Persepsi Pengusaha Furniture Di Kota Medan Terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri

(1)

PERSEPSI PENGUSAHA FURNITURE

DI KOTA MEDAN TERHADAP PENTINGNYA

PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI

T E S I S

Oleh

SRI HADININGRUM

017005035/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

PERSEPSI PENGUSAHA FURNITURE

DI KOTA MEDAN TERHADAP PENTINGNYA

PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH :

SRI HADININGRUM 017005035/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL TESIS : PERSEPSI PENGUSAHA FURNITURE DI

KOTA MEDAN TERHADAP PENTINGNYA PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI

NAMA MAHASISWA : SRI HADININGRUM NOMOR POKOK : 017005035

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

MENYETUJUI, KOMISI PEMBIMBING

Prof.Dr.Bismar Nasution, SH, MH. Ketua

Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum Syafruddin S., Hasibuan, SH, MH Anggota Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Hukum Direktur

Prof.Dr.Bismar Nasution, SH, MH. Prof. Dr.T.Chairun Nisa B, Msc


(4)

Tanggal lulus : 20 Agustus 2007

Telah diuji pada

Tanggal 20 Agustus 2007

PANITIA UJIAN TESIS

KETUA

: 1. Prof.Dr.Bismar Nasution, SH, MH

ANGGOTA : 2. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum

3. Syafruddin S., Hasibuan, SH, MH

4. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum.


(5)

PERCEPTION OF FURNITURE BUSINESSMAN IN CITY OF MEDAN TO THE ESSENTIAL OF INDUSTRIAL DESIGN PROTECTION

Sri Hadiningrum* Bismar Nasution**

Runtung ** Syafruddin S. Hasibuan**

ABSTRACT

As the promulgation of Law Number 31 of 2000 regarding Industrial Design, the industrial design start getting attention, although until recently Indonesia still seeking for better form to regulate and protection of industrial design. The weakness on the protection of industrial design in Indonesia gave big oppurtunity to foreign party for committing piracy to Indonesian Intellectual Property Rights. Therefore, it was needed a sufficient legal protection to avoid vatious forms of infringe,emt to upon industrial design right, particularly to furniture businessan in Medan City, in order to generate spirit to create, develop competitiveness and economic value, both in domestic and international market.

This research is aimed to know on how is the perception of furniture businessman on industrial design protection , what are the factors that influencing furniture businessman perception in industrial design protection and what is government effort in providing legal protection for industrial design in relation with development of industrial sector and economy. This research having descriptive analytical character by using empiric juridical approach method. Population of this research are 55 businessmen and sample was taken by purposive sampling, which are 20 businessmen and additional information from informan from Legal Section of Regional Office of Law and Human Rights of North Sumatra, Businessmen Organization of Asmelindo, Intellectual Property Rights Law experts and Chief of Medan District and Commercial Court.

Result of this research shown that furniture businessman in Medan City having opinion thet industrial design protection is not sufficient. Prevailing legal regulations still could not protect industrial design created by designers. Factors which casuing the furniture Designer/Businessman not to register their industrial design in Medan City are: (a) not understanding on the essentil of registration, where and how registration should be submitted; (b) fee for registration is relatively expensive and government bureaucracy is complicated and take quite long time; (c) crated design was immitation from magazines or consumer order and also hesitation among the businessmen to prohibit to immitate its design; (d) matters on the essential of Intellectual Property Rights still not popular amongst the community. Efforts that should be made by government for sake of businessman are to provide sufficient legal protection for industrial design in order to stimulate designer creative activity in creating new design. Therefore, for that reason, it is suggested that it should be all community and state apparatus participation to cooperate in executing supervision in industrial design. Government have to make regulations that firmly regulate all infringement (piracy or immitating). Legal enforcement officer should make investigation and process pursuant to prevailing law and award weight sentence to the infringer.

Keyword: - protection - industrial design

* Student of Law Science Magisterial – Postgraduate School of University of Sumatera Utara

** Lecturer at Law Science Magisterial – Postgraduate School of University of Sumatera Utara


(6)

PERSEPSI PENGUSAHA FURNITURE DI KOTA MEDAN TERHADAP PENTINGNYA PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI

Sri Hadiningrum* Bismar Nasution**

Runtung ** Syafruddin S. Hasibuan**

INTISARI

Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, maka desain industri mulai mendapat perhatian, meskipun hingga kini Indonesia masih mencari bentuk pengaturan dan perlindungan desain industri yang lebih baik. Lemahnya perlindungan terhadap desain industri di Indoesia membuka peluang besar bagi pihak asing untuk melakukan pembajakan HaKI milik Indonesia. Untuk itulah diperlukan suatu perlindungan hukum yang memadai guna mencegah berbagai bentuk pelanggaran atas hak desain industri khususnya terhadap pengusaha furniture di kota Medan, agar dapat menumbuhkan semangat berkarya untuk meningkatkan daya saing dan nilai ekonomis baik di pasar domestik maupun Internasional.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman pelaku usaha furniture tentang perlindungan desain industri, faktor-faktor apa yang mempengaruhi persepsi pengusaha furniture dalam perlindungan desain industri dan upaya pemerintah dalam mem- berikan perlindungan hukum desain industri dikaitkan dengan kemajuan sektor perindus trian dan perekonomian. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode pendekatan juridis empiris. Populasi penelitian berjumlah 55 Pengusaha dan pengambilan sampel dilakukan secara purporsive sampling yaitu sebanyak 20 pengusaha serta tambahan informasi dari nara sumber yang terdiri dari Kabag Hukum Kanwil Hukum & HAM Sumut, Organisasi Pengusaha Asmelindo, Ahli Hukum HaKI, dan Ketua PN & Niaga Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusaha furniture di kota Medan berpendapat perlindungan desain industri belum memadai. Peraturan Perundang-Undangan yang ada belum bisa melindungi desain industri yang diciptakan oleh pendesain. Faktor-faktor yang menyebabkan Pendesain/Pengusaha Furniture tidak mendaftarkan desain industrinya di kota Medan adalah: (a) ketidaktahuan pentingnya pendaftaran, kemana dan bagaimana proses pendaftaran diajukan; (b) biaya pendaftrran desain relatif mahal serta birokrasi pemerintah yang berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang cukup panjang/lama; (c) desain yang dibuat merupakan tiruan dari majalah atau pesanan konsumen dan juga ada rasa sungkan terhadap sesama pengusaha melarang untuk meniru desainnya; (d) masalah pentingnya HaKI ini belum populer di kalangan masyarakat. Adapun upaya yang harus dilakukan pemerintah bagi para pengusaha adalah memberikan perlindungan hukum yang memadai terhadap desain industri agar merangsang aktifitas kreatif pendesain untuk menciptakan desain baru. Untuk itu disarankan agar adanya peran serta seluruh masyarakat dan aparatur negara untuk bekerja sama dalam melakukan pengawasan atas desain industri. Pemerintah harus membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas setiap pelanggaran (pembajakan atau penjiplakan). Kepada penegak hukum agar melakukan penyidikan dan proses sesuai dengan hukum yang berlaku serta menjatuhkan putusan yang berat kepada pelanggar.

Kata Kunci: - perlindungan dan desain industri

* Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ** Dosen Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Allhamdulillah ke Hadirat Allah Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, membukakan hati dan pikiran penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan di Magister Ilmu Hukum pada Program Studi Hukum Bisnis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan baik dan dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “ Persepsi

Pengusaha Furniture di Kota Medan terhadap Pentingnya Perlindungan Desain Industri”

Tesis ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam rangkaian studi di Magister Ilmu Hukum pada Program Studi Hukum Bisnis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian penulisan tesis ini, penulis telah banyak memperoleh dorongan, pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof.Dr. Bismar Nasution, SH, MH, Bapak Prof.Dr. Runtung, SH,

M.Hum. dan Bapak Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah membantu memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

2. Ibu Dr. Sunarmi, SH. M.Hum. dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH. CN, M.Hum. yang telah memberikan masukan demi memperkaya penulisan tesis ini.


(8)

3. Rektor Universitas Sumatera Utara, Direktur Sekolah Pascasarjana Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc. Dan Ketua Program Studi Ilmu Hukum Bapak Prof.Dr. Bismar Nasution, SH, MH., serta para Guru Besar dan Staff Pengajar Program Studi Ilmu Hukum yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.

4. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara, Kepala Bagian Hukum Kanwil Dep.Hum HAM Sumatera Utara Bapak Bindu Tagor Naibaho, SH, M.Hum. Kepala Kantor Dinas Perindustrian Kota Medan beserta staff, Ketua Organisasi Pengusaha ASMELINDO dan para pengusaha furniture yang menjadi responden penulis, Bapak Ketua Pengadilan Negeri dan Niaga Medan dan tak lupa kepada Bapak O.K. Saidin, SH, M.Hum. yang telah membantu memberikan kesempatan dan informasi yang dibutuhkan guna mendukung penulisan tesis ini.

5. Para staff Sekretariat Program Studi Magister Ilmu Hukum yang telah membantu dalam mengurus administrasi selama ini.

6. Para pihak yang tidak mungkin disebutkan namanya satu persatu.

Secara khusus penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh pihak keluarga yang sangat membantu dan mendukung penulis sampai selesainya tesis ini. Semoga segala bantuan dan dukungan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.


(9)

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang berguna bagi tesis ini. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak, atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2007 Penulis

( SRI HADININGRUM)


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

N a m a : Sri Hadiningrum

Tempat /tanggal lahir : Padang Sidempuan, 13 September 1967 Jenis kelamin : Perempuan

A g a m a : Islam

Instansi : Fakultas Ilmu Sosial

Jurusan PPKn - Universitas Negeri Medan Pendidikan : SD. Harapan II Medan ( Lulus Tahun 1980)

SMP Harapan I Medan (Lulus Tahun 1983) SMA Neg. I Medan (Lulus Tahun 1986)

Fakultas Hukum USU Medan (Lulus Tahun 1992) Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU Medan (Lulus Tahun 2007)


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRACT...

i

INTISARI ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1. Latar Belakang... 1

2. Perumusan Masalah... 8

3. Tujuan Penelitian... 9

4. Manfaat Penelitian... 9

5. Keaslian Penelitian... 10

6. Kerangka Teori dan Konsepsi... 11

a. Pengertian HaKI... 16

7. Metode Penelitian... 21

a. Sifat Penelitian... 22

b. Lokasi, Populasi dan Sampel... 22 c. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 23

d. Analisa Data... 24

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM DESAIN INDUSTRI... 26

1. Objek HaKI... 26


(12)

3. Pengaturan Internasional di Bidang Desain Industri dan

Implikasinya terhadap Pengaturan Desain Industri di Indonesia... 31

a. Konvensi Paris ... 34

b. Konvensi Berne... 37

c. Persetujuan Hague... 39

4. Ruang Lingkup Desain Industi ... 43

a. Pengertian Desain Industri... 43

b. Persepsi, Pembentukan Persepsi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi... 51

c. Subjek Desain Industri... 55

d. Lingkup Hak Desain Industri... 57

e. Klasifikasi Desain Industri Berdasarkan Lacarno Agreement..62

f. Jangka Waktu Perlindungan Desain Industri... 65

BAB III PERSEPSI PENDESAIN/PELAKU USAHA FURNITURE DI KOTA MEDAN TERHADAP PENTINGNYA PERLINDUNGAN DESAIN INDUSTRI... 69

1. Gambaran Umum Kota Medan... 69

2. Hasil Penelitian ... 73

a. Identitas Responden... 73

b. Persepsi Pelaku Usaha Furniture Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Desaian Industri di Kota Medan... 76


(13)

BAB IV FAKTOR– FAKTOR YANG MENYEBABKAN PENDESAIN/ PENGUSAHA FURNITURE TIDAK MENDAFTARKAN DESAIN

INDUSTRINYA ... 85

1. Pentingnya Perlindungan Hukum Desain Industri ... 85

2. Beberapa Faktor Penyebab Pendesain/Pengusaha Furniture tidak Mendaftarkan Desain Industrinya ... 89

3. Keterkaitan Perlindungan Hukum Desain Industri dengan Kemajuan Sektor Perindustrian dan Perekonomian Indonesia ... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 105

1. Kesimpulan... 105

2. Saran... 106

DAFTAR PUSTAKA... 108 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah, Laju Pertumbuhan Dan Kepadatan Penduduk di Kota

Medan Tahun 2001 – 2005... 70

Tabel 2. Persentase Jumlah Penduduk Kota Medan... 73

Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Usia... 73

Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Lama Usaha... 74

Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Kapasitas Produksi Potensial (Perbulan)... 74

Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Besarnya Investasi (Rupiah) .... 75

Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Jumlah Tenaga Kerja... 75

Tabel 8. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pentingnya Penerapan Perlindungan Desain Industri Terhadap Usaha Furniture... 76

Tabel 9. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Manfaat Perlindungan Desain Industri Terhadap Perkembangan Industri Usaha Furniture... 77

Tabel 10. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya Perbedaan Khusus Antara Produk Antar Pengusaha Furniture... 77

Tabel 11. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya Pendaftaran Desain Industri Pengusaha Furniture di Dirjen HaKI atau Departemen Kehakinan... 78

Tabel 12. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Pengusaha Furniture Terhadap Peraturan Perundang-undangan... 79

Tabel 13. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pernyataan Pemegang Hak Milik Hak Monopoli Terhadap Desain Tersebut... 80

Tabel 14. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya Peluang Untuk Melakukan Pembajakan Terhadap Desain Industri Tertentu.... 80

Tabel 15. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya Himbauan Pemerintah Untuk Melakukan Pendaftaran Desain Industri... 81 Tabel 16. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pengetahuan Tentang


(15)

Akibat Kelalaian Tidak Melakukan Pendaftara Desain Industri.. 81 Tabel 17. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Penemuan Adanya

Persamaan Desain Dengan Desain Pengusaha Furniture Lainnya... 82 Tabel 18. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pemehaman Terhadap

Fungsi Atau Makna Dari Peraturan Perundang-undangan... 82 Tabel 19. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlindungan Desain

Industri Dapat Menanggulangi Teradinya Pelanggaran... 83 Tabel 20. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlindungan Desain

Industri akan Meningkatkan Penghasilan Pengusaha Furniture.. 83 Tabel 21. Distribusi Jawaban Responden Mengenai Perlunya Diadakan

Pengawasan Secara Periodik Oleh Pemerintah... 84


(16)

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan peranan Desain Industri yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual. Keanekaragaman budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi perdagangan, dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap Desain Industri akan mempercepat pembangunan industri nasional.

Dalam kaitan dengan globalisasi perdagangan, Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspect of Intelectual Property Rights (Persetujuan TRIPs) sebagaimana telah diratifikasi dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994. Ratifikasi atas Persetujuan-persetujuan tersebut mendukung ratifikasi Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Konvensi Paris) dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 dan keikutsertaan Indonesia dalam The Haque Agreement (London Act) Concerning The International Deposit of Industrial Designs.1

1

Undang-Undang Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Paten, Merek, Hak Cipta (Jakarta: dihimpun oleh Tim Redaksi Tatanusa, 2002), hal. 21.


(17)

Perlindungan atas desain industri didasarkan pada konsep pemikiran bahwa lahirnya desain industri tidak terlepas dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia. Jadi ia merupakan produk intelektual manusia, daya cipta atau daya kreasi.

Jika desain industri itu semula diwujudkan dalam bentuk lukisan, karikatur atau gambaran/grafik, satu dimensi yang dapat diklaim sebagai hak cipta, maka pada tahapan berikutnya ia disusun dalam bentuk dua atau tiga dimensi dan dapat diwujudkan dalam satu pola yang melahirkan produk materil dan dapat diterapkan dalam aktivitas industri. Dalam wujud itulah kemudian ia dirumuskan sebagai desain industri.2

Pemikiran perlunya perlindungan terhadap sesuatu hal yang berasal dari kreativitas manusia, yang diperoleh melalui ide-ide manusia, sebenarnya telah ada sejak lahirnya revolusi industri di Perancis pada abad ke-19. Perlindungan atas hak kebendaan yang diatur dalam hukum perdata yang berlaku saat itu dianggap tidak memadai, terlebih lagi dengan maraknya kegiatan perdagangan internasional. Hal itulah yang kemudian melahirkan konsep perlunya suatu ketentuan yang bersifat internasional yang dapat melindungi kreativitas manusia tersebut.3

Keberadaan HaKI dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HaKI merupakan sesuatu yang penting dalam sebuah masyarakat industrial atau yang sedang mengarah ke sana.

2

Dalam perundang-undangan Indonesia rumusan desain industri semula dijumpai dalam UU. No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Istilah yang dijumpai dalam UU tersebut adalah “desain produk industri”. Sedangkan istilah “industrial design” sering digunakan oleh masyarakat Eropa dan Jepang, lebih lanjut lihat Suyud Margono, Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: Penerbit CV Novindo Pustaka Mandiri, 2002), hal. 31.

3

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Rahasia Dagang, (Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 17.


(18)

Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan masalah HaKI.

HaKI atau Intellectual Property Rights menjadi bagian penting bagi dunia usaha sebagai identitas yang memiliki nilai ekonomi strategis dan signifikan, baik bisnis nasional maupun transnasional. Namun perlindungannya sering kali terabaikan karena tidak ada kesadaran para pengusaha dan pemerintah.

Di samping itu, penghargaan masyarakat Indonesia terhadap HaKI, khususnya bidang desain industri, masih sangat rendah. Sebagai contoh banyak hasil penelitian perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian atau kreasi dari pendesain yang tidak dikembangkan lebih jauh karena tidak adanya dukungan dari kalangan industri. Sebaliknya, ada kemauan dari kalangan industri tertentu untuk mengembangkan kreativitas dari putra/putri Indonesia tetapi karya yang diharapkan malah tidak didapatkan sehingga pihak industri tersebut tetap bergantung kepada hasil karya bangsa asing.

Keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO (World Trade Organization) yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Perjanjian Multilateral GATT (General Agreement on Tariff and Trade) Putaran Uruguay 1994 serta meratifikasinya dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, mengakibatkan Indonesia harus menyesuaikan segala peraturan perundangannya dengan ketentuan dalam GATT. Salah satu lampiran dari persetujuan GATT tersebut adalah TRIPs (Trade Related of Intellectual Property Rights) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai Persetujuan tentang


(19)

Aspek Dagang Hak Kepemilikan Intelektual, yang dimulai sejak tahun 1997 dan diperbaharui kemudian pada tahun 2000 dan 2001.4

Sebagai konsekuensi dari ratifikasi GATT dan konvensi-konvensi internasional di bidang HaKI, Indonesia juga harus menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang diharuskan yaitu Undang-Undang tentang Hak Cipta, Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Istilah hak cipta, paten dan merek memang sangat terkenal berkaitan dengan HaKI. Sebuah produk biasanya hanya didaftar untuk memperoleh hak cipta, merek atau paten. Padahal, dalam sebuah produk tidak hanya ketiga unsur tersebut, masih ada unsur penting yang turut menentukan nilai produk, yakni desain industri. Tak dapat dipungkiri bahwa desain memegang peranan penting dalam meningkatkan nilai suatu produk. Barang yang sederhana sekalipun, apabila didesain secara menarik akan meningkatkan harga dan minat beli terhadap produk tersebut.

Kekayaan alam Indonesia yang melimpah merupakan komoditi ekspor yang potensial apabila diproduksi dengan baik dan didesain dalam suatu bentuk yang menarik dan fungsional. Sebagai contoh dapat dikemukakan ekspor produk furniture yang dihasilkan pengusaha di Kota Medan yang didesain dengan menarik ternyata dapat menembus pasar internasional. Dengan demikian jelaslah bahwa desain industri dapat digunakan sebagai salah satu sarana pembangunan industri sebagai sarana pembangunan industri yang akan menunjang pembangunan ekonomi di Kota Medan. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa

4

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas (Jakarta : Grasindo, 2004), hal. 1.


(20)

pengusaha furniture di Kota Medan belum memahami eksistensi desain industri sebagai sarana pembangunan ekonomi tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan kurangnya penghargaan yang diberikan oleh masyarakat terhadap desain industri dan kurangnya semangat untuk berkreasi. Selain itu, hal yang amat mengkhawatirkan adalah sampai saat ini perlindungan hukum terhadap desain industri di Indonesia belum maksimal.

Perlindungan hukum terhadap hak desain industri seolah tenggelam dalam maraknya kampanye anti pembajakan terhadap hak cipta dan merek. Desain industri mulai mendapat perhatian dengan terbitnya Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang berlaku sejak 20 Desember 2000. Pendaftaran sendiri baru dimulai pada tanggal 16 Juni 2001. Tak heran, bila desain industri kurang dikenal dibandingkan hak cipta, paten atau merek. Padahal desain bagi masyarakat menjadi indikator akan nilai sebuah produk.

Ironisnya di Indonesia, desain yang didaftar masih sangat sedikit dibandingkan banyaknya jumlah produk yang dikeluarkan dalam industri. Tidak didaftarkannya suatu desain industri mengakibatkan desain tersebut tidak memperoleh perlindungan hukum, sehingga apabila ada pihak lain yang meniru desain tersebut maka pendesain yang asli tidak akan dapat mengajukan tuntutan.

Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang Departemen Kehakiman dan HAM, Ernawati Junus mengakui besarnya ketidaktahuan masyarakat terhadap perlindungan desain industri.5 Saat ini pendaftaran terhadap desain industri yang masuk baru 8000

5

Harian Umum Sore Sinar Harapan, Kamis, 3 Februari 2005.


(21)

aplikasi dan diantaranya hanya 49 aplikasi berasal dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Statistik pemohon dari luar negeri 14 persen dan 86 persen berasal dari dalam negeri.6

Pembajakan desain memang tak jarang dianggap sepi, tak heran kasus pembajakan ini yang muncul ke permukaan nyaris tidak ada. Padahal sebuah desain, sangat mudah untuk dijiplak. Hanya dengan memotret produk itu, membuatnya dengan desain yang sama dan mendaftarkan atas nama dirinya maka pihak lain bisa mendapatkan hak atas desain produk tersebut. Secara tidak langsung seseorang bisa mendapatkan hak desain industri yang seharusnya milik orang lain secara legal.

Industri maupun masyarakat harus berjaga-jaga dengan pembajakan desain, terlebih banyaknya industri terutama UKM yang tidak perduli dengan hal ini. Karena itu, pendesain kerap tidak mempunyai hak atas kreativitas yang dihasilkannya. Pendesain akhirnya hanya jadi tukang dan yang mendaftarkan adalah orang lain, bahkan kepemilikan hak desain bisa berada di tangan orang asing.

Hingga kini Indonesia masih saja mencari bentuk pengaturan dan perlindungan desain industri yang lebih baik. Sistem pendaftaran yang diatur oleh Undang-undang Nomor 31 tahun 2000 dinilai masih mempunyai banyak kelemahan, sehingga memberi peluang untuk melakukan kecurangan. Kemudian dari sistem pendaftaran juga tidak memungkinkan adanya pemeriksaan substantif seperti halnya paten atau merek. Hal ini disebabkan karena perhatian pemerintah

6 Ibid


(22)

lebih pada mendorong lahirnya kreativitas. Kreativitas ini diharapkan akan meningkatkan nilai jual produksi sehingga semakin kompetitif. Akan tetapi tanpa dorongan dan keseriusan dari pemerintah dalam melindungi desain industri maka hal ini mustahil terjadi.

Permasalahan mengenai HaKI, khususnya desain industri, akan menyentuh berbagai aspek seperti aspek teknologi, industri, sosial budaya dan berbagai aspek lainnya. Namun aspek terpenting jika dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah aspek hukum. Hukum diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah yang timbul berkaitan dengan HaKI tersebut. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karya intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan HaKI.

Keikutsertaan Indonesia dalam WTO mengharuskan Indonesia memberikan perlindungan hukum mengenai desain industri. Berhubung sampai saat ini pengaturan hukum mengenai desain industri belum dapat memberi perlindungan yang memadai terhadap desain industri, Indonesia perlu mengkaji ulang undang-undang yang mengatur mengenai desain industri agar dapat menjamin perlindungan hak-hak pendesain dan menetapkan hak dan kewajibannya serta menjaga agar pihak yang tidak berhak tidak menyalahgunakan hak desain industri.

Lemahnya perlindungan terhadap desain industri di Indonesia karena hukum yang mengatur mengenai desain industri belum memberikan perlindungan hukum yang memadai, sehingga membuka peluang yang sangat besar bagi pihak 7


(23)

asing untuk melakukan pembajakan HaKI milik Indonesia. Salah satu misalnya adalah tindakan Malaysia yang telah mengajukan pendaftaran hak cipta, hak paten dan desain industri atas batik. Mereka juga berencana akan membuka pabrik jamu dalam lima tahun mendatang. Hal seperti ini tentunya akan menimbulkan kerugian yang besar bagi Indonesia.

Untuk itulah diperlukan suatu perlindungan hukum yang memadai terhadap desain industri guna mencegah berbagai bentuk pelanggaran atas hak desain industri khususnya terhadap pengusaha furniture di Kota Medan. Juga untuk menumbuhkan semangat berkarya sehingga mampu meningkatkan daya saing dan nilai ekonomis produk furniture pengusaha di Kota Medan, baik di pasar domestik maupun di pasar internasional.

Berdasar uraian di atas, penulis termotivasi untuk meneliti lebih lanjut mengenai Persepsi Pengusaha Furniture di Kota Medan terhadap Pentingnya

Perlindungan Desain Industri. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pemahaman pelaku usaha furniture tentang perlindungan desain industri di Kota Medan?

b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan pendesain/pengusaha furniture tidak mendaftarkan desain industrinya di Kota Medan?

c. Bagaimanakan upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum desain industri dengan kemajuan sektor perindustrian dan perekonomian?


(24)

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan mendalami pemahaman pelaku usaha furniture tentang perlindungan desain industri di kota Medan.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan Pendesain/Pengusaha Furniture tidak mendaftarkan desain industrinya di kota Medan.

c. Untuk mengetahui dan mendalami upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum desain industri dengan kemajuan sektor perindustrian dan perekonomian.

4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Dari segi teoritis, penelitian ini akan menambah wawasan ilmu hukum terhadap perlindungan Hak Milik Intelektual khususnya perlindungan terhadap desain industri dan dapat menjelaskan dan mengatasi sebagian problem hukum yang timbul dalam perlindungan desain industri, selain itu dapat membantu dalam memberikan perlindungan terhadap pelanggaran yang terjadi dalam Hak Milik Intelektual khususnya desain industri.

b. Dari segi praktis, penelitian ini dapat menambah masukan dan wacana kepada masyarakat luas yang berhubungan dengan perlindungan Hak Milik Intelektual khususnya perlindungan terhadap desain industri, baik itu kepada


(25)

instansi pemerintah, praktisi hukum dan pihak-pihak instansi lainnya yang sedang dan atau akan menghadapi perlindungan Hak Milik Intelektual khususnya perlindungan desain industri.

5. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai masalah Persepsi Pengusaha Furniture di Kota Medan terhadap Pentingnya Perlindungan Desain Industri belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang Persepsi Pengusaha Furniture di Kota Medan terhadap Pentingnya Perlindungan Desain Industri, juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal di atas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya baik di lingkungan Universitas Sumatera Utara maupun Perguruan Tinggi lainnya.

6. Kerangka Teori dan Konsepsi

Dalam penulisan tesis yang berjudul Persepsi Pengusaha Furniture di Kota Medan terhadap Pentingnya perlindungan Desain Industri mempergunakan kerangka teori yang pada dasarnya adalah merupakan landasarn teori.


(26)

Roscoe Pound, berpendapat bahwa Hukum merupakan sarana (alat) pembaharuan (membentuk, membangun, merubah) atau Law as tool of social Enginering. Hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat telah menjadi tujuan yang filosofis, yang berarti bahwa hukum sebagai alat pembaharuan telah berlaku atau diterima, oleh negara yang sedang berkembang ataupun oleh negara yang telah maju (modern) dan bagi negara yang sedang berkembang hukum itu sangat penting karena hukum bukan hanya untuk memelihara ketertiban, melainkan hukum itu sebagai alat pembaharuan sikap mental masyarakat yang tradisional kearah sikap mental masyarakat modern. Dalam pengertian sebagai sarana rekayasa sosial, maka hukum tidak pasif dimana hukum mampu dipakai untuk mengubah suatu keadaan dan kondisi tertentu ke arah yang dituju sesuai dengan keamanan masyarakat.7

Sebagaiman pendapat Montesquieu tentang tujuan hukum adalah :

“have suggested that law and legal evolution are part of the idiosyncratic historical development of a country. And that they are determined by multiple factors, including culture, geography, climate, and religion, Although law is by no means static, legal evolution in each country is distinct and will produce vastly differen out comes. Far from converging over time, legal instiotution remain different. The idea that law is culturally distinct applies as much to the law governing private transactions (les lois civiles) as to “les lois politiques” – constitutional law, administrative law, and judicial procedural law - the legal processes that define the relation between the state and citizens. The same idea is also reflected in writing of the German Scholar Friedrich Carl von Savigni (1814), who argued that the soul of the people, the “Volksgeist,” shapes political and legal institution. (yang terjemahannya kira-kira telah menyarankan bahwa hukum dan evolusi undang-undang adalah bahagian dari perkembangan sejarah idiosincratik dari suatu negara dan mereka ditentukan oleh faktor-faktor yang beragam termasuk budaya, geografi, iklim dan agama, ide ini adalah suatu hukum budaya yang menyediakan

7

Roscoe Pound, dikutip oleh Cita Citrawinda Priapantja, Budaya Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi: Studi Kasus Perlindungan Rahasia Dagang di Bidang Farmasi, Ringkasan Disertasi Doktoral, (Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999), hal.10.


(27)

sebanyak hukum transaksi kepemerintahan, seperti Hukum Konstitusional, Hukum Administrasi dan Hukum Acara di Pengadilan yang diproses secara Undang-undang yang mana mengartikan hubungan antara Negara dan Bangsa. Ini juga sama seperti yang dikatakan oleh penulis Germany Scholar (1814) yang mengargumentasikan bahwa jiwa setiap orang “Volksgeist” adala ruang praktik dan institusi undang-undang)8.

Menurut teori kegunaan, Hukum dipandang sebagai suatu alat yang digunakan untuk mempromosikan hubungan ekonomi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jeremy Bentham pada tulisannya pada abad 19,

“ law has been increasingly viewed not as the result of socioeconomic development, but as a tool for governments to initiate and shape economic development. The most famous propents of this scholl of thought is John Stuart Mill, Who Coined the term “ Utilitarianism (Stei, 1980). “According to this theory, laws can and should be designed to enhance efficiensy and to reduce transaction costs, ultimately promoting growth. This theory assumes that legal change has a direct impact on the behavior of economic agents and therefore on economic development)”9 (Yang terjemahannya kira-kira : Hukum telah di pandang secara maju bukan sebagai hasil dari perkembangan sosioekonomi, tetapi suatu alat untuk pemerintah menginisiasikan perkembangan ekonomi.Menurut John Stuart Mill dalam teori hukum dapat dan seharusnya di desain mempertinggi efisiensi dan menolak biaya transaksi. Dan pada akhirnya pada pertumbuhan promosi.Teori ini mengasumsikan bahwa perubahan undang-undang Hukum mempunyai suatu pengaruh yang langsung pada sifat dari wakil ekonomi dan bagaimanapun juga dalam perkembangan ekonomi.) Demikian juga Jeremy Bentham melihat hukum dari tujuannya yang menguraikan sebagai berikut :

-“The greatest happiness for the greates number” (Yang terjemahannya Hukum bertujuan memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang yang sebanyak-banyaknya).

- Di bagian lain tujuan hukum ialah untuk menyempurnakan kehidupan, mengendalikan kelebihan, memajukan persamaan dan menjaga kepastian”10

8

Katharina Pistor and Philip A. Wllons, The Role Of Law And Legal Institutions In Asia Economic Development 1960 – 1995. Printed in Hong Kong Piblished by Oxford University Press (China) 1999, Ltd 18 th Floor Warwik House East Taikoo Place, 979 Kong’s Road, Quarry Bay Hong Kong. hal 35

9

Ibid hal 35

10

Mustafa Siregar, Sari Kuliah Filsafat Hukum, Pascasarjana USU Medan, tanggal 25 Februari 2002


(28)

Prinsip utama dari pada Hak atas Desain Industri yang merupakan bagian dari kemampuan kreativitas cipta, rasa dan karsa yang dimiliki oleh manusia yang merupakan hasil produk intelektual manusia, maka si pendesain yang menghasilkan karyanya mendapatkan kepemilikan yang berupa hak alami (natural) dan perlu dilindungi oleh hukum agar bagi orang-orang yang inovatis dan kreatif terhadap karya intelektuanya bergairah dan mempunyai kepastian hukum. Sebagaimana juga sistem hukum yang berlaku di Roma mengatur cara perolehan alami (natural acquistion) berbentuk spesifikasi yaitu melalui penciptaan. Pandangan demikian terus didukung dan dianut banyak sarjana mulai dari Locke sampai kepada kaum sosialis. Sarjana-sarjana hukum Romawi menamakan apa yang diperoleh di bawah sistem masyarakat ekonomi dan hukum yang berlaku sebagai perolehan sipil dipahamkan bahwa azas Suum cuique tribuere menjamin bahwa benda yang diperoleh secara demikian adalah kepunyaan seseorang itu.11

Pengaturan desain industri dengan undang-undang juga dimaksudkan untuk memberikan landasan yang jelas bagi perlindungan hukum guna mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran yang berupa pembajakan, penjiplakan atau peniruan atas desain produk-produk yang sudah terkenal. Prinsip pengaturannya adalah pengakuan kepemilikan atas suatu pola sebagai karya

11

Roscoe Pound, Dikutip oleh Muhammad Djumhana dan R. Djubaedilah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Praktiknya di Indonesia), (Bandung: Penerbit PT.Citra Aditya Bakti, 1993, hal.19


(29)

intelektual yang mengandung nilai estetik, dan dapat diproduksi secara berulang-ulang serta menghasilkan barang dalam dua atau tiga dimensi.12

Perlindungan desain industri atas suatu ciptaan inovatif dan kratif seseorang di Indonesia baru diakui setelah desain industrinya tersebut didaftarkan dan memperoleh hak desain industri dari Dirjen HaKI. Hak desain Industri ini adalah hak khusus (executive right) yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya, untuk selama waktu tertentu melaksanakan kreasi tersebut, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.13 Hak desain industri diberikan hanya untuk desain industri yang baru, dan desain itu dianggap baru apabila pada tanggal penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya baik melalui media cetak atau media elektronil, termasuk juga keikutsertaan dalam suatu pameran. Pengungkapan sebelumnya adalah pengungkapan desain industri yang sebelum tanggal penerimaan atau sebelum tanggal prioritas apabila pemohon diajukan dengan hak prioritas, telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau di luar Indonesia.14

Adapun desain hasil karya dari pendesain yang dimaksud dalam UUDI adalah hasil karya seseorang atau beberapa orang yang menghasilkan desain industri15 termasuk juga yang dihasilkan oleh badan hukum. Dan tidak semua permohonan dapat diberi hak desain industri apabila hak desain industrinya

12

Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2001) hal.226.

13

Pasal 1 angka (5 ) UUUDI

14

Pasal 2 UUDI

15

Pasal 1 angka (2) UUDI


(30)

tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum atau kesusilaan.16

Dengan Hak desain yang dimiliki seseorang maka dia berhak untuk melaksanakan hak desain industrinya dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, menjual, atau mengimpor produk yang diberikan oleh Hak Desain Industri.17 Apabila ada dalam hubungan dinas di lingkungan pekerjaan maka yang berhak atas desain tersebut adalah orang yang mengerjakan desain itu. Akan tetapi bila diperjanjikan lain maka yang berhak sebagai pendesain adalah orang yang memberikan pekerjaan, tanpa mengurangi hak pendesain yang sebenarnya apabila penggunaan desain industri itu diperluas keluar hubungan dinas.18

Apabila suatu desain industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, maka pihak yang membuat desain industri itu dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak desain industri, akan tetapi jika diperjanjikan lain atara kedua pihak, maka yang berhak sebagai pemegang hak desain industri adalah pihak pemberi kerja.19

Hubungan kerja yang dimaksud dalam ketentuan Undang-undang ini adalah hubungan kerja baik di lingkungan Instansi pemerintah maupun perusahaan swasta dengan pihak lain, atau dasar pesanan individu dengan individu. Demikian juga dalam peraturan ini, walaupun si pendesain yang sebenarnya tidak berhak atas desain industri, akan tetapi mengingat adanya

16

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.hal 268

17

Pasal 9 ayat (1) UUDI, Bandingkan dengan ketentuan dalam Articel 26 Persetujuan TRIPs.

18

Pasal 7 ayat (1) UUDI

19

Pasal 7 ayat (3) UUDI


(31)

manfaat ekonomi yang diperoleh dari desain industri yang dibuat tersebut, sebagaimana menurut Abdulkadir Muhammad :20

“adalah wajar bila si pendesain yang sebenarnya memperoleh hak untuk menikmati manfaat dari hasil desainnya tersebut dalam bentuk imbalan sebagai konpensasi, dan juga tidak menghapus hak pendesain untuk tetap dicantumkan namanya dalam Daftar Umum Desain Industri dan Berita Resmi Desain Industri”.

Dari uraian tersebut di atas maka pemberian hak desain industri menurut UUDI adalah suatu desain industri yang telah mendapat persetujuan atas permohonan pendaftarannya melalui Direktorat Jenderal HaKI, yang artinya seseorang yang mendesain suatu produk, akan tetapi tidak mendaftarkan hasil desainnya ke Dirjen HaKI, maka dia tidak akan mendapat perlindungan. Bahkan menurut Undang-undang pemberian hak desain industri hanya diberikan kepada pendaftar pertama (first to file), hal ini sebagaimana pendapat dari Suyud Margono dan Amir Angkasa yang menyatakan : “orang yang pertama mengajukan permohonan hak atas desain industri bukan berdasarkan orang yang pertama mendesain akan tetapi orang yang pertama mendaftarkan hasil desain industrinya”21

a. Pengertian HaKI

Karya-karya intelektualitas dari seseorang atau manusia tidak sekedar memiliki arti sebagai arti akhir, tetapi juga sekaligus merupakan kebutuhan yang bersifat lahiriah dan batiniah baik bagi pencipta atau penemunya maupun orang lain yang memerlukan karya-karya intelektualitas tersebut. Dari karya-karya intelektualitas itu pula dapat diketahui dan diperoleh gambaran mengenai

20

Abdulkadir Muhammad, Op-Cit, hal 269

21

Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersial Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hal.36.


(32)

pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, sastra bahkan teknologi yang sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia. Demikian pula karya-karya intelektualitas itu juga dapat dimanfaatkan bagi kemaslahatan masyarakat. 22

Intellectual Property Rights (Hak Kekayaan Intelektual) merupakan hak yang melekat pada suatu produk/barang hasil karya manusia yang harus dilindungi oleh hukum. Perlindungan ini sangat penting mengingat di samping biaya dan tenaga yang telah dikeluarkan oleh penemu tidak sedikit, juga untuk mendorong gairah inovasi orang-orang yang kreatif.23

Bouwman-Noor Mout mengatakan bahwa HaKI merupakan hasil kegiatan berdaya cipta pikiran manusia yang diungkapkan ke dunia luar dalam suatu bentuk baik materil maupun immateril. Bukan bentuk jelmaannya yang dilindungi akan tetapi daya cipta itu sendiri. Daya cipta itu dapat berwujud dalam bidang seni, industri dan ilmu pengetahuan atau ketiga-tiganya.24

Mieke Komar Kantaatmadja, mengatakan bahwa HaKI merupakan suatu hak yang timbul akibat adanya tindakan kreatif manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia.25

HaKI dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang

22

Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia (Bandung : Penerbit Alumni, 2003), hal. 3.

23

Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual di Negara-Negara ASEAN (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 1996), hal. 1.

24

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intelektual Property Right), Cet. I, (Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 9.

25

Mieke Komar Kantaatmadja, Penelitian Hukum Mengenai Perlindungan atas Kekayaan Intelektual di bidang Penginderaan Jauh di Indonesia (BPHN, Departemen Kehakiman, 1994-1995), hal. 41.


(33)

ilmu pengetahuan dan teknologi. Karya-karya tersebut merupakan kebendaan tidak berwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas seseorang atau manusia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dan karyanya, yang memiliki nilai-nilai moral, praktis dan ekonomis. Pada dasarnya yang termasuk dalam lingkup HaKI adalah segala karya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia tadi. Hal inilah yang membedakan HaKI dengan hak milik lainnya yang diperoleh dari alam.

Esensi yang terpenting dari setiap bagian HaKI ini adalah adanya suatu ciptaan tertentu (creation) di bidang kesenian (art), dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, maupun kombinasi dari ketiga bidang tersebut yang masing-masing mempunyai istilah tertentu.

Seiring dengan pembentukan WIPO, istilah Intellectual Property diartikan dalam pengertian yang luas dan meliputi :

1. Karya-karya kesusastraan, kesenian dan ilmu pengetahuan (literary, artistic and scientific works)

2. Pertunjukan oleh para artis, kaset dan penyiaran audio visual (performances of performing artist, phonograms, and broadcasts) 3. Penemuan teknologi dalam semua bidang usaha manusia (invention in

all fields of human endeavor)

4. Penemuan ilmiah (scientific discoveries) 5. Desain industri (industrial designs)

6. Merek Dagang, nama usaha dan penentuan kemersial (trade marks, service marks, and commercial names and design nations)

7. Perlindungan terhadap persaingan tidak sehak (protection against unfair competition)

8. Segala hak yang timbul dari kemampuan intelektualitas manusia di bidang industri, ilmu pengetahuan, kesusastraan atau kesenian (all


(34)

other resulting from intellectual activity in the industrial, scientific, literary or artistic fields).26

Dari perkembangan yang ada, pengaturan HaKI kini menempatkan undang tidak semata-semata bersifat tambahan melainkan pembuat undang-undang telah bermaksud untuk memberikan suatu ketentuan yang bersifat memaksa, namun perubahan tersebut masih bertumpuh pada sifat asli yang ada pada HaKI tersebut, yaitu :

1) Mempunyai jangka waktu yang terbatas.

Jangka waktu perlindungan HaKI ditentukan secara jelas dan pasti dalam undang-undang tetapi tidak sama bagi semua jenis, misalnya di Indonesia paten dilindungi selama 20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permintaan paten, sedang desain industri selama 10 tahun.

2) HaKI bersifat eksklusif dan mutlak.

Maksudnya adalah bahwa hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun yang mempunyai hak tersebut dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan terhadap siapapun. Si pemilik/pemegang HaKI mempunyai suatu hak monopoli bahwa ia dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaan/penemuannya ataupun menggunakannya.

3) HaKI bersifat hak mutlak yang bukan kebendaan dalam lingkup hak-hak perdata.

Hal ini diakui dalam TRIP’s (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) sebagaimana tercantum dalam konsiderans

26

Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 5.


(35)

TRIP’s yang menyatakan, Members, Recognizing that Intellectual Property Rights are private rights.

Sifat-sifat HaKI ini berlaku secara umum dan diakui oleh negara-negara di dunia, akan tetapi setiap negara penekanannya selalu berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan sistem hukum, sistem politik dan landasan filosofi suatu negara, maupun sejarah dan kondisi ekonomi negara tersebut.

Perlindungan terhadap HKI akan memberikan kepastian hukum dan juga dapat memberikan manfaat secara ekonomo makro dan mikro sebagai berikut :27

1) Perlindungan HKI yang kuat dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan landasan teknologi nasional guna memungkinkan pengembangan teknologi yang lebih cepat lagi.

2) Pemberian perlindungan hukum terhadap HKI pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah pencipta atau penemuan sesuatu di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

3) Pemberian perlindungan hukum terhadap HKI bukan saja merupakan pengakuan negara terhadap hasil karya dan karsa manusia, melainkan secara ekonomi merupakan penciptaan suasana yang sehat untuk menarik penanam modal asing serta memperlancar perdagangan internasional. Untuk memajukan sektor industri di Indonesia melalui pemberdayaan HKI, khususnya desain industri, diperlukan pengaturan desain industri dengan memperhatikan keadilan (justice) seperti yang diajarkan Adam Smith. Adam Smith merupakan Bapak Ekonomi Modern yang mengatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian (the end of justice is to scure from injure). Ajaran Adam Smith ini menjadi dasar hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara hukum dan ekonomi. Ia juga mengatakan bahwa antara ekonomi dan politik mempunyai hubungan yang erat, yang pada gilirannya

27

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia, Cetakan Kedua (Bandung: Penerbit Citra Baktu,1997).


(36)

dikenal dengan istilah ekonomi politik (political economic). Salah satu tujuannya adalah menyediakan sejumlah daya bagi negara atau pemerintah agar mampu menjalankan berbagai tugas dan fungsinya dengan baik dimana ekonomi politik berusaha untuk merumuskan bagaimana memakmurkan rakyat dan pemerintah sekaligus.28

Sedangkan menurut Bismar Nasution, dalam pembangunan ekonomi, hukum ekonomi harus berlandaskan hukum yang rasional. Karena dengan hukum modern atau rasional tersebut akan dapat dilakukan pengorganisasian pembangunan ekonomi. Adapun yang menjadi ciri dari hukum modern ini adalah penggunaan hukum secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dengan cara pendekatan ini, diharapkan akan tercipta penerapan keadilan dan kewajaran, serta secara proporsional dapat memberikan manfaat pada masyarakat. Aturan hukum tidak hanya untuk kepentingan jangka pendek saja, akan tetapi harus berdasarkan kepentingan jangka panjang.29

7. Metode Penelitian

Berdasarkan objek penelitian yang merupakan hukum positif, maka metode yang akan dipergunakan adalah juridis empiris yaitu mengkaji kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang Perlindungan Desain Industri.

Sebagai sebuah penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian ilmiah, sebagai berikut:

28

Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato disampaikan pada Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Ekonomi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ( Medan: 17 April 2004), hal. 4-5.

29

Memoles Hukum Mengundang Investasi, Harian Medan Bisnis, Sabtu 5 Juni 2004, hal. 8.


(37)

a. Sifat Penelitian

Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu: “suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan (menggambarkan) secara sistematis, faktual dan akurat terhadap sesuatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat atau faktor-faktor tertentu”,30

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji tentang peraturan-peraturan hukum mengenai pelaksanaan perlindungan desain industri dan selanjutnya dikaitkan dengan penerapannya dalam praktek pelaksanaan perlindungan desain industri.

b. Lokasi, Populasi dan Sampel

Penelitian ini berlokasi di Kota Medan Propinsi Sumatera Utara, karena selain merupakan Ibukota Propinsi Sumatera Utara, juga letak kota Medan berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia, di samping itu juga Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Juga karena keingintahuan penulis mengenai persepsi pengusaha furniture di Kota Medan terhadap perlindungan desain industri.

30

Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbit Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 36.


(38)

Populasi penelitian adalah semua pengusaha furniture di Kota Medan yang jumlahnya 55.31 Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu sebanyak 20 (dua puluh) pengusaha furniture di Kota Medan.

Dalam melengkapi data-data yang telah diperoleh dari responden di atas, maka diperlukan tambahan informasi dari nara sumber, yaitu :

1. Kabag Hukum pada Kantor Wilayah Hukum Hak Asasi Manusia Propinsi Sumatera Utara.

2. Organisasi Pelaku Usaha Furniture : Asmelindo (Asosisasi Mebel Indonesia Cabang Medan).

3. Ketua Pengadilan Negeri dan Niaga Medan 4. Ahli Hukum HaKI

c. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan dua jenis teknik pengumpul data, yaitu :

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), dilakukan untuk menghimpun data sekunder dari peraturan-peraturan. Data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier yaitu melalui penelitian kepustakaan (Library Research) berupa :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yaitu, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia khususnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan perlindungan desain industri.

31

Data diperoleh dari Kantor Dinas Perindustrian Kota Medan tahun 2006


(39)

b. Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer berupa hasil penelitian di bidang hukum dan karya ilmiah lainnya.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus.

2. Penelitian lapangan (Field Research), dilakukan untuk memperoleh data primer yang diperoleh langsung dari para responden yaitu pengusaha furniture di Kota Medan.

Sedangkan alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara :

1. Studi dokumen, yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori, buku-buku, hasil penelitian, buletin-buletin dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

2. Wawancara langsung dengan menemui pihak-pihak terkait dengan permasalahan yang diteliti, yang dapat dipertanggungjawabkan akan isi dan kebenarannya, dengan menggunakan pedoman wawancara.

3. Kuesioner dengan menggunakan daftar pertanyaan terbuka dan tertutup untuk responden.

d. Analisis Data

Sesuai dengan sifat penelitian yang deskriptif analisis maka analisis data dilakukan dengan editing dan coding data dan selanjutnya mengelompokkan data-data tersebut menurut jenisnya dengan cara menandai jawaban-jawaban dan


(40)

selanjutnya memasukannya ke dalam tabel frekuensi agar dapat ditafsirkan, dan kemudian diuji rata-rata dari setiap jawaban responden berdasarkan pertanyaan Variabel (X) Persepsi dan Variabel (Y) perlindungan Desain Industri serta menganalisa dengan lebar interval berdasarkan skala jawaban, sedangkan data yang diperoleh dari wawancara, setelah diberi kategori-kategori, selanjutnya ditafsirkan dan dideskripsikan dengan pendekatan kualitatif.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir induktif – deduktif yaitu untuk sampai pada suatu kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian dapat dijawab.


(41)

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM DESAIN INDUSTRI

1. Objek HaKI

Tumbuhnya konsepsi atas karya-karya intelektual manusia pada akhirnya menimbulkan kebutuhan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya akan melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property) tadi, termasuk di dalamnya adalah pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, Hak atas Kekayaan Intelektual dikelompokkan sebgai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (intangible).

Paham mengenai hak milik Indonesia yang dikenal dalam Hukum Perdata yang berlaku hingga saat ini pada dasarnya tergantung pada konsepsi kebendaan. Lebih dari itu, konsep itu pun ternyata sangat digantungkan pada asumsi fisik, yaitu tanah/alam dan benda lain yang dikandung atau tumbuh diatasnya. Kalaupun kemudian berkembang pada asumsi non-fisik atau tidak berwujud, maka hak-hak seperti itu masih bersifat derivatif dari hak-hak yang berpangkal dari konsep kebendaan tadi.32

Buku Kedua tentang Kebendaan pada KUHPerdata yang selama ini diberlakukan belum menampung hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Hal ini membuktikan bahwa Hak atas Kekayaan

32

Paingot Rambe Manalu, Hukum Dagang Internasional Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Hukum Nasional Khususnya Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Jakarta: Penerbit Novindo Pustaka Mandiri, 2000), hal. 238.


(42)

Intelektual di Indonesia masih baru, yang melengkapi dan memperkaya paham mengenai hak milik dalam hukum perdata Indonesia.

Hak atas Kekayaan Intelektual sebagai hak kebendaan timbul bukan secara alamiah sebagaimana hak kebendaan lain kehadirannya bukan sejak awal tumbuh dalam sistem hukum Indonesia. Sekalipun demikian, kehadirannya telah melengkapi konsepsi mengenai hak milik dalam hukum perdata Indonesia.33

HaKI pada intinya terdiri dari beberapa jenis, secara konvensional dipilih dalam dua kelompok, yaitu :

1) Hak Cipta (Copyright)

2) Hak atas Kekayaan Industri (Industrial Property), yang berisikan : a. Paten (Patent)

b. Merek (Trademark)

c. Desain Produk Industri (Industrial Design) d. Rahasia Dagang (Trade Secret)

Perlu dicatat, bahwa pengenalan jenis HaKI di atas pada dasarnya berpangkal pada Konvensi Pembentukan WIPO (The World Property Organization). WIPO adalah badan khusus PBB yang dibentuk dengan tujuan untuk mengadministrasikan perjanjian/persetujuan multilateral mengenai HaKI.34

Imam Sjahputra Tunggal mengatakan bahwa objek HaKI adalah sesuatu yang sangat abstrak yang masih merupakan ide manusia, pada akhirnya dituang dalam bentuk hasil karya. Dalam HaKI meski secara kasar dikatakan bahwa yang

33

Ibid, hal. 273

34

Suyud Margono, Hak Kekayaan Intelektual Komentar atas Undang-Undang Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Letak Sirkuit Terpadu, Cet I, (Jakarta: Penerbit Novindo Pustaka Mandiri, 2001), hal. 8-9.


(43)

dilindungi ide karya “konkrit” dari ide manusia, namun jika kembali pada konsep dasar pemberian perlindungan HaKI, maka dari hasil karya yang sudah tertuang tersebut, banyak yang sudah merupakan “public domein”, jadi sesungguhnya yang dilindungi itu “ide” asal dari mereka yang menciptakan hasil karya tersebut. Ide tersebut adalah unik dan akan berbeda satu orang dengan orang lain, meskipun hasil karya yang “diciptakan” mungkin akan serupa.35

2. Desain Industri sebagai salah satu HaKI

Apabila hendak membahas desain industri sebagai salah satu bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual maka hal ini tidak terlepas dari sejarah atau permulaan timbulnya desain industri itu sendiri.

Pemikiran pentingnya suatu perlindungan hukum di bidang hak milik perindustrian timbul dari sekelompok profesional yaitu Patent Lawyers, yang telah mulai berkumpul pada kesempatan Vienna World Fair pada tahun 1873. Perlindungan desain dimaksud tidak terbatas di suatu negara saja melainkan juga butuh perlindungan yang bersifat lintas negara (internasional). Hal tersebut terjadi setelah perdagangan melewati batas-batas teritorial suatu negara semakin besar jumlahnya. Adanya kebutuhan perlindungan hukum tersebut membuat mereka mengadakan suatu konvensi di Paris pada tanggal 20 Maret 1883 yang dikenal dengan Paris Union atau secara lengkapnya The Paris Convention for the Protection Property yang sampai Januari 1993 telah diratifikasi oleh 108 negara. Pada prinsipnya Paris Convention ini mengatur perlindungan hak milik perindustrian yang meliputi hak penemuan atau paten (invention, patents), model

35

Imam Sjahputra Tunggal dan Arif Djohan Tunggal, Peraturan Perundang-undang Hak Cipta, Paten dan Merek Buku II, Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit Harvarindo, 2001), hal. v.


(44)

dan rancang bangun (utility models), desain industri (industrial designs), merek dagang (trade marks), nama dagang (trade names) dan persaingan curang (unfair competition).36

Selain mengatur mengenai paten sederhana, merek, nama dagang, indikasi asal dari persaingan curang, Paris Convention juga mengatur mengenai desain industri (industrial designs). Dalam Pasal 5 Paris Convention dinyatakan : Industrial designs shall be protected in all the countries of the union. Berdasarkan ketentuan ini, negara peserta Paris Convention berkewajiban untuk melindungi desain-desain industri.

Istilah industrial designs diatur di bawah Section 4 Industrial Designs Pasal 25 dan 26 TRIP’s Agreement.37 Pasal 25 mengatur mengenai persyaratan untuk perlindungan desain industri. Desain industri yang dapat diberikan perlindungan hanyalah desain industri yang baru (novelty). Suatu desain industri

36

Muhamad Djumhana, Aspek-Aspek Hukum Desain Industri di Indonesia, Cet. 1, (Bandung: Penerbit PT.Citra Aditya Bakti1999), hal. 18-19.

37

Article 25

(1)Members shall provide for protection of independently industrial designs that are new or original. Members may provide that the designs are not new or original if they do not significantly differ from known designs or combinations of known design features. Members provide that such protection shall not extend to designs dictated essensially by technical or funcitional considerations.

(2)Each Members shall ensures that requirements for securing protection for textile design, in particular in regard to any cost, examination or publication, do not unreasonably impair the opportunity to seek and obtain such protection. Members shall be free to meet this obligation through industrial designs law or through copyright law.

Article 26

(1) The Owner of the protected industrial designs shall have the right to prevent third parties not having his concent from making, selling, or importing articles bearing or embodying a designs which is copy, or substantially a copy, of the protected design, when such acts are undertaken for commercial purposes

(2) Members may provide limited exception to the protection of industrial designs, provided that such exceptions do not unreasonably conflict with the normal exploitation or protections industrial designs and do not unreasionebly prejudice design, taking eccount of the legitimate interests of third parties.

(3) The duration of protection available shall amount to at least ten years.


(45)

dikatakan tidak baru bila desain yang bersangkutan tidak berbeda dari desain lain yang telah dikenal atau dikombinasi beberapa desain yang telah dikenal. Pasal 26 mengatur mengenai ruang lingkup perlindungan hukum yang diberikan kepada desain industri. Menurut pasal ini pemilik suatu desain industri yang dilindungi memiliki hak untuk melarang pihak ketiga yang tidak memperoleh izin darinya untuk membuat, menjual atau mengimpor benda yang mengandung atau memuat desain yang merupakan tiruan, atau secara pokok merupakan tiruan dari desain yang dilindungi apabila tindakan-tindakan tersebut dilakukan untuk tujuan komersial. Lamanya perlindungan menurut pasal ini adalah tidak kurang dari sepuluh tahun.38

Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, istilah yang dipakai adalah desain produk industri. Sedangkan istilah industrial design sering digunakan oleh masyarakat Eropa dan Jepang. Penyebutan nama Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 ini dengan nama Undang-Undang-Undang-Undang Desain Industri lebih tepat sebagai padanan kata industrial design, dari pada menyebutnya dengan nama Undang-Undang tentang Desain Produk Industri.39

Dalam peraturan perundang-undangan mengenai desain industri tidak akan terlepas dari hak cipta. Pada permulaannya pengaturan desain industri tidak dipisahkan dengan bidang hak cipta. Desain industri dianggap sebagai bagian dari pekerjaan artistik atau paling tidak adalah bagian dari seni pakai (applied art).

Desain industri tidak bisa terlepas dari kerja cipta manusia yang pengaturannya secara tegas melalui ketentuan hak cipta, yaitu seperti seni lukis,

38

Rachmad Usman, Op.Cit, hal. 415.

39

Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, (Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hal. 35.


(46)

seni patung dan yang lainnya. Hal ini jika dilihat dari wujud desain industri itu yang tidak terlepas dari langkah menggambarkan dan membentuk model. Selain bersinggungan dengan hak cipta, desain industri ini pun dapat bersinggungan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya misalnya hak paten, hak merek. Hal itu karena melihat bentuknya ini serta penerapannya di bidang perdagangan, maka desain industri tidak akan terlepas dari perhatian aturan hak cipta, hak paten dan hak merek.

3. Pengaturan Internasional di Bidang Industri dan Implikasinya terhadap Desain Industri di Indonesia.

Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan peranan desain industri yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual.

Keanekaragaman budaya yang dipadukan dengan upaya untuk ikut serta dalam globalisasi perdagangan, dengan memberikan pula perlindungan hukum terhadap desain industri akan mempercepat pembangunan industri nasional.

Dalam kaitannya dengan globalisasi perdagangan, Indonesia telah meratifikasi konvensi tentang pembentukan Oraganisasi perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang mencakup pula persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Inteletktual (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right/TRIPs) sebagaimana telah disahkan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Ratifikasi konvensi tersebut menunjang pula ratifikasi Paris Convention for the Protection of Industrial Property, yang telah disahkan 31


(1)

similar tools and implements

perangkat sejenis 08 - 05 Other tools and

implements

Alat-alat dan perangkat lainnya

08 - 06 Handless, knobs and hinges

Pegangan, tombol atau Knob dan engsel

08 – 07 Locking or closing devices

Alat-alat untuk mengunci dan menutup

08 - 08 Fastening supporting or mounting devices not included in other classes

Alat-alt pengencang, penyanggah atau pengganjal yang tidak termasuk dalam kelas lain 08 - 09 Metal fittings and

mountings for doors, windows and furniture and similar articles

Fitting dan alat pengganjal dari besi untuk pintu, jendela dan perabot dan alat-alat yang sejenis 08 - 10 Bicycle racks Rak sepeda

08 - 99 Miscellaneous Rupa-rupa 09-01 Bottles, flasks, pots,

carboys,demijohns and containers with dinamic dispensing means

Botol, tabung, panci kereta bayi, labu (botol besar dengan dengan leher sempit dan kontainer dengan alat pembuangan dinamis (bergerak)

09-02 Storage cans, drums and casks

Kaleng, drum dan tong penyimpan

09-03 Boxes, cases, containers (preserve) tins or cans

Kotak, tas, kontainer kaleng dan tempat pengawet

09-04 Hampers, crates and baskets

Keranjang, peti kayu dan tempat barang

09-05 Bags, sachets, tubes and capsules

Kantong, pembungkus, silinder dan kapsul

09-06 Ropes and hooping materials

Tambang dan bahan-bahan pengikat

09-07 Closing, means and attachments

Alat-alat menutup dan perlengkapannya

09-08 Pallets and platforms for forklifts

Pallet dan platform untuk mesin pengangkat barang 09-09 Refuse and trash

containers and stand therefor

Tempat sampah dan barang

rongsongkan dan penampungannya

09 Packages and Containers for the Transport or Handling of Goods

(Pembungkus dan Kontainer untuk pengangkutan atau mengangkat atau membawa barang-barang)

09-99 Miscellaneous Rupa-rupa 10-01 Clocks and alarm clocks Jam dan jam alarm 10-02 Watches and wrist

watches

Arloji dan jam tangan 10-03 Other time- measuring

instruments

Alat-alat pengukur waktu lainnya

10-04 Other measuring

instrument, apparatus and devices

Perlengkapan dan alat-alat pengukur lainnya

10 Clocks and Watches and other measuring instruments, checking and signalling instruments

(Jam dan jam tangan dan alat ukur lainnya, alat untuk memeriksa dan memberikan

isyarat lainnya) 10-05 Instruments, apparatus and devices for checking, security or testing

Alat-alat untuk mendeteksi, keamanan atau pengujian


(2)

10-06 Signalling apparatus and devices

Alat-alat pemberi sinyal 10-07 Casings, dials, hands and

all other parts and accessories of intruments for measuring, checking and signalling

Casing, pemutar, jarum dan bahan lainnya dan perlengkapan alat pengukur, pemeriksa dan pemberi isyarat

10-99 Miscellaneous Rupa-rupa

11-01 Jewellery perhiasan

11-02 Trinkcets, table, mantel and wall ornaments, flower vases and pots

Perhiasan kecil, meja, mantel dan ornamen dinding, vas bunga dan pot 11-03 Medals and badges Medali dan sabug 11-04 Artificial flowers, fruit

and plants

Bunga, buah dan tanaman buatan

11-05 Flags, festive decorations Bendera, dekorasi festifal 11 Articles of adornment

(barang-barang perhiasan)

11-99 Miscellaneous Rupa-rupa 12-01 Vehicles drawn by

animals

Kenderaan yang ditarik oleh hewan

12-02 Handcarts, wheelbarrows Kereta tangan, kereta dorongn

12-03 Locomotives and rolling stock for railways and all other rail vehicles

Lokomotif dan lori kereta api dan semua kenderaan (alat angkut) yang memakai rel

12-04 Telphers carriers, chair lifts and ski lifts

Pembawa “telphers”, pengangkat kursi dan pengangkat ski

12-05 Elevator and hoists for loading or conveying

Elevator dan alat angkat untuk memuat atau mengangkut barang

12-06 Ships and boats Kapal dan perahu 12-07 Aircraft and space

vehicles

Pesawat terbang dan alat angkut udara lainnya 12-08 Motor, cars, buses and

lorries

Motor, mobil, bis dan lori

12-09 Tractors Traktor

12-10 Road vehicle, trailers Kenderaan trailer

12-11 Cycles and motorcycles Sepeda dan kenderaan bermotor

12-12 Perambulators, invalid chairs, stretchers

Kereta bayi, kursi roda untuk orang cacat, alat untuk mengangkat orang sakit (tandu)

12-13 Special-purpose vehicles Kenderaan untuk kegunaan khusus

12-14 Other vehicles Kenderaan-kenderaan lainnya

12-15 Tyres and unti-skid chains for vehicles

Ban dan rantai anti slip untuk kenderaan

12-16 Parts, equipment and accessories for vehicles, not included in other classes or sub-classes

Bagian-bagian, peralatan dan asesoris untuk kendaraan, tidak termasuk kedalam kelas lain atau sub kelas lain

12 Means of transport or hoisting (alat-alat transportasi dan pengangkat)

12-99 Miscellaneous Rupa-rupa

13-01 Generators and motors Generator dan motor 13 Equipment for

production, distribution or

13-02 Power, transformers, rectifiers, batteries and

Travo daya, alat memperbaiki, baterai dan


(3)

accumulators akumulator 13-03 Equipment for distribution

or control of electric power

Alat-alat distribus dan kontrol tenaga listrik

transformation of electricity

(Perlengkapan untuk produksi, distribusi atau transpormasi untuk listrik)

13-99 Miscellaneous Rupa-rupa 14-01 Equipment for the

recording or reproduction of sound or pictures

Perlengkapan untuk merekam atau menghasilkan suara atau

gambar

14-02 Data processing

equipment as well as peripheral apparatus and devices

Alat-alat pemrosesan data

dan peralatan tambahannya

14-03 Comunication equipment wireless remote control and radio amplifiers

Alat-alat komunikasi, remot kontro tanpa kabel dan amplifier radio

14 Recording, communication or information retrieval equipment (Perekam atau perlengkapan untuk komunikasi dan mendapatkan informasi)

14-99 Miscellaneous Rupa-rupa

15-01 Engines Mesin

15-02 Pumps and compressors Pompa dan kompresor 15-03 Agricultural machinery Mesin-mesin pertanian 15-04 Construction machinery Mesin-mesin Konstruksi 15-05 Washing, Cleaning and

drying machines

Mesin cuci, pembersih dan pengering

15-06 Textiles, sewing, knitting and embroidering machines including their integral parts

Mesin tekstil, jahit, rajut dan sulam termasuk bagian-bagian yang menyatu pada alat tersebut 15-07 Refrigeration machinery

and apparatus

Mesin dan alat pendingin

15-08 (Vacant) Kosong

15-09 Machine tools, abrading and founding machinery

Peralatan mesin untuk

konstruksi dan pengampelas

15 Machines not elsewhere specified (Mesin-mesin lainnya yang tidak ditentukan)

15-99 Miscellaneous Rupa-rupa 16-01 Photographic cameras and

film cameras

Kamera foto dan kamera film

16-02 Projectors and vieswers Proyektor dan alat-alat visual

16-03 Photocopyng apparatus and entangers

Peralatan fotocopi dan sejenisnya

16-04 Developing apparatus and equipment

Peralatan dan perlenngkapan untuk pembangunan

16-05 Accessories Aksesoris 16-06 Optical artiles Alat-alat opetik 16 Photographic,

cinematographic and optical apparatus (Photografi, sinemotografi dan peralatan optikal)

16-99 Miscellaneous Rupa-rupa 17-01 Keyboard instruments Peralatan keyboard 17-02 Wind instruments Alat-alat tiup 17-03 Stringed instruments Alat-alat petik 17-04 Pereussion instruments Alat-alat perkusi 17-05 Mechanical instruments Alat-alat mekanis 17 Musical instruments

(peralatan musikal)

17-99 Miscellaneous Rupa-rupa

18-01 Typewrites and

calculating machines

Mesih ketik dan mesin penghitung

18-02 Printing machines Mesin cetak

18-03 Type and type faces Huruf dan wajah huruf 18 Printing and office

machinaery (Pencetak dan mesin kantor)


(4)

printers stapling machines guillationes and trimmers (for bookbinding)

printer, alat pemotong kertas dan mesin penjilid. 18-99 Miscellaneous Rupa-rupa

19-01 Wrinting paper, card for crrespondence and announcements

Kertas tulis, kartu untuk

koresponden dan pengumuman

19-02 Office equipment Peralatan kantor

19-03 Calenders Kalender

19-04 Books and other objects of

similar outward appearance

Buku dan objek lainnya yang mempunyai tampilan luar serupa

19-05 (vacant) Kosong

19-06 Materials and instruments for writing by hand for drawing for printing. For sealpture, for engraving and for other artistic techniques

Bahan dan alat-alat untuk menulis, menggambar, melukis, memahat, mengukir dan untuk tekhnik

artistik lainnya 19-07 Teaching materials Bahan-bahan pengajar 19-08 Other printed matter Barang yang dicetak

lainnya 19 Stationery and officer

equipment, artists and teaching materials (Alat tulis dan Perlengkapan Kantor, Perlengkapan Seni dan Men gajar)

19-09 Miscellaneous Rupa-rupa 20-01 Automatic vending

machines

Mesin penjual otomatis 20-02 Display and sales

euipment

Peralatan pameran dan penjualan

20-03 Sings, signboards and advertising vevices

Tanda, papan tanda dan peralatan iklan

20 Sales and advertising equipment, sings (Perlengkapan menjual dan iklan, menyanyi)

20-99 Miscellaneous Rupa-rupa

21-01 Games and tous Permainan dan mainan 21-02 Gymnastics and sports

apparatus and equipment

Peralatan olah raga dan senam

21-03 Other amusement and entertaiment articels

Alat-alat hiburan 21-04 Tents and accessories

thereof

Tenda-tenda aksesories 21 Games toys tents and

sport goods

21-99 Miscellaneous Rupa-rupa 22-01 Prijektile wapons Senjata proyektil 22-02 Other weapons Senjata lainnya 22-03 Ammunitions, rockets and

pyrotechnic articles

Amunisi, roket 22-04 Targets and accessories Sasaran dan aksesoris 22-05 Hunting and fishing

equipment

Peralatan berburu dan memancing

22-06 Traps, articles for pest killing

Perangkap, alat-alat pembasmi hama

22 Arms, pvrotechnie articles, articles for hunting fishing and pest killing (Senjata, Petasan, Alat berburu, memancing dan berburu ikan)

22-99 Miscellaneous Rupa-rupa 23-01 Fluid distribution

equipment

Peralatan distribusi 23-02 Sanitary appliances Peralatan sanitasi 23-03 Heating equipment Alat-alat pemanas 23-04 Ventilation and air-

conditioning, equipment

Ventilasi dan alat-alat pendingin ruangan

23-05 Solid fuel Bahan bakar padat 23 Fluid distribution

equipment, sanitary, heating, ventilation and air-conditioning equipment, solidfuel (Peralatan distribusi air, Anitari, Pemanas, ventilasi, pengkondisi udara, bahan bakar padat)

23-99 Miscellaneous Rupa-rupa


(5)

for doctors hospital and laboratories

rumah sakit yang digunakan dilaboratorium 24-02 Medical instruments,

instruments and tolls for laboratory use

Alat-alat medis, perlengkapan dan perangkat yang digunakan

dilaboratorium

24-03 Prosthetic articles Barang-barang prosthetik 24-04 Materials for dressing

woands, nursing and medical care

Bahan-bahan untuk menutup luka, perawatan, penjagaan kesehatan laboratory equipment

(Perlengkapan medikal dan laboratorium)

24-99 Miscellaneous Rupa-rupa

25-01 Building materials Bahan-bahan bangunan

25-02 Prefaricated or

preassembled building parts

Bahan-bahan bangunan yang terpasang

25-03 Houses, garages and other building

Rumah, garasi dan bangunan-bangunan

lainnya 25-04 Steps, ladders, and

seaffolds

Anak tangga, tangga dan tempat penggantung (perancah)

25 Building units and construction elements (Unit bangunan dan elemen-elemen konstruksi)

25-99 Miscellaneous Rupa-rupa 26-01 Candlessticks and

candelabra

Kandel dan tempat lilin yang bercabang

26-02 Torches and hand lamps and lanterns

Lampu senter dan lampu pegan g gagang lentera 26-03 Public lighting fixtures Lampu jalan

26-04 Lamineas sources electrical or not

Sumber-sumber cahaya baik listrik maupun tidak 26-05 Lamps, standard lamps,

chandeliers, wall and ceiling fixtures lampshades, reflectors, photographic and cinematographie projektor lamps

Lampu-lampu standar, tempat lilin, perlengkapan dinding dan loteng, tempat lampu, alat refleksi, fotogra

lampu, proyektor sinematografi

26-06 Luminoas, devies for vachicles

Peralatan lampu pada kenderaan

26 Lighting apparatus (Perlenggkapan pencahayaan lampu)

26-99 Miscellaneous Rupa-rupa 27-01 Tobacco, cigars and

cigarette

Tembakau cerutu dan rokok 27-02 Pipes, cigars and cigarette

holders

Pipa, pemegang cerutu dan rokok

27-03 Astrays Asbak

27-04 Mateches Korek api

27-05 Lighters Geretan 27-06 Cigar cases, cigarette

cases, tobacco jars and poaches

Tempat cerutu, tempat rokok, botol tembakau dan kantong tembakau

27 Tobacco and smokers supplies (Tembakau dan kebutuhan perokok)

27-07 Miscellaneous Rupa-rupa

28-01 Pharmaceutical products Produk obat-obatan 28-02 Cosmetic product Produk kosmetik 28-03 Toilet articles and beauty

parlor equipment

Perlengkapan toilet dan perlengkapan salon kecantikan

28-04 Wigs, false hairpleces Rambut palsu (wig), lembaran rambu palsu 28 Pharmacentical and

cosmetic products, toilet articels and apparatus (Obat-obatan dan produk kosmetik,

perlengkapan dan peralatan toilet)

28-05 Miscellaneous Rupa-rupa


(6)

against fire hazards perlengkapan untuk menghilangkan asap api

29-02 Devices and equipment for accident prevention and for rescue not elsewhere specified

Peralatan dan perlengkapan untuk pencegahan kecelakaan dan untuk penyelamatan dan lain-lainnya

equipment against fire hazards for accident prevention and for reseu (Peralatan dan perlengkapan melawan asap api untuk pencegahan kecelakaan dan untuk penyelamatan)

29-03 Miscellaneous Rupa-rupa 30-01 Animal clothing Pakaian binatang 30-02 Pens, cages, kennels and

similar shelters

Kandang, sangkar, kurungan dan naungan (tempat berlindung) yang sama lainnya

30-03 Feeders and waterers Pemberi makanan dan minuman

30-04 Saddlery Pelana

30-05 Whips and prods Cambuk dan pecutan 30-06 Beds and nests Tempat tidur dan sarang 30-07 Perches and other cage

attachments

Tenggeran dan perlengkapan sangkar lainnya

30-08 Markers, marks and shackles

Penanda, tanda dan belenggu

30-09 Hitching posts Tiang pengikat 30 Articles for the care

and handling of animals (barang-barang untuk menangani dan memelihara binatang)

30-99 Miscellaneous Rupa-rupa 31 Machines and

appliances for preparing food or drink, not elswhere specified ( Mesin-mesin dan

perlengkapan untuk menyiapkan makanan atau minuman dan lain-lainnya)

31-01 Machines and appliances for preparing food or drink, not elswhere specified

Mesin-mesin dan Perlengkapan untuk menyiapkan makanan atau minuman dan lain-lainnya