Pertumbuhan dan Perkembangan Dikia Rabano

5.1.4 Kesenian

Masyarakat desa Sialang sudah lama mengenal musik, dan biasanya musik tersebut dikenal dengan istilah bunyi-bunyian. Jenis musik vokal masyarakat desa Sialang mengenal beberapa jenis kesenian seperti: dendang, randai, saluang dendang, dikia rabano dan qasidah. Khusus untuk Dikia Rabano mendapat tempat yang istimewa dihati masyarakat desa Sialang dan dalam berbagai acara adat maupun agama selalu menyertakan kesenian Dikia Rabano untuk memeriahkan acara tersebut. Untuk jenis musik instrumen, masyarakat desa Sialang mengenal saluang alat musik tiup, rabano alat musik pukul, bansi alat musik tiup, sarunai alat musik tiup, pupuik alat musik tiup, gandang alat musik pukul, dan talempong alat musik pukul.

5.2 Keberadaan Dikia Rabano

Dikia Rabano adalah salah satu bentuk media dakwah untuk menyiarkan agama Islam yang ada di Minangkabau. Dikia rabano selalu dimainkan oleh kaum laki-laki yang biasanya sering berkumpul dan belajar agama di surau. Tetapi keberadaan Dikia rabano tidak merata keseluruh wilayah Minangkabau hanya dijumpai disebagian kecil wilayah Minangkabau saja.

5.2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Dikia Rabano

Awal mulanya pertumbuhan Dikia Rabano adalah sebagai dakwah atau mensyi’arkan agama Islam. Kemudian fungsi tersebut berkembang menjadi hiburan yang bernafaskan Islam. Pertumbuhan dan perkembangan Dikia Rabano di desa Sialang sedikit banyaknya berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam di wilayah Minangkabau. Universitas Sumatera Utara Banyak pendapat yang mengatakan agama Islam masuk ke Minangkabau diperkirakan pertengahan abad ke-14 dan mengalami perkembangan yang sangat pesat ketika kembalinya seorang ulama besar yang bernama Syekh Burhanuddin. Beliu adalah seorang putra Minangkabau yang lahir di desa Sintuak Pariaman pada tahun 1646 M. Beliau menuntut ilmu ke agamaan di Aceh selama beberapa tahun sehingga menjadi seorang ulama besar. Setelah 13 tahun belajar di Aceh pada tahun 1680 beliau kembali kekampung halaman Pariaman dan meyebarkan agama Islam keseluruh pelosok Minangkabau. Di Minangkabau agama Islam dengan mudah berkembang, karena didukung oleh sistem pendidikan tradisional yang bertempat di surau langgar. Biasanya anak laki-laki yang beranjak remaja mereka sudah mulai dipisahkan dari orang tua dan tidur disurau bersama teman-teman sebayanya. Disurau mereka diajari ilmu agama, adat-istiadat dan berkesenian. Sejalan dengan perkembangan agam tersebut, maka munculah Dikia Rabano. Istilah Dikia Rabano berasal dari dua kata yaitu Dikia dan Rabano. Secara harafiah Dikia Rabano artinya adalah berzikir yang diiringi dengan alat musik rabano. Dikia adalah berasal dari kata zikir dalam bahasa Arab, yang berarti puji-pujian kepada Allah dan Rasul’Nya. Sebagai media dakwah bacaan zikir dibaca dengan cara dilagukan bersama-sama pada waktu-waktu tertentu. Sementara Rabano adalah alat musik pukul yang termasuk dalam klasifikasi alat musik membranofon bersisi satu. Pada masa perkembangan Islam di berbagai daerah di Minangkabau muncul kegiatan ibadah yang beraliran kebatinan dan sebahagian masyarakatnya menganut aliran tersebut. Mereka dikenal dengan golongan kaum sufi yang lebih mendalami ajaran Islam. Golongan kaum sufi biasanya menggunakan musik untuk kepentingan rohani. Universitas Sumatera Utara Mereka meyakini nyanyian dan musik yang dapat melembutkan hati, membangkitkan rasa sedih dan penyesalan dari dosa yang telah diperbuat dan membangkitkan rasa rindu kepada Allah SWT. Akhirnya dengan demikian bacaan zikir tersebut menjadi sebuah seni vokal di kalangan umat Islam. Ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo 1987:54, bahwa agama dan seni mempunyai hubungan yang erat. Agama mempunyai unsur ritual, emosional, kepercayaan dan rasionalisasi, maka dengan ritual dan emosional itulah agama dan seni saling berkaitan. Bacaan zikir yang telah menjadi seni vokal berkembang cepat di daerah Minangkabau, dan dikenal dengan mana Dikia Rabano. Sebagai media dakwah Islam Dikia Rabano dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dalam perkembanganya lahirlah bentuk-bentuk kesenian baru yang bernuansa Islam seperti seni vokal barjanzi, salawaik dulang, qasidah, nasyid dan lain-lain. Satu cara yang menarik bagi ulama di Minangkabau untuk menyiarkan agama Islam adalah berdakwah dengan memainkan dikia rabano yang teksnya berisikan doa’ cerita Nabi Muhammad SAW dan Nabi lainnya. Kegiatan ini dilakukan pada hari-hari besar agama seperti Maulid Nabi yang dilaksanakan di surau tempat anak-anak muda dan kaum laki-laki dewasa berkumpul. Dengan perjalanan waktu Dikia Rabano mengalami perkembangan disamping sebagai media dakwah juga sebagai acara hiburan pada acara perkawinan, khitanan dan lain-lain. Akhirnya tradisi permainan Dikia Rabano oleh para ulama dan masyarakat menjadi populer sebagai suatu bentuk seni hiburan yang bernafaskan Islam. Universitas Sumatera Utara

5.2.2 Perkembangan Dikia Rabano di Desa Sialang