Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan menurut Prakoso dan Murtika, 1 dikemukakan bahwa dalam kehidupan manusia di dunia ini, yang berlainan jenis kelaminnya laki- laki dan perempuan secara alamiah mempunyai daya tarik-menarik antara satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis dapat dikatakan untuk membentuk suatu ikatan lahir dan batin dengan tujuan menciptakan suatu keluargarumah tangga yang rukun, bahagia, sejahtera dan abadi. Agama Islam sebagai agama yang sah di Indonesia, menjelaskan bahwa Allah SWT, menciptakan makhluk hidup secara berpasangan. Hal ini difirmankan dalam ” QS. Yaasiin 36 : 36               Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” QS. Yaasiin 36 : 36 Pada proses kelangsungan hidup manusia, ayat di atas ditegaskan lagi dalam QS. An Nisaa’ 4 : 1, yang berbunyi, 1 Djoko Prakoksa dan I Ketut Murtika. 1987. Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara                                Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu ” QS. An Nisaa’ 4 : 1 Berdasarkan nash Al Q ur’an tersebut diketahui bahwa perkawinan sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Salah satu tujuan adanya pasangan tersebut adalah untuk melestarikan keturunan. Pelestarian keturunan terjadi jika adanya reproduksi yang akan terjadi di antaranya melalui proses perkawinan. Oleh karena itu, perkawinan mempunyai peran yang sangat penting dalam pelestarian keturunan. Namun demikian, perkawinan juga memiliki fungsi lain yaitu penyaluran hasrat seksual di kalangan manusia. Sebagaimana dipahami, perkawinan dapat menghindarkan terjadinya penyimpangan seksual atau kejahatan seksual. Perintah untuk menjalin hubungan antara kaum laki-laki dan perempuan untuk berkembangbiak dalam pelaksanaannya terdapat persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah persyaratan usia. Berdasarkan hukum perkawinan dicantumkan bahwa usia minimal yang diperkenankan menikah adalah laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi: “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 sembilan belas tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 enam belas tahun .” Hal ini ditegaskan dalam kompilasi hukum Islam dalam Pasal 15 bagian kedua tentang calon mempelai ayat 1 dan 2, bahwa 1 Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang- kurangnya berumur 16 tahun 2 Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 ayat 2,3,4 dan 5 UU No.1 Tahun 1974. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas, persyaratan dalam melakukan perkawinan adalah memenuhi ketentuan umur yang ditetapkan. Artinya, idealnya secara hukum perkawinan dapat dilangsungkan bila umur kedua mempelai telah memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yaitu yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. Apabila calon mempelai belum memenuhi persyaratan umur yang telah ditetapkan maka calon mempelai harus mendapat ijin dari Pengadilan Agama untuk memperoleh dispensasi. Tujuan perkawinan pada dasarnya adalah untuk melestarikan kelangsungan hidup manusia dengan berkembang biak. Dalam kompilasi hukum islam disebutkan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Perkawinan di bawah umur, sulit untuk mewujudkan tujuan perkawinan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Mukson, yang menyatakan bahwa pernikahan dalam usia dini sering disebut sebagai salah satu hal yang menghalangi pasangan pengantin mewujudkan impain-impian indahnya. Mengapa demikian?, Karena menikah dalam usia dini biasanya tidak dibarengi dengan kematangan ekonomi, kematangan mental, dan bahkan dalam hal-hal tertentu, kematangan fisik. Kondisi demikian tentu cukup rentan konfik dan mudah terjebak dalam disharmoni. 2 Penelitian terdahulu yang telah meneliti tentang perkawinan di bawah umur memaparkan kenyataan bahwa sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia yang makin kompleks, muncul suatu permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, lunturnya moral value atau nilai-nilai akhlak yaitu pergaulan bebas di kalangan remaja dan hubungan zina menjadi hal biasa sehingga terjadi kehamilan di luar nikah. Akibatnya, orangtua menutupi aib tersebut dengan menikahkan anaknya tanpa mempertimbangkan lagi usia dan masa depan anaknya. 3 Peneliti lain, menyatakan bahwa perkawinan di bawah umur dapat menyebabkan terjadinya perceraian. Pernikahan di bawah umur biasanya berkaitan dengan dampak psikologis, sosial dan angka kelahiran. Dampak psikologis pernikahan di bawah umur menyebabkan depresi dimana bisa membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul bahkan bisa menyebabkan kegilaan pada pasangan usia muda karena belum bisa mengontrol emosi. Dalam pernikahan di bawah umur sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja perempuan yang 2 Moh Mukson, “Tradisi Perkawinan Usia Dini di Desa Tegaldowo Kabupaten Rembang Sebuah Refeksi Kehidupan Masyarakat Pedesaan ”. Jurnal Bimas Islam, Vol.6. No.1 2013. 3 Bagya Agung Prabowo, “Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Dispensasi Perkawinan Dini Akibat Hamil di Luar Nikah Pada Pengadilan Agama Bantul ,” Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No 2 Vol. April, 2013. biasanya tidak bisa mengendalikan emosi. Keadaan emosi mereka jelas labil, sulit kembali pada keadaan normal. Dampak psikologis ini berkaitan dengan keadaan fisik pasangan pernikahan di bawah umur dimana pasangan tersebut belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan keterampilan fisik untuk mendatangkan penghasilan dan bisa mencukupi kebutuhan keluarganya. Penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya merupakan faktor yang berperan dalam mewujudkan dalam kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. Jika kesejahteraan dan kebahagiaan di dalam pernikahan tidak ada maka akan menyebabkan keretakkan rumah tangga. 4 Kasus pernikahan di bawah umur, telah terjadi di wilayah Kota Surakarta dan Karanganyar. Berdasarkan data awal, perkawinan di bawah umur yang tercatat dari Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta dari bulan Januari hingga Agustus 2014 sebanyak 2 orang mempelai laki-laki dan 49 orang mempelai perempuan. Artinya, pernikahan di bawah umur di masyarakat masih saja terjadi. Kejadian ini terjadi, bukan karena pemerintah kurang aktif dalam mensosialisasikan peraturan perundang-undangan, dan juga bukan karena masyarakat tidak paham atas peraturan perundangan-undangan tersebut. Sosialisasi ketentuan perkawinan telah berulangkali disampaikan oleh pemerintah dalam hal ini KUA melalui kegiatan perkawinan itu sendiri, diantaranya dicantumkan dalam buku nikah maupun acara tausiah dalam upacara pernikahan. Hal ini menunjukkan bahwa, ketika peraturan jelas-jelas menentukan pasangan yang 4 Ahadan Solehin,. “Pengaruh Perkawinan di Bawah Umur Terhadap Perceraian Studi di Kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah ”, Jurnal Ilmiah, 2013. hendak melangsungkan perkawinan harus memenuhi umur yang telah ditentukan, namun kenyataanya tidak berjalan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan. Terjadinya perkawinan di bawah umur pada akhirnya membawa akibat dari perkawinan itu sendiri, baik akibat baik maupun akibat buruk. Akibat baiknya adalah terbinanya rumah tangga sebagaimana tujuan perkawinan, sedangkan akibat buruknya adalah terjadinya perceraian. Hal ini disebabkan, perceraian terjadi karena ada perkawinan. Perkawinan di bawah umur, melibatkan pasangan mempelai yang secara fisik maupun psikologis belum siap. Umur pada saat menikah berhubungan erat dengan pola rumah tangga yang akan dijalankan oleh pasangan suami istri. Perkawinan yang dijalani oleh pasangan yang belum matang atau belum semestinya dari sisi umur dan pasangan yang telah matang, tentu sangat berbeda. Kematangan umur secara umum berkait pula dengan kematangan secara mental dan pengalaman. Kematangan usia biasanya juga berkaitan dengan kematangan ekonomi. Kematangan ekonomi ini erat kaitannya dengan kemampuan mencari nafkah, khususnya bagi suami yang memang memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarga. Apa yang bisa diharapkan dari pasangan pengantin yang dari segi pengalaman bekerja masih minim dan belum terbiasa memikul tanggung-jawab keluarga. 5 Kesiapan psikis mental baik bagi laki-laki maupun perempuan tidak kalah penting dibanding kematangan fsik. Mengingat kehidupan keluarga tidak selamanya mulus dan ramah. Akan selalu ada problem dan kesulitan, baik yang 5 Moh Mukson, 2013, “Tradisi Perkawinan Usia Dini di Desa Tegaldowo Kabupaten Rembang Sebuah Refeksi Kehidupan Masyarakat Pedesaan ”, Jurnal Bimas Islam, Vol.6. No.1 2013, hal. 4. sifatnya internal maupun eksternal. Terlebih bagi laki-laki yang menjadi suami dan sekaligus sebagai imam rumah tangga, tentu dibutuhkan kematangan dan kedewasaan yang lebih, agar upaya membimbing dan memimpin keluarga bisa berjalan dengan sukses dan selamat, lebih-lebih saat keluarga menghadapi banyak ujian. 6 Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji tentang perceraian yang terjadi pada pasangan yang menikah di bawah umur, dalam penelitian dengan judul, PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN AKIBATNYA Studi Putusan Perceraian pada Pasangan di Bawah Umur di Pengadilan Agama Surakarta dan Pengadilan Agama Karanganyar.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Hak Pemeliharaan Dan Kewajiban Memberi Nafkah Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Di Kota Binjai (Studi Putusan Pada Wilayah Hukum Pengadilan Agama Binjai)

1 42 105

DISPENSASI PENGADILAN AGAMA DALAM PERKAWINAN DI BAWAH UMUR Dispensasi Pengadilan Agama Dalam Perkawinan Di Bawah Umur (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Karanganyar).

0 3 19

SKRIPSI Dispensasi Pengadilan Agama Dalam Perkawinan Di Bawah Umur (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Karanganyar).

0 2 13

PENDAHULUAN Dispensasi Pengadilan Agama Dalam Perkawinan Di Bawah Umur (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Karanganyar).

0 4 13

DAFTAR PUSTAKA Dispensasi Pengadilan Agama Dalam Perkawinan Di Bawah Umur (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Karanganyar).

0 2 4

PENDAHULUAN Pelimpahan Hak Asuh Anak di bawah Umur Akibat Perceraian (studi kasus Pengadilan Agama Surakarta).

0 2 11

NASKAH PUBLIKASI Pelimpahan Hak Asuh Anak di bawah Umur Akibat Perceraian (studi kasus Pengadilan Agama Surakarta).

0 2 17

PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DAN AKIBATNYA (Studi Putusan Perceraian pada Pasangan di Bawah Umur Perkawinan Di Bawah Umur Dan Akibatnya(Studi Putusan Perceraian pada Pasangan di Bawah Umur di Pengadilan Agama Surakarta dan Pengadilan Agama Karanganyar).

0 2 16

SKRIPSI Perkawinan Di Bawah Umur Dan Akibatnya(Studi Putusan Perceraian pada Pasangan di Bawah Umur di Pengadilan Agama Surakarta dan Pengadilan Agama Karanganyar).

0 1 14

DISPENSASI PENGADILAN AGAMA DALAM PERKAWINAN DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS PENGADILAN AGAMA PALU) Wahyuddin Arsyid Said Arsyad Ridwan

0 1 14