Refleksi Penelitian
5.4. Refleksi Penelitian
Dalam penelitian ini, ada hal-hal yang ingin direfleksikan oleh peneliti , terkait posisi perempuan dan pemahaman perempuan tentang posisi dan peran mereka dalam rumah adat.
Mengenai posisi perempuan dalam rumah adat bisa dilihat bahwa masyarakat di kampung Tarung mempertahankan tradisi. Bagi masyarakat di kampung Tarung tradisi ini merupakan tradisi yang turun temurun dan dijalankan sejak rumah adat Sumba ini dibangun dengan mempertahankan tradisi dan menjalankan tradisi tersebut merupakan satu-satunya cara agar tetap adat dan budaya yang dalam bentuk Marapu tetap eksis ditengah derasnya arus moderniasasi. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa modernisasi adalah suatu proses, dimana berlangsung transformasi disegala bidang termasuk kultural atau adat istiadat. Di mana modernisasi mengangap bahwa perlu adanya merombak dasar, susunan dan corak masyarakat lama, yang statis dan terbelakang, yang bersifat tradisional, dan menginginkan masyarakat yang baru, yang bersifat rasional dan modern.
Dalam konteks rumah adat modernisasi tidak begitu nampak pengaruhnya baik secara fisik maupun tatanan budaya masyarakat di kampung Tarung. Namun dalam pemahaman perempuan mengenai posisi perempuan dalam rumah mendapat kesan ketika perempuan dalam hal istri dan anak mantu menjelaskan terkait sanksi adat terkait Dalam konteks rumah adat modernisasi tidak begitu nampak pengaruhnya baik secara fisik maupun tatanan budaya masyarakat di kampung Tarung. Namun dalam pemahaman perempuan mengenai posisi perempuan dalam rumah mendapat kesan ketika perempuan dalam hal istri dan anak mantu menjelaskan terkait sanksi adat terkait
Ina Nonce yang merupakan seorang istri yang asalnya dari luar kampung Tarung, beliau berasal dari Suku Anakalang dan sebelumnya beliau sudah beragama Kristen setelah menikah beliau masuk Marapu mengikuti sang suami. Beliau mengungkapkan bahwa tradisi yang dijalankan membuat mereka menganggap bahwa hal tersebut biasa saja dan beliau juga mengatakan bahwa adanya ketakutan untuk melakukan pelanggaran terhadap adat “kita takut untuk melanggar adat karena ada sanksi yang akan diterima nantinya” Namun beliau mulai menyadari bahwa sebenarnya ini bukan hanya permasalahan posisi dan sanksi adat saja tetapi “ini adat dan istiadat yang harus dijaga”.
Kesadaran ini sama seperti yang terjadi pada perempuan yang tinggal dalam kampung Tarung pada umumnya, perempuan menyadari bahwa yang mereka jalani ini bukan hanya larangannya saja tetapi sebenarnya perempuan menjalankan larangan ini semata-mata untuk menjaga adat istiadat. Selain itu larangan ini sebenarnya merpakan sebuah keteraturan yang mengatur masyarakat Sumba agar adat dan istiadatnya tetap terjaga dan dilestarikan oleh generasi selanjutnya. Dengan kata lain keteraturan ini merupakan kosmologi masyarakat Sumba.
Bila dilihat dari hasil wawancara terhadap perempuan ada dua pandangan terkait posisi perempuan dalam rumah adat, yang pertama menerima secara total karena posisi tersebut merupukan manifestasi dari adat istiadat masyarakat di kampung sehingga adat ini harus dijaga karena adat ini berkaitan dengan hubungan spriritual masyarakat disana dengan sang pencipta (Marapu). Pandangan yang kedua ada yang menerima hal tersebut juga melihat dari sisi adat dan istiadat namun menjalankannya karena atas dasar takut terhadap sanksi adat. Namun seiring berjalannya waktu pandangan tentang menerima tetapi takut pada sanksi adat pun mulai luntur karena hal tersebut berkaitan dengan adat dan esksistensi perempuan dalam mempertahankan kekuasaanya melalui simbolisasi Uma Mawinne.
Adat dan istiadat ini masih bertahan karena semua hal yang berkaitan dengan adat istiadat dan ritul-ritual adat tersebut dianggap sakral bagi masyarakat Sumba khususnya Adat dan istiadat ini masih bertahan karena semua hal yang berkaitan dengan adat istiadat dan ritul-ritual adat tersebut dianggap sakral bagi masyarakat Sumba khususnya
Dan refleksi terakhir dalam penelitian ini berkaitan dengan peran perempuan dalam menjaga adat istiadat dan eksistensi Uma mawinne. Perempuan menerima dan melakukan tradisi melalui larangan-larangan dalam rumah adat bukan untuk menunjukan posisi dan kekuasaan laki-laki, melainkan mereka ingin mempertahankan kekuasaannya lewat simbolisasi Uma mawinne sebagai satu-satunya rumah adat yang menentukan kapan tibanya bula suci bagi masyarakat Loli atau yang sering disebut dengan Wulla poddu. Dari sini bisa kita lihat bahwa sebenarnya perempuan menjalankan larangan tersebut untuk memepertahankan Uma mawinne sebagai rumah adat kekuasaan perempuan. Sebab jika perempuan melanggar adat tetang posisinya, secara tidak langsung perempuan menghilangkan kesakralan Uma mawinne. Dengan begitu makna dan fungsi dari Uma mawinne dan tatanan budaya dari masyarakat Sumba pun runtuh.