Revitalisasi Kebudayaan Batak Toba Dalam Pengembangan Pariwisata Di Kabupaten Toba - Samosir...

REVITALISASI KEBUDAYAAN BATAK TOBA DALAM
PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN TOBA –
SAMOSIR
Studi Kasus Seni Pertunjukan Tortor dan Gondang Sabangunan di Huta
Bolon Simanindo

TESIS

Oleh :

Drs. Jhonson Pardosi
Nim : 0013026107

PROGRAM STUDI MAGISTER KAJIAN BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2002
Jhonson Pardosi : Revitalisasi Kebudayaan Batak Toba Dalam Pengembangan Pariwisata Di…, 2002
USU Repository © 2007

ABSTRAK

Penelitian ini membahas pengembangan pariwisata budaya melalui pertunjukan
tortor dan gondang sabangunan. Tortor dan gondang sabangunan merupakan warisan
leluhur yang tidak dapat dipisahkan, selalu dilaksanakan seiring dengan aturan-aturan
atau adat ni gondang yang mengikatnya. Adat ni gondang sangat erat hubungannya dengan
kepercayaan hasipelebeguan. Oleh karena itu, pelaksanaan tortor dan gondang
sabangunan pernah tidak diperbolehkan oleh aturan gereja dan kemudian diperbolehkan
kembali tetapi sudah berubah fungsi menjadi alat hiburan. Perubahan fungsi dan acara
ritual menjadi hiburan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga masyarakat
tidak lagi memahami hakikatnya. Sehubungan dengan pengembangan pariwisata di
Kabupaten Toba Samosir, timbul keinginan dan masyarakat lokal Huta Bolon
Simanindo untuk menghidupkan kembali tortor dan gondang sabangunan dengan
mengkomodifikasi dalam Seni Pertunjukan sebagai atraksi budaya. Hal ini, merupakan
strategi pengembangan pariwisata dengan memberdayakan sumber daya budaya dan
keindahan alam Danau Toba.
Landasan teori yang digunakan adalah teori Struktural Fungsional dan Teori
Pelestarian Herskovits, ditambah lagi dengan beberapa pendekatan pariwisata, seperti
Komodifikasi, Community Based Resource Management atau Community Management,
dan Tourism-Based Community Development (TBCD). Metode yang digunakan adalah
analisis kualitatif dengan data primer hasil pengamatan terhadap Seni Pertunjukan Tortor di
Huta Bolon Simanindo dan kondisi kepariwisataan di Kabupaten Toba Samosir. Data

primer direkam dalam tape recorder dan shooting Video dalam bentuk gambar. Data
sekunder didapat dan berbagai sumber berupa buku-buku, foto-foto, dokumen-dokumen,
dan arsip-arsip yang berhubungan dengan kepariwisataan di Toba Samosir, serta peta
desa lokasi penelitian. Dokumen dapat berupa perda-perda, program-program, kliping surat
kabar, dan brosur-brosur.
Bentuk pertunjukan tortor di Huta Bolon Simanindo dilaksanakan pada
panggung terbuka di dalam perkampungan tua Huta Bolon. Pertunjukan tidak sakral walaupun
masih mengikuti aturan adat ni gondang. Ada adat ni gondang yang sudah tidak dilaksanakan
seperti, maniti ari, martonggo raja, dan wibawa pargonsi tidak dianggap lebih tinggi karena
mereka sudah menjadi satu tim yang saling kerjasama (kolaborasi). Walaupun sudah banyak
mengalami perubahan, pertunjukan masih terikat adat ni gondang seperti, jumlah jenis gondang,
aturan meminta jenis gondang, aturan gerak dalam tortor, pakaian dan peralatan. Secara
keseluruhan pertunjukan dibagi dua sesi. Sesi pertama, masih mengikuti sebagian besar adat ni
gondang tetapi nilai kesakralannya sudah dihilangkan. Jenis gondang yang disajikan pada
sesi pertama adalah Gondang Lae-lae, Gondang Mula-mula, Gondang Sahat Mangaliat, Gondang

Jhonson Pardosi : Revitalisasi Kebudayaan Batak Toba Dalam Pengembangan Pariwisata Di…, 2002
USU Repository © 2007

Marsiolop-olopan, Gondang Si doli/Si boru, Gondang Pangurason, dan Gondang Si tiotio.

Pertunjukan sesi kedua sudah dikemas sesuai tujuannya. Jenis gondang yang disajikan
adalah Gondang Pananti/Embas, Gondang Tungkot Tunggal Panaluan, dan Gondang Si Gale-gale.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan fungsi, dari fungsi ritual
mengarah ke fungsi ekonomi. Kreativitas masyarakat lokal sebagai seniman berusaha
mengkomodifikasi upacara mangalahat horbo ke dalam seni pertunjukan sebagai akibat dari
kegiatan pariwisata. Secara khusus komodifikasi dilakukan agar lebih menarik, singkat dan
padat, penuh variasi, tiruan, dapat disajikan kapan saja, dan murah harganya. Komodifikasi
disesuaikan dengan situasi dan kondisi kehidupan para seniman, serta keterbatasan waktu
para wisatawan.
Makna seni pertunjukan tortor di Huta Bolon Simanindo secara khusus
merupakan sebagai wujud revitalisasi kebudayaan pada tortor dan gondang sabangunan yang
belakangan ini mulai ditinggalkan masyarakat pendukungnya, akibat benturan antara
kepercayaan hasipelebeguan dengan dogma Kristen yang dianut mayoritas
masyarakatnya. Revitalisasi mengarah kepada pelestarian budaya, walaupun telah
mengalami perubahan dari bentuk aslinya. Seni Pertunjukan mempunyai makna spesifik
bagi desa Simanindo, menjadi pusat pertunjukan budaya bagi wisman maupun wisnu yang
datang berkunjung ke kabupaten Toba Samosir atau ke Sumatera Utara. Selanjutnya,
pertunjukan memberikan kontribusi bagi para seniman sebagai tempat menuangkan
kreativitas seni, juga sebagai sumber penghasilan tambahan, sekaligus sebagai
penampungan lapangan kerja masyarakat lokal. Bagi masyarakat umum, terutama

masyarakat Batak Toba yang dilahirkan dan dibesarkan di perantauan, seni pertunjukan
dijadikan sebagai proses pengenalan dan pembelajaran akan budaya terutama pada tortor dan
gondang sabangunan.

Jhonson Pardosi : Revitalisasi Kebudayaan Batak Toba Dalam Pengembangan Pariwisata Di…, 2002
USU Repository © 2007

ABSTRACT
This research is discussing the development of tourism industry on the basis of
culture through traditional dances tortor and gondang sabangunan. Tortor and Gondang
sabangunan are passed down through generations within its imprimaturs. Adat ni gondang is closely
related to hasipelebeguan (the believe in goddess). The show of tortor and gondang
sabangunan was once condemned by the church until it was changed to only an
entertainment program. The process that changed its function from ritual to entertainment
had been guite that the society did not recognize its existence any longer. In relation to
the development of tourism in the regency of Toba Samosir, the local people of Huta Bolon
Simanindo reemerged tortor and gondang sabangunan by co modifying it into art and
cultural performance. Emerging cultural resource and the beauty of Toba Lake is one of the
strategies in developing tourism industry.
The basic theories used are the Functional Structural theory and Herskovits

Preservation. In addition, approach to tourism such as COM modification, Community
Based Resources Management or Community Management, and Tourism Based
Community Development (TBCD) is used. The method of analyses is qualitative by the
main data from the result of resource to the art performance tortor and gondang
sabangunan in Huta Bolon Simanindo and also the condition of tourism in the regency of
Toba Samosir. The main data is recorded in the tape recorder and video shooting. The
secondary data are gained from sources such as books, pictures, documents, archives, that
related with the tourism in Toba Lake and also the map of the research location. The document
could be local regulation, programs, clipping, newspaper, and brochures.
The form of Tortor performance shown in Huta Bolon Simanindo was held in an
open stage in the old village of Huta Bolon. This performance was not as a sacral event
though still followed the role of adat ni gondang. There are adat 11i gondang which were not held as
of maniti ari and marlonggo raja hightlight, and the pargonsi charisma was not
considered higher than before owing to the forming of them unity whom are
collaborated. Despite at many changes, the performance still bounded in adat ni gondang;
the number of gondang's sorts. The role is to ask the kind of gondang. The role move in
tortor, the custom and instrument. All of performances are divided into two sections. The
first section, still follow adat ni gondang but the value of sacredness has been lost. The
kinds of gondang shown in the first section are: Gondang lae-lae, Gondang Mula-mula,
Gondang Sahat Mangahat, Gondang Marsiolop-olopan, Gondang Si doliSi boru, Gondang Pangurason,

and Gondang Si do-tio. The second performance has been intentionally created for the tourist.
The kinds of gondang performance are: Gondang Pananti/Embas, Gondang Tungkot
Tunggal Panaluan, and Gondang Sigalegale.

Jhonson Pardosi : Revitalisasi Kebudayaan Batak Toba Dalam Pengembangan Pariwisata Di…, 2002
USU Repository © 2007

The result of research shows the change in function, from ritual function to
economics. The creative local people as an artist tried to commodity the ceremony of
inangalahat horbo into art performance as the effect of tourism activity. Specifically it
has been done to ensure more interest, short and solid, full of variety, the origin
imitation and can be showed at any time and also the price is cheap. The
commoditization is conformed by situation and condition of their life (the artist life), and the
time limitation of tourist.
The meaning of the art performance tortor in Huta Bolon Simanindo. Especially as
realization of culture revitalization at tortor and gondang sabangunan at last. They left it because
their believed hasipelebeguan with the Christian doctrin thet belief their society.
Revitalization forward to culture preservation even though has been changed from the origin.
The art performance has a specific meaning to Simanindo village, becoming the center of
culture performance to wisman anda wisnu who come to regency Toba Samosir or to North

Sumatera. Furthermore, the performance get contribute for actor as a piece to create the
creativities of art, and also as a source income, and as a field of work for the local people.
For general community that born and growth in the foreign country, art performance made in
to introduce process and studied about culture in tortor and gondang sabangunan.

Jhonson Pardosi : Revitalisasi Kebudayaan Batak Toba Dalam Pengembangan Pariwisata Di…, 2002
USU Repository © 2007