Evaluasi Program CIPP Robohnya Universitas Kami (3): Secuil Parsel Lebaran Kagem Pak Jokowi

II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi Program CIPP

Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa the worth and merit dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi, dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggungjawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Widoyoko, 2012 : 4 Program adalah kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan melaksanakn untuk waktu yang tidak terbatas. Kebijakan tertentu bersifat umum dan untuk merealisasikan kebijakan disusun berbagai jenis program. Wirawan, 2012 : 16. Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Menurut Tyler 1950 dalam Arikunto 2009: 5, evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach 1963 dan Stufflebeam 1971 dalam Arikunto 2009: 5, evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses untuk mengumpulkan informasi terkait dengan suatu program yang sudah ditetapkan dan informasi tersebut akan digunakan oleh pihak pengguna terkait dengan kelangsungan program berikutnya. Wujud dari hasil evaluasi adalah adanya rekomendasi dari evaluator untuk pengambil keputusan. Menurut Arikunto 2009 : 22 ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program, yaitu : 1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan. 2. Merevisi program, karena ada bagian – bagian yang kurang sesuai dengan harapan terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit. 3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat. 4. Menyebarluaskan program melaksanakan program di tempat – tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu, karena program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain. Dari berbagai definisi yang sudah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya suatu program yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan pilihan yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Dengan melakukan evaluasi maka akan ditemukan fakta pelaksanaan kebijakan di lapangan yang hasilnya bisa positif ataupun negatif. Adapun tujuan sebuah evaluasi dilakukan adalah untuk mengumpulkan informasi untuk menentukan nilai dan manfaat objek evaluasi, mengontrol, memperbaiki, dan mengambil keputusan mengenai objek tersebut. Model-model evaluasi yang satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi, akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi. Selanjutnya informasi yang terkumpul dapat diberikan kepada pengambil keputusan agar dapat dengan tepat menentukan tindak lanjut tentang program yang sudah dievaluasi. Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutip oleh Arikunto 2009: 40, membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu: a. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler. Goal Oriented Evaluation Model ini merupakan model yang muncul paling awal. Yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi ini dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana. b. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven. Menurut Michael Scriven, dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif maupun hal-hal negatif. c. Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven. Evaluasi fomatif secara prinsip merupakan evaluasi yang dilaksanakn ketika program masih berlangsung atau ketika proram masih dekat dengan permulaan kegiatan. Tujuan evaluasi formatif tersebut adalah mengetahui seberapa jauh program yang dirancang dapat belangsung, sekaligus mengidentifikasi hambatan. d. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake. Model ini menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok, yaitu 1 deskripsi description dan 2 pertimbangan judgment serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program, yaitu 1 anteseden antecedentscontext, 2 traksaksi transactionprocess, dan 3 keluaran output – outcomes. e. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi dilakukan. CSE merupakan singkatan dari Center for the Study of Evaluation, sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University in Los Angeles. Ciri dari model CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan dampak. f. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam. CIPP merupakan sebuah singkatan dari: Context Evaluatio : evaluasi terhadap konteks Input Evaluation : evaluasi terhadap masukan Process Evaluation : evaluasi terhadap proses Product Evaluation : evaluasi terhadap hasil g. Discrepancy Model, dikembangkan oleh Provus. Kata discrepancy adalah istilah bahasa Inggris, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “kesenjangan”. Model ini menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen. Model evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model evaluasi CIPP. Model evaluasi CIPP adalah model evaluasi yang terdiri dari empat komponen evaluasi yaitu Context, Input, Process, dan Product CIPP. CIPP merupakan singkatan dari context evaluation artinya evaluasi terhadap context, input evaluation artinya evaluasi terhadap masukan, process evaluation artinya evaluasi terhadap process, dan product evaluation artinya evaluasi terhadap hasil. Dengan melihat penjelasan tersebut, maka langkah evaluasi yang dilakukan adalah menganalisis program tersebut berdasarkan komponen- komponennya. Menurut Stufflebeam 2003: 2, mengemukakan model evaluasi CIPP sebagai berikut: The models core concepts are denoted by acronym CIPP, which stands for evaluations of an entity’s context, input, process, and product. Context evaluations assess needs, problems, assets, and opportunities to help decicions makers define goals and priorities and help broader group of user judge goals, priorities, and outcomes. Input evaluations assess alternative approache, competing action plans, and budgets for their feasibility and potential cost-effectiveness to meet targeted needs and achieved goals. Decision makers us input evaluations in chososhing among competing plans, writing funding proposals, allocation resources, assigning staff, scheduling work, and ultimately in helping others judge an effort’s plans and budget. Evaluasi context menentukan kebutuhan, masalah-masalah, asset, dan kesempatan untuk membantu pengambil keputusan menetapkan tujuan dan prioritas serta membantu kelompok lebih luas dalam pengambilan tujuan, prioritas, dan hasil. Evaluasi input menentukan alternatif pendekatan, pelaksanaan rencana kegiatan, penyediaan sarana, penyediaan biaya efektif untuk penyiapan kebutuhan dan pencapaian tujuan. Pengambil keputusan dalam evaluasi input di dalamnya memilih penyusunan rencana, penulisan proposal, alokasi sumber daya, pengelolaan ketenagaan, jadwal kegiatan, tersusun rapi dalam membantu pengambil keputusan berusaha menyiapkan rencana dan pembiayaan. Lebih lanjut Stufflebeam 2003: 2 juga mengatakan : Process evaluations assess the implementation of plans to helf staff carry out activities and later help the board group of users judge program performance and interpret outcomes. Product evaluations identify aned assess outcomes-intended and unintended,short term and long term-both to help a staff keep an enterprise focused on achieving important outcomes and ultimately to help the broader group of user gauge the effort’s success in meeting targeted needs. Evaluasi process menilai pelaksanaan rencana untuk membantu staf melaksanakan kegiatan, kemudian membantu pengguna menilai kinerja program, dan mebuat penafsiran hasilnya. Evaluasi product mengidentifikasi dan menilai hasil baik jangka pendek dan jangka panjang untuk membantu staf untuk lebih fokus pada hasil penting dan hasil akhir serta mengukur penting dan hasil akhir serta mengukur keberhasilan upaya dalam memenuhi target yang ditetapkan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa dalam proses evaluasi dapat dilakukan dari dua sisi yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Kedua hasil evaluasi ini akan membantu staf dan pengguna program untuk melihat hasil yang dicapai dari program tersebut, kendala dan hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan program, kelemahan dan keunggulan untuk pengembangan lebih lanjut. Penelitian ini akan melakukan evaluasi Prakerin dengan menggunakan model evaluasi CIPP. Menurut Arikunto 2008 : 46-47, menjelaskan secara rinci terkait evaluasi model CIPP. Evaluasi context adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan. Evaluasi masukan input, merupakan evaluasi yang bertujuan menyediakan informasi untuk menentukan bagaimana menggunakan sumber daya yang tersedia dalam mencapai tujuan program. Evaluasi masukan meliputi analisis personal yang berhubungan dengan bagaimana penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif strategi yang harus dipertimbangkan untuk mencapai suatu program. Mengidentifikasi dan menilai kapabilitas sistem, alternatif strategi program, desain prosedur untuk strategi implementasi, pembiayaan dan penjadwalan. Evaluasi proses menunjuk pada apa kegiatan yang dilakukan dalam program, siapa orang yang ditunjuk sebagai penanggungjawab program, kapan kegiatan akan selesai dilksanakan. Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan dalam praktik implementasi kegiatan, mengidentifikasi permasalahan prosedur baik tata laksana kejadian dan aktivitas. Setiap aktivitas dimonitor perubahan-perubahan yang terjadi secara jujur dan cermat. Pencatatan berguna untuk menentukan tindak lanjut penyempurnaan dan menentukan kekuatan dan kelemahan atau keterkaitan program dengan hasil yang ditemukan. Evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana dan pedoman yang ditetapkan. Evaluasi product merupakan kumpulan deskripsi dan “jugement outcomes” dalam hubungannya dengan context, masukan, dan process, terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, dan keberhasilan kegiatan Prakerin. Evaluasi hasil diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah. Evaluasi product adalah evaluasi yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pencapaian tujuan. Evaluasi ini merupakan catatan pencapaian hasil dan keputusan-keputusan untuk perbaikan dan aktualisasi. Secara garis besar evaluasi product meliputi kegiatan penetapan tujuan operasional program, kriteria-kriteria pengukuran yang telah dicapai, membandingkannya antara kenyataan lapangan dengan rumusan tujuan, dan menyusun penafsiran yang rasional. CIPP merupakan singkatan dari, context evaluation : evaluasi terhadap konteks, input evaluation : evaluasi terhadap masukan, process evaluation : evaluasi terhadap proses, dan product evaluation : evaluasi terhadap hasil. Keempat singkatan dari CIPP tersebut itulah yang menjadi komponen evaluasi. Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievalusi sebagai sebuah sistem. Berikut ini akan dibahas komponen atau dimensi model CIPP yang meliputi, context, input, process, product. Berikut adalah indikator yang akan dievaluasi dalam penelitian ini: a. Context Penelitian ini menyajikan kondisi lingkungan yang mendukung sebagai salah satu indikator dalam penelitian. Karena s ekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang mengusahakan agar tujuan dari pembelajaran itu tercapai secara maksimal. Sekolah sebagai tempat dilangsungkannya kegiatan belajar mengajar tentunya lebih terorganisir dari lembaga pendidikan non formal. Salah satunya adalah pendidikan di SMK yang menerapkan PSG. Untuk mengimplementasikan program PSG melalui Prakerin dan sesuai dengan visi misi sekolah tersebut maka pihak sekolah setiap tahunnya mengirimkan siswa kelas XI untuk belajar di industri selama empat bulan. PSG didefinisikan sebagai suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan professional yang memadukan secara sistematis dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung pada bidang pekerjaan yang relevan, terarah untuk mencapai penguasaan kemampuan keahlian tertentu Dikmenjur dalam Suartika, 2013 : 4. Evaluasi konteks merupakan need assesment kebutuhan pengembangan profesional pendidik di sekolah. Sasaran evaluasi mencakup permasalahan yang dihadapi para pembimbing PSG, seperti : sulitnya mencari tempat praktik atau pembekalan yang belum sesuai dengan kebutuhan siswa sebagainya. b. Input Evaluasi input berfokus pada pengumpulan informasi input yang penting seperti sistem rekruitmen siswa, persyaratan administrasi guru, kurikulum dengan keterlibatan industriasosiasi, realisasi kalender pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana di sekolah dan di industri institusi pasangan sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan yang ditetapkan, serta pembiayaan pelaksanaan program sistem ganda. 1. Ketersedian sarana dan prasarana Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah. Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolahmadrasah. Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. Secara Etimologis bahasa prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan dalam pendidikan. Misalnya: lokasitempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, uang, dan sebagainya. Sedangkan, sarana berarti alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan. Misalnya: ruang, buku, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa administrasi sarana dan prasarana pendidikan itu adalah semua komponen yang sacara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri. Adapun Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan SMK dan Madrasah Aliyah Kejuruan MAK. Administrasi sarana-prasarana merupakan keseluruhan proses pengadaan, pendayagunaan, dan pengawasan prasarana dan peralatan yang digunakan untuk menunjang pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai secara efektif dan efisien. 2. Sumber daya manusia Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana S-1 atau diploma empat D-IV, menguasai kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian, memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidikguru. Lebih lanjut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tersebut mendefinisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Sebagai tenaga profesional, guru diharapkan dapat berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran dan berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan mutu guru diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. c. Process Evaluasi proses dapat disebut monitoring berkenaan dengan kajian seberapa jauh pelaksanaan operasional program Prakerin yang telah berjalan secara efektif. Pembelajaran di dunia kerja adalah bagian integral dari program diklat secara menyeluruh, karena itu materi yang dipelajari dan kompetensi yang dilatihkan harus jelas kaitannya dengan profil kompetensi tamatan yang ditetapkan. Mengingat iklim kerja yang ada di SMK berbeda dengan yang terjadi di dunia kerja maka, sekolah menyiapkan peserta sesuai dengan karakteristik dan tuntutan dunia kerja tempat berlatih. Prakerin adalah suatu model penyelenggaraan pendidikan yang memadukan secara utuh dan terintegrasi kegiatan belajar siswa di sekolah dengan proses penguasaan keahlian kejuruan melalui bekerja langsung di lapangan kerja. Metode tersebut dilaksanakan dalam rangka peningkatan mutu SMK untuk mencapai relevansi antara pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja. Harapan utama dan kegiatan prakerin ini di samping meningkatkan keahlian profesional siswa agar sesuai dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja agar siswa memiliki etos kerja yang meliputi: kemampuan bekerja, motivasi kerja, inisiatif, kreatif, hasil pekerjaan yang berkualitas, disiplin waktu, dan kerajinan dalam bekerja. d. Product Evaluasi produk yakni evaluasi keluaran output. Evaluasi keluaran terarah pada hasil langsung direct program. Baik perubahan-perubahan pada kinerja mengajar pendidik maupun kinerja belajar siswa yang teramati pada akhir implementasi program. Hasil Prakerin merupakan nilai yang diberikan ketika sudah selesai melakasanakan praktik kerja industri berupa sertifikat. Dalam penelitian ini akan mengkaji pelaksanaan program Prakerin dalam kaitannya dengan PSG di SMK Dewantara Candipuro Lampung Selatan. Penelitian ini merupakan studi evaluatif dengan menggunakan model CIPP Konteks, Input, Proses dan Produk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan program Prakerin di SMK Dewantara Candipuro Lampung Selatan. Dengan demikian evaluasi mencakup evaluasi konteks dan evaluasi input pada tahap perencanaan program, evaluasi proses pada tahap implementasi program, evaluasi produk yang mencakup evaluasi keluaran pada tahap akhir pelaksanaan program.

2.2 Praktik Kerja Industri Prakerin