Dampak Self-monitoring Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)

(1)

DAMPAK SELF MONITORING TERHADAP

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

SKRIPSI

Diajukan Untuk memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh : Mufidah Rangkuti

071301010

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Dampak Self-monitoring Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juli 2012

Mufidah Rangkuti 071301010


(3)

Dampak Self-monitoring Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Mufidah Rangkuti & Vivi G. Pohan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh self-monitoring

terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self-monitoring dan skala OCB. Skala self-mnitoring disusun

oleh peneliti berdasarkan komponen-komponen yang dikemukakan oleh Briggs & Cheek (dalam Synder & Gangestad, 1986) yaitu expressive self control, social stage presence, dan other directed self present. Sedangkan skala OCB berdasarkan dimensi-dimensi yang diadaptasi oleh Podsakoff et.al (2000) yaitu perilaku menolong, kepatuhan terhadap organisasi, sportmanship, loyalitas terhadap organsasi, inisiatif individual, kualitas sosial, dan perkembangan diri. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. Pengambilan sampel menggunakan menggunakan keseluruhan populasi.

Hasil penelitian dengan menggunakan analisa regresi linear sederhana menunjukkan ada pengaruh antara self-monitoring dengan OCB.


(4)

Impact of Self-monitoring On Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Mufidah Rangkuti & Vivi G. Pohan

ABSTRACT

The aim of this research is to determine impact of self-monitoring on organizational citizenship behavior (OCB). The measurement tool was used in this research were self-monitoring scale and OCB scale. self-monitoring scale arranged by researcher according to self-monitoring scale components proposed by Briggs & Cheek (on Synder & Gangestad, 1986), which are the expressive self control, social stage presence, dan other directed self present. Where as OCB scale arranged by researcher according to OCB components which was adapted from Podsakoff et.al (2000), which are that helping behavior, adherence to organization, sportsmanship, loyalty to the organization, individual initiative, the quality of social, and development of self. The number of respondent were 60 people. The sample use whole population

Using linear regression analyses, the result of this study indicated that there is impact of self-monitoring on OCB.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan anugerah-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu di Fakultas Psikologi Universitas Sumetera Utara.

Peneliti menyadari bahwa penelitian yang berjudul “Dampak self-monitoring

terhadap Organizational Citizhenship Behavior” ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan dari orang tua dan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Lailam Nasution dan ayah Mukhlis Rangkuti. atas segala dukungan baik moril dan materil, cinta, kasih sayang, pengertian, perhatian, doa dan segala hal yang tidak pernah berhenti sejak penulis lahir sampai sekarang ini. Terima kasih mama dan papa atas semua yang udah kalian lakukan untuk penulis. Kalian orang tua paling sempurna yang penulis miliki. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan ibu dan ayah, karena tanpa mereka berdua penulis tidak akan bisa seperti sekarang ini.

Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Kak Vivi Gusrini Pohan, MA.M.Sc.,Psikolog, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan, arahan waktu yang diluangkan, kasih sayang, kesabaran dan perhatian kepada penulis


(6)

sehingga penulis dapat memahami proses dan makna sebuah penelitian sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.

3. Rika Eliana, M.Psi.,Psikolog, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan semangat, motivasi, kasih sayang, perhatian dan saran kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Departmen Psikologi Industri dan Organisasi atas dukungan dan kesempatan untuk menyelesaikan proposal penelitian ini.

5. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Psikologi USU, yang telah banyak membantu penulis sepanjang menjadi mahasiswa.

6. Abang, kakak dan adik-adikku tersayang (bg jun, bg yok, kk dilah, kk inun, adik rani, adik midi). terima kasih atas doa, bantuan, dukungan moril dan materil, canda tawa, gangguan-gangguannya serta kebahagian yang selalu diberikan kepada penulis selama ini.

7. Kepada soulmate (jeng aina, jeng leli). Terimakasih atas dukungan dan canda tawa yang membuat hati ini tetap semangat apapun rintangan dan tantangan yang dihadapi.

8. Kepada teman-teman Fakultas Psikologi (imel, tari, yani, putri, juned, septri, irma, nisa, nuzul). Terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam proses penelitian skripsi peneliti).

9. Kepada Pimpinan Cabang Bank Sumut Panyabungan, Bapak Ahmad Yani Nasution, terima kasih pak dalam bimbingan sekaligus kemudahan dalam proses perijinan penelitian.


(7)

10. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan, peneliti menyampaikan banyak terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pihak guna menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi banyak pihak..

Medan, Juni 2012


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 9

C. TUJUAN PENELITIAN... 9

D. MANFAAT PENELITIAN ... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9

2. Manfaat Praktis ... 10

E. SISTEMATIKA PENULISAN ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) ... ... 12

1. Pengertian Organizational Citizenhip Behavior (OCB) ... ... 12


(9)

3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi OCB ... ... 19

4. Manfaat-Manfaat OCB dalam Perusahaan ... ... 23

B. Self Monitoring ... ... 27

1. Pengertian Self Monitoring ... ... 27

2. Komponen- komponen Self-Monitoring ... .... 30

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan SM ... .... 33

C. Pengaruh Self monitoring terhadap OCB ... .... 35

D. Hipotesa Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN... .... 40

A. Identifikasi Variabel Penelitan ... .... 40

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... .... 40

C. Populasi, Jumlah Subjek dan Metode Pengumpulan Data ... .... 42

1. Populasi ... .... 42

2. Jumlah Subjekl Penelitian ... .... 43

D. Metode Pengumpulan Data ... .... 43

1. Skala self-monitoring ... .... 44

2. Skala OCB ... .... 45

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... .... 46

1. Uji Validitas ... .... 46

2. Uji daya Beda Aitem ... .... 47

2. Reliabilitas ... .... 48

F. Hasil Uji Coba ... .... 49


(10)

2. Hasil Uji Coba OCB ... .... 50

G. Metode Analisa Data ... .... 48

1. Analisa regresi Linear ... .... 48

a. Uji Normalitas ... .... 48

b. Uji Linearitas ... .... 49

H. Prosedur Penelitian ... .... 51

1. Persiapan penelitian ... ...51

2. Tahap Pengolahan Data... ...52

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ....53

A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN ... .... 53

A.1. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan lama kerja ... .... 53

A.2. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Tingkat Pendidikan ... ... 54

A.3. Gambaran Subjek Penelitian Jenis Kelamin ... ... 55

A.4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... ... 56

B. Hasil Penelitian ... ... 58

1. Uji Asumsi ... ... 57

a. Uji Normalitas Sebaran ... ... 57

b. Uji Linearitas ... ... 58

2. Hasil Analisa Data ... ... 59

a. Perhitungan Korelasi Antarvariabel ... ... 59


(11)

C. Pembahasan ... ... 66

BABV. KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 67

A. KESIMPULAN ... ... 67

B. SARAN ... ... 68

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 BluePrint skala self-monitoring sbelum Uji cob ... 44

Tabel 2 Blue Print OCB sebelum Uji coba ... 45

Tabel 3. Blue Print skala self-monitoring setelah Uji coba ... 49

Tabel 4. Blue Print OCB setelah Uji coba ... 50

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Lama bekerja ... 53

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Pendidikan ... 54

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia ... 56

Tabel 9. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogrov- Smirnov Test ... 57

Tabel 10. Uji Linearitas Variabel Self-monitoring dan OCB ... 59

Tabel 11. Korelasi antara self-monitoring dengan OCB ... 60

Tabel 12. Hasil Analisa Regresi ... 61

Tabel 13. Koefisien a dan b ... 61

Tabel 14. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Self- monitoring ... 63

Tabel 15. Kategorisasi self-monitoring berdasarkan Mean Hipotetik ... 64

Tabel 16. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik OCB ... 65


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A. Uji Coba dan Hasil Uji Coba LAMPIRAN B. Penelitian dan Hasil Penelitian LAMPIRAN C. Kategorisasi Subjek Penelitian LAMPIRAN D. Surat Izin Penelitian


(14)

Dampak Self-monitoring Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Mufidah Rangkuti & Vivi G. Pohan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh self-monitoring

terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self-monitoring dan skala OCB. Skala self-mnitoring disusun

oleh peneliti berdasarkan komponen-komponen yang dikemukakan oleh Briggs & Cheek (dalam Synder & Gangestad, 1986) yaitu expressive self control, social stage presence, dan other directed self present. Sedangkan skala OCB berdasarkan dimensi-dimensi yang diadaptasi oleh Podsakoff et.al (2000) yaitu perilaku menolong, kepatuhan terhadap organisasi, sportmanship, loyalitas terhadap organsasi, inisiatif individual, kualitas sosial, dan perkembangan diri. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. Pengambilan sampel menggunakan menggunakan keseluruhan populasi.

Hasil penelitian dengan menggunakan analisa regresi linear sederhana menunjukkan ada pengaruh antara self-monitoring dengan OCB.


(15)

Impact of Self-monitoring On Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Mufidah Rangkuti & Vivi G. Pohan

ABSTRACT

The aim of this research is to determine impact of self-monitoring on organizational citizenship behavior (OCB). The measurement tool was used in this research were self-monitoring scale and OCB scale. self-monitoring scale arranged by researcher according to self-monitoring scale components proposed by Briggs & Cheek (on Synder & Gangestad, 1986), which are the expressive self control, social stage presence, dan other directed self present. Where as OCB scale arranged by researcher according to OCB components which was adapted from Podsakoff et.al (2000), which are that helping behavior, adherence to organization, sportsmanship, loyalty to the organization, individual initiative, the quality of social, and development of self. The number of respondent were 60 people. The sample use whole population

Using linear regression analyses, the result of this study indicated that there is impact of self-monitoring on OCB.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya, organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi, dan kemampuan bertahan dalam persaingan. Agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif, dibutuhkan perilaku kerja yang positif seperti kinerja tinggi dari tiap individu sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Penilaian kinerja memang merupakan salah satu aktivitas pengelolaan sumber daya manusia yang dilakukan mengevaluasi perilaku kerja individu. Semakin tinggi kinerja individu dan jika seluruh individu dalam organisasi berkinerja tinggi, maka akan membawa pada efektivitas organisasi. Secara tradisional penilaian kinerja didasarkan pada ukuran dan standar kinerja. Ukuran dan standar ini dibuat mengacu pada deskripsi kerja (Wulani, 2005).

Idealnya setiap anggota organisasi bekerja sama untuk kebaikan organisasi, dan bersatu untuk mensukseskan target organisasi, serta berperan mengatasi hambatan yang muncul. Karyawan tidak hanya melakukan tugasnya dengan baik, melainkan turut mendukung kesuksesan organisasi dengan melakukan berbagai hal diluar tugas formalnya. Dengan demikian karyawan tidak hanya puas dengan selesainya tugas, bisa juga turut mendukung kesuksesan sesama organisasi, mendukung keberhasilan organisasi, serta berinisiatif untuk berbuat lebih dari yang diisyaratkan (Hendramodjo, 2010).


(17)

Kemauan karyawan untuk berpartisipasi dalam organisasi, biasanya tergantung pada tujuan dari apa yang ingin di raih dengan bergabungnya dalam organisasi bersangkutan. Kontribusi karyawan terhadap organisasi akan semakin tinggi bila organisasi dapat memberikan apa yang menjadi keinginan karyawan. Kemauan karyawan untuk memberikan sumbangan kepada tempat kerjanya sangat dipengaruhi oleh kemampuan organisasi dalam memenuhi tujuan dan harapan-harapan karyawannya (Novliadi, 2007).

Terdapat sejumlah fakta yang menunjukkan bahwa organisasi yang sukses adalah organisasi yang terlebih dahulu memperhatikan kondisi karyawannya. Kemudian menambahkan bahwa organisasi yang mengutamakan karyawan memiliki angkatan kerja yang berdedikasi dan berkomitmen pada perusahaan sehingga mampu menciptakan produktifitas dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Banyak peneliti mengatakan bahwa produktivitas karyawan dipengaruhi oleh sikap dan kinerja karyawan dalam organisasi tersebut. Pada dasarnya kinerja karyawan telah ditetapkan dengan perilaku intra-role. Perilaku intra-role adalah perilaku karyawan yang telah terdiskripsi secara formal yang harus dikerjakan dalam suatu organisasi (Hardaningtyas, 2004).

Perilaku atau peranan yang dilakukan oleh karyawan sangat penting bagi suatu perusahaan. Berbagai pendapat yang mengemukakan tentang pentingnya perilaku karyawan yang mau bekerja melebihi deskripsi jabatan yang ada antara lain seperti yang dikemukakan oleh Robbins (2001) yang menyatakan bahwa organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas formal mereka dan mau memberikan kinerja yang melebihi harapan


(18)

biasa disebut dengan perilaku extra-role. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, di mana tugas makin sering dikerjakan dalam tim, fleksibilitas sangatlah penting. Organisasi menginginkan karyawan yang bersedia melakukan tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan mereka. Menurut Robbins dan Judge (2008), fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki organizational citizenhip behavior yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain. Dalam tulisan ini selanjutnya organizational citizenhip behavior di singkat dengan sebutan OCB.

OCB dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku kerja karyawan di dalam organisasi, yang dilakukan atas suka rela di luar deskripsi kerja yang telah ditetapkan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemajuan kinerja organisasi. Organ (1988) menjelaskan OCB sebagai perilaku individual atau kelompok yang dilakukan dengan inisiatif sendiri, tidak secara langsung diatur dalam rincian pekerjaan yang formal, yang akan meningkatkan kinerja dan efektifitas perusahaan.

Menurut Podsakoff, Mackenzie, Paine, and Bacrarch, (2000), mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat pengharapan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan personal.


(19)

OCB sangat penting artinya untuk menunjang efektivitas fungsi-fungsi organisasi, terutama dalam jangka panjang. Podsakoff et al., (2000), OCB

mempengaruhi efektivitas organisasi karena beberapa alasan. Pertama, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan kerja. Kedua, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas manajerial. Ketiga, OCB dapat membantu mengurangi penggunaan sumber daya organisasional untuk tujuan-tujuan produktif. Keempat, OCB dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan sumber daya organisasi secara umum untuk tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan. Kelima, OCB dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas-aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar kelompok-kelompok kerja. Keenam, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik. Ketujuh, OCB

dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. Kedelapan, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan perubahan lingkungannya.

Kemudian Riggio, (1990) juga menambahkan manfaat-manfaat OCB bahwa karyawan secara bebas dan sukarela membina hubungan dengan rekan kerja dan meningkatkan komunikasi organisasi. OCB mengarahkan ke lingkungan yang positif, sehingga membantu proses perekrutan dan membuat karyawan dengan kualifikasi baik ingin tetap berada dalam organisasi. Karyawan akan membantu pekerjaan karyawan lain yang absen atau mendapat tambahan tugas.


(20)

Penelitian yang dilakukan oleh Djati (2009) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara OCB dari staff administrasi tata usaha jurusan terhadap tingkat layanan jasa yang diberikan. Semakin tinggi OCB maka semakin tinggi pula layanan jasa yang diberikan dan demikian pula sebaliknya. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan pentingnya penanaman dan peningkatan OCB dari karyawan untuk dapat memberikan kualitas layanan yang terbaik bagi konsumen.

Kemudian Podsakoff dan MacKenzie (dalam Riggio, 1990) menyatakan bahwa OCB berhubungan dengan efektifitas organisasi seperti karyawan lama membantu karyawan baru dalam masa orientasi dan proses sosialisasi, sehingga mereka lebih cepat menjadi karyawan produktif. Karyawan yang saling membantu hanya membutuhkan pengawasan, sehingga membuat manajer dapat berkonsentrasi pada tugas yang lebih penting. Karyawan yang bersikap positif dapat saling bekerja sama dan menghindari konflik dengan karyawan. Selain hal tersebut, karyawan juga bersedia memperlajari teknologi dan sistem kerja yang baru (Riggio, 1990).

Begitu pentingnya kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk kinerja extra-role, telah menarik perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi organisasi, peneliti maupun akademisi. Podsakoff et al. (2000) mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun waktu 1997 hingga 1998. Kebanyakan penelitian-penelitian empiris di bidang ini lebih menekankan hubungan dan pengaruh OCB terhadap konstruk-konstruk lainnya, daripada konseptualisasi dan pendefinisian konstruk OCB itu sendiri. Berkaitan


(21)

dengan hal tersebut, operasionalisasi dimensi-dimensi OCB di kalangan peneliti menjadi sangat beragam. Podsakoff et al. (2000) misalnya, mengajukan 7 dimensi

OCB, yaitu perilaku menolong, kepatuhan terhadap organisasi, sportsmanship,

loyalitas terhadap organisasi, inisiatif individual, kualitas sosial, perkembangan diri. Sementara Graham (dalam Ahdiayana, 2009), mengkonseptualisasikan 3 dimensi OCB yang diadopsi dari literatur-literatur politik klasik dan modern, yaitu

obedience, loyalty, dan participation.

Chien (2004) termasuk salah satu pendukung konseptualisasi lima faktor

OCB yang dikemukakan oleh Organ tersebut. Menurut Chien (2004), setiap dimensi OCB menawarkan alasan-alasan yang berbeda dalam hubungan ini.

Altruism, membantu rekan kerja, akan membuat sistem kerja menjadi lebih produktif karena seorang pekerja dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk membantu karyawan lainnya dalam sebuah tugas yang lebih mendesak. Memerankan civic virtue termasuk menawarkan saran-saran tentang penurunan biaya atau ide-ide tentang penghematan sumberdaya lainnya, yang secara langsung dapat mempengaruhi tingkat efisiensi organisasi. Karyawan yang berhati-hati (conscientious), serta karyawan yang tidak menguntungkan diri sendiri atau perilaku-perilaku negatif lainnya, menunjukkan penerimaan terhadap kebijakan perusahaan dan memelihara kestabilan, jadwal kerja yang konsisten, meningkatkan reliabilitas pelayanan. Begitu reliabilitas meningkat, biaya pengerjaan kembali dapat diturunkan, menjadikan unit-unit kerja organisasi lebih efisien.


(22)

Perilaku seorang karyawan dalam suatu organisasi tidak dapat terlepas dari atribut kepribadian yang melekat dalam diri karyawan. Atribut kepribadian adalah salah satu bagian dari kepribadian yang merupakan variabel individu yang mempengaruhi perilaku organisasi. Atribut kepribadian tersebut meliputi locus of control, machiavellianism, self esteem, self monitoring, risk taking, type a/b personality (Robbins & Judge, 2008).

Dengan rujukan hasil penelitian dari Blakely, Andrews, dan Fuller, (2003) menunjukkan self-monitoring berhubungan signifikan dengan OCB, yang paling menonjol dalam dimensi OCB salah satunya perilaku menolong dalam lingkungan organisasi. Dan kemudian ditambahkan manajer lebih tertarik pada karyawan yang mempunyai self-monitoringtinggi karena penting dalam peningkatan karakteristik organisasi.

Menurut Snyder (1986), self-monitoring ini merupakan kecakapan individu dalam membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuannya untuk mengontrol diri dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam situasi sosial. Self-monitoringdiperlukan oleh seorang individu agar individu yang bersangkutan dapat menunjukkan performance yang sesuai dengan lingkungan di sekitarnya, termasuk di lingkungan kerja (Snyder dalam Baron & Byrne, 2000).

Self-monitoring ada dan dimiliki oleh setiap individu, tidak terkecuali seorang karyawan, baik itu self-monitoring yang tinggi maupun yang rendah. Karyawan yang memiliki self monitoring tinggi akan menunjukkan kemampuan yang cukup besar dalam menyesuaikan perilakunya terhadap faktor–faktor situasional luar sehingga dapat berperilaku berbeda dalam situasi yang berlainan. Singkatnya, karyawan yang


(23)

memiliki self-monitoring tinggi mudah sekali terpengaruh oleh petunjuk-petunjuk di luar dirinya (Snyder & DeBono dalam Hendrayanti, 2006 ).

Self-monitoring berhubungan positif dengan melayani diri sendiri dalam pengelolaan kesan. Pengelolaan emosi melibatkan pengaturan perilaku diungkapkan sehingga sosial yang sesuai. Self-monitoring adalah dasar dari dorongan internal untuk seorang pemimpin untuk menunjukkan OCB. Perhatian untuk citra umum seseorang kemungkinan untuk meningkatkan frekuensi orang menunjukkan OCB ( Krishnan & Arora, 2008).

Merujuk pada hasil penelitian Blakely, Andrews, dan Fuller bahwa ada hubungan self-monitoring terhadap OCB. Jadi peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini “Apakah self-monitoring

mempunyai pengaruh terhadap OCB”.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh self-monitoring terhadap OCB pada karyawan di PT. X. D. Manfaat Penelitian

Peneliti pasti mengharapkan hasil penelitiannya mempunyai manfaat tertentu bagi dirinya sendiri pada khususnya dan bagi orang lain pada umumnya. Manfaat penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis adapun mamfaat penelitian ini adalah:


(24)

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan pengetahuan, memperkuat penelitian dan juga membuktikan bahwa self-monitoring mempunyai pengaruh terhadap OCB.

b. Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian serupa tentang

self-monitoring dan OCB di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, memberi pengalaman yang bermanfaat dalam bidang penelitian.

b. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan di dalam organisasi untuk mengetahui pengaruh self monitoring terhadap

OCB.

c. Bagi manager, dapat mengenali atribut kepribadian karyawan yang mempengaruhi OCB, sehingga dapat melakukan penguatan yang baik untuk kemajuan organisasi.

d. Dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan terutama yang berkaitan dengan penarikan karyawan.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(25)

Berisikan mengenai latar belakang masalah yang hendak dibahas, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Berisikan mengenai tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang self-monitoringdan OCB.

Bab III: Metode Penelitian

Berisikan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional, subjek penelitian, instrumen dan alat ukur yang digunakan, populasi dan metode analisis data.

Bab IV: Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai laporan hasil penelitian yang meliputi hasil uji asumsi yaitu uji normalitas dan linearitas, hasil utama penelitian dan selanjutnya kategorisasi data penelitian.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Bab ini memuat mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dari hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, bab ini juga memuat saran yang diajukan kepada perusahaan.


(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

1. Pengertian Organizational Citizenhip Behavior (OCB)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku organisasi, OCB merupakan bentuk perilaku kerja yang biasanya tidak terlihat atau diperhitungkan. Terdapat dua pendekatan terhadap konsep OCB yaitu

OCB merupakan kinerja extra role yang terpisah dari kinerja in-role atau kinerja yang sesuai deskripsi kerja. Pendekatan kedua adalah memandang OCB dari prinsip atau filosofi politik. Pendekatan ini mengidentifikasi perilaku anggota organisasi dengan perilaku kewarganegaraan. Keberadaan OCB merupakan dampak dari keyakinan dan persepsi individu dalam organisasi terhadap pemenuhan hubungan perjanjian dan kontrak psikologis. Perilaku ini muncul karena perasaan individu sebagai anggota organisasi yang memiliki rasa puas apabila dapat melakukan sesuatu yang lebih dari organisasi (Wulani, 2005).

Sejalan dengan di atas, OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku karyawan. OCB ini mengacu pada konstruk dari “extra-role behavior”, di definisikan sebagai perilaku yang menguntungkan organisasi atau berniat untuk menguntungkan organisasi, yang langsung dan mengarah pada peran pengharapan. Dengan demikian OCB merupakan perilaku yang fungsional, extra-role, prososial yang mengarahkan individu, kelompok atau organisasi (Dyne, 1995 dalam Chien, 2004).


(27)

OCB pertama kali di populerkan oleh Organ kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh lain. OCB dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku kerja karyawan di dalam organisasi, yang dilakukan atas suka rela di luar deskripsi kerja yang telah ditetapkan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemajuan kinerja organisasi. Podsakoff et al., 2000, mendefenisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat pengharapan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan personal.

Tokoh lain seperti Smith (1983) juga menyebutkan OCB adalah kontribusi pekerja “di atas dan lebih dari” deskripsi kerja formal. OCB melibatkan beberapa perilaku, meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan “nilai tambah karyawan” dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (dalam Novliadi, 2007). Organ (1988) mendefinisikan

OCB sebagai perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara agregat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini berarti perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan hukuman (dalam Novliadi, 2007).


(28)

Perilaku atau peranan yang dilakukan oleh karyawan sangat penting bagi suatu perusahaan. Berbagai pendapat yang mengemukakan tentang pentingnya perilaku karyawan yang mau bekerja melebihi deskripsi jabatan yang ada antara lain seperti yang dikemukakan oleh Robbins (2001) yang menyatakan bahwa organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari sekedar tugas formal mereka dan mau memberikan kinerja yang melebihi harapan. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, di mana tugas makin sering dikerjakan dalam tim, fleksibilitas sangatlah penting. Organisasi menginginkan karyawan yang bersedia melakukan tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan mereka (Robbins, 2001). Menurut Robbins dan Judge (2008), fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB

yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain.

Dari beberapa defenisi tokoh di atas dapat menyimpulkan bahwa OCB

merupakan perilaku yang bersifat suka rela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal- hal yang mengedepankan kepentingan organisasi. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance, tidak diperintahkan secara formal

2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior

Podsakoff et al. (2000) membagi OCB menjadi tujuh dimensi:

1. Perilaku membantu

Yaitu perilaku membantu teman kerja secara sukarela dan mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan pekerjaan. Dimensi ini


(29)

merupakan komponen utama dari OCB. Organ (1988) menggambarkan dimensi ini sebagai perilaku altruism, pembuat/ penjaga ketenangan dan menyemangati teman kerja. Dimensi ini serupa dengan konsep fasilitas interpersonal, perilaku membantu interpersonal, OCB terhadap individu (OCB-I) dan perilaku membantu orang lain.

2. Kepatuhan terhadap organisasi

Yaitu perilaku yang melakukan prosedur dan kebijakan perusahaan melebihi harapan minimum perusahaan. Karyawan yang menginternalisasikan peraturan perusahaan secara sadar akan mengikutinya meskipun pada saat sedang diawasi. Dimensi ini serupa dengan konsep kepatuhan umum dan menaati peraturan perusahaan.

3. Sportsmanship

Yaitu tidak melakukan complain mengenai ketidaknyamanan bekerja, mempertahankan sikap positif ketika tidak dapat memenuhi keinginan pribadi, mengizinkan seseorang untuk mengambil tindakan demi kebaikan kelompok (Organ, 1990). Dimensi ini serupa dengan konsep mengahargai perusahaan dan tidak mengeluh.

4. Loyalitas terhadap organisasi

Didefinisikan sebagai loyalitas terhadap organisasi, meletakkan perusahaan diatas diri sendiri, mencegah dan menjaga perusahaan dari ancaman eksternal, serta mempromosikan reputasi organisasi (Van Dyne, et al., 1994).


(30)

Sama dengan apa yang disebut Organ, (1988) sebagai kesadaran

(conscientiousness), merupakan derajat antusiasme dan komitmen ekstra pada kinerja melebihi kinerja maksimal dan yang diharapkan. Dimensi ini serupa dengan konsep kerja pribadi dan sukarela mengerjakan tugas. 6. Kualitas sosial

Dijelaskan sebagai tindakan keterlibatan yang bertanggung jawab dan konstruktif dalam proses politik organisasi, bukan hanya mengekspresikan pendapat mengenai suatu pemberian, tetapi mengikuti rapat, dan tetap mengetahui isu yang melibatkan organisasi ( Organ, 1988).

7. Perkembangan diri

Meliputi keterlibatan dalam aktivitas untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman seseorang sebagai keuntungan bagi organisasi.

Dimensi yang paling sering digunakan untuk mengkonseptualisasi OCB

adalah dimensi-dimensi yang dikembangkan oleh Organ (dalam Baron & Byrne, 2002). Menurut Organ (1988), OCB dibangun dari lima dimensi yang masing-masing bersifat unik, yaitu:

1. Altruism yaitu membantu orang lain untuk melakukan pekerjaan mereka.

2. Concientiousness yaitu berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang melebihi standar minimum, misalnya tidak absen di hari kerja.

3. Civic virtue adalah perilaku berpartisipasi dan menunjukkan kepedulian terhadap kelangsungan hidup organisasi.


(31)

4. Sportmansip adalah menunjukkan kesediaan untuk mentolerir kondisi tidak menguntungkan tanpa mengeluh.

5. Courtesy yaitu perilaku bersifat sopan dan sesuai aturan sehingga mencegah timbulnya konflik interpersonal.

Sedangkan menurut Graham (dalam Ahdiyana, 2009) mengemukakan tiga bentuk OCB yaitu:

1. Obedience; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.

2. Loyalty; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan dan kelangsungan organisasi. 3. Participation; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk secara aktif

mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi. Partisipasi terdiri dari: a. Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan dalam

urusan-urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi. Misalnya: selalu menaruh perhatian pada isu-isu aktual organisasi atau menghadiri pertemuan-pertemuan tidak resmi.

b. Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan untuk mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan dan pemikiran inovatif. Misalnya: memberi masukan pada organisasi dan memberi dorongan pada karyawan lain untuk turut memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan organisasi.

c. Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan yang melebihi standar kerja yang diwajibkan. Misalnya: kesukarelaan untuk


(32)

melaksanakan tugas ekstra, bekerja lembur untuk menyelesaikan proyek penting, atau mengikuti pelatihan tambahan yang berguna bagi pengembangan organisasi.

Berdasarkan uraian diatas, dimensi yang digunakan pada penelitian ini adalah dimensi menurut Podsakoff yaitu perilaku menolong, kepatuhan terhadap organisasi, sportsmanship, loyalitas terhadap organisasi, inisiatif individual, kualitas sosial, perkembangan diri.

3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi OCB

Faktor- faktor yang mempengaruhi timbulnya OCB cukup kompleks dan saling terkait satu sama lain. Diantara faktor-faktor tersebut yang akan dibahas antara lain adalah budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati (mood), persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas interaksi atasan- bawahan, masa kerja dan jenis.

a. Budaya dan iklim organisasi

Menurut Organ (2006), terdapat bukti-bukti yang mengemukakan bahwa organisasi merupakan sesuatu kondisi awal yang utama yang memicu terjadinya

OCB.

Sloat (dalam Novliadi, 2007) berpendapat bahwa karyawan cenderung melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab kerja mereka apabila mereka:


(33)

1. Merasa puas dengan pekerjaannya.

2. Menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari pengawas.

3. Percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi.

Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kualitas berkembangnya OCB dalam suau organisasi. Di dalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah disyaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung tujuan organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran sera percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh organisasinya.

Konovsky dan Pugh (dalam Novliadi, 2007) menggunakan teori pertukaran sosial ( social exchange theory) untuk berpendapat bahwa ketika karyawan telah puas terhadap pekerjaannya, mereka akan membalasnya. Pembalasan dari karyawan tersebut termasuk perasaan memiliki (sense of belonging) yang kuat terhadap organisasi dan perilaku seperti organizational citizhenship.

b. Kepribadian dan suasana hati

Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap timbulnya

OCB secara individual maupun kelompok. George (dalam Novliadi, 2007) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi suasana hati. Kepribadian merupakan suatu karakteristik yang secara relatif dapat dikatakan tetap, sedangkan suasana hati merupakan karakteristik


(34)

yang dapat berubah-ubah. Sebuah suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang seseorang untuk membantu orang lain.

Meskipun suasana hati dipengaruhi (sebagian) oleh kepribadian, ia juga dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim kelompok kerja dan faktor-faktor keorganisasian. Jadi, jika organisasi menghargai karyawannya dan memperlakukan mereka secara adil serta iklim kelompok kerja berjalan positif maka karyawan cenderung bearada dalam suasana hati yang bagus. Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela memberikan bantuan kepeada orang lain (Sloat, 1999).

Perilaku karyawan tidak terlepas dari atribut kepribadian, seperti yang di jelaskan oleh Robbins & judge (2008) atribut kepribadiannya adalah self-monitoring. Hasil penelitian dari Blakely, Andrews, dan Fuller, (2003) menunjukkan self-monitoring berhubungan signifikan dengan OCB, yang paling menonjol dalam dimensi OCB salah satunya perilaku menolong dalam lingkungan organisasi. Dan kemudian ditambahkan manajer lebih tertarik pada karyawan yang mempunyai self-monitoringtinggi karena penting dalam peningkatan karakteristik organisasi.

c. Persepsi terhadap dukungan organisasional

Studi Shore dan Wayne (dalam Novliadi, 2007) menemukan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional (Perceived Organizaional Support/ POS) dapat menjadi faktor untuk memprediksi OCB. Pekerja yang merasa bahwa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya (feed back) dan


(35)

menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship.

d. Persepsi terhadap kualias interkasi atasan- bawahan

Kualitas interaksi atasan-bawahan juga diyakini sebagai faktor unuk memprediksi OCB. Miner (dalam Novliadi, 2007) mengemukakan bahwa ineraksi atasan- bawahan yang berkualias tinggi akan memberikan dampak seperti meningkatkan kepuasan kerja, produktifitas, dan kinerja karyawan. Riggio (1990) menyatakan bahwa apabila interaksi atasan-bawahan berkualias tinggi maka seseorang atasan akan berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga bawahannya akan merasakan bahwa atasannya banyak memberikan dukungan dan motivasi. Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada atasannya sehingga mereka termotivasi untuk melakukan “lebih dari” yang diharapkan oleh atasan mereka.

e. Masa kerja

Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan bahwa karakteristik personal seperti masa kerja dan jenis kelamin berpengaruh pada OCB.

f. Jenis kelamin

Komrad (dalam Novliadi, 2007) mengemukakan bahwa perilaku perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama dengan orang lain lebih menonjol dilakukan oleh wanita dari pada pria. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita cenderung lebih mengutamakan pembentukan relasi


(36)

dari pada pria (Gabriel dan Gardner, 1999 dalam Novliandi, 2007) dan lebih menunjukkan perilaku menolong dari pada pria. Temuana-temuan tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok antara pria dan wanita dalam perilaku menolong dan interaksi sosial di tempat mereka bekerja.

Morrison (1994) (dalam Novliadi, 2007) juga membuktikan bahwa ada perbedaan persepsi terhadap OCB antara pria dan wanita, dimana wanita mengganggap OCB merupakan bagian dari perilaku in-role mereka dibanding pria. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa wanita cenderung menginternalisasi harapan-harapan kelompok, rasa kebersamaan dan aktivitas-aktivias menolong sebagai dari pekerjaan mereka (Diefendorf e al, 2002 dalam Novliadi, 2007).

Dari beberpa tokoh penelitian diatas, maka tidak semua faktor-faktor yang mempengaruhi OCB tersebut diatas akan disertakan sebagai variabel-variabel dalam penelitian ini. Berdasarkan pada relevansi dengan permasalahan yang ada dan ketertarikan penulis sendiri untuk mendalami teori kepribadian yang salah satu atributnya self-monitoring.

4. Manfaat-manfaat OCB dalam Perusahaan

Dari hasil penelitian- penelitian mengenai pengaruh OCB terhadap kinerja organisasi (diadaptasi dari Podsakoff dalam hardaningtyas, 2004 ) dapat di simpulkan hasil sebagai berikut:


(37)

a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan tersebut.

b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok.

2. OCB meningkatkan produkivitas manajer

a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.

b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen

3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan

a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer. Konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakuakan tugas lain. Seperti membuat perencanaan.

b. Karyawan yang menampilkan conscentiousness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada


(38)

mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk melakukan tugas yang lebih penting.

c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi biaya untuk keperluan tersebut.

d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan

4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok

a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril

(morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waku untuk pemeliharaan fungsional kelompok

b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik mangemen berkurang

5. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordiasi kegiatan- kegiatan kegiatan kerja. Menampilkan perilaku civic vitue ( seperti mengadiri dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan di unit kerjanya) akan membantu


(39)

koordinasi diantara anggota kelompok. Yang akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok

6. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik

a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta perasaan saling memilki diantara anggota kelompok. Sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan memperahankan karyawan yang baik.

b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku

sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi.

7. Organisasi meningkatkan stabilitas kinerja organisasi

a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilias (dengan cara mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja.

b. Karyawan yang conscientious cenderung memperhatikan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabelitas pada kinerja unit kerja.

8. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan


(40)

a. Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat

b. Karyawan yang secara aktif hadir dan beradaptasi pada pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi.

c. Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness (misalnya kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.

B. SELF MONITORING

1. Pengertian Self Monitoring

Self-monitoring adalah karakteristik kepribadian yang membuat individu tersebut memberikan perhatian penuh pada situasi sosial. Jadi, mereka dapat mengubah perilakunya untuk sesuaikan dengan situasi yang datang/muncul. Koestner, Bernieri, & Zuckerman (dalam sebayang, 2003) menyatakan self-monitoring sebagai pengaturan perilaku seseorang seseorang berdasarkan situasi eksternal dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti keyakinan sikap dan nilai.


(41)

Konsep self-monitoringpertama kali dikemukakan oleh Synder pada tahun 1972 dalam disertasinya di Universitas Stanford. Teori ini merupakan bagian dari teori peran dan masih berhubungan erat dengan Imppression Management Theory

dan Integration Theory. Synder (dalam Shaw & Costanzo, 1988), menyatakan salah satu fakor individual yang mampu mengendalikan perilaku seseorang pada situasi sosial ataupun interaksi sosial adalah self-monitoring yang ada pada dirinya. Menurutnya, self- monitoring yang ada pada diri seseorang, individu akan memberi respon yang berbeda terhadap situasi sosial yang dihadapi (Snyder, dalam Shaw & Constanzo, 1988).

Self-monitoring pertama kali di nyatakan oleh Synder. Self-monitoring

adalah kemampuan seseorang untuk memantau dirinya untuk berperilaku sesuai dengan situasi (Synder, 1979 dalam Sebayang 2003). Synder juga menyatakan bahwa self-monitoring merupakan suatu kemampuan atau kesadaran diri menampilkan dirinya baik perilaku, ekspresi non verbal serta mengendalikan penampilan emosi sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Dimana self-monitoring bukanlah suatu usulan, tetapi merupakan suatu tingkatan yaitu suatu hal yang secara relatif tinggi dan rendah kaitannya dengan pola ekspresi diri.

Synder (dalam Friedman & Schunstack, 2006) mengemukakan self-monitoring berhubungan dengan observasi diri dan kontrol diri yang di terima secara sosial. Seseorang yang tinggi dalam monitoring diri akan mau dan mampu tampil ke depan dan dapat melakukan apa yang diharapkan oleh lingkungan sosial. Mantan Presiden Amerika Serikat (yang juga seorang aktor), Renold Reagan, sangat mau dan mampu mempersentasikan dirinya sendiri; dan pada


(42)

kenyataannya ia dikenal sebagai komunikator handal, sebaliknya orang yang rendah dalam self-monitoring sering tidak sadar akan ekspektasi sosial, atau tidak mau dan tidak mampu bertindak sesuai ekspektasi sosial dan mereka mungkin lebih melihat kedalam diri dan cenderung reflektif; ada kecenderungan untuk memilki orientasi disposisional pada individu dengan monitoring diri yang rendah di sisi lain, ada kecenderungan untuk memiliki orientasi situasional pada individu dengan monitoring diri yang tinggi.

Oleh karena itu, Synder (1987) dan ahli teori modern lainnnya beralih ke pendekatan fungsionalis dalam menjelaskan kepribadian, mempertanyakan “Apa yang orang-orang inginkan, 2) mengapa mereka menginginkan hal tersebut, dan 3) bagaimana cara mereka meraih atau mencapainya, karena hal tersebut, penting untuk menjelaskan siapa orang itu. (dalam Friedman & Schunstack, 2006).

Self-monitoring tinggi sensitif terhadap persyaratan situasi tertentu dan mudah dapat menyesuaikan perilaku mereka sendiri untuk memenuhi situasi (Snyder, 1987). Self-monitoring tinggi cenderung bergantung lebih banyak di situasional verbal dan non-verbal isyarat dari perasaan internal dan sikap untuk menentukan kelayakan perilaku mereka sendiri. Self-monitoring tinggi aktif memantau dan mengatur perilaku mereka sendiri di hadapan para orang lain. sebaliknya, Self-monitoring rendah kurang sensitif terhadap dan kurang peduli dengan dampaknya pada orang lain dan lebih dipandu oleh perasaan internal mereka dan sikap dari oleh situasional. Self-monitoring rendah berperilaku sesuai dengan negara internal mereka sendiri daripada menurut isyarat eksternal (dalam Blakely, et al., 2003).


(43)

Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa self-monitoring merupakan kemampuan individu dalam menampilkan dirinya terhadap orang lain dengan menggunakan petunjuk-petunjuk yang ada pada dirinya maupun petunjuk-petunjuk yang ada di sekitarnya, guna mendapatkan informasi yang diperlukan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi dalam lingkungan sosialnya. 2. Komponen- komponen Self-Monitoring

Baron & Greenberg (2000) menyatakan bahwa self-monitoring mempunyai tiga komponen, yaitu:

a. Kesediaan untuk menjadi pusat perhatian. Hal ini berhubungan dengan kemampuan sosial dalam mengekspresikan emosional individu.

b. Kecenderungan yang menggambarkan kepekaan individu dalam reaksinya terhadap orang lain.

c. Kemampuan dan kesediaan individu untuk menyesuaikan perilaku sehingga menimbulkan reaksi yang positif terhadap orang lain.

Synder (dalam Shaw & Constanzo, 1982) menyatakan bahwa self-monitoring

mempunyai lima komponen yang terdapat dalam diri individu:

a. Peduli terhadap apa yang secara sosial dibutuhkan untuk penampilan diri seseorang.

b. Perhatian pada perbandingan informasi sosial sebagai isyarat yang secara sosial dibutuhkan untuk mengekspresikan penampilan dirinya (self -presentation).


(44)

c. Kemampuan untuk mengontrol dan memodifikasi penampilan dirinya (self -presentation) dan ekspresi perilakunya.

d. Mampu menggunakan kemampuan tersebut sesuai dengan situasi.

e. Peka terhadap kegunaan atau memfaat kemampuan ini dalam situasi-situasi tertentu.

Kemudian ada pengembangan self-monitoring dengan 3 komponen. Ketiga komponen tersebut dikemukakan Briggs & Cheek (Synder & Gangestad, 1986) sebagai berikut:

1. Expressive self control. Berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai self-monitoring tinggi suka mengontol tingkah laku nya agar mendapatkan terlihat baik. Adapun ciri-cirinya adalah:

Acting, termasuk didalamnya kemampuan untuk bersandiwara, berpura-pura, dan melakukan kontrol ekspresi baik secara verbal maupun non verbal serta kontrol emosi.

Entertaining, yaitu menjadi penyegar suasana. Berbicara didepan umum secara spontan.

2. Social stage presence, kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, kemampuan untuk mengubah-ubah tingkah laku dan kemampuan untuk menarik perhatian sosial. Ciri-ciri nya adalah


(45)

Suka melucu.

3. Other directed of self-representation, kemampuan untuk memainkan peran seperti apa yang diharapkan orang lain dalam situasi sosial, kemampuan untuk menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap situasi yang dihadapi. Adapun ciri-cirinya adalah:

Berusaha menyenangkan orang lain.

Bersikap sama dengan situasi sosial.

Suka menggunkan “topeng” untuk menutupi perasaannya.

Kemampuan individu dalam menampilkan dirinya sesuai dengan tuntutan dari lingkungan sosialnya dan sejauhmana individu mementingkan faktor-faktor eksternal maupun internal dalam berperilaku dapat dilihat melalui self-monitoring. Komponen- komponen yang dikemukakan oleh Synder yang digunakan dalam penelitian ini adalah expressive self control, social stage presence, dan other directed self present.

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Self-Monitoring

a) Pendidikan

Synder (dalam Panjaitan, 2006) menyatakan dalam tugas yang melibatkan proses kognitif orang yang mempunyai self-monitoring yang tinggi lebih baik daripada orang yang memilki self-monitoring yang rendah. Individu yang memiliki self-monitoring yang rendah kurang efisien dalam proses kognitiff karena kurang dalam kemampuan mengobservasi diri (self-observational). Proses


(46)

kognitif akan berjalan dengan baik sesuai dengan pendidikan yang diperoleh oleh individu. Dari pendidikan akan terbentuk kepribadian yang mempengaruhi baik secara formal maupun non formal. Secara formal oleh guru dan non formal dari lingkungan keluarga dan sosialnya secara langsung akan mempengaruhi pemebentukan kepribadian seseorang. Self monitoring adalah salah satu aspek kepribadian,dan ini berarti pendidikan ikut mempengaruhi self monitoring (synder dalam Panjaitan, 2006).

b) Latihan

Kapasitas untuk mengobservasi serta mengimitasi mempengaruhi self monitoring seseorang. Kemampuan mengobservasi serta mengimitasi ini akan berkembang lebih baik bila dilatih secara baik (Ferrari, 1996 dalam Panjaitan, 2006). Oleh sebab itu faktor latihan akan membantu perkembangan atau self monitoring seseorang (Ferrari. Dkk, 1991 dalam Panjaitan, 2006) Kepekaan seseorang terhadap situasi yang dihadapi dan apa yang secara sosial dibutuhkan untuk menghadapi situasi dapat berkembang lebik baik bila individu melatih dirinya.

Selain hal ditas, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi self-monitoring. Koestner, Bernieri, & Zuckerman (dalam Panjaitan, 2006), mengatakan bahwa self- monitoring terjadi karena adanya faktor internal dan faktor external.

a. Faktor Internal


(47)

1. Keyakinan sikap individu

Dalam suatu situasi seseorang individu melihat apakah sesuatu hal yang dilakukannya akan dapat berpengaruh ataupun tidak dalam merespon sesuatu hal yang datang terhadap dirinya.

2. Nilai

Seberapa besar suatu hal tingkah laku yang akan ditampilkan akan memilki sesuatu yang bernilai dalam merespon terhadap lingkungan situasi yang dihadapi.

b. Faktor External 1. Kehadiran orang lain

Dalam menghadapi suatu situasi seseorang individu akan berusaha menampilkan sesuatu yang dapat diterima orang lain dalam berkomunikasi baik dengan secara verbal maupun dengan non verbal.

2. Kondisi situasi

Suatu situasi yang menekan membuat seseorang individu akan berusaha menampilkan dirinya yang terbaik dalam situasi kondisi. Krauss, Geller. & Olson (dalam Panjaitan, 2006), mengatakan seorang akan menggunakan kemampuan

self-presentation dalam praktek wawancara tatap muka.

Jadi faktor- faktor yang mempengaruhi self-monitoring adalah faktor internal dan external yang ada pada karyawan. Peneliti juga memakai


(48)

faktor-faktor yang mempengaruhi self-monitoring sebagai penguat penelitian tentang pengaruh self -monitoring dengan OCB.

C. Pengaruh Self-monitoring terhadap OCB

Menurut Robbins dan Judge (2008), fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain.

Podsakoff et al., (2000), OCB yaitu perilaku yang dimunculkan bersifat bebas dan suka rela yang dilakukan di luar dekskripsi kerja dengan tujuan untuk efektifitas organisasi. Menurut Podsakoff et al. (2000), OCB terdiri dari tujuh dimensi, yaitu perilaku menolong, kepatuhan terhadap organisasi, sportmanship, loyalitas terhadap organisasi, inisiatif individual, kualitas sosial, dan perkembangan diri.

Perilaku menolong merupakan perilaku membantu teman kerja secara suka rela. Kepatuhan terhadap organisasi merupakan perilaku yang melakukan prosedur dan kebijakan perusahaan. Sportmanship yaitu tidak melakukan komplain mengenai ketidaknyamanan bekerja. Loyalitas terhadap organisasi sebagai loyalitas terhadap organisasi, mencegah dan menjaga perusahaan dari ancaman eksternal, serta mempromosikan reputasi organisasi. Inisiatif individual merupakan derajat antusiasme dan komitmen ekstra pada kinerja melebihi kinerja maksimal dan yang diharapkan. Kualitas sosial merupakan sebagai tindakan keterlibatan yang bertanggung jawab dan konstruktif dalam proses politik organisasi. Perkembangan diri meliputi keterlibatan dalam aktivitas untuk


(49)

meningkatkan kemampuan dan pengalaman seseorang sebagai keuntungan bagi organisasi.

Dengan rujukan hasil penelitian dari Blakely, Andrews, dan Fuller (2003) menunjukkan self monitoring berhubungan signifikan dengan OCB, yang paling menonjol dalam dimensi OCB salah satunya perilaku menolong dalam lingkungan organisasi.

Selanjutnya Niehoff & Noorman, (1993) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ada hubungan positif antara metode monitoring pimpinan terhadap OCB. Yang pertama, dilihat hubungan positif yang ditemukan antara manager memulai diskusi dan altruisme. Yang kedua, metode pemimpin pengawasan dan keadilan terbaik tercermin pada hubungan positif antara pengamatan keadilan dari semua tiga dimensi (seperti observasi, informal discussion, formal meeting).

Menurut Snyder & Gangestad (1986) self-monitoring ini merupakan kecakapan individu dalam membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuannya untuk mengontrol diri dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam situasi sosial.

Briggs & Cheek (Synder & Gangestad, 1986) menyebutkan 3 komponen

self-monitoring : Expressive self control, berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif mengontrol tingkah lakunya, agar mendapatkan terlihat baik. Social stage presence, kemampuan untuk memainkan peran seperti apa yang diharapkan orang lain dalam situasi sosial. Other directed of self-representation, kemampuan untuk memainkan peran seperti apa yang diharapkan orang lain dalam situasi


(50)

sosial, kemampuan untuk menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap situasi yang dihadapi.

Self-monitoring berhubungan positif dengan melayani diri sendiri dalam pengelolaan kesan. Pengelolaan emosi melibatkan pengaturan perilaku diungkapkan sehingga sosial yang sesuai. Self-monitoring merupakan dasar dari dorongan internal untuk seorang pemimpin untuk menunjukkan OCB. Perhatian untuk citra umum seseorang kemungkinan untuk meningkatkan frekuensi orang menunjukkan OCB ( Krishnan & Arora, 2008).

D. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ada pengaruh self-monitoring terhadap OCB pada Karyawan di PT. X.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Adapun variabel- variabel yang terdapat didalam penelitian ini antara lain: 1. Variabel bebas: Self-monitoring

2. Variabel tergantung: OCB

B. Definisi operasional variabel Penelitian 1. Self-monitoring

Self-monitoring adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan perilaku dengan situasi disekitarnya, baik yang ada dilingkungan maupun yang ada didalam dirinya. Self-monitoring diukur dengan skala pengukuran self-monitoring

berdasarkan idenifikasi Briggs & Cheek (Synder & Gangestad, 1986) terhadap tiga aspek self-monitoring, yakni expressive self-control, sosial stage presence, dan other-directed social-presentation.

Semakin tinggi skor yang diperoleh dalam skala self-monitoring individu maka semakin tinggi self-monitoring individu dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh individu maka akan semakin rendah pula self-monitoring


(52)

2. OCB

OCB dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku kerja karyawan di dalam organisasi, yang dilakukan atas suka rela di luar deskripsi kerja yang telah ditetapkan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemajuan kinerja organisasi. Podsakoff et al., 2000, mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat pengharapan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan personal. Dimensi OCB menurut Podsakoff yaitu perilaku menolong,

kepatuhan terhadap organisasi, sportsmanship, loyalitas terhadap organisasi,

inisiatif individual, kualitas sosial, perkembangan diri. Dengan tujuan untuk memantapkan penelitian-penelitian sebelumnya.

Semakin tinggi skor yang diperoleh dalam skala OCB individu maka semakin tinggi OCB individu dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh individu maka akan semakin rendah pula OCB yang dimilikinya.

C. Populasi, Jumlah Subjek dan Metode Pengumpulan Data

1. Populasi

Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa


(53)

kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu hendak digeneralisasikan (Hadi, 2000).

Menurut Hadi (2000), populasi adalah sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai sifat yang sama. Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini seluruh karyawan PT. Bank Sumut Panyabungan yang berjumlah 60 orang karyawan.

2. Jumlah Subjek Penelitian

Jumlah subjek untuk tahap uji coba berjumlah 69 orang di dua cabang PT. Bank Sumut Medan. Sedang kan untuk penelitian berjumlah 60 orang di PT. Bank Sumut Panyabungan

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala psikologi yang berbentuk skala likert dengan beberapa pilihan, yaitu dengan cara menyebarkan skala yang berisi daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek penelitian dapat mengisi dengan mudah (Azwar, 2006).

Hadi (2000) mengemukakan bahwa skala psikologis mendasarkan diri pada laporan-laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki kelebihan dengan asumsi sebagai berikut :

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Apa yang dikatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya


(54)

3. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sama dengan apa yang dimaksud peneliti.

Penelitian ini menggunakan dua buah skala psikologi yaitu skala self-monitoring dan skala OCB.

a. Skala Self-monitoring

Skala disusun mengacu pada komponen self-monitoring yang dikemukakan oleh Synder (sebayang, 2003) adalah Expressive self control, Social Stage Presence, dan Other directed self present.

Tabel 1.

Blue print Skala Self-monitoring sebelum Uji Coba

No Komponen

Self-monitoring Aitem favorable Aitem unfavorable Total 1. Komponen Expressive self

control

1,6,13,10,24 3,4,7,16,17 10 2. Komponen Social Stage

Presence

12,18,19,30,29 5,11,20,21,22 10 3. Komponen Other directed

self present

9,25,23,14,15 2,8,28,26,27 10

Total 30

Skala self-monitoring menggunakan model skala likert yang berjumlah 30 aitem yang terdiri dari aitem favorable dan unfavorable, dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 5 sampai 1 untuk item favorable, sedangkan untuk item unfavorable

bergerak dari 1 sampai 5. b. Skala OCB


(55)

Skala disusun mengacu pada dimensi OCB yang dikemukakan oleh dimensi di penelitian ini menurut tokoh Podsakoff yaitu perilaku menolong (helping behavior), kepatuhan terhadap organisasi (organizational complaine), sportsmanship, loyalitas terhadap organisasi (organizational loyality), inisiatif individual (individual initiative), kualitas sosial (civic virtue), perkembangan diri

(self development). Dengan tujuan untuk memantapkan penelitian-penelitian sebelumnya.

Tabel 2.

Blue print Skala OCB sebelum Uji Coba

No Dimensi OCB Aitem

favorable

Aitem unfavorable

Total 1. Dimensi Perilaku

Menolong

1,2,10,17,47 9,23,61,66,24 10 2. Dimensi Kepatuhan

Terhadap Organisasi

4,12,15,36,64 6, 35,67,68,70 10 3. Dimensi sportmanship 18,30,39,56,40 22,25,29,32,60 10 4. Dimensi loyalitas

terhadap organisasi

19,20,42,45,46 7,38,50,43,16 10 5. Dimensi inisiatif

individual

34,49,52,58,59 44,41,28,13,14 10 6. Kualitas social 27,48,55,63,69 21,51,54,37,26 10 7. Perkembangan Diri 3,31,35,53,59 5,11,57,62,65 10

Total 70

Skala yang digunakan dalam mengukur OCB ini menggunakan model skala

likert yang berjumlah 70 aitem yang terdiri dari aitem favorable dan unfavorable, dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem favorable, sedangkan untuk aitem unfavorable bergerak dari 1 sampai 5.


(56)

D. Uji Validitas, Daya Beda Aitem, dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Menurut Azwar (2006), untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan suatu pengujian validitas. Suatu alat tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas ini merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement

(Azwar, 2006).

Validitas isi menunjukkan sejauhmana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Pengertian ini mencakup keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes itu harus komprehensif akan tetapi isinya harus pula tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran.

Sebelum melakukan penyusunan alat ukur, peneliti menentukan terlebih dahulu kawasan isi dari self-monitoring dan OCB. Kemudian peneliti akan membuat item-item yang bertujuan untuk mengungkap kawasan isi tersebut. Selanjutnya peneliti melakukan pengujian validitas isi dengan melakukan analisis rasional atau profesional judgement, dalam hal ini adalah dosen pembimbing peneliti.


(57)

2. Uji Daya Beda Aitem

Daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau sekelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang di ukur. Prinsip kerja yang di jadikan dasar untuk melakukan seleksi aitem adalah memiliki aitem- aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur skala. Dengan kata lain, dasarnya adalah memiliki aitem yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh skala sebagai keseluruhan (Azwar, 2006).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2006).

3. Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur adalah mencari dan mengetahui sejauhmana hasil pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran ini dapat dipercaya apabila dalam pelaksanaan pengukuran terhadap sekelompok subjek sama, diperoleh hasil yang sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 1997).

Uji reliabilitas penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal (internal consistency). Formula reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah formula Alpha Cronbach melalui bantuan SPSS for Windows 16.0


(58)

version. Pengujian reliabilitas ini akan menghasilkan reliabilitas dari skala self-monitoring dan skala OCB.

E. HASIL UJI COBA

Uji coba skala self-monitoring dan skala OCB dilakukan terhadap 69 orang karyawan dua Cabang PT. Bank Sumut Medan.

1. Hasil Uji Coba Skala Self-monitoring

Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap skala self-monitoring sebanyak tiga kali, maka didapatkan nilai reliabilitas sebesar 0.844 dengan 14 item yang memiliki nilai r>0.3. Berikut ini adalah distribusi item-item skala self-monitoring

setelah uji reliabilitas.

Tabel 3.

Blue print Skala Self-monitoring setelah Uji Coba No Komponen

Self-monitoring

Aitem favorable Aitem unfavorable

Total 1. Komponen Expressive

self control

6, 13 3, 4, 10, 16 6

2. Komponen Social Stage Presence

12, 18, 19, 30 5, 11, 20 7 3. Komponen Other

directed self present

- 2 1

Total 14

2. Hasil Uji Coba Skala OCB

Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap skala OCB sebanyak tiga kali, maka didapatkan nilai reliabilitas sebesar 0.904 dengan 33 item yang memiliki nilai r>0.3. Berikut ini adalah distribusi item-item skala OCB setelah uji reliabilitas:


(59)

Tabel 4.

Blue print Skala OCB setelah Uji Coba

No Dimensi OCB Aitem

favorable

Aitem unfavorable

Total

1. Dimensi Perilaku Menolong

10,17, 47 9, 23, 61 6

2. Dimensi Kepatuhan Terhadap Organisasi

12,35,36,64 - 4

3. Dimensi sportmanship 18,30,39,40,56 - 5 4. Dimensi loyalitas

terhadap organisasi

19,42,45,46 43 5

5. Dimensi inisiatif individual

34,49,52,58,59 - 5

6. Kualitas social 27,48,55,63,69 - 5

7. Perkembangan Diri 31,53 62 3

Total 33

F. METODE ANALISA DATA 1. Analisa Regresi Linier Sederhana

Analisa regresi linier sederhana dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh self- monitoring terhadap OCB.

Sebelum dilakukan analisa data dengan menggunakan analisa regresi linier sederhana, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang terdiri:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian bahwa sampel yang dihadapi adalah berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan uji one sample kolmogorov-smirnov dengan bantuan SPSS version 16.0 for Windows. Data dikatakan terdistribusi normal jika nilai p>0.05.


(60)

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel . Asumsi ini mengatakan bahwa hubungan antar variabel yang hendak dianalisis itu mengikuti garis lurus. Jadi peningkatan/ penurunan kuantitas di satu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan/ penurunan kuantitas di variabel lainnya. Uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan uji F dengan nilai p<0.05.

G. Prosedur Penelitian 1. Persiapan penelitian

Dalam rangka pelaksanaan penelitian ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan oleh peneliti, antara lain:

a. Pembuatan alat ukur

Pada tahap ini, alat ukur yag terdiri dari skala self-monitoring dan skala

OCB dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam melakukan penyusunan aitem, peneliti dibantu oleh dosen pembimbing peneliti sebagai profesional judgment. Peneliti membuat 30 aitem untuk skala self-monitoring dan 70 aitem untuk skala OCB. Skala self-monitoring

dan skala OCB dibuat dalam bentuk booklet dengan menggunakan kertas A4 dan setiap pertanyaan memilki 5 alternatif jawaban sehingga memudahkan subjek dalam memberikan jawaban.

b. Permohonan izin

Sebelum peneliti melakukan pengambilan data, terlebih dahulu diawali dengan pengurusan surat izin untuk pengambilan data. Proses perizinan ini dimulai dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, dalam hal ini pihak


(61)

Fakultas atas nama Koordinator Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara mengajukan surat permohonan izin melakukan pengambilan data dengan membagikan skala tahap pertama di dua Cabang Bank Sumut di kota medan untuk uji coba Dan tempat penyebaran skala tahap kedua di Cabang Bank Sumut di Panyabungan.

c. Uji coba Alat ukur

Uji coba skala self-monitoring dan skala OCB dilakukan pada tanggal 23 Maret- 20 april 2012. Uji coba dilakukan dengan cara memberikan skala tersebut langsung kepada subjek penelitian. Setelah itu, peneliti mengumpulkan kembali skala yang sudah disebarkan.

d. Revisi Alat Ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur yang dilakukan pada 69 orang karyawan dua cabang PT. Bank Sumut Medan, peneliti menguji reliabilitas skala self-monitoring dan skala OCB dengan menggunakan bantuan aplikasi komputer SPSS versi 16.0 for windows. Setelah diketahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi reliabilitasnya, peneliti mengambil aitem-aitem tersebut untuk dijadikan skala self-monitoring dan skala OCB yang disusun dalam bentuk lembaran yang berukuran F4. Skala inilah yang digunakan peneliti dalam mengambil data untuk penelitian.

2. Pelaksanaan penelitian

Setelah alat ukur diuji cobakan dan sudah direvisi, maka dilaksakan penelelitian dari tanggal 10-16 Mei 2012. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang..


(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil dan interpretasi sesuai data yang diperoleh. Pembahasan akan diawali dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, hasil utama dan hasil tambahan.

A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN

Dari subjek penelitian dengan jumlah total subjek 60 orang karyawan di PT. Bank Sumut cabang Panyabungan wilayah Sumatera Utara diperoleh gambaran subjek penelitian menurut masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan usia.

A. 1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama kerja

Tabel berikut ini menggambarkan penyebaran masa kerja subjek penelitian yaitu sebagai berikut:

Tabel 5.

Gambaran Subjek Berdasarkan Lama Kerja (Dalam Tahun) lama

Kerja

N Persentase

1-10 51 85%

11-20 6 10%

21-30 3 5%

Total 60 100%

Berdasarkan pada tabel 5, menunjukkan bahwa subjek yang terbanyak adalah yang telah bekerja selama 1- 10 tahun dengan jumlah 51 orang (85%). Kemudian yang telah bekerja selama 11- 20 tahun sebanyak 6 orang (10%). Yang


(63)

paling sedikit adalah yang telah bekerja selama 21-30 tahun sebanyak 3 orang (5%).

A. 2. Gambaran Subjek penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan subjek penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut:

Tabel 6.

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Tingkat

Pendidikan

N Persentase SMA/STM 13 21.6% Diploma 14 23.3% Sarjana/S1 32 53.3% Sarjana/S2 1 1.6% Total

60

100%

Dari tabel 6 dapat diketahui subjek dengan tingkat pendidikan paling banyak adalah tingkat pendidikan Sarjana (S1) berjumlah 32 orang karyawan dengan persentase (53.3%), sedangkan tingkat pendidikan SMA/STM berjumlah 13 orang karyawan dengan persentase (22.6%), tingkat pendidikan Diploma berjumlah 14 karyawan dengan persentase (23.3%), dan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah Sarjana/S2 berjumlah 1 orang karyawan dengan persentase (1.6%).

A. 3. Gambaran Subjek Penelitian Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut:


(1)

(2)

(3)

LAMPIRAN C. Kategorisasi Subjek Penelitian

SUBJEK JK

TINGKAT

PENDIDIKAN

USIA

LAMA

BEKERJA

(TAHUN)

1 LK S1 26 1

2 LK SMA 46 9

3 LK S1 25 1

4 LK S1 26 1

5 LK S1 35 4

6 PR S1 27 3

7 LK SMA 45 20

8 PR SMA 26 2

9 PR S1 25 2

10 LK SMA 31 8

11 LK SMA 24 <1

12 PR D3 26 2

13 PR S2 26 2

14 LK S1 28 3

15 LK SMA 49 29

16 LK S1 25 1.5

17 PR D3 23 2

18 LK S1 26 1

19 PR D3 25 1.5

20 LK S1 32 7

21 LK SMA 25 <1

22 PR D3 23 3

23 LK SMA 30 1

24 PR SMA 24 1

25 LK S1 33 6

26 LK S1 34 1

27 LK SMA 46 15

28 LK S1 36 8

29 PR 24 SMA 5

30 LK SMA 30 2

31 LK S1 23 1

32 LK S1 28 1

33 LK S1 29 1.5

34 PR D3 27 4

35 LK S1 40 14

36 LK S1 29 3

37 LK D3 30 4

38 PR D1 28 2.5

39 LK S1 36 6

40 PR S1 27 2

41 PR S1 29 3.5


(4)

42 LK D3 38 18

43 PR D3 26 2

44 LK S1 32 4

45 LK D3 30 5

46 PR D3 25 1

47 LK S1 31 7

48 LK S1 26 1

49 LK S1 25 1

50 LK SMA 43 18

51 LK S1 43 16

52 PR D3 25 2

54 LK S1 33 6

55 LK SMA 33 13

56 LK S1 30 4

57 LK S1 29 4

58 LK SMA 24 1

59 PR D3 31 7


(5)

(6)