rumah Sakit lain yang ada di
sekitarnya. Direktur Operasional Rumah Sakit “X” mengungkapkan bahwa kelebihan-kelebihan Rumah Sakit “X” membuat semakin banyak masyarakat
yang memercayakan layanan kesehatan kepada Rumah Sakit “X”. Hal ini ditinjau dari jumlah tempat tidur terisi atau Bed Occupation Rate BOR yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, Direktur Operasional Rumah Sakit “X” juga menyatakan bahwa berdasarkan hasil evaluasi yang diperoleh dari angket
yang diisi oleh pasien dan keluarga pasien, Rumah Sakit “X” dianggap sudah mampu memberikan pelayanan kesehatan secara profesional.
Semakin banyaknya masyarakat yang memercayakan layanan kesehatan pada Rumah Sakit “X” tentu tidak lepas dari peran tenaga kesehatan dan non
kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit “X”. Tenaga kesehatan meliputi dokter, baik dokter umum maupun dokter spesialis, perawat, bidan, apoteker, analis,
petugas radiologi, petugas laboratorium, petugas rehabilitasi medis dan petugas kesehatan lingkungan sanitasi. Selain itu, terdapat tenaga non kesehatan yang
bertugas untuk memberikan pelayanan pada pasien tetapi pelayanannya tidak bersifat medis. Tenaga non kesehatan meliputi petugas administrasi, resepsionis,
supir ambulance, satpam, cleaning service, dan tenaga lain yang memberikan pelayanan non medis. Semua tenaga kesehatan dan non kesehatan ikut serta dalam
memberikan layanan pada pasien sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan kebutuhan pasien.
Universitas Kristen Maranatha
Di antara semua tenaga yang bekerja di Rumah Sakit, perawat merupakan salah satu komponen penting dan strategis dalam pelaksanaan layanan kesehatan.
Perawat berada di garis depan bagi keberhasilan suatu Rumah Sakit. Perawat juga merupakan faktor penentu bagi mutu pelayanan dan citra Rumah Sakit. Depkes,
1998. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit, sehingga mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit juga
ditentukan oleh mutu pelayanan keperawatan. Depkes, 1999. Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.
Perawat di Rumah Sakit “X” memiliki struktur organisasi tersendiri yang dibawahi oleh Direktur dan Direktur Operasional. Kepala Bidang Keperawatan
membawahi langsung 10 Kepala Ruangan Karu yang diberi tanggungjawab dan
wewenang untuk mengatur dan mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan
di Instalasi rawat. Karu berada di 10 ruangan berbeda, yaitu IGD, VK ruang tindakan untuk bersalin, keguguran, atau kuret, OKBedah ruang tindakan
operasi, Perinatal ruang perawatan bayi berusia di bawah 1 bulan yang sedang sakit atau bayi yang baru lahir, HCU ruangan untuk merawat pasien-pasien
kritis, VIP A, VIP B, Utama, Ekonomi Atas, dan Ekonomi Bawah. Tiap Karu membawahi koordinator jaga di ruang rawat inap VIP A, VIB B, Utama,
Ekonomi Atas, Ekonomi Bawah dan ruang perinatal. Koordinator jaga bertugas untuk membagi jadwal jaga dan jumlah pasien yang menjadi tanggung jawab tiap
perawat pelaksana per shift. Koordinator jaga membawahi perawat pelaksana di ruang rawat inap yang melaksanakan pelayananasuhan keperawatan di ruang
Universitas Kristen Maranatha
rawat inap. Perawat pelaksana ini lah yang terjun langsung dalam melayani semua kebutuhan pasien Struktur Organisasi Keperawatan Rumah Sakit “X”.
Ruangan VIP A, VIP B, Utama, Ekonomi Atas dan Ekonomi Bawah adalah ruang rawat inap untuk pasien dari segala jenis penyakit namun bukan
pasien yang dalam kondisi kritis yang memiliki 97 tempat tidur. Semua pasien diberikan pelayanan keperawatan oleh perawat pelaksana di ruang rawat inap
selama 24 jam. Perawat pelaksana di kelima ruang rawat inap ini memiliki uraian tugas yang sama. Perawat pelaksana di ruangan lain seperti Perinatal, ICU, VK
dan OK memiliki uraian tugas yang berbeda dengan perawat pelaksana di kelima ruang rawat inap karena menangani tindakan untuk pasien yang berbeda pula.
Perawat pelaksana ruang rawat inap memiliki beberapa uraian tugas penting, yaitu menyiapkan peralatan keperawatan atau medis di ruang rawat untuk
kelancaran pelayanan kepada pasien serta memelihara peralatan medis agar selalu siap pakai. Perawat juga dituntut untuk melakukan pengkajian dan menentukan
diagnosa keperawatan sesuai dengan kemampuannya dengan cara mengobservasi keadaan pasien tanda vital, kesadaran, keadaan mental dan keluhan utama dan
selanjutnya melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi tersebut sesuai batas kemampuannya serta melaksanakan anamnesis. Anamnesis adalah
proses tanya jawab dengan pasien maupun dengan keluarganya untuk menggali informasi mengenai keluhan yang dirasakan pasien dan mendokumentasikannya
dalam rekam medik. Perawat juga wajib melaksanakan tugas pagishift pagi pukul 08.00-14.00, tugas soreshift sore 14.00-20.00, tugas malam 20.00-
08.00 secara bergilir sesuai jadwal dinas dan mengikuti pertemuan berkala yang
Universitas Kristen Maranatha
diadakan oleh Karu di tiap ruang rawat. Perawat pelaksana ruang rawat inap juga wajib melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan yang
tepat dan benar sesuai standar Uraian Tugas Pengelola Pelayanan Keperawatan Rumah Sakit “X”, 2008.
Menurut Kepala Bidang Keperawatan, seluruh uraian tugas yang dicantumkan telah dilakukan oleh seluruh perawat pelaksana ruang rawat inap
dengan cukup optimal. Meskipun demikian, Kepala Bidang Keperawatan Rumah Sakit “X” menjelaskan bahwa masih terdapat beberapa masalah yang sering
terjadi di Rumah Sakit, terutama yang berkaitan dengan kinerja keperawatan. Rumah Sakit “X” memiliki 49 Perawat pelaksana ruang rawat inap yang
menempati 5 ruang rawat inap. Terdapat 5 orang Karu dan 5 orang koordinator jaga yang tersebar di 5 ruang rawat. Akan tetapi, berdasarkan hasil perhitungan
kebutuhan tenaga keperawatan dari Departemen Kesehatan tahun 2005, Rumah Sakit “X” masih membutuhkan minimal 16 perawat pelaksana 24,7. Jadi,
standar kebutuhan tenaga ruang rawat inap Rumah Sakit “X” adalah 65 perawat pelaksana.
Kurangnya tenaga perawat pelaksana membuat 3 dari 5 perawat yang diwawancarai oleh peneliti merasa kebutuhan pasien menjadi kurang dapat
terlayani secara optimal. Pada bulan Januari-Agustus 2012, jumlah tempat tidur terisi Bed Occupation RateBOR mencapai 80 dan hal tersebut membuat 3 dari
5 perawat pelaksana yang diwawancarai peneliti merasa kewalahan, apalagi jika pada saat itu dalam satu ruang rawat inap hanya terdapat 2 hingga 3 perawat yang
sedang bertugas dan ada beberapa perawat yang sedang cuti. Padatnya beban kerja
Universitas Kristen Maranatha
membuat 60 perawat mengeluh, terlebih jika terdapat pasien yang tidak sabar dan minta dilayani secara cepat, sedangkan perawat pelaksana pada saat yang
sama harus melayani pasien lainnya. Keluhan tersebut berdampak pada kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien maupun keluarga pasien.
Terdapat 31 pasien maupun keluarga pasien yang mengatakan bahwa perawat pelaksana kurang ramah dalam memberikan layanan keperawatan Evaluasi
Triwulan I Pelaksanaan Program Kepuasan Pasien di Rumah Sakit “X”, 2012. Kepala Bidang Keperawatan pun memutuskan untuk mencari jalan keluar
agar keluhan dari pasien dan keluarga pasien mengenai layanan keperawatan dapat berkurang. Untuk mengantisipasi kurangnya tenaga keperawatan dan
ditambah adanya perawat yang cuti, perawat dari ruangan lain atau shift lain membantu melayani kebutuhan pasien. Pergantian perawat ini disebut dengan
rotasi secara insidentil dan tidak ada tambahan gaji. Perawat pelaksana juga memiliki hak untuk menolak mengikuti rotasi insidenti dan tidak akan
mendapatkan sanksi atas penolakan tersebut. Peneliti mewawancarai 5 perawat pelaksana ruang rawat inap terkait
adanya rotasi insidentil. Sebanyak 5 dari 5 perawat pelaksana ruang rawat inap yang diwawancarai peneliti menyatakan kesediaannya secara sukarela untuk
bertugas di ruangan yang kekurangan tenaga perawat agar pasien tetap dapat dilayani dengan baik. Para perawat juga mengatakan mereka bersedia membantu
pasien yang bukan menjadi tanggungjawabnya karena adanya empati terhadap sesama perawat yang mengalami kerepotan saat merawat pasien. Mereka
Universitas Kristen Maranatha
menyadari bahwa suatu saat nanti mereka juga pasti akan membutuhkan bantuan rekan kerjanya.
Perawat pelaksana ruang rawat inap memiliki tugas yang lebih beragam dan kompleks dibandingkan perawat yang berada di ruangan lain. Oleh karena itu,
di tengah padat dan beratnya tugas perawat pelaksana di ruang rawat inap, apalagi dengan masih kurangnya tenaga perawat pelaksana di Rumah Sakit “X”, maka
tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan lebih optimal, perawat pelaksana di ruang rawat inap tidak hanya
melakukan pekerjaan sesuai dengan uraian tugas yang telah ditetapkan. Diperlukan tindakan lebih dari SOP Standard Operational Procedure
Keperawatan untuk dapat mewujudkan visi dan misi Rumah Sakit “X” dengan lebih baik dan lebih cepat. Hal inilah yang dinamakan Organizational Citizenship
Behavior selanjutnya disingkat OCB dalam penulisan ini. OCB adalah perilaku individu yang dilakukan atas kehendaknya sendiri meskipun tidak tercantum
dalam uraian tugas, dan tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem reward, yang pada aggregatnya dapat meningkatkan berfungsinya
organisasi secara efektif dan efisien Organ, 2006. Menurut Podsakoff dkk. 1990, OCB mengandung lima dimensi perilaku,
yang didasari oleh konsep Organ 1988, altruism, conscientiousness, sportmanship, courtesy, dan civic virtue. Altruism adalah perilaku menolong
orang lain dalam menghadapi masalah yang terkait dengan organisasi yang dilakukan atas kemauannya sendiri. Conscientiousness adalah perilaku karyawan
yang dilakukan atas kemauannya sendiri, dimana perilaku tersebut melebihi
Universitas Kristen Maranatha
persyaratan minimal dari aturan organisasi dalam hal kehadiran, kepatuhan pada peraturan dan tata tertib, serta memanfaatkan waktu luang. Sportmanship adalah
kesediaan karyawan untuk menoleransi kondisi-kondisi yang kurang ideal tanpa mengeluh, berkecil hati karena sesuatu yang benar-benar terjadi atau sesuatu yang
menyakitkan dalam bayangannya, dan tidak membesar-besarkan masalah kecil. Courtesy adalah perilaku karyawan yang dilakukan atas kemauannya sendiri
bertujuan untuk mencegah terjadinya masalah kerja dengan karyawan lain. Civic virtue adalah perilaku karyawan yang memperlihatkan keterlibatan dan
kepeduliannya secara bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup perusahaan.
Peneliti melakukan wawancara pada 5 orang perawat pelaksana ruang rawat inap dari 5 ruangan yang berbeda. Berdasarkan hasil wawancara,
didapatkan fakta bahwa sebanyak 100 perawat pelaksana tidak keberatan untuk melayani semua pasien meskipun pasien-pasien tersebut bukan tanggung jawab
mereka. Kesediaan tersebut membuat beban pekerjaan perawat lain yang sedang sibuk terasa lebih ringan dan kebutuhan pasien dapat tetap dilayani dengan baik
meskipun jumlah tenaga keperawatan masih terbatas. Sebanyak 100 perawat juga menyatakan inisiatifnya untuk membantu keluarga pasien yang terlihat
kesulitan menggunakan fasilitas Rumah Sakit tanpa diminta terlebih dahulu sehingga membuat pasien dan keluarganya merasa lebih nyaman altruism.
Peneliti bertanya pada 5 perawat pelaksana dari 5 ruang rawat inap mengenai hal apa saja yang dilakukan perawat saat memiliki waktu senggang.
Sebanyak 80 perawat mengisi waktu senggang dengan kegiatan yang produktif
Universitas Kristen Maranatha
seperti memotong kassa, menulis status pasien yang belum lengkap dan mengecek obat tanpa diminta oleh Karu. Sebanyak 20 perawat mengungkapkan tetap
mematuhi peraturan Rumah Sakit “X” meskipun tidak selalu diawasi oleh Karu concientiousness.
Menurut Kepala Bidang Keperawatan, masih terdapat perawat yang mengeluhkan beberapa fasilitas yang belum terdapat di Rumah Sakit “X”.
Sebanyak 20 perawat mengeluhkan minimnya jumlah monitor untuk bekerja Akan tetapi, para perawat pelaksana memilih untuk tidak terus membesar-
besarkan keluhan tersebut karena memahami bahwa Rumah Sakit “X” belum terlalu lama berdiri sehingga membutuhkan waktu untuk melengkapi sarana dan
prasarana yang ada sportmanship. Kepala Bidang Keperawatan mengatakan bahwa salah satu hal penting
yang mendukung terciptanya pelayanan keperawatan yang optimal adalah terciptanya suasana saling mendukung dan empati antar perawat. Sebanyak 100
perawat pelaksana berusaha untuk saling memahami situasi, kondisi, dan karakteristik rekan kerja satu dengan yang lain, meningkatkan komunikasi agar
tidak terjadi kesalahpahaman, dan membangun rasa kekeluargaan dengan sesama rekan kerja agar dapat membina hubungan yang baik. Para perawat menyadari
bahwa hubungan yang baik dengan rekan kerja dapat memererat kerja sama antar perawat dalam melayani seluruh pasien dengan keterbatasan tenaga keperawatan
yang ada courtesy. Rumah Sakit “X” baru lima tahun berdiri, oleh karena itu supaya
pelayanan Rumah Sakit, terutama pelayanan keperawatan semakin optimal, pihak
Universitas Kristen Maranatha
manajemen Rumah Sakit membutuhkan masukan dari perawat-perawat untuk kemajuan Rumah Sakit. Untuk itu, diadakan pertemuan rutin antara Karu dengan
perawat pelaksana untuk mengevaluasi asuhan keperawatan yang sudah dilakukan dan mendiskusikan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan asuhan
keperawatan. Sebanyak 60 perawat pelaksana mengatakan bahwa mereka mencoba untuk terlibat aktif dalam pertemuan rutin dengan Karu dengan memberi
masukan yang berguna untuk Rumah Sakit, diantaranya mengusulkan penambahan alat yang dirasa masih kurang, menyampaikan keluhan pasien agar
dapat ditindaklanjuti bersama dan mengingatkan perawat pelaksana lain untuk tidak datang terlambat civic virtue.
Perawat pelaksana ruang rawat inap memiliki beragam uraian tugas yang harus dilakukan. Selain itu, perawat pelaksana ruang rawat inap juga memiliki
frekuensi hubungan yang lebih intensif dengan pasien karena perawat melakukan kontak selama 24 jam dengan pasien dari berbagai rentang usia, penyakit yang
diderita, beragam status sosial ekonomi, dan beragam kompleksitas fungsi tubuh. Para perawat pelaksana ruang rawat inap juga harus terus memantau
perkembangan setiap pasien rawat inap yang ada. Selain melayani pasien rawat inap, para perawat pelaksana juga melayani berbagai kebutuhan keluarga pasien
yang tak jarang mengeluarkan berbagai komentar mengenai pelayanan keperawatan di Rumah Sakit “X”. Kompleksitas tugas tersebut membuat perawat
pelaksana ruang rawat inap membutuhkan dan mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menampilkan perilaku OCB.
Universitas Kristen Maranatha
Fenomena mengenai OCB sangat menarik untuk diteliti karena tidak semua pekerja dapat memunculkan perilaku OCB. Perawat yang melakukan OCB
dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien beserta keluarga pasien meskipun jumlah perawat terbatas, menolong Kepala Bidang Keperawatan untuk
tidak menghabiskan waktu terlalu banyak berurusan dengan keluhan-keluhan kecil perawat, meningkatkan produktifitas rekan kerja lain dengan bantuan
sukarela yang diberikan, meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan Rumah Sakit sehingga citra Rumah Sakit menjadi semakin baik dan banyak hal positif
lainnya. Berdasarkan fakta dan beberapa data di lapangan yang didapat, peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap perilaku OCB seperti apa yang terdapat pada perawat pelaksana ruang rawat inap Rumah Sakit “X” berdasarkan
kelima dimensi yang sudah disebutkan. Diharapkan dengan mengetahui gambaran tinggi rendahnya OCB pada perawat pelaksana ruang rawat inap, dapat diketahui
pula faktor-faktor apa saja yang perlu dikembangkan agar perawat pelaksana ruang rawat inap dapat lebih termotivasi untuk memunculkan perilaku OCB.
1.2 Identifikasi Masalah