Penerapan Pembelajaran Konstruktif dalam Pelajaran PAI Terhadap Kemampuan Analisis Siswa (Penelitian Tindakan Kelas Teknik Active Debate)

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF
DALAM PELAJARAN PAI TERHADAP KEMAMPUAN
ANALISIS SISWA
(Penelitian Tindakan Kelas Teknik Active Debate)
di SMP Islam Plus Az-Zahra Pondok Petir

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan AgamaIslam (S.Pd.I)

Oleh:
Atun Purwati
Nim: 107011000833

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 H/1435 M


ABSTRAK

Atun Purwati
Pendidikan Agama Islam
107011000833
Penerapan Pembelajaran Konstruktif dalam Pelajaran PAI Terhadap
Kemampuan Analisis Siswa (Penelitian Tindakan Kelas Teknik Active
Debate) di SMP Islam Plus Az-Zahra Pondok Petir
Tujuan penelitian ini untuk menunjukkan adanya pengaruh penerapan
pembelajaran konstruktif terhadap kemampuan analisis siswa pada pelajaran
Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini dilakukan di SMP Islam Plus Az-Zahra
Pondok Petir, yang berlokasi di kelurahan Pondok Petir, kecamatan Bojongsari,
kota Depok dan dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2012.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas atau
classroom action researce (CAR), yang hanya terfokus pada satu kajian yang
berawal dari situasi alamiah kelas. Partisipan yang terlibat adalah siswa-siswi
kelas VIII A SMP Islam Plus Az-Zahra yang terdiri dari 20 orang siswa. Teknik
yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan tes dan non tes. Tes
yang diberikan dalam bentuk soal pilihan ganda dan non tes yang diberikan
dalam bentuk lembar observasi dan angket. Setelah data terkumpul dilakukan

pengolahan data dengan cara menganalisa data yang ada, lalu kemudian di
interpretasikan dengan mengacu pada kerangkan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran
konstruktif berpengaruh pada pelajaran Pendidikan Agama Islam pada mata
pelajaran Aqidah Akhlak dengan kompetesi dasar menerapkan akhlak terpuji
dalam pergaulan remaja. Hal ini ditunjukkan aktivitas guru dan siswa yang
mengalami peningkatan. Keterlaksanaan sintaks pembelajaran juga
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada siklus 3 mencapai 76%. Dengan
demikian penerapan pembelajaran konstruktif teknik active debate dapat
meningkatkan analisis belajar siswa yang diukur pada ranah kognitif tingkat
analisis. Hasil penghitungan angket juga menunjukkan nilai rata-rata dari
respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan teknik active debate
mencapai 65,1. Artinya, respon siswa terhadap penerapan pembelajaran
konstruktif teknik active debate termasuk dalam kategori sangat tinggi yaitu
sebesar 89,17%.

vi

KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim


Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Ilahi Robbi, Allah
Swt., Tuhan semesta alam yang telah menciptakan manusia dari segumpah darah,
sehingga manusia dapat hidup dengan cahaya ilmu dan pengetahuan. Shalawat
beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad Saw., yang
telah membimbing dan mendidik umatnya dengan ilmu dan akhlak menuju jalan
yang diridhoi oleh Allah Swt.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademis di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dalam rangka mencapai gelar S. Pd. I. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan
disana-sini, karenanya penulis mohon kritik dan saran dari pembaca agar menjadi
lebih baik lagi di masa mendatang. Penulis juga mendapatkan dukungan penuh
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu memberikan
dorongan moril maupun materil. Ucapan terimakasih tersebut penulis sampaikan
khususnya kepada:
1. Nurlena Rifa`i M.A Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
beserta staf yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag dan Marhamah Saleh Lc. M.A. Ketua

Jurusan PAI dan Wakil Jurusan PAI yang telah memberikan nasehat,
arahan

dan

kemudahan

dalam

penyusunan

skripsi

ini

serta

rekomendasinya untuk melakukan penelitian.
3. Bahrissalim M. Ag, pembimbing dalam penyusunan skripsi ini.
Terimakasih yang setulusnya penulis sampaikan atas apresiasi, nasehat,

motivasi dan bimbingannya kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik. Semoga Allah membalasnya dengan
pahala yang berlipat ganda atas keikhlasan dan kesabaran bapak dalam
membimbing skripsi ini.

vii

4. Seluruh dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah mengajarkan
ilmu yang bermanfaat, mendidik dan membimbing penulis selama kuliah
di UIN Jakarta. Mohon maaf karena tidak penulis sebutkan satu-persatu
disini.
5. Yudi Fitiriawan S. Ag., kepala sekolah SMP Islam Plus Az-Zahra Pondok
Petir serta seluruh dewan guru dan pegawai yang telah banyak membantu
penulis dalam memperoleh data dan informasi pada penelitian ini.
6. Yang tercinta ayahanda Puryadi bin Mangunsuradi dan ibunda Zaetun
binti Supari, adikku Lillia Ariffah Am. Keb dan semua kerabat yang tak
henti-hentinya memberikan motivasi dan serta do`a yang tulus demi
keberhasilan penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.
Dukungan moril dan materil, kasih sayang, nasehat serta bimbingan kalian
sangat bermanfaat bagi penulis. Semoga Allah Swt., membalasnya dengan

pahala yang berlipat ganda dan dicatat sebagai amal kebaikan bagi kita
semua.
7. Seseorang yang Allah pilihkan untukku, suamiku tersayang Sigro Nur Aji
Amd, beserta anakku tercinta Bayu

Aji Purnomo, terimakasih atas

semangat dan dukungan kalian.
8. Sahabat-sahabat di Jurusan Pendidikan Islam angkatan 2007, terimakasih
atas kerjasama, dukungan dan bantuan kalian semua yang selalu memberi
semangat kepada penulis.
Penulis hanya mendo`akan semua pihak yang telah berpartisipasi dan
membantu penulis dengan tulus dalam penyusunan skripsi ini semoga di catat
sebagai amal shalih oleh Allah Swt., dan akan dibalas dengan kebaikan yang
berlipat ganda. Tak lupa pula penulis juga mohon dibukakan pintu maaf yang
sebesar-besarnya jika dalam penulisan skripsi ini terdapat hal yang kurang
berkenan. Penulis sangat berharap agar skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian.
Jakarta, 20 Mei 2014


Penulis

viii

DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .........................

iii

LEMBAR PENGESAHAN UJI REFERENSI .......................................

iv

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .......................................

v


ABSTRAK .................................................................................................

vi

KATA PENGANTAR ...............................................................................

vii

DAFTAR ISI ..............................................................................................

ix

DAFTAR TABEL .....................................................................................

xii

BAB I

BAB II


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................

1

B. Identifikasi Masalah ......................................................

5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................

5

D. Tujuan Penelitian ..........................................................

7

E. Manfaat Penelitian ........................................................


7

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIK
A. Kajian Pustaka...............................................................

8

1. Pembelajaran Konstruktif .............................................

8

2. Kemampuan Berfikir atau Belajar Konstruktif .............

16

3. Kemampuan Analisis ....................................................

17

4. Teknik Active Debate ....................................................


20

5. Keterkaitan Antara Pembelajaran Konstruktif dengan
Kemampuan Analisis ....................................................

22

6. Aktivitas Guru ...............................................................

22

7. Aktivitas Siswa .............................................................

24

8. Pendidikan Agama Islam ..............................................

25

ix

BAB III

B. Kerangka Berfikir..........................................................

30

C. Peneliltian yang Relevan ...............................................

32

METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................

34

B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan atau Rancangan
Siklus Penelitian ............................................................

38

C. Subjek atau Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian .

37

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ...................

37

E. Tahapan Intervensi Tindakan ........................................

37

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan .................

39

G. Data dan Sumber Data ..................................................

39

H. Teknik Pengumpulan Data ............................................

39

I. Instrumen Penelitian......................................................

40

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi ..................

46

K. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis
Data ...............................................................................

49

L. Tindak lanjut atau Pengembangan Perencanaan
Tindakan........................................................................

BAB IV

50

DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL
ANALISIS, dan PEMBAHASAN
A. Deskripsi data ................................................................

51

B. Pemeriksaaan Keabsahan Data ......................................

52

C. Interpretasi Hasil Analisis Kegiatan Pembelajaran .......

52

D. Analisis Data .................................................................

70

E. Pembahasan Hasil Temuan............................................

72

F. Keterbatasan Peneliti .....................................................

74

x

BAB V

KESIMPULAN dan SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................

75

B. Saran .............................................................................

77

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

78

LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................

81

xi

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

No.

Nama Tabel dan Bagan

Hal.

1

Bagan 2.1. Proses Belajar Menurut Teori Kognitif

37

2

Bagan 3.1. Model Penelitian Tindakan Kelas

39

3

Tabel 3.1. Langkah-Langkah yang akan Dilakukan dalam Penelitian

41

4

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Tes Pilihan Ganda Konsep Akhlak Tercela

45

5

Tabel 3.3. Kisi-kisi Observasi

47

6

Tabel 3.4. Kisi-kisi Angket

49

7

Tabel 3.5. Persentase N-Gain

53

8

Tabel 4.1. Hasil Belajar Siswa pada Siklus 1

59

9

Tabel 4.2. Hasil Belajar Siswa pada Siklus 2

66

10

Tabel 4.3. Hasil Belajar Siswa pada Siklus 3

72

xii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Agama Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan Agama, diartikan sebagai suatu
kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia agamis dengan
menanamkan aqidah keimanan, amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang
terpuji untuk menjadi manusia yang taqwa kepada Allah swt.1
Pada prinsipnya pelajaran agama Islam membekali siswa agar
memiliki pengetahuan lengkap tentang hukum Islam dan mampu
mengaplikasikannya dalam bentuk ibadah kepada Allah. Dengan demikian
siswa dapat melaksanakan ritual-ritual ibadah yang benar menurut ajaran
Islam sesuai dengan ibadah yang dipraktekkan dan diajarkan Rasulullah
saw.
Amin Abdullah, menyoroti kegiatan pendidikan agama yang selama
ini berlangsung di sekolah. Ia mengatakan bahwa pendidikan agama
kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan
agama yang kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan
dalam diri siswa lewat berbagai cara, media, dan forum. Pembelajaran

1

M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam , (Jakarta : Ciputat
Pers, 2002),Cet. 1, h. 4.

1

2

lebih menitikberatkan pada aspek korespondensi tekstual yang lebih
menekankan hafalan teks-teks keagamaan.2
Pendidikan Agama Islam adalah salah satu bidang akademis yang
dapat dioptimalkan kemampuannya dengan motivasi dan kesadaran tinggi.
Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, seorang guru kerap kali
hanya terlihat sebatas menyampaikan dan menjelaskan dengan strategi dan
metode yang monoton, tanpa ada upaya menindak lanjuti kembali, apakah
seorang siswa telah memahami dan mampu mengaplikasikannya.
Penggunaan strategi dan metode yang monoton ini dapat menimbulkan
rasa bosan pada siswa.
Firman Allah QS. An-Nahl: 125

           
             
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”3
Hal diatas tersebut, mengakibatkan kemampuan berfikir seperti daya
kritis siswa tidak muncul dan dapat menurunkan hasil belajar siswa dalam
pelajaran Pendidikan Agama Islam. Pemahaman siswa yang kurang serta
ketidakmampuan siswa dalam mempraktekkannya membuat penilaian
terhadap hasil belajar siswa menjadi buruk. Berdasarkan hal tersebut, salah
satu kemampuan berpikir yang harus dilatihkan dalam kegiatan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah adalah kemampuan
analisis.
2

Muhaimin, et. al., Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 90.
3
Departemen Agama RI, Al-Hikmah: Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV
Penerbit Diponegoro, 2006), cet. 2, h. 281.

3

Kemampuan analisis merupakan tahap keempat pada ranah kognitif di
dalam taksonomi Bloom setelah pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi.
Kemampuan analisis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat
memecah dan menguraikan suatu kesatuan kedalam unsur-unsur yang lebih
kecil, kemudian dapat membandingkan dan mengkontradiksikan unsurunsur tersebut sehingga bisa diketahui susunan, urutan dan hubungan yang
terjadi diantara unsur-unsur tersebut.
Kemampuan analisis menjadi penting karena dalam kehidupan seharihari sangat banyak konsep-konsep pengetahuan yang harus dipahami.
Dengan kemampuan analisis inilah kita akan mampu memahami secara
detail dan rinci suatu konsep pengetahuan, sehingga nantinya kita dapat
betul-betul paham mengenai konsep tersebut.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan analisis siswa adalah dengan pemilihan dan penggunaan
strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu strategi pembelajaran yang
mungkin

dapat

digunakan

adalah

pembelajaran

konstruktivisme

(constructivist theory). Pembelajaran ini dirancang untuk membangun
pengetahuan siswa atau konsep secara aktif, berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam proses pembelajaran
ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuan yang diterimanya dengan
pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru.4Menurut
pandangan

konstruktivisme

bergantunglingkungan

atau

keberhasilan
kondisi

belajar

belajar

bukan

melainkan

juga

hanya
pada

pengetahuan awal siswa. Pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara
utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa
sendiri melalui pengalaman nyata, hal ini sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh Piaget yaitu belajar merupakan proses adaptasi terhadap
lingkungan yang melibatkan asimilasi, yaitu proses bergabungnya stimulus

4

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan Dalam PBM di SD, (Bandung: Upi
Press, 2007), h. 126.

4

kedalam struktur kognitif.5 Bila stimulus baru tersebut masuk kedalam
struktur kognitif diasimilasikan, maka akan terjadi proses adaptasi yang
disebut kesinambungan dan struktur kognitif menjadi bertambah.
Pembelajaran konstruktif diharapkan agar siswa mampu bertanggung
jawab terhadap pembelajaran mereka sendiri dan mampu menyelesaikan
masalah serta berusaha untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka
berdasarkan pengalamannya. Adapun guru menjadi mitra belajar bagi para
peserta didik dan bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang dapat
mendorong motivasi dan tanggung jawab peserta didik dalam suasana yang
menyenangkan dan tidak kaku sehingga pembelajaran akan mudah
dipahami dan berpusat pada peserta didik. Selain itu guru pun harus
menjadi mitra yang aktif, menghargai dan menerima pemikiran siswa, dan
guru harus menguasai materi pembelajaran secara mendalam.
Dengan kata lain, pembelajaran konstruktif ini menekankan pada
analisis

siswa

untuk

mengkonstruk

pengetahuan

mereka

sendiri.

Pembelajarannya yang berpusat pada siswa membantu siswa untuk
membangun pengetahuan baru dari pengetahuan yang telah diterimanya
atau dari pengetahuan awal siswa. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya
bahwa pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran
guru ke siswa, namun secara aktif dibangun sendiri oleh siswa melalui
pengalaman nyata.
Pada prosesnya, pembelajaran konstruktif memanfaatkan media yang
sesuai dengan materi, metode mengajar yang digunakan pun berdasar pada
asumsi bahwa setiap pelajar mempunyai cara sendiri untuk mengerti,
karena itu mereka perlu menemukan cara belajar yang tepat untuk dirinya
masing-masing. Berdasarkan konteks ini, maka tidak ada satupun metode
mengajar yang tepat, sehingga sangat mungkin guru mempertimbangkan
penggunaan metode yang variatif untuk membantu siswa dalam belajar.

5

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan Dalam…, h. 125.

5

Selain itu, kelompok belajar dapat dikembangkan, mengingat pengetahuan
dibentuk baik secara individual maupun sosial.
Dengan demikian, penyelenggaraan pembelajaran konstruktif diduga
dapat mempengaruhi hasil belajar pada pelajaran pendidikan Agama Islam.
Setelah melihat uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan di
atas, maka penulis tertarik untuk menyusun proposal skripsi ini dengan
judul “Penerapan

Pembelajaran Konstruktif dalam Pelajaran PAI

Terhadap Kemampuan Analisis Siswa (Penelitian Tindakan Kelas
Teknik Active Debate) Di SMP Islam Plus Az-Zahra Pondok Petir”.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1.

Menurunnya hasil belajar siswa.

2.

Kemunculan rasa bosan siswa akibat metode pembelajaran yang
monoton.

3.

Penggunaan metode pembelajaran kurang variatif.

4.

Daya kritis siswa tidak muncul.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka penelitian ini hanya
dibatasi pada
a. Penggunaan pembelajaran konstruktif dengan teknik Active
Debate.
b. Pembelajaran konstruktif yang diteliti adalah aktifitas guru sebagai
fasilitator dan mediator serta aktifitas siswa dalam eksplorasi dan
elaborasi mata pelajaran PAI.
c. Hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar ranah kognitif tingkat
analisis. Dan kemampuan siswa pada tingkat afeksi.

6

d. Pengertian meningkatkan kemampuan analisis yang dimaksud
dalam penelitian ini yaitu adanya selisih positif antara skor ratarata post test dengan skor rata-rata pre test pada tes kemampuan
analisis.
e. Pembelajaran PAI disini untuk:
1). Mata Pelajaran

: AqidahAkhlak

2). KompetensiDasar

: Menghindari akhlak tercela dalam
Pergaulan remaja.

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas
maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran PAI
dengan menggunakan teknik active debate pada sub pokok
menerapkan akhlak terpuji dalam pergaulan remaja?
b. Bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran PAI dengan
menggunakan

teknik

active

debate

pada

sub

pokok

menerapkan akhlak terpuji dalam pergaulan remaja?
c. Bagaimana

keterlaksanaan

sintaks

pembelajaran

selama

pembelajaran PAI berlangsung dengan menggunakan teknik
active debate pada sub pokok menerapkan akhlak terpuji dalam
pergaulan remaja?
d. Apakah teknik active debate dapat meningkatkan kemampuan
analisis siswa?

7

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
a. Untuk menunjukkan adanya pengaruh atau tidak pada penerapan
pembelajaran konstruktif terhadap analisis kemampuan siswa pada
pelajaran Pendidikan Agama Islam.
b. Mengetahui hasil kemampuan analisis siswa pada pelajaran
Pendidikan

Agama

Islam

setelah

penerapan

pembelajaran

konstruktif.
c. Mengetahui

aktivitas

siswa

selama

proses

pembelajaran

konstruktif.
a. Bagi pihak lain, diharapkan dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat yang diantaranya:
b. Bagi penulis, dapat menjadi wahana ilmiah dalam mengaplikasikan
kemampuan yang diperoleh selama menjalani perkuliahan dan
dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh pembelajaran
konstruktif terhadap hasil belajar siswa.
c. Bagi guru Pendidikan Agama Islam, diharapkan hasil dari
penelitian ini dapat menjadi alternatif dalam memilih jenis
pembelajaran yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dan
bagi siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman baru dalam
belajar yang lebih aktif hingga termotivasi dalam memahami dan
mengaplikasikan pelajaran Pendidikan Agama Islam.
d. Bagi guru Pendidikan Agama Islam, dapat dijadikan landasan pijak
bagi guru atau sebagai acuan dalam menggunakan model
pembelajaran untuk pengajaran Pendidikan Agama Islam.
e. Bagi

Sekolah,

dapat

dijadikan

informasi

untuk

mengambilkebijakan tentang penggunaan model pembelajaran di
sekolah.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran Konstruktif
a. Pengertian Pembelajaran
Belajar memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Manusia terlahir sebagai makhluk lemah yang tidak mampu
berbuat apa-apa serta tidak mengetahui apa-apa. Akan tetapi melalui
proses belajar dalam fase perkembangannya, manusia bisa menguasai
berbagai skill (kemahiran/ketrampilan), maupun pengetahuan.
Terkait dengan definisi dari kata belajar, ada beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya menurut Morgan yang
dikutip oleh M. Ngalim Purwanto mengemukakan “Belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai
suatu hasil latihan atau pengalaman”. 1
Fadilah Suralaga membedakan definisi belajar ke dalam dua macam
pendapat.
Pertama, pendapat tradisional mengemukakan bahwa belajar
adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan, disini
yang dipentingkan adalah pendidikan intelektual. Kedua, pendapat
para ahli pendidikan modern yang merumuskan perbuatan belajar
sebagai suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri

1

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 84.

8

9

seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang
baru berkat pengalaman dan latihan.2
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan belajar yakni
suatu perubahan tingkah laku yang menyangkut perubahan fisik, psikis
yang mencangkup perubahan dalam tingkah laku, perbuatan, sikap,
keterampilan ataupun kecakapan sebagai akibat pengalaman dan latihan.
Atau dengan kata lain belajar selalu berkaitan dengan perubahanperubahan pada diri orang yang belajar.

b. Konsep Pembelajaran Konstruktif
“Pembelajaran

konstruktif

merupakan

suatu

pembelajaran

berdasarkan kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar”.3 Siswa
membangun pengetahuan mereka dengan menguji ide-ide dan pendekatan
berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, mengaplikasikannya
kepada situasi baru dan mengintegrasikan pengetahuan baru yang
diperoleh dengan membangun intelektual yang sebelumnya ada.
Konsep pembelajaran konstruktif, bukan kegiatan memindahkan
pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar
berarti partisipasi dengan pelajar dalam mengkonstruksi pengetahuan,
membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis, dan
mengadakan justifikasi. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.
Mengajar dalam konteks ini adalah membantu seseorang berpikir secara
benar dengan membiarkannya berpikir sendiri. Dalam kegiatan mengajar
penyediaan prasarana dan situasi yang memungkinkan dialog secara kritis
perlu dikembangkan.

2

Fadhilah Suralaga, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005), h. 62.
3
Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan Dalam PBM di SD, (Bandung: Upi Press,
2007), hal. 125.

10

Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks,
dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses
mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang
dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga
pengertiannya dikembangkan.
Didi Sutardi dan Encep Sudirjo mengemukakan proses tersebut,
antaralain bercirikan:
1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa
dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami.
Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia
punyai.
2) Konstruksi arti itu adalah proses yang terus menerus. Setiap kali
berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan
rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.
3) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih
suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang
baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan
merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang
menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran
seseorang.
4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema
seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih
lanjut. Situasi ketidak seimbangan atau disequilibrium adalah
situasi yang baik untuk memacu belajar.
5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia
fisik dan lingkungannya.
6) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui
si pelajar: konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang
mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari. 4
Tujuan pengajaran kontruktif lebih menekankan pada perkembangan
konsep dan pengertian atau pengetahuan yang mendalam sebagai hasil
konstruksi aktif si pelajar. Ini berbeda dengan behaviorisme yang
menekankan keterampilan sebagai tujuan pengajaran. Lebih lanjut Paul
Suparno yang dikutip oleh Didi Sutardi dan Encep Sudirjo menyatakan
bahwa “menurut konstruktivisme jika seseorang tidak mengkonstruksikan

4

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan Dalam…, hal. 127.

11

pengetahuannya sendiri secara aktif, meskipun ia berumur tua,
pengetahuannya akan tetap tidak berkembang”.5
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, metode mengajar yang
digunakan pada model konstruktif, berdasarkan pada asumsi bahwa setiap
pelajar mempunyai cara sendiri untuk mengerti, karena itu mereka perlu
menemukan cara belajar yang tepat untuk dirinya masing-masing.
“Mereka memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu
sendiri”. 6 Berdasarkan konteks ini, maka tidak ada satupun metode
mengajar yang tepat, sehingga sangat mungkin guru mempertimbangkan
penggunaan metode yang variatif untuk membantu siswa dalam belajar.
Selain itu, kelompok belajar dapat dikembangkan, mengingat pengetahuan
dibentuk baik secara individual maupun sosial.
Sehingga konsep pembelajaran menurut teori konstruktivisme adalah
suatu proses pembelajaran yang mengondisikan siswa untuk melakukan
proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan
baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus
dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong
siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang
bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peran
siswa untuk dapat membangun constructive habits of mind. Agar siswa
memiliki kebiasaan berfikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap
belajar.
Peran guru dan siswa dalam pembelajaran model konstruktif, dalam
kegiatan mengajar guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang
membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. 7 Bagi siswa,
guru berfungsi sebagai mediator, pemandu, dan sekaligus teman belajar.
Dalam hal ini, guru dan siswa lebih sebagai mitra yang bersama-sama

5

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan Dalam…, hal. 127.
M. Sukardjo, dkk, Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2009), h. 55.
7
Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan Dalam…, h. 128.
6

12

membangun pengetahuannya. Guru juga hanya menyediakan pengalaman
belajar,

menyediakan

merangsang

keinginan

atau

memberikan

tahuan

dan

kegiatan-kegiatan

membantu

mereka

yang
untuk

mengekspresikan gagasannya. Serta guru memonitor, mengevaluasi, dan
menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak. Adapun siswa,
dituntut aktif belajar dalam rangka mengkonstruksi pengetahuannya,
karena itu siswa sendirilah yang harus bertanggung jawab atas hasil
belajarnya.

c. Landasan Teori Pembelajaran Konstruktif
Konstruktivisme

merupakan

aliran

filsafat

pengetahuan

yang

menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita
sendiri. “Konstruktivisme menawarkan paradigma baru dalam dunia
pembelajaran yaitu menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam
proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar mandiri, dan
perlunya

siswa

memiliki

kemampun

untuk

mengembangkan

pengetahuannya sendiri”.8
Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan
abad 20. “Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak
kecik sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya
sendiri”.9
Menurut pandangan teori konstruktivistik, belajar merupakan
proses aktif dalam diri pembelajar untuk mengonstruksi arti (teks, dialog,
pengalaman fisik, dan lain-lain). Belajar merupakan proses
mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman baru atau bahan baru
dari pelajaran yang sedang dibahas dengan pengetahuan yang sudah
dimiliki oleh pembelajar sehingga pengertiannya dikembangkan.10

8

Elvi
Junaidi,
Teori
Pembelajaran
Konstruktivisme,
Tersedia:
http://kejuruanpascaunp.blogspot.com/2010/12/teori-pembelajaran-konstruktivisme_8609.html,
Diposting pada: Desember 2010, 14.02.
9
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2010), cet.7, h.124.
10
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), cet. 5, h.
22.

13

Jadi pembelajaran konstruktif merupakan suatu teori pembelajaran
yang menekankan murid mengembangkan sendiri pengetahuan atau
konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang ada.
Dalam proses ini, murid akan menyesuaikan pengetahuan yang diterima
dengan pengetahuan yang ada untuk memperoleh pengetahuan baru
dengan bantuan interaksi sosial dengan guru dan rekannya.

d. Ciri-Ciri Pembelajaran Konstruktif
Ciri-ciri pembelajaran konstruktif berdasarkan pada pengertian
pembelajaran konstruktif yaitu suatu faham pembelajaran dimana siswa
membangun

pengetahuan

atau

konsep

secara

aktif,

berdasarkan

pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, maka ciriciri dalam kegiatan pembelajaran konstruktif adalah:
1) Mengutamakan ide dan permasalahan yang datang dari siswa dan
menggunakannya
sebagai
panduan
untuk
merancang
pembelajaran.
2) Mengutamakan inisiatif siswa untuk bertanya dan berdialog
dengan guru.
3) Proses pembelajaran sama pentingnya dengan hasil pembelajaran
4) Mengutamakan pembelajaran kooperatif. Untuk membangun
pengetahuan dan meningkatkan keterampilan pemecahan
masalah, belajar bekerjasama dan membina kebersamaan.
5) Mengutamakan dan memelihara inisiatif, kreativitas dan
autonomi murid, hal ini penting untuk menciptakan kondisi
pembelajaran yang bernuansa “raport” dan bermakna bagi siswa.
Menumbuhkan kepercayaan dan sikap positif yang dibawa oleh
murid.
6) Mengutamakan proses inkuiri melalui kajian dan eksperimen
yang dilakukan oleh siswa.
7) Membekali siswa untuk membantu mengkaji cara mempelajari
suatu ide.
8) Memberi peluang kepada siswa untuk membangun pengetahuan
baru, dengan memahaminya melalui pandangan siswa terhadap
situasi dunia nyata atau kehidupan sehari-hari.11
Menurut Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, model pembelajaran
konstruktif
11

memiliki

beberapa

karekteristik,

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan Dalam…, h. 132.

antara

lain

proses

14

pembelajaran yang top-down, pembelajaraan kooperatif, pembelajaran
generatif, pembelajaran penemuan, pembelajaran dengan pengaturan diri
dan scaffolding.
1) Proses top-down, model konstruktif lebih menekankan pada
pembelajaran top-down. Artinya siswa mulai belajar dengan
masalah-masalah yang lebih kompleks untuk dipecahkan atau
dicari solusinya dengan bantuan guru.
2) Pembelajaran kooperatif, siswa lebih mudah menemukan
dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling
mendiskusikan dengan temannya.
3) Pembelajaran generatif atau generatif learning, mengajarkan
siswa dengan metode spesifik untuk melakukan kerja mental
menangani informasi baru, dan memberikan sumbangan
kepada hasil belajar siswa dan ingatan siswa.
4) Pembelajaran dengan penemuan atau discovery learning,
siswa didorong untuk belajar secara aktif, melakukan proses
penguasaan konsep, dimana guru mendorong siswa untuk
memperoleh pengalaman dan melakukan percobaan, yang
memungkinkan mereka menemukan konsep sendiri.
5) Pembelajaran dengan pengaturan diri atau self regulated
learning, pendekatan konstruktif memiliki visi bahwa siswa
adalah sosok ideal, yaitu seseorang yang mampu mengatur
dirinya sendiri atau self regulated learner yang memiliki
pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana
serta kapan menggunakan pengetahuan itu.
6) Scaffolding. Dalam assisted learning, guru adalah agen
budaya yang bertugas memandu pembelajaran sehingga
siswa mampu dan memungkinkan berkembangnya
kemampuan belajar mandiri. 12
Berdasarkan

uraian

tentang

karakteristik

model

pembelajaran

konstruktif tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
konstruktif memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Mempertimbangkan bahwa pengetahuan awal siswa sangat
berperan dalam pengalaman belajar mereka.
2) Pembelajaran dipandang sebagai proses transformasi konsepsi
yang menyebabkan terjadinya perubahan konseptual pada diri
siswa.
12

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan Dalam…, h. 133.

15

3) Perubahan konseptual dalam belajar akan terjadi secara efektif jika
tersedia konteks yang mendukung siswa.

e. Tahap Kegiatan Pembelajaran Konstruktif
Kegiatan pembelajaran konstruktif

dapat ditempuh melalui lima

tahapan kegiatan, mencangkup: orientasi; elicitase; restrukturisasi ide;
penggunaan ide dalam banyak situasi; dan review. 13 Sebagaimana yang
dikembangkan oleh Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, berikut penjelasan
dari masing-masing tahapan kegiatan, antara lain:
1) Tahap orientasi, siswa diberi kesempatan untuk mengadakan observasi
terhadap topik yang hendak dipelajarinya.
2) Tahap elicitasi, siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara
jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain.
3) Langkah restrukturisasi ide, sebagai berikut:
a) Klasifikasi ide yang dikontraskan dengan ide-ide orang lain,
atau

teman,

lewat

diskusi

dapat

merangsang

untuk

merekonstruksi gagasannya, cocok atau tidak.
b) Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu
idenya bertentangan dengan ide lain.
c) Mengevaluasi

ide

barunya

dengan

eksperimen.

Kalau

dimungkinkan, ada baiknya bila gagasan baru dibentuk itu diuji
dengan suatu percobaan atau persoalan yang baru.
4) Langkah penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan
yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacammacam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan
siswa lebih lengkap dan bahkan lebih rinci.
5) Langkah review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi pada situasi
yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi idenya entah
dengan menambahkan keterangan ataupun melengkapi idenya.
13

Didi Sutardi dan Encep Sudirjo, Pembaharuan Dalam…, h. 136.

16

2. Kemampuan Berfikir atau Belajar Konstruktif
“Proses belajar adalah proses psikologis”14, sebuah proses yang tidak
tampak dari luar dan hanya bisa terlihat dari hasil yang diperoleh dari
belajar. Seperti ketika siswa membaca buku pelajaran, disekelilingnya
hanya melihat siswa itu belajar, tetapi tidak melihat proses yang terjadi
ketika dia sedang membaca buku. Hasil dari belajar diperoleh dari
pengetahuan siswa tentang isi buku tersebut, apakah siswa itu paham,
mengerti dan mempunyai beberapa pertanyaan dari isi buku tersebut.
Dalam proses pembelajaran, terdapat beberapa aliran yang mewarnai
sepak terjang dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah aliran
pendidikan yang dipengaruhi teori pembelajaran konstruktif. Seperti yang
telah dibahas sebelumnya, konsep ini menghendaki agar anak didik untuk
dapat secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan dari ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kemudian menciptakan pengetahuan baru
yang menuntut adanya sebuah keaktifan dan kekreatifan sehingga dapat
mendorong

peserta

didik

untuk

bisa

berpikir

kemudian

dapat

mendemonstrasikannya.
Hal di atas sejalan dengan pendapat Radno Harsanto,
Belajar merupakan proses aktif dalam diri pembelajar untuk
mengonstruksi arti (teks, dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain).
Belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan
pengalaman baru atau bahan baru dari pelajaran yang sedang dibahas
dengan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh pembelajar sehingga
pengertiannya dikembangkan.15
Radno Harsanto berpendapat bahwa “strategi dasar konstruktif adalah
meaningful learning. Maksudnya adalah apa yang terlihat (sigt) belum
tentu sama dengan apa yang diterima (perceived) karena penerimaan kita
atas suatu peristiwa sosial bukanlah satu proses transmisi yang bersahaja
dan langsung menjadi pengetahuan”. 16
14

Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas…, h. 21.
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas …, h. 22.
16
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas…, h. 22.

15

17

Maksudnya

adalah

model

pembelajaran

konstruktif

harus

memperlihatkan bahwa pembelajaran merupakan proses aktif dalam
membuat sebuah pengalaman menjadi masuk akal dan proses ini sangat
dipengaruhi oleh apa yang sudah diketahui orang sebelumnya. Dalam
artian, pengetahuan dibentuk oleh struktur konsep seseorang sewaktu ia
berinteraksi dengan lingkungannya dan guru tidak hanya

memberi

pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri
pengetahuannya. Sehingga pembelajaran yang konstruktif melibatkan
proses mengalami, pertukaran pikiran, dan interpretasi.

3. Kemampuan Analisis
a. Definisi Kemampuan Berpikir
Kemampuan berfikir dapat didefinisikan sebagai proses kognitif yang
dipecah-pecah ke dalam langkah-langkah nyata yang kemudian digunakan
sebagai pedoman berpikir. Satu contoh kemampuan berpikir adalah
menarik kesimpulan inferring, yang didefinisikan sebagai kemampuan
untuk menghubungkan berbagai petunjuk (clue) dan fakta atau informasi
dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk membuat suatu prediksi
hasil akhir yang terumuskan. Untuk mengajarkan kemampuan berpikir
manarik kesimpulan tersebut, pertama-tama proses kognitif harus dipecah
kedalam langkah-langkah sebagai berikut :
1) mengidentifikasikan pertanyaan atau fokus kesimpulan yang akan
dibuat;
2) mengidentifikasi fakta yang diketahui;
3) mengidentifikasi pengetahuan yang relevan yang telah diketahui
sebelumnya;
4) membuat perumusan prediksi hasil akhir.
Terdapat tiga istilah yang berkaitan dengan kemampuan berfikir, yang
sebenarnya cukup berbeda; yaitu berpikir tingkat tinggi (high level
thinking), berfikir kompleks (complek thinking, dan berpikir kritis (critical
thinking). Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak
dibutuhkan pada proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term

18

memory. Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, berpikir tingkat tinggi
meliputi analisis, sintesis dan evaluasi. Berpikir komplek adalah proses
kognitif yang melibatkan banyak tahapan atau bagian-bagian. Berpikir
kritis adalah salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke
satu titik. Lawan dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif, yaitu jenis
berpikir divergen, yang bersifat menyebar dari satu titik.17
b. Definisi Kemampuan Analisis
Di dalam taksonomi Bloom, pendidikan dibagi menjadi beberapa
ranah, yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective
domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Ranah kognitif
berisi perilaku-perilaku yang menekankan pada aspek intelektual dan
dibagi

menjadi

6

yaitu:

pengetahuan

(knowledge),

pemahaman

(compherhension), penerapan atau aplikasi (aplication), analisis (analysis),
sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
Kemampuan analisis merupakan tingkat keempat pada ranah kognitif
di dalam taksonomi Bloom setelah pengetahuan, pemahaman dan aplikasi.
Berikut ini pendapat beberapa para ahli tentang definisi kemampuan
analisis:
1) Menurut S. Nasution
“Kemampuan analisis adalah menguraikan suatu keseluruhan dalam
bagian-bagian untuk melihat hakikat bagian-bagiannya serta hubungan
antara bagian-bagian itu”.18
2) Menurut Sukardi
“Kemampuan

analisis

adalah

menganalisa,

membandingkan

dan

mengontraskan”.19
3) Menurut Nana Sudjana
Kemampuan analisis adalah usaha memilah suatu integritas
menjadi unsur-unsur sehingga jelas susunanya. Analisis merupakan
kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari tiga
17

Joko Sutrisno, Menggunakan Keterampilan Berpikir untuk
Meningkatkan Mutu
Pembelajaran,, Tersedia: http://joko.tblog.com/post/1969986616, diposting pada: April 2008,
11:11.
18
S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet Ke-5, h. 49
19
Sukardi, Evaluasi Pendidikan dan Prinsip Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h.
75.

19

tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai
pemahaman yang komprehensif dan dapat memilih integritas
menjadi bagian-bagian yang terpadu.20
4) Menurut Oemar Hamalik
“Kemampuan analisis adalah menunjuk kepada abilitet untuk merinci
bahan menjadi komponen-komponen atau bagian-bagian agar struktur
organisasinya dapat dimengerti”.21
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, kemampuan analisis
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat memecah dan
menguraikan suatu kesatuan ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil
kemudian dapat membandingkan dan mengkontradiksikan unsur-unsur
tersebut sehingga bisa diketahui susunan, urutan dan hubungan-hubungan
yang terjadi di unsur-unsur tersebut.

c. Ciri-Ciri Kemampuan Analisis
Berikut ini adalah ciri-ciri kemampuan berpikir analisis menurut
beberapa ahli.
Menurut Nana Sudjana ciri-ciri kemampuan analisis yakni:
1) Dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau
pertanyan-pertanyaan dengan menggunakan kriteria analitik
tertentu.
2) Dapat meramalkan sifat-sifat khusus tertentu yang tidak
disebutkan secara jelas.
3) Dapat meramalkan kualitas, asumsi, dan kondisi yang
implisit atau yang perlu ada berdasarkan kriteria hubungan
materinya.
4) Dapat mengetengahkan pola, tata, atau pengaturan menteri
dengan menggunakan kriteria seperti relevansi, sebab akibat,
dan penuntunan.
5) Dapat mengenal organisasi, prisip-prinsip organisasi, dan
pola-pola materi yang dihadapinya.
6) Dapat meramalkan sudut pandangan, kerangka acuan dan
tujuan materi yang dihadapinya.22
20

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Rosda Karya,
2005), h.29
21
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2004), h.37

20

Menurut Prof. Oemar Hamalik yang termasuk dalam kemampuan
berpikir analisis adalah mengidentifikasikan bagian-bagian, mengkaji
hubungan antara bagian-bagian, dan mengenali prinsip-prinsip organisasi
yang terlihat.23
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, secara garis besar ciri-ciri
kemampuan analisis adalah sebagai berikut:
1) Dapat merinci suatu kesatuan kedalam unsur-unsur yang lebih kecil.
2) Dapat mengetahui sifat-sifat dari unsur-unsur tersebut.
3) Dapat mengkaji hubungan yang terjadi antara unsur-unsur tersebut.
4) Dapat mengenali pola dan prinsip-prinsip organisasi yang tersusun.
5) Dapat mencari informasi tambahan yang relevan.

4. Teknik Active Debate
a. Pengertian Teknik Active Debate
Debat adalah pembahasan atau pertukaran pendapat mengenai suatu
hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat
masing-masing.24
Teknik active debate adalah sebuah strategi untuk suatu
perdebatan yang secara aktif melibatkan setiap peserta didik dalam
kelas, bukan hanya orang-orang yang terlibat.25
Menurut Mel Silbermen, active debate masuk kedalam
stimulating class discussion atau strategi untuk merangsang diskusi
kelas. Terlalu sering seorang guru mencoba merangsang diskusi
kelas namun yang dijumpai hanya keheningan yang tidak
menyenangkan ketika para peserta didik bertanya-tanya siapa yang
berani bicara pertama. Memulai suatu diskusi tidak berbeda dengan
memulai suatu pelajaran yang disampaikan dengan ceramah. Yang
harus dilakukan pertama kali adalah membentuk minat. 26
22

Nana Sudjana, Penilaian Hasil ..., h.29
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran ..., h.37
24
Jerry
Jeje,
Pengertian
Debat_Prosedur
Debat,
Tersedia:
http://stkipbsiktb.wordpress.com/2011/06/10/pengertian-debat_prosedur-debat/, diposting pada: 10
Juni 2011.
25
Mel Silberman, Active Learnig: ..., h. 128
26
Mel Silberman, Active Learnig: 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani, 2007), cet. 6, h. 127
23

21

Seperti yang dikatakan Martinis Yamin, “Metode diskusi merupakan
interaksi antara siswa dan siswa atau siswa dengan guru untuk
menganalisis, memecahkan masalah, menggali atau memperdebatkan topik
atau

permasalahan

tertentu”. 27 Berbagai strategi itu meskipun akan

membuat suasana menjadi panas, tetapi pertukaran pendapat dapat diatur
antara peserta didik. Seluruh strategi tersebut dirancang agar setiap peserta
didik terlibat. Salah satu strategi membentuk minat adalah dengan teknik
active debate (perdebatan aktif).

b. Prosedur Pelaksanaan Active Debate
Prosedur pelaksanaan yang berlaku dalam active debate, seorang guru
dituntut untuk mengembangkan suatu pertanyaan yang berkaitan dengan
sebuah isu argumensial yang berkaitan dengan mata pelajaran. Kemudian
seorang guru membagi kelas menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pro
dan kontra. Selanjutnya buatlah dua atau empat sub-kelompok di dalam
masing-masing tim debat itu. Guru memberikan sebuah daftar argumen
yang harus mereka diskusikan. Pada akhir diskusi, guru menyuruh tiaptiap sub kelompok untuk memilih seorang juru bicara. Mulailah
perdebatan dengan menyuruh para juru bicara itu menyampaikan
pandangan-pandangan mereka. Juru bicara ditempatkan berhadapan satu
sama lain, memberikan “counter argument”. Ketika perdebatan berlanjut
guru mendorong peserta didik lainnya mencatat berbagai argumen atau
bantahan yang akan disarankan. Hendaknya juga guru mendorong mereka
dengan sambutan applaus terhadap argumen dari para wakil tim debat
mereka. Ketika menurut guru sudah cukup untuk mengakhiri perdebatan,
gabungkan kembali seluruh kelas dengan lingkaran penuh. Diskusikan
kembali seluruh kelas tentang persoalan dari pengalaman yang didapatkan

27

Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada
Press, 2009), cet. 6, h. 69.

22

dari debat tersebut dan mintalah peserta didik mengidentifikasi argumenargumen terbaik yang dibuat oleh dua kelompok tersebut.

5. Keterkaitan Antara Pembelajaran Konstruktif dengan Kemampuan
Analisis
“Dilihat dari aspek psikologis, pembelajaran berbasis masalah
bersandarkan pada psikologi kognitif”.

28

Disamping itu pembelajaran

konstruktif tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa seperti pada pembelajaran langsung
dan ceramah, tetapi pembelajaran konstruktif dikembangkan untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, keterampilan
intelektual, dapat membangun sendiri pengetahuannya, dan menjadi siswa
yang mandiri. Berdasarkan hal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
pembelajaran konstruktif adalah salah satu dari beberapa strategi
pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan ranah kognitif siswa.
Salah satu aspek didalam ranah kognitif adalah kemampuan analisis.

6. Aktivitas Guru
Dalam proses belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk
mendorong, membimbing, dan memberikan fasilitas belajar bagi siswa
untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat
segala sesuatu yang terja didalam kelas untuk membantu proses
perkembangan siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan
salah satu dari berbagai aktivitas guru dalam pembelajaran sebagai suatu
proses dinamis dalam segala fase dan proses perkembangan siswa.
Sedangkan tugas guru menurut Uzer Usman meliputi “mendidik,
mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan
nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu

28

Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl, Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran,
Pengajaran, Dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Blo

Dokumen yang terkait

Penerapan Metode Proyek Guna Meningkatkan Keaktifan Siswa Dalam Pembelajaran PAI (Penelitian Tindakan Kelas di SMK Islam Ruhama Cireundeu, Ciputat)

1 17 233

Penerapan pembelajaran aktif metode card sort pada materi PAI dalam meningkatkan hasil belajar siswa di SMP Darul Ma'arif Jakarta Selatan

1 13 168

Penerapan Model Pembelajaran Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis siswa

2 22 286

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA IPS MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE DEBATE PADA Peningkatan Kemampuan Berbicara IPS Melalui Strategi Pembelajaran Active Debate Pada Siswa Kelas IV SDN Agungmulyo Tahun Pelajaran 2013/ 2014.

0 1 17

PENDAHULUAN Peningkatan Kemampuan Berbicara IPS Melalui Strategi Pembelajaran Active Debate Pada Siswa Kelas IV SDN Agungmulyo Tahun Pelajaran 2013/ 2014.

0 1 5

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA IPS MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE DEBATE PADA Peningkatan Kemampuan Berbicara IPS Melalui Strategi Pembelajaran Active Debate Pada Siswa Kelas IV SDN Agungmulyo Tahun Pelajaran 2013/ 2014.

0 1 12

PENINGKATAN KEMAMPUAN VOCABULARY DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI TEKNIK PETA PIKIRAN (MIND MAPPING) Peningkatan Kemampuan Vocabulary Dalam Mata Pelajaran Bahasa Inggris melalui Teknik Peta Pikiran (Mind Mapping) pada Siswa Kelas V SDN 03 Sumb

0 0 15

PENERAPAN TEKNIK ACTIVE DEBATE (PERDEBATAN AKTIF) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA : Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas XI SMA PGRI I Bandung Tahun Ajaran 2010-2011.

3 8 47

Upaya peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi kelas X5 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta melalui penerapan metode pembelajaran Active Learning tipe Active Debate.

0 3 201

Penerapan Metode Active Debate Dalam Pembelajaran Mata Kuliah

0 0 1