Persepsi Pengusaha Terhadap Suku Bunga Pinjaman Perbankan Di Kota Medan

(1)

SKRIPSI

PERSEPSI PENGUSAHA TERHADAP SUKU BUNGA

PINJAMAN PERBANKAN DI KOTA MEDAN

OLEH

JAYA SPLIWAN SIREGAR 090523022

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

PERSEPSI PENGUSAHA TERHADAP SUKU BUNGA PINJAMAN PERBANKAN DI KOTA MEDAN

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi pengusaha terhadap suku bunga pinjaman perbankan di kota medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan usaha furniture, persepsi pengusaha terhadap suku bunga dan untuk mengetahui persepsi pengusaha tentang suku bunga yang wajar/sesuai keekonomian.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan kepada para pengusaha furniture. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penghambat perkembangan usaha furniture adalah terbatasnya akses pemasaran, akses informasi dan manajemen keuangan. Alasan pengusaha tidak berhubungan dengan perbankan adalah masalah bunga kredit atau bunga pinjaman yang masih tinggi, biaya administrasi yang masih tinggi, urusan kredit yang sangat sulit dan masalah agunan. Suku bunga pinjaman yang ideal menurut para pengusaha di Kota Medan adalah tingkat bunga < 5%.


(3)

ABSTRACT

PERCEPTION OF ENTREPRENEURS IN THE BANKING LOAN RATE INTEREST IN THE CITY OF MEDAN

Formulation of the problem in this study was to determine how the perception of entrepreneurs to bank lending rates in the city of Medan. The purpose of this study was to determine the employers' perception of interest rates in the city of Medan and to determine the perceptions of entrepreneurs about reasonable interest rates / economic suit in the city of Medan.

Primary data collection through questionnaires distributed to the furniture business. The analytical method used is descriptive analysis.

The results showed that employers want furniture mortgage interest is not too big and reasonable rates expected and ideal that is <5%. Valid test of the validity of the data shows where each variable is positive and the magnitude of the above 0:30 while the reliability of test data shows reliable as a positive value and the amount above 0.70 according to the testing process.


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang begitu berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Persepsi Pengusaha Terhadap Suku Bunga Pinjaman Perbankan di Kota Medan”, guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Strata (S-1) atau gelar sarjana pada fakultas Ekonomi Program Studi Ekonomi Pembangunan.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu:

1. Bapak Drs. John Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara

3. Bapak Syahrir Hakim Nasution M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Sumatera Utara

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Sc, PhD selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan.

5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan sekaligus Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam mengerjakan skripsi ini.


(5)

6. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staf pegawai Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Keluarga terkasih, Bapak, Mama, Abang dan Kakak yang telah mendukung

saya sepenuhnya. Terimakasih buat doa-doanya, dukungan moral dan financial, semangat dan masukan yang sangat berharga bagi penulis.

8. Saudara, sahabat dan teman-teman satu angkatan 2009 Ekonomi Pembangunan Ekstensi yang sama-sama berjuang dan saling memberi semangat serta dukungan.

9. Para responden yang banyak membantu dalam memberikan data untuk penulisan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca semuanya dan semoga Tuhan Yanh Maha Esa membalas kebaikan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

Medan, Juli 2012 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi ... 5

2.1.1 Konsep Teoritik Mengenai Persepsi ... 5

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Seseorang ... 7

2.1.3 Pengukuran Persepsi ... 8

2.2 Pengusaha ... 9

2.2.1 Pengertian Pengusaha ... 9

2.2.2 Tiga Macam Resiko yang Dihadapi Oleh Tengusaha ... 14

2.2.3 Pandangan Joseph Schumpeter Tentang Tengusaha ... 15

2.3 Bank ... 16

2.3.1 Pengertian bank ... 16

2.4 Tingkat Suku Bunga ... 18

2.4.1 Teori Klasik Tentang Tingkat Bunga ... 18

2.4.2 Teori Keynes Tentang Tingkat Bunga... 20

2.4.3 Teori Loanable Funds ... 20

2.4.4 Tingkat Bunga Nominal ... 21

2.4.5 Tingkat Bunga Rill... 22

2.5 Sumber pembiayaan pengusaha ... 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 24


(7)

3.5 Skala Pengukuran Variabel ... 25

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian... 26

3.7 Jenis Data ... 26

3.8 Metode Pengumpulan Data... 27

3.9 Uji Validitas dan Reliabilitas Teknik Analisis ... 27

3.10 Teknik Analisis ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi wilayah Kota Medan ... 30

4.1.1 Wilayah dan Eopografi ... 30

4.1.2 Kependudukan ... 31

4.1.3 Perkembangan Ekonomi Kota Medan ... 34

4.1.4 Pertumbuhan Ekonomi ... 35

4.1.5 Perkembangan Pnvestasi ... 37

4.1.6 Pendapatan Perkapita ... 39

4.2 Hasil Penelitian ... 41

4.2.1 Perkembangan Usaha Uurniture di Kota Medan ... 41

4.2.2 Perizinan Usaha... 42

4.2.3 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman di Kota Medan... 43

4.3 Pembahasan ... 46

4.3.1 Uji Validitas ... 46

4.3.2 Uji Reliabilitas ... 47

4.3.3 Karakteristik Responden dan Usaha ... 48

4.3.4 Faktor Penghambat Perkembangan Psaha Purniture ... 53

4.3.5 Upaya Peningkatan Penyaluran Predit ... 56

4.3.6 Alasan Tidak Berhubungan Dengan Pihak Bank... 59

4.3.7 Sumber Pembiayaan Modal Pengusaha... 61

4.3.8 Tingkat Bunga Ideal Menurut Pengusaha ... 62

4.3.9 Penilaian Terhadap Persepsi ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Tahun

2005-2009 ... 31

4.2 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2010 ... 33

4.3 Perbandingan Peranan dan Kontribusi Antar Lapangan Usaha Terhadap PDRB Pada kondisi Harga Berlaku Tahun 2005-2007 ... 35

4.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Periode 2005-2007 Menurut Sektor/Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 ... 36

4.5 Perizinan UsahaYang Dikeluarkan Sepanjang Tahun 2011 ... 42

4.6 Perkembangan Suku Bunga Kredit Tertimbang Kota Medan ... 45

4.7 Hasil Uji Validitas ... 46

4.8 Hasil Uji Reabilitas ... 47

4.9 Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin .... 48

4.10 Karakteristik Responden Menurut Umur ... 49

4.11 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan ... 50

4.12 Karakteristik Responden Menurut Jenis Usaha ... 50

4.13 Karakteristik Responden Menurut Lama Usaha ... 51

4.14 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Karyawan ... 52

4.15 Karakteristik Responden Menurut Asset Perusahaan ... 53

4.16 Faktor Penghambat Perkembangan Usaha ... 54

4.17 Upaya Peningkatan Penyaluran Kredit ... 56

4.18 Alasan Tidak Berhubungan Dengan Pihak Bank ... 59

4.19 Sumber Pembiayaan Modal Pengusaha ... 61

4.20 Tingkat Suku Bunga Ideal Menurut Pengusaha ... 62


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Tingkat Bunga Menurut Teori Klasik... 19 4.1 PDRB Atas Dasar harga Berlaku 2006-2010 ... 40 4.2 PDRB Perkapita Kota Medan dan PDRB Perkapita

Kecamatan Tahun 2009 ... 40 4.3 Sumber Pembiayaan Pengusaha... 54 4.4 Tingkat Suku Bunga Ideal Menurut Pengusaha ... 64


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuisioner Penelitian


(11)

ABSTRAK

PERSEPSI PENGUSAHA TERHADAP SUKU BUNGA PINJAMAN PERBANKAN DI KOTA MEDAN

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi pengusaha terhadap suku bunga pinjaman perbankan di kota medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan usaha furniture, persepsi pengusaha terhadap suku bunga dan untuk mengetahui persepsi pengusaha tentang suku bunga yang wajar/sesuai keekonomian.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan kepada para pengusaha furniture. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penghambat perkembangan usaha furniture adalah terbatasnya akses pemasaran, akses informasi dan manajemen keuangan. Alasan pengusaha tidak berhubungan dengan perbankan adalah masalah bunga kredit atau bunga pinjaman yang masih tinggi, biaya administrasi yang masih tinggi, urusan kredit yang sangat sulit dan masalah agunan. Suku bunga pinjaman yang ideal menurut para pengusaha di Kota Medan adalah tingkat bunga < 5%.


(12)

ABSTRACT

PERCEPTION OF ENTREPRENEURS IN THE BANKING LOAN RATE INTEREST IN THE CITY OF MEDAN

Formulation of the problem in this study was to determine how the perception of entrepreneurs to bank lending rates in the city of Medan. The purpose of this study was to determine the employers' perception of interest rates in the city of Medan and to determine the perceptions of entrepreneurs about reasonable interest rates / economic suit in the city of Medan.

Primary data collection through questionnaires distributed to the furniture business. The analytical method used is descriptive analysis.

The results showed that employers want furniture mortgage interest is not too big and reasonable rates expected and ideal that is <5%. Valid test of the validity of the data shows where each variable is positive and the magnitude of the above 0:30 while the reliability of test data shows reliable as a positive value and the amount above 0.70 according to the testing process.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam mengembangkan aspek ekonomi suatu bangsa dan menciptakan lapangan kerja, peran pengusaha sangat penting karena tanpa pengusaha tidak mungkin kita dapat mengembangkan aspek ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa. Sebagai salah satu komponen masyarakat, pengusaha harus memilliki rasa tanggung jawab atas terwujudnya tujuan pembangunan nasional, yakni kesejahteraan sosial, spiritual, dan material.

Sejalan dengan perkembangan perekonomian dewasa ini banyak pengusaha yang melakukan ekspansi usaha, untuk tujuan tersebut maka pengusaha memerlukan dana yang relatif besar. Pemenuhan kebutuhan dana tersebut diperoleh dengan melakukan pinjaman dalam bentuk hutang kepada bank.

Pengusaha dalam kegiatan usahanya harus didukung oleh perbankan. Perbankan bekerja untuk membantu dan mendorong kegiatan ekonomi. Jasa yang diberikan bank adalah jasa lalu lintas peredaran uang. Melalui bank, pengusaha dapat memperoleh kredit atau pinjaman uang untuk usaha yang dijalankan. Perbankan merupakan lembaga yang mempunyai posisi strategis dalam pembiayaan dunia usaha karena bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi. Perbankan dalam operasionalnya diawasi langsung oleh Bank Indonesia karena menyangkut pada sistem moneter.


(14)

Dewasa ini, aksessibilitas dunia usaha terhadap perbankan dalam rangka pembiayaan sangat tergantung pada mekanisme pasar yang sangat kompetitif. Pemahaman para pengusaha tentang suku bunga pinjaman merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh pihak perbankan. Suku bunga masih menjadi faktor penghambat utama pengusaha dalam mengakses dana perbankan karena tingkatnya masih sangat tinggi.

Tingkat suku bunga yang tinggi akan mengakibatkan pengusaha semakin sulit dalam mengakses dana dari bank. Mereka akan mengkompensasi dengan menaikkan harga produk yang berakibat pada masyarakat luas dan juga daya saing produk akan semakin rendah karena biaya modal yang mahal.

Selain itu, pengusaha juga tidak terlepas dari permasalahan dan hambatan dalam pengembangan aktivitas usahanya. Masalah mendasar untuk pengusaha yang paling menonjol adalah masalah yang menyangkut pembiayaan usaha atau modal usaha. Kebutuhan modal sangat terasa pada saat seseorang ingin memulai usaha baru. Pada usaha yang sudah berjalan, modal tetap menjadi kendala lanjutan untuk berkembang. Masalah yang menghadang pengusaha lainnya menyangkut kemampuan akses pasar dan pemasaran, tata kelola manajemen serta akses informasi. Kesulitan usaha kecil mengakses sumber-sumber modal karena keterbatasan informasi dan kemampuan menembus sumber modal tersebut.

Bank sebagai sebuah industri jasa keuangan harus betul-betul dipersiapkan dengan baik dimana bank adalah sumber dana bagi kebutuhan perkembangan dunia usaha. Dunia usaha pada saat ini dihadapkan pada permasalahan tingginya


(15)

mempengaruhi investasi. Begitu juga halnya perbankan sendiri, tingkat suku bunga yang tinggi akan berpengaruh terhadap besarnya pinjaman para pengusaha.

Akibat krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 masih terasa dampaknya pada kegiatan pengusaha dimana banyak pengusaha mengalami kebangkrutan dan berdampak lebih lanjut kepada sektor perbankan. Dengan kondisi perbankan yang mengalami kesulitan likuiditas tersebut mendorong perbankan menaikkan suku bunga yang tinggi guna menarik dana dari masyarakat. Bahkan perbankan menawarkan kepada peminjam dengan suku bunga mencapai lebih dari 60%.

Hal ini mengakibatkan perbankan menjadi tempat yang tidak menyenangkan bagi pengusaha yang ingin meminjam dana sehingga banyak bank yang mudah diguncang isu yang menyebabkan rusak dan berkurangnya kepercayaan rakyat terhadap bank. Guna menjamin dan memulihkan kepercayaan tersebut banyak bank yang ditutup atau diambil alih oleh pemerintah. Karenanya dibutuhkan biaya yang besar melalui program restrukturisasi dan rekapitalisasi perbankan.

Pasca krisis ekonomi melanda Indonesia, independensi Bank Sentral Indonesia menjadikan lembaga tersebut sebagai satu-satunya pengendali pasar uang. Tingkat suku bunga yang rendah, dengan ukuran satu digit (di bawah 10%) menjadi target dalam pengelolaan ekonomi makro.

Karena peranan perbankan bagi para pengusaha sangatlah penting, maka diharapkan mampu membantu para pengusaha dalam permodalan dengan menetapkan suku bunga pinjaman yang wajar. Dengan terciptanya suku bunga


(16)

yang stabil dan wajar akan menciptakan iklim investasi yang kondusif dan akan berpengaruh terhadap permodalan bagi pengusaha.

Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah diatas maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Persepsi Pengusaha Terhadap Suku Bunga Pinjaman Perbankan Di Kota Medan”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang judul di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah persepsi pengusaha terhadap suku bunga pinjaman perbankan di Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perkembangan usaha di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui persepsi pengusaha terhadap suku bunga di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui persepsi pengusaha tentang suku bunga yang wajar/sesuai keekonomian di Kota Medan.


(17)

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapakan akan dapat menambah wawasan tentang persepsi pengusaha terhadap suku bunga pinjaman perbankan.

2. Dari segi praktis, penelitian ini dapat menambah masukan dan wacana kepada masyarakat luas serta sebagai bahan acuan bagi kalangan akademisi dan peneliti lain untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat untuk mengkaji tentang persepsi pengusaha terhadap suku bunga pinjaman perbankan.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi

2.1.1. Konsep Teoritik Mengenai Persepsi

Persepsi seseorang dapat timbul dari pengalaman yang telah diperolehnya, baik yang dilakukan sendiri maupun kesan dari orang lain. Akumulasi dari persepsi akan mampu membentuk suatu opini asumsi atau kesimpulan tentang sesuatu yang telah dialaminya.

Kotler (2003) mendefinisikan persepsi sebagai perception is the process by which an individual selected, organized and interprets information inputs to create a meaningful picture of the world. Sementara wells dan prenskey (2000) mendefinisikan persepsi sebagai perception is the process consumers use to select stimuli or object in t.heir environtment, gather information about them and interpret the meaning of the information.

Pengertian persepsi itu sendiri dapat dilihat dari beberapa definisi persepsi berikut ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) persepsi adalah: (1) tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, serapan dan (2) proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancainderanya.

Definisi persepsi menurut Michael W. Levine & Shefner (2000) yaitu: “persepsi merupakan cara dimana kita menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan (diproses) oleh indera”.


(19)

sehingga dapat mengenal mengenal suatu objek dengan jalan asosiasi pada sesuatu ingatan tertentu, baik secara indera penglihatan, indera perabaan dan sebagainya sehingga akhirnya bayangan itu dapat disadari.

Menurut Chaplin (2001) dalam kamus lengkap Psikologi, persepsi adalah; 1. Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan

bantuan indera.

2. Kesadaran dari proses-proses organik.

3. Satu kelompok dari penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman masa lalu.

4. Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang.

5. Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu.

Menurut slameto (2003) persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya , yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa dan pencium. Siagian (1995) mendefenisikan persepsi sebagai apa yang ingin dilihat oleh seseorang yang belum tentu sama dengan fakta yang sebenarnya, dan inilah yang menyebabkan timbulnya interprestasi berbeda tentang apa yang dilihat dan dialami oleh dua orang yang mengalami hal yang sama.


(20)

Menurut Rakhmat (2004) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan.

Persepsi merupakan suatu proses seseorang menafsirkan stimulus yang diterimanya dan juga merupakan suatu proses seseorang mengorganisasikan pikirannya dengan menafsirkan dan mengalami serta mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya.

2.1.2. Faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang

Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja. Tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor itulah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat sesuatu mungkin memberikan interprestasi yang berbeda tentang yang dilihatnya.

Menurut Siagian (1995) Secara umum terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Pertama diri orang yang bersangkutan sendiri atau pengetahuan yang dimiliki.Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interprestasinya tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual dan pengetahuan yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, minat, pengalaman, dan harapannya. Kedua sasaran pesepsi tersebut. Sasaran ini mungkin berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Hal-hal lain yang ikut menentukan persepsi seseorang adalah gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan ciri-ciri lain dari sasaran persepsi.Ketiga faktor situasi. Faktor ketiga yang


(21)

hal ini tinjauan terhadap persepsi harus secara konstektual artinya perlu diperhatikan dalam situasi yang mana suatu persepsi itu timbul.

Pendapat ( Rakhmat, 1994 dikutip oleh Sobur 2003) menyebutkan, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang dapat dikategorikan sebagai berikut yaitu, pertama faktor fungsional. Faktor fungsional dihasilkan dari kebutuhan, kegembiraan (suasana hati), pelayanan, dan pengalaman masa lalu seorang individu. Kedua faktor struktural berati bahwa faktor tersebut timbul atau dihasilkan dari bentuk stimuli dan efek-efek netral yang ditimbulkan dari sistem syaraf individu.Ketiga faktor situasional. Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa non verbal. Keempat Faktor personal mempengaruhi persepsi adalah faktor personal yang terdiri atas pengalaman, motivasi, kepribadian.

2.1.3. Pengukuran Persepsi

Mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap. Walaupun materi yang diukur bersifat abstrak, tetapi secara ilmiah sikap dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap obyek diterjemahkan dalam sistem angka. Dua metode pengukuran sikap terdiri dari metode self report dan pengukuran involuntary behavior.

Self Report merupakan suatu metode dimana jawaban yang diberikan dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun kelemahannya adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan maka tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya. Sedangkan pengukuran involuntary behaviour dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh responden, dalam banyak situasi akurasi pengukuran sikap dipengaruhi kerelaan responden. Pendekatan ini


(22)

merupakan pendekatan observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis tanpa disadari oleh individu yang bersangkutan. Observer dapat menginterpretasikan sikap/persepsi individu mulai dari facial reaction, voice tones, body gesture, keringat, dilatasi pupil mata, detak jantung dan beberapa aspek fisiologis yang lainnya (Azzahy, 2010).

Menurut Azwar, (2003) skala sikap disusun untuk mengungkap sikap pro dan kontra, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju terhadap suatu obyek sosial. Pernyataan sikap terdiri dari dua macam yaitu pernyataan favorable (mendukung atau memihak) dan unfavorable (tidak mendukung/tidak memihak) pada obyek sikap.

Jika merujuk pada pernyataan diatas, bahwa mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap, maka skala sikap yang disusun untuk mengungkap sikap dapat dipakai atau dimodifikasi untuk mengungkap persepsi sehingga dapat diketahui apakah persepsi seseorang positi, negatif terhadap suatu hal atau obyek. 2.2. Pengusaha

2.2.1 Pengertian Pengusaha

Dewasa ini ada macam-macam istilah yangt berkaitan dengan istilah pengusaha. Ada yang menamakannya usahawan, ada pula istilah wiraswasta, wiraniaga, dan kadang-kadang orang menggunakan istilah manajer.

Istilah pengusaha sebenarnya berasal dari perkataan bahasa Belanda yaitu “ONDERNEMER” yang biasanya dihubungkan dengan istilah badan usaha atau “ONDERNEMING”.


(23)

Menurut Profesor Abdul-kadir Muhammad, SH, pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Menjalankan perusahaan artinya mengelola sendiri perusahaannya, baik dengan sendiri maupun dengan bantuan pekerja. lni umumnya terdapat pada perusahaan perseorangan. Jika pengusaha menjalankan perusahaan dengan bantuan pekerja, dalam hal ini dia mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan.

Dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud pengusaha sebagai berikut.

1. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

2. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalani perusahaan bukan miliknya;

3. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Dalam arti klasik seorang pengusaha adalah seorang pemilik alat-alat produksi, yang sekaligus memimpin proses produksi dan ia mempekerjakan sejumlah pekerja dengan imbalan yang tetap, dengan tujuan agar dari proses produksi yang bersangkutan dapat dicapainya sesuatu penghasilan yang tergantung dari hasil proses produksi yang bersangkutan.

Apabila kita memperhatikan tipe pengusaha yang sekaligus merupakan pemilik badan usaha yang dikelolanya, dan yang berdasarkan tanggung jawab dan


(24)

risiko sendiri mengorganisasi serta memimpin produksi maka dapat dikatakan bahwa fungsinya yang pertama terletak pada tindakan mengkombinasi faktor-faktor produksi modal dan tenaga kerja (SDM). Wilayah garapannya tersebar pada tiga buah pasar penting sebagai berikut:

- Pasar modal - Pasar tenaga kerja - Pasar barang-barang

Seorang pengusaha pertanma-tama bertindak pada sisi permintaan yaitu: merekrut pekerja-pekerja dan mempekerjakan mereka dimana pengusaha tersebut harus membayar sejumlah gaji atau upah.

Di samping itu pengusaha meminjam sejumlah modal yang diperlukannya (dimana kadangkala ia tidak memiliki cukup modal yang diperlukannya) dan harus membayar sejumlah bunga modal; membeli bahan-bahan dasar dan pembantu dimana kesemuanya menyebabkan timbulnya biaya produksi yang kemudian jika barang-barang tersebut laku terjual di pasar akan menghasilkan kembalinya modal dan keuntungan yang diharapkan. Namun diperkirakan bahwa penghasilannya bersifat sangat tidak pasti.

Penghasilan seorang pengusaha tergantung dari persoalan apakah ia dapat mengelola badan usaha atau perusahaannya demikian rupa, hingga terdapat selisih positif antara hasil yang diperolehnya dengan biaya yang dikeluarkannya. Sejak zaman kaum klasik, orang mencoba menerangkan gejala yang dinamakan penghasilan pengusaha.


(25)

Dalam hal menetapkan fungsi pengusaha orang ternyata menemukan kesulitan tertentu yakni fungsi tersebut ternyata terdiri dari tiga macam elemen. Elemen-elemen tersebut selaras tiga macam pengerjaan yang menurut pandangan ekonomi klasik, turut sera membantu proses produksi yakni sebagai berikut;

1. Pemilik alat-alat produksi 2. Pemimpin proses produksi 3. Penanggung resiko

Maka, pandangan Klasik sesuai dengan konstruksi yang dikemukakan selaras dengan hakekat pengusaha pribadi, yakni;

1. Elemen bunga modal

2. Elemen upah pengusaha, dan

3. Premi pengusaha yang juga dianggap sebagai premi risiko.

Tetapi dengan berubahnya masyarakat fitur pengusaha pribadi turut pula mengalami perubahan karea ekspansi badan-badan usaha menyebabkan bahwa modal para pengusaha tersebut tidak cukup untuk membiayai ekspansi tersebut hingga harus terpaksa meminta bantuan tabungan pihak ketiga dalam kaitan mana bentuk yuridis badan usaha perseroan terbatas mencapai arti penting.

Badan usaha semakin lama semakin kehilangan unsur kepribadiannya. Akibat lainnya adalah bahwa pengusaha pribadi, sebagai pencipta penghasilan juga makin lama makin berkurang artinya. Makin lama makin terlihat bahwa tidak ada lagi pemimpin proses produksi yang sekaligus merupakan pemilik alat-alat produksi.


(26)

Perseroan terbatas mengambil seorang pemimpin sebagai direktur yang mendapatkan gaji, sedangkan hak milik alat-alat produksi secara yuridis berada di tangan hukum perseroan terbatas, dan secara ekonomis ia dimiliki oleh sejumlah besar pemilik saham yang tidak turut serta dalam pimpinan badan usaha dan kadang-kadang tidak memperdulikannya karerna mereka mungkin tersebar di seluuh dunia.

Para pemilik saham dan penyedia modal lainnya mengumpulkan modal yang diperlukan yang dulu dimiliki oleh pemimpin proses produksi hingga dengan demikian keterangan klasik tidak dapat dipertahankan lagi, sehubungan dengan penghasilan pengusaha, khususnya premi pengusaha. Bahwasanya seorang pengusaha pibadi menerima imbalan (gaji) untuk pekerjaannya sebagai pemimpin proses produksi cukup jelas.

Jika pada sebuah badan usaha, seorang pemimpin tidak dapat melaksanakan pimpinan maka ia mengambil orang lain untuk melaksanakan tugas tersebut yang diberi imbalan berupa gaji hingga penghasilannya berkurang dengan gaji yang dibayarkan itu. Tetapi jika pekerjaan itu dilaksanakan sendiri maka dengan sendirinya gaji tersebut dapat dinikmatinya sebagai penghasilan.

Dalam hubungan ini elemen bunga modal idak merupakan sebuah masalah. Pengusaha pribadi yang tidak mampu membiayai semua alat-alat produksi dengan modalnya sendiri menutupi kebutuhannya akan modal dengan pinjaman berupa uang dimana dia harus membayar sejumlah bunga.


(27)

Pada zaman klasik pengusaha pinjaman uang adalah hal yang merupakan kekecualian. Dalam kondisi demikian bunga tak perlu dibayarkan hingga bunga tersebut dapat dinikmati oleh sang pengusaha pribadi.

Pada persoalan premi pengusaha, situasi yang dihadapi agak berbeda. Jasa pihak ketiga pengusaha pribadi berupa tindakan menanggung resiko. Untuk itu pengusaha menerima premi pengusaha atau premi resiko menurut pandangan kaum klasik. Tetapi apabila beralih pada badan usaha yang terlepas dari pribadi pengusaha, maka tidak ada figur pribadi yang menerima pengalihan resiko dari pengusaha pribadi sehingga premi pengusaha mengalir kepada orang-orang yang tidak menanggung resiko.

2.2.2. Tiga Macam Resiko Yang Dihadapi Oleh Pengusaha

Prof. M.J.H. Cobbenhagen berpendapat bahwa seorang pengusaha menghadapi tiga macam resiko, yaitu:

1. Resiko pendapatan

Resiko pendapatan adalah resiko yang sebenarnya juga dihadapi oleh setiap subyek ekonomi yang mencapai pendapatan dari badan usaha yang bersangkutan. Resiko pendapatan timbul karena hasil (revenue) badan usaha senantiasa mengalami fluktuasi.

2. Resiko modal

Resiko modal dihadapi oleh setiap pengusaha tetapi juga dihadapi oleh semua pihak yang menyediakan modal.


(28)

3. Resiko moril

Resiko moril dihadapi oleh setiap pengusaha yang mengalami kegagalan sebagai pengusaha. Dalam hubungan ini ia menghadapi karier hidup yang gagal.

2.2.3. Pandangan Joseph Schumpeter Tentang Pengusaha

Joseph Schumpeter kf tmenyatakan bahwa seorang pengusaha merupakan elemen aktif pada apa yang dinamakan “Durchsetzung neue kombinationen (orang yang senantiasa mencoba mengusahakan kombinasi factor-faktor produksi dengan cara yang baru).

Pengusaha merupakan seorang pionir yang senantiasa berupaya untuk mengembangkan inisiatif. Seorang yang kreatif dan senantiasa berupaya agar alat-alat produksi dan faktor-faktor produksi yang tersedia padanya, senantiasa disesuaikan dengan data badan usahanya yang senantiasa mengalami perubahan supaya dengan demikian ia dapat mendahului pihak saingannya.

Kombinasi faktor-faktor produksi dengan cara baru yang berhasil dapat menyebababkan terbentuknya:

1. Sebuah artikel baru ataupun diperbaikinya kualitas artikel yang sudah ada (modifikasi produk).

2. Metode produksi baru yang lebih efisien dan yang lebih menekan biaya produksi.

3. Pasaran baru.


(29)

5. Organisasi baru yang menyebabkan terbentuknya posisi monopoli di pasar.

Seorang pengusaha perlu memiliki sejumlah sifat sebagai berikut:

1. Ia harus mampu menilai ketidakpastian dengan cara yang tepat. 2. Ia harus mampu mengambil inisiatif dengan cara yang tepat. 3. Ia harus mampu menjalankan keinginannya.

4. Ia harus mampu menilai kemampuan prestasi anak buahnya dengan cara yang tepat.

Dalam literature ekonomi biasanya pengusaha tipe Joseph Schumpeter dinamakan orang seorang “entrepreneur”.

2.3.Bank

2.3.1. Pengertian Bank

Bank berasal dari kata banco dari bahasa Italia yang artinya meja atau

bangku. Kegiatan perbankan ini dimulai dari jasa penukaran uang di Eropa. Kemudian kegiatan operasional perbankan berkembang menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan dan bertambah lagi dengan kegiatan peminjaman uang. Selanjutnya kegiatannya mencakup banyak kegiatan yang berhubungan dengan jasa-jasa keuangan dalam perekonomian.

Lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dana ataupun hanya menyalurkan dana maupun kedua-duanya.

Bank merupakan lembaga keuangan yang menawarkan jasa keuangan seperti kredit, tabungan, pembayaran jasa, dan melakukan fungsi-fungsi keuangan


(30)

lainnyasecara profesional. Untuk itu bank diistilahkan “department store of fin

ance” yang merupakan organisasi jasa atau pelayan berbagai macam jasa

keuangan (Irmadayanto, 2002 : 53).

Menurut UU No. 7 Tahun1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Ada juga yang mendefinisikan bank sebagai suatu badan yang usaha utamanya menciptakan kredit (Suyatno, 1996 :1).

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bank mempunyai tiga kegiatan utama :

1. menghimpun dana dari masyarakat (funding) dalam bentuk simpanan giro (demand deposit), tabungan (saving deposit), dan simpanan deposito (time deposit) dengan sasaran meminimumkan biaya perolehan dana.

2. menyalurkan dana ke masyarakat (lending) dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja, kredit perdagangan, kredit konsumsi, dan kredit produktif dengan sasaran memaksimumkan pendapatan bank.

3. memberikan jasa-jasa bank lainnya (service) seperti transfer, inkaso, kliring, safe deposit box, bank card, bank notes, bankgaransi, letter of


(31)

2.4. Tingkat Suku Bunga

2.4.1. Teori Klasik tentang Tingkat Bunga

Menurut teori klasik, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga dimana pergerakan tingkat bunga pada perekonomian akan mempengaruhi tabungan. Berarti keinginan masyarakat untuk menabung sangat tergantung pada tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin besar keinginan masyarakat untuk menabung atau masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan pengeluarannya guna menambah besarnya tabungan. Jadi tingkat bunga menurut klasik adalah balas jasa yang diterima seseorang karena menabung atau hadiah yang diterima seseorang karena menunda konsumsinya.

Investasi merupakan fungsi tingkat bunga, semakin tinggi tingkat bunga, semakin kecil keinginan masyarakat untuk mengadakan investasi karena keuntungan yang diharapkan dari investasi tersebut akan lebih dari tingkat bunga. Tingkat bunga dalam kondisi keseimbangan artinya dorongan masyarakat untuk menabung akan sama dengan dorongan pengusaha untuk melakukan investasi.

Tingkat keseimbangan bunga berada pada io, dimana pada tingkat bunga ini tingkat tabungan yang terjadi sama dengan investasi. jika tingkat bunga bergerak naik (berpindah dari io ke i1), maka jumlah investasi (keinginan investor guna melakukan investasi) berkurang. Kondisi yang terjadi pada tingkat bunga i1 dananya akanbergerak turun atau kembali pada tingkat bunga io.


(32)

interest

1 Saving

0

�2 i1

i0

i2

0 saving

S2 S0 S1

Gambar 2.1

Tingkat Bunga Menurut Klasik

Tingkat bunga keseimbangan terjadi di pasar sama dengan interaksi antara penawaran dan permintaan suatu barang. Sejalan dengan proses terjadinya harga pasar untuk barang, maka tingkat bunga pun ditentukan antara keseimbangan penawaran tabungan dan permintaan tabungan. Jadi tingkat bungalah sebagai penggerak antara keseimbangan tabungan dan investasi.

Pendapat klasik tentang tingkat bunga ini didasarkan pada Hukum Say yang mengatakan bahwa penawaran akan menciptakan permintaan sendiri. Dengan bertitik tolak dari Hukum Say ini maka setiap tabungan akan otomatis sama dengan investasi. Tingkat bunga mengalami penurunan dan kenaikan atau bergerak naik turun dari titik keseimbangan yang hanya bersifat sementara. Bila terjadi tarik menarik penawaran dan permintaan atau bekerjanya mekanisme harga (seperti pada pasar barang), tingkat bunga keseimbangan akan terjadi kembali.


(33)

2.4.2. Teori Keynes tentang Tingkat Bunga

Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga adalah balas jasa yang diterima seseorang karena orang tersebut tidak menimbun uang atau balas jasa yang diterima seseorang karena orang tersebut mengorbankan liquidity preference-nya.

Semakin besar liquidity preference seseorang, semakin besar keinginan orang

tersebut untuk menahan uang tunai, maka semakin besar pula tingkat bunga yang diterima orang tersebut bila ia meminjamkan uang tersebut kepada orang lain.

Setiap pengusaha yang menikmati kredit berarti memerlukan suatu likuiditas untuk usahanya. Liquidity preference disebabkan oleh tiga hal yaitu :

1. Transaction Motive, yaitu motif menyimpan uang tunai untuk

melakukan pembayaran sehari-hari.

2. Precautionary Motive, yaitu motif menyimpan uang tunai agar

mempunyai persediaan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa tak terduga.

3. Speculative Motive, yaitu motif mempunyai uang likuid untuk mencari

untung pada saat ada kesempatan untuk melakukan spekulasi. 2.4.3. Teori Loanable Funds

Bunga adalah harga dari loanable funds, Loanable funds adalah dana yang

tersedia untuk dipinjamkan , atau disebut juga dana investasi. Penawaran dana dkelebihan dana. Di lain pihak, permintaan dana investasi dibentuk oleh jumlah kebutuhan akan dana masa sekarang dari orang yang membutuhkan dana ( investor ). Kedua kelompok tersebut bertemu di pasar dana investasi dan menyepakati tingkat bunga keseimbangan.


(34)

Prermintaan dan penawaran dana investashai bertemu di titik E dan membentuk R* sebagai tingkat bunga keseimbangan dan F sebagai jumlah dana investasi keseimbangan.

Besarnya dana investasi yang ditawarkan ditentukan oleh rate of time

preference, atau premi yang harus dibayarkan kepada pemilik dana agar mau

meminjamkan dananya. Besarnya dana investasi yang diminta ditentukan darinilai marginal product of capital, atau harapan akan tingkat produktivitas modal

marjinal ( Boediono, 1994). 2.4.4. Tingkat Bunga Nominal

Tingkat bunga nominal merupakan tingkat bunga yang telah disepakati oleh debitur dan kreditur. Tingkat bunga inilah yang harus dibayar debitur kepada kreditur disamping pengembalian pinjaman pokoknya pada saat jatuh tempo. Tingkat bunga ini sebenarnya adalah penjumlahan dari unsur-unsur tingkat bunga (Boediono, 1994 ), yaitu :

R*n = R*m + R*p + Rt + R*i keterangan :

R*n = tingkat bunga nominal R*m = tingkat bunga murni R*p = premi risiko

Rt = biaya transaksi R*i = premi inflasi


(35)

2.4.5. Tingkat Bunga Riil

Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal minus laju inflasi yang

terjadi selama periode yang sama (Boediono, 1994) :

Rr = R*n – R**i keterangan :

Rr = tingkat bunga riil R*n = tingkat bunga nominal R**i = laju inflasi

R*n adalah simbol untul laju inflasi yang benar-benar terjadi selama

periode tersebut. Sedangkan R**i adalah untuk laju inflasi yang diharapkan

terjadi selama periode yang sama dan laju inflasi yang diharapkan ini menambah tingkat bunga sebagai unsur “premi inflasi”

2.5. Sumber pembiayaan pengusaha

Salah satu sumber pembiayaan awal pengusaha adalah dari modal sendiri, biasanya berupa tabungan, namun sumber ini sering tidak cukup untuk melakukan kegiatan produksi sehingga sering kali usahanya tidak berkembang. Pada umumnya ada dua jenis pembiayaan usaha yaitu pinjaman modal dan ekuitas modal. Yang dimaksud dengan pinjaman modal adalah seorang pengusaha meminjam sejumlah uang dan setuju untuk membayar kembali dalam kerangka waktu tertentu pada tingkat bunga yang ditetapkan. Tidak perduli apakah usahanya berhasil atau tidak pinjaman tersebut harus tetap dilunasi beserta bunganya. Pinjaman bank merupakan salah satu contoh dari pinjaman modal ini. Akan tetapi tidak sedikit pengusaha melakukan pinjaman kepada para rentenir


(36)

dengan alasan dana yang dibutuhkan cepat diperoleh, persyaratan yang mudah, serta tidak adanya urusan administrasi, walaupun mereka harus membayar bunga yang kadang lebih besar dari yang ditetapkan oleh perbankan.

Sedangkan ekuitas modal adalah seorang pengusaha menjual sebagian kepemilikan perusahaannya dengan imbalan uang tunai kepada investor. Para investor menanggung semua atau sebagian besar dari resiko, jika perusahaan gagal, mereka kehilangan dana mereka. Tetapi jika perusahaan berkembang para investor juga akan mendapat keuntungan yang lebih besar atas investasi mereka.


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitan ini menggunakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu melakukan analisis hanya sampai dengan taraf deskriptif yaitu menganalisis dan menyajikan fakta serta sistematik sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesa, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi (Azwar, 1998:7).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan dimana kuisioner diberikan kepada para pengusaha di kota Medan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 s/d selesai.

3.3. Batasan Operasional

Banyaknya pengusaha dan luasnya kota Medan maka untuk menghindari kesimpangsiuran dan kesalahpahaman dalam rangka pembahasan dan menganalisis permasalahan serta dalam penyebaran kuesioner kepada responden, maka penelitian ini dibatasi pada pengusaha furniture di kota Medan.

3.4. Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk melihat sejauh mana variabel dari suatu faktor yang berkaitan dengan variabel faktor lainnya. Dalam penelitian ini


(38)

variabel-variabel yang menjadi objek penelitian dapat didefenisikan sebagai berikut:

1. Persepsi pengusaha adalah pemahaman atau pandangan seseorang yang timbul dari pengalaman yang telah diperolehnya, baik yang dilakukan sendiri maupun kesan dari orang lain. Akumulasi dari persepsi akan mampu membentuk suatu opini asumsi atau kesimpulan tentang sesuatu yang telah dialaminya.

2. Suku bunga pinjaman adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu atau harga dari penggunaan uang yang dipergunakan pada saat ini dan akan dikembalikan pada saat mendatang.

3.5. Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert sebagai alat untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena social. Dalam melakukan penelitian terhadap variabel-variabel yang akan diuji, pada setiap jawaban akan diberi skor. (Sugiyono, 2008:132). Pembagiannya adalah :

Sangat Setuju : diberi skor 5 Setuju : diberi skor 4 Kurang Setuju : diberi skor 3 Tidak Setuju : diberi skor 2 Sangat Tidak Setuju : diberi skor 1


(39)

3.6. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono, 2008: 115). Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah pengusaha furniture di kota Medan.

Pengambilan sampel penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode non-probability sampling dengan menggunakan teknik sample purposive

yaitu sampel yang dipilih secara cermat dengan mengambil orang atau objek penelitian yang selektif dan mempunyai ciri-ciri yang spesifik (Tika, Pabundu 2006:46). Sampel yang diambil memiliki ciri-ciri yang khusus dari populasi sehingga dapat dianggap cukup representatif. Ciri-ciri maupun strata yang khusus tersebut sangat tergantung dari keinginan peneliti.

Populasi penelitian adalah semua pengusaha furniture di kota medan yang jumlahnya 65 (data diambil dari dinas perindustrian dan perdagangan 2011). Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu sebanyak 30 (tiga puluh) pengusaha furniture di Kota Medan.

3.7. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data yaitu : 1. Data primer

Data yang diperoleh secara langsung dari responden yang terpilih pada lokasi penelitian. Data primer diperoleh dengan memberikan daftar pertanyaan berupa kuisioner.


(40)

2. Data sekunder

Data yang diperoleh melalui studi literatur baik dari data dan dokumen yang ada di studi pustaka, majalah, internet, dan sumber-sumber lainnya. 3.8. Metode Pengumpulan Data

Dalam teknik pengambilan data dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan dan melakukan penyebaran kuisioner untuk diisi oleh para responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini yakni kepada para pengusaha furniture yang ada di kota medan.

3.9. Uji Validitas dan Reabilitas

Menurut Azwar (1986) validitas berasal dari kata validity yang

mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Menurut Arikunto (1999) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu tes. Menurut Nursalam (2003) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian validitas di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa validitas adalah suatu standar ukuran yang menunjukkan ketepatan dan kesahihan suatu instrumen.

Menurut Arikunto (1999) suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Tes memiliki validitas yang tinggi jika hasilnya sesuai dengan kriteria, dalam arti memiliki kesejajaran antara tes dan kriteria.


(41)

Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.

Menurut Sugiono (2005) Pengertian Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Reabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsitensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda.

Menurut Sukadji (2000) reliabilitas suatu tes adalah seberapa besar derajat tes mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi berarti reliabilitas tinggi. Menurut Nursalam (2003) Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali- kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-sama memegang peranan penting dalam waktu yang bersama-samaan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian reliabilitas di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa reliabilitas adalah suatu keajegan suatu tes untuk mengukur atau mengamati sesuatu yang menjadi objek ukur.

3.10. Teknik Analisis

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang merupakan analisis yang paling mendasar untuk menggambarkan keadaan data secara umum. Analisis deskriptif membatasi lingkup generalisasinya


(42)

hanya pada kelompok individu tertentu yang diobservasi, kesimpulannya tidak diperluas atau diberlakukan bagi kelompok lain. Sekalipun antara kelompok yang diobservasi dengan kelompok lain memiliki kesamaan. Dengan demikian data deskriptifnya hanya menggambarkan satu kelompok dan generalisasinya hanya untuk kelompok itu sendiri.


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Wilayah Kota Medan 4.1.1. Wilayah dan Topografi

Deskripsi Kota Medan sebagai gambaran keadaan secara geografis, lokasi, batas wilayah, jumlah penduduk dan lainnya. Administrasi pemerintahan Kota Medan yang dipimpin oleh seorang Walikota saat ini terdiri atas 21 kecamatan dengan 151 kelurahan/desa yang terbagi dalam 2000 lingkungan. Letak : Kota Medan terletak antara 2º.27' - 2º.47' Lintang Utara - 98º.35' dan 98º.44' Bujur Timur, Kota Medan 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut.

Batas Kota Medan berbatasan dengan sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur dengan Kabupaten Deli Serdang. Letak Kota Medan memang strategis. Kota ini dilalui Sungai Deli dan Sungai Babura. Kedua sungai tersebut merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai. Keberadaan Pelabuhan Belawan di jalur Selat Malaka yang cukup modern sebagai pintu gerbang atau pintu masuk wisatawan dan perdagangan barang dan jasa baik perdagangan domestik maupun luar negeri (eksporimpor), menjadikan Medan sebagai pintu gerbang Indonesia bagian barat.

Pemerintah Kota Medan pun berambisi memajukan kota ini semaju kota-kota besar lainnya, tidak saja seperti Jakarta atau Surabaya di Jawa, tetapi juga kota-kota di negara tetangga, seperti Penang dan Kuala Lumpur. Geologi Kota Medan merupakan salah satu dari 25 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 km². Kota ini merupakan pusat pemerintahan Daerah


(44)

Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

4.1.2. Kependudukan

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adapt istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun.

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Di Kota Medan Tahun 2005 – 2009

Tahun Jumlah Penduduk Luas Wilayah (KM²)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²)

[1] [2] [3] [4]

2005 2.036.185 265,10 7.681

2006 2.067.288 265,10 7.798

2007 2.083.156 265,10 7.858

2008 2.102.105 265,10 7.929,5

2009 2.121.053 265,10 8.001

Sumber BPS Kota Medan

Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan sosial ekonominya. Di sisi


(45)

ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah.

Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun. Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika social yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun cultural.


(46)

Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Tabel 4.2

Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2009

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Medan Tuntungan 34 153 35 919 70 073

2. Medan Johor 57 495 58 725 116 220

3. Medan Amplas 57 127 58 029 115 156

4. Medan Denai 69 746 70 194 139 939

5. Medan Area 53 866 55 386 109 253

6. Medan Kota 41 298 42 994 84 292

7. Medan Maimun 28 212 29 646 57 859

8. Medan Polonia 26 389 27 038 53 427

9. Medan Baru 20 822 23 394 44 216

10. Medan Selayang 42 434 43 244 85 678

11. Medan Sunggal 54 452 56 216 110 667

12. Medan Helvetia 71 713 73 662 145 376

13. Medan Petisah 32 795 35 325 68 120

14. Medan Barat 38 513 40 585 79 098

15. Medan Timur 56 201 57 673 113 874

16. Medan Perjuangan 51 752 53 950 105 702

17. Medan Tembung 70 628 71 158 141 786

18. Medan Deli 75 246 74 830 150 076

19. Medan Labuhan 53 522 53 399 106 922

20. Medan Marelan 64 183 62 436 126 619

21. Medan Belawan 48 908 47 791 96 700

Kota Medan 1 049 457 1 071 596 2 121 053


(47)

4.1.3. Perkembangan Ekonomi Kota Medan

Pembangunan ekonomi daerah dalam periode jangka panjang (mengikuti pertumbuhan PDRB), membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri pengolahan dengan increasing retunrn to scale

(relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Ada kecenderungan, bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi membuat semakin cepat proses peningkatan pendapatan masyarakat per kapita, dan semakin cepat pula perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi, relatif tetap.

Perubahan struktur ekonomi umumnya disebut transformasi struktural dan didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat (produksi dan pengangguran faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2005-2007 menunjukkan, pada tahun 2005 sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 70,03 persen, sektor sekunder sebesar 26,91 persen dan sektor primer sebesar 3,06 persen. Lapangan usaha dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 26,34 persen, sub sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen dan sub sektor industri pengolahan sebesar 16,58 persen.


(48)

Tabel 4.3

Perbandingan Peranan dan Kontribusi Antar Lapangan Usaha Terhadap PDRB Pada Kondisi Harga Berlaku Tahun 2005-2007

(%)

No. Sektor 2005 2006 2007

1 Tertier 70.03 68.7 69.21

2 Sekunder 26.91 28.37 27.93

3 Primer 3.06 2.93 2.86

4 Lapangan Usaha (perdagangan, hotel, restoran) 26.34 25.98 25.44 5 Sub sektor transportasi dan telekomunikasi 18.65 18.65 19.02

6 Sub sektor industri pengolahan 16.58 13.41 16.28

Sumber: BPS Kota Medan

Kontribusi tersebut tidak mengalami perubahan berarti bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 68,70 persen, sekunder sebesar 28,37 persen dan primer sebesar 2,93 persen. Masing-masing lapangan usaha yang dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran sebesar 25,98 persen, sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen, industri jasa pengolahan sebesar 16,58 persen dan jasa keuangan 13,41 persen.

Demikian juga pada tahun 2007, sektor tertier mendominasi perekonomian Kota Medan, yaitu sebesar 69,21 persen, disusul sektor sekunder sebesar 27,93 persen dan sektor primer sebesar 2,86 persen. Masing masing lapangan usaha yang dominan memberikan kontribusi sebesar 25,44 persen dari lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran, lapangan usaha transportasi/telekomunikasi sebesar 19,02 persen dan lapangan usaha industri pengolahan sebesar 16,28 persen.

4.1.4. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah.


(49)

juga akan bertambah. Hal ini hanya bisa diperoleh melalui peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau sering disebut PDRB atas dasar harga konstan setiap tahun. Jadi dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDRB atas dasar harga konstan.

Sejalan dengan peningkatan PDRB ADH Konstan tahun 2000 Kota Medan selama periode 2005-2007, pertumbuhan ekonomi Kota Medan selama periode yang sama, meningkat rata-rata di atas 7,77 persen. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai, selain relatif tinggi juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup stabil.

Tabel 4.4

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan periode 2005-2007 Menurut Sektor/Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000

(%)

Sektor/Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008

1. Pertanian 1.3 0.37 5.14 3,61

2. Pertambangan & Penggalian 0.88 5.89 10.3 -13,49

3. Industri Pengolahan 3.14 6.59 6.08 3,91

4. Listrik, Gas dan Air bersih 2.27 5.39 2.81 3.50

5. Kontruksi 7.52 11.01 6.43 8.07

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 10.45 6.15 5.94 5.6 7. Transportasi & Keuangan 10.45 13.34 10.61 8.15 8. Keuangan & Jasa Perusahaan 12.11 5.08 12.82 9.5

9. Jasa-jasa 8 6.34 6.83 7.08

PDRB 6.98 7.76 7.78 6.75

Sumber: BPS, Medan dalam angka 2009

Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan tahun 2009 berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 terjadi peningkatan sebesar 6,56 persen terhadap tahun 2008. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 9,22 persen. Disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran 8,47 persen, sektor bangunan 8,22 persen,


(50)

sektor jasa-jasa 7,42 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih 5,06 persen, sektor pertanian 4,18 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh sebesar 2,94 persen, sektor industri 1,71 persen, dan penggalian tumbuh 0,46 persen. Besaran PDRB Kota Medan pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku tercapai sebesar Rp.72,67 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp. 33,43 triliun.

Terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Medan tahun 2009 sebesar 6,56 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang perumbuhan sebesar 2,20 persen Disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 1,85 persen, sektor bangunan 0,91 persen, sektor jasa-jasa 0,76 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,43 persen, sektor industri 0,25 persen, sektor pertanian 0,10 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih 0,07 persen dan sektor pertambangan dan penggalian menyumbang pertumbuhan 0,00 persen.

Dari sisi penggunaan, sebagian besar PDRB Kota Medan pada tahun 2009 digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga yang mencapai 36,20 persen, disusul oleh ekspor neto 30,53 persen (ekspor 50,82 persen dan impor 20,29 persen), pembentukan modal tetap bruto 20,61 persen, konsumsi pemerintah 9,54 persen dan pengeluaran konsumsi lembaga nirlaba 0,64 persen. PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2009 mencapai Rp. 34,26 juta, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar Rp. 31,07 juta.

4.1.5. Perkembangan Investasi


(51)

industri dan perdagangan barang dan jasa. Saat ini pemerintah kota medan sedang berusaha pula untuk memperbesar luas wilayahnya. Melihat kondisi ini peluang bisnis di berbagai bidang seperti bidang industri, pariwisata, perbankan dan lain-lain akan semakin menjanjikan keuntungan bagi para investor lokal maupun asing.

Investasi merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Pada perekonomian tertutup, sumber dana investasi sematamata berasal dari tabungan domestik. Sedangkan pada perekonomian terbuka sumber dana dapat diperoleh melalui dana dari luar wilayah.

Pertumbuhan produksi pada dasarnya dipengaruhi oleh perkembangan faktor-faktor produksinya. Salah satu faktor produksi tersebut adalah modal (investasi). Banyak studi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah erat kaitannya dengan tingkat produktivitas penggunaan modal (investasi).

Sejak tahun 2001 penanaman modal (investasi) di Kota Medan secara berangsur-angsur mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini tidak saja didukung oleh faktor-faktor ekonomi yang dimiliki, tetapi didukung juga oleh faktor-faktor non ekonomi, sehingga menciptakan iklim dan lingkungan penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu ke waktu.

Langkah-langkah strategis yang ditempuh adalah dengan mengembangkan kemitraan stratejik diantara sesama pelaku usaha dengan Pemerintah Kota yang kenyataannya mampu menumbuhkan minat berinvestasi para pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Kota Medan, di berbagai bidang lapangan usaha potensial. Hal ini juga tidak terlepas dari persepsi yang sama dari seluruh stakeholders tentang perlunya menarik investasi lebih besar, untuk menggerakkan


(52)

roda perekonomian dalam volume yang lebih besar, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja lebih banyak, sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. Perkembangan positif penanaman modal selama tahun 2005-2007 dapat dilihat dari perkiraan nilai investasi di berbagai sektor lapangan usaha, baik yang berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA), di samping sektor Pemerintah dan rumah tangga. .

4.1.6. Pendapatan Perkapita

Adanya kenaikan pendapatan per kapita dalam jangka panjang adalah salah satu indikator adanya pembangunan ekonomi. Peningkatan nilai PDRB Propinsi Sumatera Utara dan pendapatan per kapita masyarakat akan membawa perubahan dalam pola permintaan konsumen dari penekanan pada makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lain ke berbagai macam barang-barang manufaktur dan jasa. Hal ini merupakan faktor yang mempercepat terjadinya transformasi ekonomi.

Pendapatan per kapita masyarakat Kota Medan atas dasar harga berlaku pada tahun 2000 mencapai Rp. 6.264.429,65 atau mengalami kenaikan yang cukup besar bila dibandingkan dengan pendapatan per kapita pada tahun 1993 yang baru mencapai Rp. 2.402.155,05. Bila didasarkan harga konstan tahun 1993, pendapatan per kapita masyarakat Kota Medan mengalami peningkatan dari Rp. 2.402.155,05 pada tahun 1993 menjadi Rp. 2.775.285,56 pada tahun 2000. Angka-angka ini menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu secara umum kesejahteraan masyarakat Kota Medan semakin meningkat.


(53)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 M . J ohor M. A mp la s M . D enai M . A re a M . K o ta M. Ma imu n M . P ol oni a M . B a ru M . S el ay ang M . S unggal M . H e lv e tia M . P e tis a h M . B ar at M. T imu r M . P er juangan M . T em bung M . D e li M

. Labuhan M. M

ar el an M . B el aw an K ot a M edan (Juta Rp)

2006 2007 2008 2009 2010

PDRB ADHB 48.85 55.45 65.32 72.65 74.88

40 45 50 55 60 65 70 75 80 PD R B Gambar 4.1

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku 2006-2010 (Rp/triliun)

Selama periode 2006-2010 PDRB ADHB Kota Medan meningkat sebesar 53,3% dengan total nilai PDRB ADHB Rp. 48,85 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 74,88 triliun pada tahun 2010.

Gambar 4.2

PDRB Perkapita Kota Medan dan PDRB Perkapita Kecamatan Tahun 2009 (juta)


(54)

Grafik di atas menggambarkan dimana PDRB perkapita kota medan dan PDRB perkapita kecamatan daerah yang paling tinggi tingkat PDRBnya yaitu kecamatan medan barat sekitar Rp190 juta, sedangkan untuk PDRB yang paling rendah terdapat pada kecamatan medan denai yaitu kurang dari Rp10 juta.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Perkembangan Usaha di Kota Medan

Perkembangan usaha industri furniture dikatakan relatif berkembang dan masih memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Tidak saja karena ketangguhannya dalam menghadapi berbagai kejutan ekonomi, tetapi juga kemampuannya yang besar dalam menyediakan lapangan kerja serta mengatasi kemiskinan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat dikatakan bahwa usaha furniture di Kota Medan mengalami perkembangan. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya masyarakat yang membuka usaha furniture tersebut dengan menjual produk-produk yang berkualitas tinggi dan diminati oleh masyarakat luas. Itu artinya bahwa para pengusaha furniture tersebut sudah mengetahui sistem informasi teknologi yang dengan cepat mudah mengetahui apa yang menjadi kebutuhan konsumen saat ini.

Perkembangan lainnya dapat dilihat dari lamanya usaha furniture yang dijalankan. Pengusaha furniture menyatakan bahwa selama lebih dari 5 tahun usaha yang mereka jalankan memperoleh pendapatan yang relatif meningkat. Dengan meningkatnya pendapatan, akhirnya para pengusaha dapat melengkapi


(55)

lakukan. Dengan dukungan dan perhatian pemerintah Kota Medan kepada para pengusaha guna untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan kestabilan usaha furniture.

Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan usaha furniture mulai dari pemberian bantuan modal, bantuan peralatan, mempromosikan hingga mendaftarkan atau membuat merek usaha furniture tersebut. Semakin banyak usaha ini apalagi usahanya maju, maka bukan saja menambah jumlah masyarakat sejahtera tetapi juga membantu pergerakan ekonomi Kota Medan.

Usaha membangun dan mengembangkan ekonomi rakyat semakin sulit karena secara global berhadapan dengan krisis ekonomi. Tetapi apa pun kendalanya usaha furniture ini harus tetap mendapat perhatian besar karena manfaatnya sangat luas bukan hanya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi pertumbuhan ekonomi.

4.2.2. Perizinan Usaha Yang Dikeluarkan Pemerintah Kota Medan

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang izin usaha, di bawah ini dapat dilihat perkembangan izin usaha yang dikeluarkan sepanjang tahun 2011.

Tabel 4.5

Perizinan Usaha Yang Dikeluarkan Sepanjang Tahun 2011

No. Jenis Perizinan Total Perizinan

1 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 3324

2 Tanda Daftar Perusahaan (TDP) 2914

3 HO nonindustri 2746

4 HO industry 159


(56)

Total perizinan yang dikeluarkan tersebut tercatat Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) paling besar yang mencapai 3.324 izin, disusul Tanda Daftar Perusahaan (TDP) sebesar 2.914 izin, HO nonindustri sebesar 2.746 izin dan HO industri sebesar 159 izin. Dari tahun sebelumnya, dapat dilihat ada peningkatan yang cukup signifikan dan sangat besar. Karena dari tahun sebelumnya di 2010, masih belum mengelola 11 perizinan secara penuh dan saat itu masih berada di SKPD masing-masing. Sementara, di tahun 2011, masih sampai Agustus ,tercatat sudah sebesar 3324 izin, jika dibandingkan dengan data serupa di periode yang sama di tahun 2010.

Dari data tersebut khusus untuk SIUP sudah terjadi peningkatan yang besar. Sebab, perkembangan jasa perdagangan di Kota Medan sangat besar ditunjukkan dengan tingkat pengurusan perizinan SIUP. Selain itu, dari perizinan HO nonindustri yang masuk juga menunjukkan adanya kesadaran yang besar kalangan usaha dan pengusaha untuk memiliki izin. Izin HO sendiri yang masa berlakunya setiap 3 tahun sekali dipastikan juga meningkat tidak hanya dari perpanjangan namun pengurusan perizinan baru.

Dari izin HO nonindustri, sekitar 20% di antaranya merupakan perizinan baru. Artinya dapat dilihat bertumbuh terus usaha baru di masyarakat untuk kalangan nonindustri.

4.2.3. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman di Kota Medan

Suku bunga kredit perbankan di kota Medan pada posisi November 2011 berada di level 11,6%. Persentase ini masih tinggi, apalagi BI Rate sudah berada


(57)

di level 6%. Sementara itu, penyaluran kredit terus meningkat dan tembus Rp 102,14 triliun.

Data Bank Indonesia (BI) mencatatkan, suku bunga kredit naik sebesar 0,09 bps dibandingkan posisi Oktober 2011. Padahal selama Juni 2011, suku bunga kredit perbankan telah menunjukkan arah penurunan, di mana suku bunga kredit tercatat sebesar 9,96% atau turun sedikit dari posisi Mei 2011 sebesar 9,98%. Bahkan, mengalami penurunan yang cukup besar dari posisi April 2011 yang sebesar 11,74%dan Maret sebesar 11,65%.

Sampai dengan Juni 2011, suku bunga kredit tercatat 9,96% atau turun 0,02 bps dari posisi Mei yang sebesar 9,98%. Namun pada November mengalami kenaikan. Kenaikan ini dimulai sejak Agustus 2011. Sementara itu, suku bunga deposito berada pada level 6,25% atau turun sedikit dari kondisi Oktober 2011 yang sebesar 6,45%. Untuk pergerakan suku bunga giro rupiah pada posisi November 2011 mengalami sedikit kenaikan di level 2,33% dari Oktober yang sebesar 2,3%. Sementara suku bunga tabungan rupiah juga turun menjadi 2,63% dari sebelumnya 2,76% pada posisi Oktober 2011.

Dengan perkembangan tersebut, selisih suku bunga kredit terhadap deposito menjadi 5,35%, sedangkan selisih antara suku bunga kredit dengan suku bunga giro 9,27% dan tabungan menjadi 8,97%. Sementara itu, penyaluran kredit perbankan kota Medan pada posisi November 2011 mencapai Rp102,14 triliun. Kredit ini tetap didominasi kredit modal kerja (KMK) yang tercatat Rp 47,14 triliun atau 46,15% dari total kredit perbankan Medan, diikuti kredit konsumsi


(58)

sebesar Rp 32,73 triliun atau 32,04%, dan kredit investasi Rp 22,27 triliun atau 21,81% dari total kredit.

Dominasi penyaluran kredit untuk KMK tidak terlepas dari tingginya pembangunan saat ini di kota Medan, terutama ke sektor riil. Indikator lain kenaikan penyaluran kredit perbankan di Medan juga dipengaruhi tingginya serapan ke berbagai sektor terutama perdagangan, hotel dan restoran.

Perkembangan suku bunga kredit tertimbang di kota Medan terus berubah dan fluktuatif pada periode 2001-2008 dengan tren yang menurun, kecuali pada tahun 2002 dan tahun 2008 suku bunga kredit mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Perkembangan suku bunga kredit tertimbang di Sumatera Utara dapat dilihat dari tabel berikut:

Dari tabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa suku bunga kredit terendah selama periode 2001-2008 terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar 11.83%, sedangkan suku bunga kredit tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu

Tabel 4.6

Perkembangan Suku Bunga Kredit Tertimbang Kota Medan No Tahun Tingkat Bunga Kredit tertimbang (%)

1 2001 15.89

2 2002 16.51

3 2003 14.39

4 2004 12.74

5 2005 12.71

6 2006 12.76

7 2007 11.83

8 2008 13.43


(59)

kredit yang berubah-ubah salah satunya disebabkan oleh biaya intermediasi perbankan, intervensi pemerintah melalui tingkat bunga SBI, dan kondisi perbankan dan perekonomian nasional.

Kondisi perbankan dan perekonomian seperti likuiditas perbankan, dan keadaan perekonomian masyarakat akan menggangu kemampuan perbankan untuk menjalankan fungsi intermediasi. Kondisi perbankan yang kondusif akan membantu menciptakan suku bunga yang stabil dan tidak terlalu tinggi.

4.3. Pembahasan 4.3.1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk menguji sejauh mana suatu alat pengukur

tersebut mengukur apa yang akan diukur dalam suatu penelitian ( Ginting, 2008: 172). Bila korelasi setiap pernyataan positif dan besarnya 0,30 ke

atas maka butir pertanyaan tersebut dianggap sudah valid. Nilai uji validitas dapat diperoleh dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16 seperti terlihat pada table berikut:

Table 4.7 Hasil Uji Validitas Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlation Squared Multiple Correlation Cronbach's Alpha if Item Deleted

VAR00002 29.6000 24.524 .699 .779 .815

VAR00003 29.1667 21.730 .667 .897 .819

VAR00004 29.4000 23.007 .570 .850 .831

VAR00005 27.7667 27.082 .514 .600 .833

VAR00006 28.7667 26.392 .459 .654 .837

VAR00007 28.9667 25.964 .487 .696 .835

VAR00008 28.0667 27.237 .591 .759 .830

VAR00009 28.1333 25.499 .697 .906 .818

VAR00010 28.0667 25.789 .699 .926 .819

VAR00011 30.0667 29.651 .698 .499 .854


(60)

Berdasarkan hasil pengolahan data uji validitas terhadap 30 respondes,dapat dilihat pada tabel 4.5, kolom 4 yaitu Corrected Item- Total Correlation diperoleh 9 variabel pertanyaan pada kusioner yang telah dinyatakan valid, karena setiap variable tersebut nilainya positif dan besarnya di atas 0,30. 4.3.2. Uji Reabilitas

Menurut Sugiono (2005) Pengertian Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang memiliki konsistensi bila pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur itu dilakukan secara berulang. Reabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsitensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Skala pengukuran yang reliable sebaiknya memiliki nilai positif dan besarnya minimal 0,70 pada proses pengujianya. Nilai uji reliabilitas dapat diperoleh dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16 seperti terlihat pada table berikut :

Table 4.8 Hasil Uji Reabilitas

Sumber : Hasil Pengolahan SPSS

Berdasarkan hasil pengolahan data uji reliabilitas terhadap 30 responden, dapat dilihat pada tabel 4.5 kolom 1 (Cronbach Alpha) diperoleh nilai uji

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items


(61)

4.3.3. Karakteristik Responden dan Usaha

Responden yang terpilih dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dalam dua kelompok yaitu pria dan wanita. Untuk mengetahui proporsi jenis kelamin dengan jelas dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini.

Tabel 4.9

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis

Kelamin

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Pria 19 63.33

Wanita 11 36.67

Jumlah 30 100

Sumber : data primer yang diolah

Dari tabel 4.9 di atas, dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai jumlah terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah Pria dengan jumlah sebanyak 19 orang atau 63.33% dari seluruh responden yang terpilih. Sedangkan responden berjenis kelamin Wanita sebanyak 11 orang atau 36.67% dari keseluruhan responden.

4.3.3.1. Karakteristik Usia

Responden dibagi dalam lima kelompok usia yaitu kelompok usia 20-29 tahun, kelompok usia 30-39 tahun, kelompok usia 40-49 tahun, kelompok usia 50-59 tahun dan kelompok usia 60-69 tahun. Untuk mengetahui proporsi usia, dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini.


(62)

Tabel 4.10

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Responden Usia Responden

(Tahun)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

20-29 0 0

30-39 15 50

40-49 9 30

50-59 6 20

60-69 0 0

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer diolah

Dari tabel 4.10 diatas, dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai jumlah terbanyak berdasarkan karakteristik usia adalah responden yang berusia 30-39 tahun yaitu sejumlah 15 orang atau 50% dari keseluruhan responden, responden yang berusia 40-49 tahun sejumlah 9 orang atau 30% dari keseluruhan responden, responden yang berusia 50-59 taahun sejumlah 6 orang atau 20% dari keseluruhan responden dan responden yang berusia 20-29 tahun dan 60-69 tahun sejumlah 0 orang atatu 0% dari keseluruhan responden.

4.3.3.2. Karakteristik Pendidikan

Responden yang dikelompokkan ke dalam lima kelompok yaitu responden yang berpendidikan SMU, D3, S1, S2 dan S3. Proporsi pendidikan responden dapat dilihat dari tabel 4.11 berikut:


(63)

Tabel 4.11

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Frekuensi (orang)

Persentase (%)

SMU 18 60.00

D3 8 26,67

S1 4 13,33

S2 S3

Jumlah 30 100%

Sumber : Data Primer Diolah

Dari tabel 4.11 diatas, diketahui bahwa responden yang mempunyai jumlah terbanyak berdasarkan karakteristik pendidikan adalah responden yang memiliki pendidikan SMU sebanyak 18 orang atau 60% dari keseluruhan responden, responden yang memiliki pendidikan D3 sebanyak 8 orang atau 26.67% dari keseluruhan responden, responden yang memiliki pendidikan S1 sebanyak 4 orang atau 13.33%, responden yang memiliki pendidikan S2 dan S3 ternyata tidak ada.

4.3.3.3. Karakteristik Jenis Usaha

Responden berdasarkan karakteristik jenis usaha dimana keseluruhan responden memiliki usaha industri dan dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut:

Tabel 4.12

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Usaha

Jenis Usaha Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Usaha Industri 30 100

Jumlah 30 100


(64)

Dari tabel 4.12 diatas, diketahui bahwa jenis usaha yang dimiliki responden yaitu jenis usaha industri dimana responden sebanyak 30 orang dari keseluruhan responden atau 100% dari keseluruhan responden.

4.3.3.4. Karakteristik Lama Usaha

Responden yang dikelompokkan ke dalam lima kelompok yaitu responden yang lama usahanya < 5 tahun, 5-10 tahun, 11-15 tahun, 16-20 tahun, > 20 tahun. Proporsi lama usaha responden dapat dilihat dari tabel 4.13 berikut:

Tabel 4.13

Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Usaha

Lama Usaha Frekuensi (orang)

Persentase (%)

< 5 tahun 3 10.00

5-10 tahun 16 53.34

11-15 tahun 7 23,33

16-20 tahun 4 13,33

>20 tahun

Jumlah 30 100%

Sumber : Data Primer Diolah

Dari tabel 4.13 diatas, diketahui bahwa responden yang mempunyai jumlah terbanyak berdasarkan karakteristik lama usaha adalah responden yang memiliki lama usaha 5-10 tahun sebanyak 16 orang atau 53.34% dari keseluruhan responden, reposden yang memiliki lama usaha 11-15 tahun sebanyak 7 orang atau 23.33% dari keseluruhan responden, responden yang memiliki lama usaha 16-20 tahun sebanyak 4 orang atau 13.33% dari keseluruhan responden, responden yang memiliki lama usaha < 5 tahun sebanyak 3 orang atau 10% dari keseluruhan responden, dan responden yang memiliki lama usaha >20 tahun tidak


(65)

4.3.3.5. Karakteristik Jumlah Karyawan

Responden yang dikelompokkan dalam lima kelompok yaitu responden yang memiliki jumlah karyawan antara < 5 orang, 5-10 orang, 11-15 orang, 16-20 orang dan >20 orang. Proporsi jumlah karyawan responden dapt dilihat dari tabel 4.14 berikut:

Tabel 4.14

Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Karyawan

Sumber :Data Primer Diolah

Dari tabel 4.14 diatas, diketahui bahwa responden yang mempunyai jumlah karyawan terbanyak berdasarkan karakteristik jumlah karyawan adalah responden yang memiliki jumlah karyawan 5-10 orang sebanyak 13 orang atau 43.34% dari keseluruhan responden, responden yang memiliki jumlah karyawan 16-20 orang sebanyak 6 orang atau 20% dari keseluruhan responden, responden yang memiliki jumlah karyawan 11-15 orang dan > 20 orang sama-sama sebanyak 4 orang atau masing-masing 13.33% dari keseluruhan responden, dan responden yang memiliki jumlah karyawan < 5 orang sebanyak 3 orang atau 10% dari keseluruhan responden.

Jumlah Karyawan Frekuensi (orang)

Persentase (%)

< 5 orang 3 10.00

5-10 orang 13 43,34

11-15 orang 4 13,33

16-20 orang 6 20

>20 orang 4 13,33


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, 1988. Motede Penelitian. Edisi I, cetakan I. Pustawa Pelajar

Ginting, Paham Situmorang dan Syafrizal Helmi, 2008. Filsafat Ilmu dan Metode Riset, Cetakan Pertama, USU Press, Medan.

Hasan, 2002. Metodologi Penelitian dan aplikasinya. Ghalia Indonesia.

Pabunudu, Tika, Moh. 2006. Metodologi Riset Bisnis, Cetakan Pertama, Bumi Aksara, Jakarta

Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Administrasi dengan Metode R & D, Penerbit CV. Alfabeta, Bandung.

Winardi, 1991. Ekonomi Mikro Aspek-Aspek Pengusaha, Cetakan I, Mandar Maju, Bandung.

Ariani, Dian, 2008, Pengertian Persepsi,

maret 2012)

Azwar, 2003. Pengertian Persepsi

Hutapea, Sri Rejeki, 2011. Analisis pengaruh Tingkat Suku Bunga Pinjaman dan Jumlah Pengusaha UKM terhadap Jumlah Kredit yang Disalurkan pada PT

Bank Mandiri Cabang SBDC Medan,

(14 maret 2012).

Iskandar, 2008. Suku Bunga Pinjaman, maret2012).

Leonard, Irson, 2009. Pengertian Perbankan, (17 maret 2012).

Lipsey, Ragan, Courant, 1997. Pengertian Suku Bunga

(17 Maret 2012)

Narto, 2011. Pengertian Pengusaha, 2012).

Nazwar, 2010. Analisis Instrument (Pengertian Validitas dan Realibitas) Online


(2)

Rakhmat, 2004. Pengertian Persepsi,

Ramirez & Khan, 1999. Faktor-faktor yang Menentukan Bungan Pinjaman,

Samuelson & Nordhaus, 1998. Suku Bunga Pinjaman

(26 Maret 2012).

Siagian, 1995. Pengertian Persepsi

Situmorang, J. Suku Bunga Perbankan Masih Penghambat Pembiayaan UMKM Indonesia,

Vilben, Jan, 2009. Tingkat Suku Bunga, (17 maret 2012).


(3)

Lampiran 1

Kuisioner Penelitian

Persepsi Pengusaha Terhadap Suku Bunga Pinjaman Perbankan di Kota Medan

1. Identitas Responden

1. Nama Responden :

2. Alamat :

3. Jenis kelamin :

4. Usia :

5. Pendidikan terakhir :

II. Identitas Usaha

1. Jenis usaha : a. Pertanian b. Usaha industri c. Usaha jasa

d. Usaha dagang e. Lainnya

2. Lama usaha : a. < 5 tahun b. 5 – 10 tahun c. 11 – 15 tahun

d. 16 – 20 tahun e. > 20 tahun

3. Jumlah karyawan : a. < 5 orang

b. 5 – 10 orang c. 11- 15 orang

d. 16 – 20 orang e. > 20 orang

4. Total asset perusahaan : a. < 25 juta

b. 25 – 50 juta c. 51 – 100 juta

d. 101 – 200 juta e. > 200 juta

III. Persepsi pengusaha furniture terhadap suku bunga pinjaman perbankan

1. Dalam menjalankan usaha, tentunya banyak masalah yang dihadapi. Apakah kebutuhan modal merupakan salah satu masalah yang paling mendasar bagi perkembangan usaha Anda?

a. Sangat setuju b. Setuju

c. Kurang setuju

d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju


(4)

2. Setujukah Anda dengan pernyataan Bank merupakan sumber modal terbesar yang selalu dapat dimanfaatkan dalam mengakses dana!

a. Sangat setuju b. Setuju

c. Kurang setuju

d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju

3. Selain modal, apakah ada masalah lain yang menghambat perkembangan usaha Anda?

No. Keterangan Urutan Jawaban

1 Kemampuan akses pasar/pemasaran 2 Manajemen keuangan

3 Akses informasi 4 Tenaga kerja 5 Lainnya

4. Apakah dalam memenuhi kebutuhan modal Anda selalu melakukan pinjaman ke bank?

a. Sangat setuju b. Setuju

c. Kurang setuju

d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju

5. Sumber pembiayaan pengusaha darimana saja? a. Dana sendiri

b. Pinjaman keluarga c. Pinjaman mitra usaha

d. Kredit bank e. Rentenir

6. Alasan Anda tidak berhubungan dengan perbankan

No. Keterangan Urutan jawaban

1 Bunga kredit bank lebih besar

2 Tidak mempunyai agunan yang memadai 3 Urusan kredit bank lebih sulit

4 Biaya administrasi 5 Lainnya


(5)

7. Bank selalu memberikan informasi tentang syarat melakukan pinjaman! a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Kurang setuju

d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju

8. Bank memberikan informasi yang jelas tentang suku bunga pinjaman yang ditetapkan.

a. Sangat setuju b. Setuju

c. Kurang setuju

d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju

11.Bank membeirikan informasi tentang bagaimana cara menghitung bunga pinjaman.

a. Sangat setuju b. Setuju

c. Kurang setuju

d. Tidak setuju e. Sangat tidak setuju

12.Menurut Anda sebagai pelaku usaha mikro dan kecil, berapakah suku bunga pinjaman yang ideal yang harus ditetapkan bank bagi kelancaran usaha anda?

a. <5% b. 6% - 8% c. 9% - 11%

d. 12% - 14% e. > 15%

13.Menurut Anda upaya apa yang harus ditetapkan bank untuk meningkatkan penyaluran kredit usaha mikro dan kecil!

No. Keterangan Urutan jawaban

1 Syarat agunan kredit dipermudah 2 Suku bunga yang lebih rendah 3 Birokrasi ijin usaha yang mudah 4 Bantuan teknis studi kelayakan


(6)

Lampiran 2 RELIABILITY

/VARIABLES=VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR000 07 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011

/SCALE('ALL VARIABLES') ALL /MODEL=ALPHA

/STATISTICS=DESCRIPTIVE SCALE CORR COV

/SUMMARY=TOTAL.

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized

Items N of Items

.844 .854 10

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

VAR00002 29.6000 24.524 .699 .779 .815

VAR00003 29.1667 21.730 .667 .897 .819

VAR00004 29.4000 23.007 .570 .850 .831

VAR00005 27.7667 27.082 .514 .600 .833

VAR00006 28.7667 26.392 .459 .654 .837

VAR00007 28.9667 25.964 .487 .696 .835

VAR00008 28.0667 27.237 .591 .759 .830

VAR00009 28.1333 25.499 .697 .906 .818