1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak berakhirnya era Orde Baru, penerimaan pemerintah dari sektor migas secaraberangsur-angsur tidak lagi menjadi penopang utama lini penerimaan dalam
APBNIndonesia.Peranan sektor migas mulai digantikan oleh peranan dari penerimaanpajak.Seperti yang kita ketahui, pada dasawarsa terakhir ini
pemerintahmenitikberatkan sumber penerimaan utama negara dari sektor pajak. Reformasi Perpajakan yang digulirkan pada tahun 1983 telah
membawaperubahan besar dalam dunia perpajakan di Indonesia, baik dalam sisi formal maupunmaterial. Salah satu poin penting dalam reformasi pajak tersebut
adalah dengandiberlakukannya self assessment system menggantikan official assessment system.Sistem ini menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak
untuk menjalankankewajiban-kewajiban perpajakannya.Hal ini berarti memberikan tanggung jawabyang lebih besar kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan
kepercayaan yang telahdiberikan tersebut dengan sebaik-baiknya.Namun, sebagai konsekuensinya, DirjenPajak juga harus memprioritaskan pemenuhan hak-hak
perpajakan Wajib Pajak yangmerupakan bagian tak terpisahkan dari kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Salah satuhak Wajib Pajak adalah mengenai pengajuan keberatan sebagaimana diatur dalamPasal 25 dan 26 UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga atas UU Nomor6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atasUndang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan, telah tercantum beberapa hak Wajib Pajak yang bertujuan
untukmemberikan jaminan keadilan bagi Wajib Pajak. Salah satu hak yang dimaksudadalah Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan keberatan terhadap
ketetapanyang telah ditetapkan oleh fiskus apabila Wajib Pajak merasa bahwa data- data atauketetapan yang ada pada Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan PajakKurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak LebihBayar, pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan yang diberikan kepadanya tidak sesuaidengan penghitungan menurut Wajib Pajak.Pemenuhan
kewajiban Direktorat Jenderal Pajak dalam penyelesaian keberatanWajib Pajak berarti pula pemenuhan hak Wajib Pajak.Sejalan dengan dipenuhinyahak Wajib Pajak
tersebut, diharapkan Wajib Pajak menjadi terdorong untukmelaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, sehingga tingkat kepatuhanmenjadi lebih baik.
Secara umum, diharapkan penerimaan pajak juga akan meningkat.Menurut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atasUndang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata CaraPerpajakan, surat permohonan keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 tigabulan sejak tanggal
dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan ataupemungutan pajak
kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangkawaktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkanseluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah
pajak yangmasih harus dibayar. Keputusan-keputusan yang ditetapkan ini akan berpengaruhpada realisasi dari rencana penerimaan pajak di kantor yang
bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih jauh
mengenaipengaruh penyelesaian keberatan terhadap penerimaan pajak di Kantor
PelayananPajak Pratama Medan Belawan dengan judul“PENGARUH PENYELESAIAN KEBERATAN TERHADAP PENERIMAAN PAJAK DI
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMAMEDAN BELAWAN” .
B. TujuanDan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian