Latar Belakang Masalah Korelasi Antara Pemahaman Politik Dengan Tingkat Kesadaran Politik Pekerja Sektor Informal di Kota Kisaran

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kamus Besar Bahasa Indonesia 1 Secara lebih terperinci, kelompok orang-orang yang bekerja sebagai tukangpenarik becak, pedagang kaki lima, pedagang keliling pedagang jajanan, pakaian, alat elektronik, penyemir sepatu, pedagang asongan, pedagang warung, pembantu rumah tangga, loper koran, sopirkenek, pengamen, pemungut sampah, tukang catut, penjahit, kuli bangunan, tukang patri, pemulung, pengemis dengan mudah dapat digolongkan sebagai pekerjapelaku ekonomi sektor informal menjelaskan bahwa pengertian sektor informal adalah, 1 lingkungan usaha tidak resmi; lapangan pekerjaan yang diciptakan dan diusahakan sendiri oleh pencari kerja seperti wiraswasta. 2 unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi danatau distribusi barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan penghasilan bagi mereka yang terlibat unit tersebut bekerja dengan keterbatasan, baik modal, fisik, tenaga, maupun keahlian. Di samping pengertian di atas, istilah sektor informal pada saat ini sudah sering sekali terdengar dalam pembicaraan tentang dunia pekerjaanpelaku ekonomi. Tetapi, hingga saat ini masih banyak ditemukan pihak atau orang yang kurang tepat dalam mendefinisikan istilah ini. Hal ini disebabkan luas dan kompleksnya cakupan sektor informal sehingga mengakibatkan batasannya sulit dirumuskan secara tegas. 2 1 Departemen Pendidikan dan KebudayaanPusat Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka 2 Luthfi, 2008. Kemiskinan Kota dan Sektor Informal. . Universitas Sumatera Utara 2 Hart 1973 3 Pandangan tersebut kemudian dikembangkan Organisasi Buruh Internasional atau International Labour Organization ILO lewat berbagai studinya yang dilakukan di dunia ketiga. Beberapa ciri baku kegiatan sektor informal menurut ILO adalah orang pertama yang melontarkan gagasan tentang sektor informal secara eksplisit. Hart membagi orang yang bekerja di perkotaan menjadi tiga kelompok, yaitu formal, informal sah dan informal tidak sah. Masing - masing kelompok tersebut dibedakan menurut kegiatan yang dilakukan individu, jumlah pendapatan serta kontribusi pengeluarannya. Kegiatan kelompok informal dicirikan dengan tingkat pendidikan formal yang rendah, jumlah modal usaha yang kecil, perolehan upah rendah, dan bidang usaha yang berskala kecil. 4 Berdasarkan hasil pengamatan para peneliti, hambatan yang mengekang kemajuan sektor informal di daerah perkotaan adalah tidak adanya hukumperaturan yang mampu memberikan perlindungan akomodatif terhadap sektor ini. Sehingga, sektor informal menjadi terkesan sebagai sektor yang berada di luar hukum. Keadaan ini mengakibatkan adanya rasa apatis terhadap hukum dan politik di kalangan sektor informal. Apatisme terhadap politik di kalangan sektor informal menimbulkan kesadaran politik yang apatis juga. Hal ini dapat dilihat dalam setiap Pemilihan Kepala Daerah Pilkada sering terdengar ucapan dari para pelaku ekonomi sektor informal bahwa siapapun yang memenangkan Pilkada, adalah: 1 seluruh aktivitasnya bersandar pada sumberdaya sekitar; 2 skala usahanya relatif kecil dan merupakan usaha keluarga; 3 aktivitasnya ditopang oleh teknologi tepat guna dan bersifat padat karya; 4 tenaga kerjanya terdidik atau terlatih dalam pola pola tidak resmi; 5 seluruh aktivitasnya berada di luar jalur yang diatur pemerintah; 6 aktivitasnya bergerak dalam pasar yang sangat bersaing 3 Ketih Hart , “Informal Income Opportunities and Urban Employment in Ghana”, Journal of Modern African Studies , 11 1 , 1973, hlm. 61-89 4 ILO 1972, Employment, Incomes and Equality: a Strategy for Increasing Productive Employment in Kenya, Geneva. Universitas Sumatera Utara 3 sektor informal akan tetap digusur atas nama ketertiban dan keindahan kota oleh kepala daerah. Menurut Survei LSI 5 , salah satu gejala penting dalam Pilkada hingga saat ini adalah tingginya angka pemilih yang tidak ikut dalam pemilihan golput. Di sejumlah wilayah, angka golput ini bahkan mencapai hampir separuh dari jumlah DPT, seperti halnya yang terjadi dalam Pilkada Kota Surabaya, Kota Medan, Kota Banjarmasin, Kota Jayapura, Kota Depok dan Provinsi Kepulauan Riau. Jika kita bandingkan dengan pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Presiden, rata-rata golput Pilkada ini lebih besar lihat Grafik 1. Pemilu selama Orde Baru mempunyai partisipasi pemilih rata-rata di atas 90, atau tingkat golput rata-rata di bawah 10. Pemilu 1999, diikuti oleh 93.3 dari total pemilih terdaftar. Atau hanya 6.7saja pemih yang tidak menggunakan hak pilihnya golput. Partisipasi pemilih ini turun menjadi 84.1 pada Pemilu Legislatif 2004. Angka partisipasi pemilih ini makin turun saat Pemilu presiden, baik pada saat putaran pertama maupun kedua, dan turun lagi selama pelaksanaan Pilkada. Gambar 1. Partisipasi Pemilih voter turnout Dalam Beberapa Pemilu dan Pilkada Sumber. Lingkaran Survei Indonesia, Kajian Bulanan, Edisi 05 – September 2007 5 Lingkaran Survei Indonesia, Kajian Bulanan, Edisi 05 – September 2007 Universitas Sumatera Utara 4 Pertanyaan yang timbul adalah : Mengapa masyarakat tidak memilih? Secara teoritis, ada tiga teori besar yang menjelaskan mengapa seseorang tidak memilih. Pertama, teori sosiologis. Seseorang tidak ikut dalam pemilihan dijelaskan sebagai akibat dari latar belakang sosiologis tertentu, seperti agama, pendidikan, pekerjaan, ras dan sebagainya. Faktor jenis pekerjaan juga dinilai bisa mempengaruhi keputusan orang ikut pemilihan atau tidak. Kedua, teori psikologis. Keputusan seseorang untuk ikut memilih atau tidak ditentukan oleh kedekatan dengan partai atau kandidat yang maju dalam pemilihan. Makin dekat seseorang dengan partai atau kandidat tertentu, maka makin besar pula kemungkinan seseorang itu untuk terlibat dalam pemilihan. Ketiga, teori ekonomi politik. Teori ini menyatakan bahwa keputusan untuk memilih atau tidak dilandasi oleh pertimbangan rasional, seperti ketidakpercayaan dengan pemilihan yang bisa membawa perubahan lebih baik, atau ketidakpercayaan masalah akan bisa diselesaikan jika pemimpin baru terpilih, dan sebagainya. Pemilih yang tidak percaya dengan pemilihan akan menciptakan keadaan lebih baik, cenderung untuk tidak ikut memilih. 6 Pemahaman akan politik sangat penting dalam menimbulkan seorang anggota masyarakat untuk ikut berpartisipasi atau tidak dalam sebuah Pemilihan Umum Pemilu. Pemahaman politik juga akan membantu pemilih dalam memberikan hak pilihnya kepada Berdasarkan ketiga teori yang dikemukakan di atas dapat dilihat bahwa kecenderungan yang paling banyak untuk tidak ikut dalam pemilu adalah teori sosiologis dan teori ekonomi politik, dimana kita lihat kecenderungan yang sekarang terjadi di masyarakat adalah sikap pragmatis dalam menjalankan kehidupan sehari hari, dimana masyarakat akan tidak mau melakukan sesuatu apabila tidak membawa keuntungan kepada dirinya, khususnya dari segi ekonomi. Satu hal lagi yang tidak dapat dipungkiri adalah masih rendahnya edukasi kepada masyarakat khususnya di bidang pemahaman dan kesadaran politik mereka. 6 Opcit 5 Universitas Sumatera Utara 5 calon tertentu dalam sebuah Pemilu. Pemahaman politik yang sangat baik tentunya akan menimbulkan kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik. Sebagaimana diketahui bahwa kesadaran politik menyangkut pengetahuan, minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik. Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan dan pembangunan. Tingkat pendidikan politik di masyarakat itu sendiri berbanding lurus dengan tingkat kesadaran berpolitik. Artinya, semakin kuattinggi tingkat pendidikan politik dalam suatu kelompok masyarakat masyarakat maka kesadaran politiknya juga akan semakin kuattinggi. Dengan memiliki tingkat kesadaran politik yang tinggi, diharapkan terjadi pemulihan sistem politik yang berpegang erat pada Pancasila dan sekaligus akan dapat menciptakan kesejahteraan bersama. Dan ketika tingkat kesadaran berpolitik masyarakat sudah tinggi, maka niscaya dengan sendirinya sistem demokrasi akan berjalan dengan baik yang dengan tentu didasari sikap patriotisme dan nasionalisme yang ada. Pembangunan pengetahuan dan pemahaman warga negara terhadap konsep-konsep politik dasar tertentu menjadi sangat penting untuk dilaksanakan. Karena tanpa adanya upaya pembangunan kesadaran berpolitik, masyarakat yang memiliki kesadaran berpolitik politik yang kritis tidak akan mungkin ditumbuhkan. Sumatera Utara merupakan provinsi terbesar ketiga di Indonesia. Sebagai provinsi yang besar, Sumatera Utara sangat memiliki arti bagi setiap partai politik untuk menjadi daerah tempat mendulang suara di masa yang akan datang, khususnya dalam Pilpres 2014. Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Pilgubsu telah dilakukan pada tanggal 7 Maret 2013 yang lalu. Pilgubsu kali ini diikuti lima pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, yaitu: 1. Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi yang diusung PKS, Partai Hanura, Partai Patriot dan beberapa partai lainnya, Universitas Sumatera Utara 6 2. Chairuman Harahap-Fadly Nurzal yang diusung oleh Partai Golkar, PPP dan beberapa partai lainnya, 3. Effendi Simbolon-Djumiran Abdi yang diusung oleh PDI-Perjuangan, PDS dan PPRN, 4. Gus Irawan Pasaribu-Soekirman yang diusung Partai Gerinda, PAN, Partai Barmas, Partai Pelopor dan beberapa partai lainnya, 5. Amri Tambunan-Rustam Effendi RE Nainggolan yang diusung tunggal oleh Partai Demokrat Sumatera Utara. Selama kampanye terlihat hampir semua ketua partai pendukung calon gubernur dan wakilnya turut serta dalam kampanye. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya arti kemenangan sebagai gubernur Sumatera Utara bagi partai partai pendukung tersebut. Salah satu pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Utara adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Asahan, dengan ibukota Kisaran. Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 terdapat sekitar 70 ribu orang pemilih 7 Jumlah penduduk Kabupaten Asahan berdasarkan hasil Sensus Penduduk SP 2000 adalah 935.855 jiwa termasuk Kabupaten Batubara termasuk penduduk yang bertempat tinggal tidak tetap dan termasuk urutan ketiga terbesar di Sumatera Utara setelah Kabupaten . Jumlah ini tentunya sangat besar. Pemilih tersebut apabila dibagi berdasarkan pekerjaannya terbagi menjadi dua kelompok yaitu: kelompok yang bekerja di sektor informal dan yang bekerja di sektor formal. Sektor informal merupakan bidang yang banyak ditekuni orang yang berasal dari berbagai tingkat pendidikan, mulai dari tidak tamat SD sampai yang berpendidikan tinggi. Sebagaimana kita ketahui bahwa di bidang sektor informal, tidak terdapat pengaruhhubungan pendidikan seseorang dengan usahakegiatan yang digelutinya. 7 KPUD Asahan, 2013 Universitas Sumatera Utara 7 Deli Serdang dan Kota Medan. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 1990 - 2000 berdasarkan angka terakhir SP 2000 adalah 0,58 per tahun. 8 Jumlah penduduk Asahan pada bulan Juni tahun 2009 setelah terpisah dengan Kabupaten Batubara diperkirakan sebesar 700.606 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 188,36 jiwa per km 2 . Sebagian besar penduduk bertempat tinggal di daerah pedesaan yaitu sebesar 70,58 dan sisanya 29,42 tinggal di daerah perkotaan. Jumlah rumah tangga adalah sebanyak 168.019, dan setiap rumah tangga rata-rata dihuni oleh sekitar 4,2 jiwa. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2000-2009 hanya mencapai angka 1,71. Jika dilihat dari klasifikasi jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki pada tahun 2009 lebih sedikit dari penduduk perempuannya, dengan persentase sebesar 49,82 dengan rasio jenis kelamin sebesar 99,28 yang artinya dari 100 penduduk perempuan terdapat kira-kira 9 penduduk laki-laki. 9 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK Asahan tampaknya menurun pada tahun 2009. Pada tahun 2008, TPAK di Asahan mencapai angka 63,59. Tetapi angka ini menurun menjadi 62,2 pada tahun 2009. Jika dilihat dari status pekerjaannya, hampir sepertiga 31,07 penduduk yang bekerja di Asahan adalah buruh atau karyawan. Penduduk yang berusaha dengan dibantu anggota keluarga mencapai 9,85, sedangkan penduduk yang Bila dilihat per kecamatan, maka Kecamatan Kisaran Timur merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar dengan tingkat persebaran penduduk sebesar 9,90. Sedangkan Kecamatan Sei Kepayang Timur adalah yang terkecil, yaitu 1,36. Untuk kecamatan terpadat, urutan pertama adalah Kecamatan Kisaran Barat, disusul Kisaran Timur dengan kepadatan di atas 1.700 jiwa per km 2 , dan yang terjarang adalah Kecamatan Bandar Pulau. Hal ini dapat dimaklumi karena Kecamatan Kisaran Barat dan Kisaran Timur terletak di ibukota Kabupaten Asahan. 8 Sumatera Utara Dalam Angka 2011. BPS Sumut 9 Ibid., hal 4 Universitas Sumatera Utara 8 bekerja sebagai pekerja keluarga mencapai 7,42. Hanya 3,84 penduduk Asahan yang menjadi pengusaha yang mempekerjakan buruh tetapbukan anggota keluarganya. 10 Permasalahan era reformasi saat ini adalah sering dikaitkannya pihak pihak sektor informal dengan “money politic”. Tetapi penulis menganggap hal tersebut tentunya sangat sulit sekali dibuktikan kebenarannya karena sulitnya menemukan bukti - bukti otentik terhadap hal tersebut dan juga keterbatasan kemampuan penulis untuk mengungkapkan hal tersebut. Penulis hanya mencoba menggali sejauh mana tingkat pemahaman para pekerja sektor informal, dan bagaimana keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam Pilgubsu 2013. Jumlah penduduk Asahan yang merupakan angkatan kerja pada Agustus 2009 adalah sebanyak 292,16 ribu jiwa, yang terdiri dari 265,19 ribu jiwa dikategorikan bekerja dan sebesar 26,97 ribu jiwa dikategorikan mencari kerja dan tidak bekerja pengangguran terbuka. Penduduk Asahan yang bekerja ini sebagian besar bekerja pada sektor pertanian yaitu 48,15. Sektor kedua terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Asahan adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 16,81. Sektor lain yang cukup besar peranannya dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa. Dalam hal ini sektor jasa yang dimaksud adalah jasa perorangan, jasa perusahaan dan jasa pemerintahan yaitu sebesar 12,13 saja. Selebihnya bekerja di sektor penggalian dan pertambangan, sektor listrik, gas dan air minum, sektor bangunan, sektor angkutan dan komunikasi, serta sektor keuangan. Penyebaran penduduk Kabupaten Asahan sekitar 15 persen tinggal di Kota Kisaran, dimana mayoritas penduduknya bekerja pada sektor perdagangan dan jasa. Penduduk yang bekerja pada sektor perdagangan dan jasa ini mayoritas bekerja di sektor informal. Apabila dikaitkan dengan Pilgubsu 2013, jumlah pemilih yang bekerja di sektor informal ini cukup signifikan. Permasalahan yang timbul adalah, apakah tingkat partisipasi penduduk yang bekerja di sektor informal sama signifikannya dengan jumlah mereka pada Pilgubsu 2013? 10 Ibid., hal 5 Universitas Sumatera Utara 9 Penulis disini hanya memfokuskan pada ada-tidaknya korelasi hubungan antara pemahaman politik dengan tingkat kesadaran politik pekerja sektor informal di Kota Kisaran dalam hal turut berpartisipasi dalam Pemilihan Gubsu 2013.

1.2. Perumusan Masalah