HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Permintaan ikan laut di Kabupaten Rembang dalam penelitian ini diduga dipengaruhi harga ikan laut, harga beras, harga daging ayam, pendapatan per kapita dan produksi tangkap ikan laut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan tiga sampel ikan laut, yaitu ikan layang, ikan kembung dan ikan selar karena memiliki produksi tertinggi, suplainya selalu ada/berkelanjutan, datanya paling lengkap dan memiliki kesamaaan ekologis yaitu hidup di laut

yang memiliki salinitas tinggi antara 32-33 0 /

00 , selalu bermigrasi dan berkelompok. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series

15 tahun, dari tahun 1994-2008. Data dan hasil analisis dari masing-masing variabel yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Produksi Tangkap Ikan Laut

Produksi tangkap ikan laut yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah hasil tangkapan ikan laut oleh nelayan di Kabupaten Rembang. Data perkembangan hasil tangkapan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Produksi Tangkap Ikan Layang, Ikan Kembung dan Ikan Selar

di Kabupaten Rembang 1994-2008

Produksi Tangkap Ikan Kembung (kg) Perkembangan (%) Tahun Layang

Layang Kembung Selar 1994 30.275.664,00

Kembung

Selar

- - - 1995

-6,49 -48,74 -42,11 2004 39.462.557,00 19.611.975,00

-97,97 -98,53 -96,39 2006 12.102.000,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Rembang. Ikan layang, ikan kembung dan ikan selar merupakan ikan pelagis

kecil yang memiliki kecenderungan mengelompok dan bermigran sesuai musim. Ikan pelagis adalah ikan yang berenang bebas dan tidak pernah hidup di dasar. Perkembangan produksi tangkap ikan-ikan ini sangat berfluktuatif akan tetapi cenderung mengalami peningkatan. Perkembangan produksi tangkap ikan layang, ikan kembung dan selar dari tahun 1994-2008 sebesar 15.951.750,63 kg (110,60%), 4.796.513,58 kg (113,33%) dan 2.188.789,42 kg (73,18%).

Peningkatan produksi tangkap ikan-ikan tersebut disebabkan dua hal, yaitu faktor alam misal musim dan faktor non alam misal teknologi. Pada saat musim timur (Juni-September) ikan-ikan banyak bermigrasi dari laut flores ke laut Jawa sedangkan pada musim barat ikan-ikan dari Samudra Indonesia dengan mengikuti arus laut masuk ke Laut Jawa.

Teknologi juga memegang peran penting terhadap produksi tangkap karena dengan teknologi yang semakin tinggi usaha penengkapan ikan tersebut menjadi lebih efektif. Teknologi sarana prasarana penangkapan ikan antara lain kapal motor dan perahu tempel dan alat

tangkap seperti Purse Seine, Gill Net, Trammel Net dll.

2. Harga ikan laut

Data perkembangan harga ikan layang, ikan kembung dan ikan selar dari tahun 1994-2008 sebelum dan setelah dideflasi dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Perkembangan Harga Ikan Layang, Ikan Kembung dan Ikan

Selar di Kabupaten Rembang 1994-2008 IHK

Harga Sebelum Dideflasi

Harga Setelah Dideflasi

Tahun (2002= (Rp/kg)

Perkembangan (%) 100) Layang Kembung

(Rp/kg)

Layang Kembung Selar Layang Kembung Selar 1994 31,15

Selar

- - - 1995 38,15

1.478,61 2.647,10 2.298,56 31,57 -5,88 -6,41 1996 38,35

-10,56 -16,4 2001 89,29 2152,66 2.118,39 2.417,46 2.410,86 2.372,48 2.707,43 -9,71

-17 -7,59 2002 100,00 2880,98 3.316,39 2.550,38 2.880,98 3.316,39 2.550,38 19,50

39,79 -5,80 2003 116,09 3250,56 5.066,73 3.804,60 2.800,03 4.364,48 3.277,28 -2,81

-4,65 -3,98 2008 159,38 4677,92 7.861,81 5.896,61 2.935,07 4.932,75 3.699,72 -9,81

-1,19 -5,84 Rata-rata

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Rembang Harga ikan laut yang telah terdeflasi tertinggi adalah ikan kembung dan yang terendah adalah ikan layang. Harga ikan kembung lebih mahal karena adanya faktor selera masyarakat yang mengunggulkan ikan ini dan ketersediaannya lebih rendah dibandigkan ikan layang. Harga ikan layang, ikan kembung dan ikan selar berfluktuatif akan tetapi cenderung mengalami kenaikan rata-rata sebesar Rp 196,39 (7,68%), Rp 302,82 (8,16%) dan Rp 144,01 (4,68%). Harga ikan layang terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 18,34%. Hal ini disebabkan produksi tangkap ikan layang pada tahun 2006 meningkat sebesar 1.408,80%. Jumlah produksi tangkap ikan layang yang tinggi dan sifat ikan yang cepat busuk membuat produsen menurunkan harga ikan layang agar permintaannya Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Rembang Harga ikan laut yang telah terdeflasi tertinggi adalah ikan kembung dan yang terendah adalah ikan layang. Harga ikan kembung lebih mahal karena adanya faktor selera masyarakat yang mengunggulkan ikan ini dan ketersediaannya lebih rendah dibandigkan ikan layang. Harga ikan layang, ikan kembung dan ikan selar berfluktuatif akan tetapi cenderung mengalami kenaikan rata-rata sebesar Rp 196,39 (7,68%), Rp 302,82 (8,16%) dan Rp 144,01 (4,68%). Harga ikan layang terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 18,34%. Hal ini disebabkan produksi tangkap ikan layang pada tahun 2006 meningkat sebesar 1.408,80%. Jumlah produksi tangkap ikan layang yang tinggi dan sifat ikan yang cepat busuk membuat produsen menurunkan harga ikan layang agar permintaannya

Harga ikan kembung dan ikan selar tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar Rp 5932,88 dan Rp 4.208,49. Kondisi ini disebabkan produksi tangkap ikan kembung dan ikan selar rendah. Perkembangan harga ikan kembung dan ikan selar terendah terjadi pada tahun 2004 sebesar 30,72% dan 14,81% karena produksi tangkap ikan kembung dan ikan selar meningkat.

3. Permintaan Ikan laut

Permintaan ikan laut diperoleh dengan menggunakan pendekatan jumlah seluruh ikan laut yang dikonsumsi konsumen baik langsung maupun tak langsung. Permintaan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar di Kabupaten Rembang dari tahun 1994- 2008 dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 14. Permintaan Ikan Layang, ikan kembung dan ikan selar di Kabupatan Rembang 1994-2008

Permintaan Ikan Laut (kg) Perkembangan (%) Tahun Layang

Layang Kembung Selar 1994

Kembung

Selar

- - - 1995

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Rembang Rata-rata tingkat permintaan ikan laut di Kabupaten Rembang tertinggi adalah ikan layang sedangkan terendah adalah ikan kembung. Permintaaan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar di Kabupaten Rembang dari tahun 1994-2008 rata-rata adalah 824.399,44 kg/tahun, 230.209,06 kg/tahun dan 293.158,70 kg/tahun sedangkan rata-rata perkembangan permintaannya sebesar 20.658,58 kg/tahun (2,51% per tahun), 33,27 kg/tahun (0,01% per tahun) dan 4.807,80 kg/tahun (1,64% per tahun).

Permintaan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar di Kabupaten Rembang cenderung meningkat karena ikan-ikan tersebut memiliki harga lebih murah dibanding dengan harga lauk hewani lain. Permintaan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar dipengaruhi oleh harga dan ketersediaan masing-masing ikan tersebut di pasaran, sehingga naik turunnya permintaan ikan-ikan tersebut sejalan dengan perubahan ketersediaan dan harga masing-masing ikan. Ketersediaan dapat meningkat jika produksi meningkat sehingga permintaan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar dipengaruhi oleh harga dan produksi tangkap masing-masing ikan.

4. Harga Beras

Harga beras yang diambil dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan satu kilogram beras. Harga beras yang dianalisis dibuat kedalam harga riil agar harga beras tidak terpengaruh inflasi. Data mengenai perkembangan harga beras dari Harga beras yang diambil dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan satu kilogram beras. Harga beras yang dianalisis dibuat kedalam harga riil agar harga beras tidak terpengaruh inflasi. Data mengenai perkembangan harga beras dari

15. Tabel 15. Perkembangan Harga Beras di Kabupaten Rembang tahun 1994-

Harga

Harga Setelah IHK

Perkembangan Tahun

(%) (Rp/kg)

(Rp/kg)

2.759,86 -16,71 Rata-rata

2.507,09 2,86 Sumber : Badan Pusat Statistik Rembang

Perkembangan harga beras dari tahun 1994-2008 berfluktuatif akan tetapi cenderung mengalami peningkatan rata-rata sebesar Rp 71,75 atau

sekitar 2,86%. Harga beras yang berfluktuatif disebabkan perubahan produksi padi, musim, harga pupuk dan stok beras. Perkembangan harga beras tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 37,59 %. Kenaikan ini disebabkan krisis moneter yang melanda Indonesia. Penurunan harga beras terendah terjadi pada tahun 2000 sebesar karena stok beras meningkat akibat tidak terjadi gagal panen akibat banjir seperti tahun sebelumnya.

5. Harga Daging Ayam

Harga daging ayam yang diambil pada penelitian ini adalah jumlah uang yang dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan satu kilogram daging ayam. Data mengenai perkembangan harga daging ayam dari tahun 1994-2008 dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Perkembangan Harga Daging Ayam di Kabupaten Rembang 1994-2008

Harga

Harga Setelah IHK

Perkembangan Tahun

(%) (Rp/kg)

(Rp/kg)

14.514,92 -3,68 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Rembang Harga daging ayam dari tahun 1994-2008 berdasarkan Tabel 16 berfluktuatif akan tetapi cenderung mengalami penurunan rata-rata sebesar Rp 533,66 atau sekitar 3,68 %. Penurunan harga daging ayam di Kabupaten Rembang disebabkan produksi daging ayam meningkat. Jumlah produksi daging ayam dari tahun 1994-2008 rata-rata mengalami peningkatan sebesar 16,7 %. Jumlah daging ayam yang melebihi permintaan membuat pedagang menurunkan harga jual. Perkembangan harga daging ayam tertinggi pada tahun 1999 sebesar 12,02%. Hal ini disebabkan dampak krisis moneter pada tahun 1998 yang menyebabkan harga naik. Harga daging ayam yang berfluktuatif disebabkan perubahan permintaan, perubahan produksi dan pasokan daging ayam ke pasar, serta terjadinya perubahan harga di tingkat distributor.

6. Pendapatan Per Kapita

Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam menentukan variasi permintaan terhadap berbagai jenis barang karena besar kecilnya pendapatan dapat menggambarkan daya beli konsumen. Bila terjadi perubahan dalam pendapatan maka akan menimbulkan perubahan dalam mengkonsumsi berbagai jenis barang. Data mengenai perkembangan pendapatan per kapita dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2008 sebelum dan setelah dideflasi di Kabupaten Rembang dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Perkembangan Pendapatan Per Kapita di Kabupaten Rembang 1994-2008

Indeks

Pendapatan Per

Pendapatan Per Implisit

Kapita

Tahu Kapita Setelah Perkembangan PDRB

Sebelum

n Dideflasi (%) (2002=10

Dideflasi

(Rp/thn)

(Rp/thn)

2.199.736,95 - 1995

1.822.942,98 -22,13 1997

1998 68,83 1.677.354,04 -10,76

Sumber : Badan Pusat Statistik Rembang Perkembangan pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten

Rembang dari tahun 1994-2008 berfluktuatif akan tetapi cenderung mengalami peningkatan rata-rata sebesar Rp 30.681,07 per tahun atau sekitar 1,48 %. Peningkatan pendapatan masyarakat di Kabupaten Rembang disebabkan karena semakin meningkatnya laju pembangunan yang menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. Perkembangan pendapatan per kapita Kabupaten Rembang tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar 11,84%. Hal ini disebabkan perkembangan sektor pertambangan dan galian, sektor perdagangan dan sektor jasa keuangan dengan pertumbuhan yang cukup tinggi. Data Pertumbuhan sektor pertambangan dan galian, sektor perdagangan dan sektor jasa keuangan dapat dilhat sebagai berikut:

Tabel 18. PDRB Kabupaten Rembang Berdasarkan Harga Konstan dan

Persentase Tingkat Pertumbuhan dan Sumbangan Sektor Terhadap PDRB Tahun 2002 dan 2003

Sektor PDRB (ribu Rp) Sumbangan

r(%) (%) Pertambangan dan Galian

30.204.286 33.707.98 12 2 Perdagangan, Hotel dan

252.849.253 3 9 16 Resto

39.242.759 274.833.22 3 5 Keuangan, Sewa dan Jasa

Perusahaan 40.321.53

Rata-rata 322.296.29 34886274 8 8

Sumber: Badan Pusat Statistik Rembang

B. Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

Estimasi fungsi permintaan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar di Kabupaten Rembang dan hubungan antara permintaan dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya dicari menggunakan metode regresi non linier berganda dalam bentuk logaritma natural. Berdasarkan hasil pengolahan data maka diperoleh hasil estimasi seperti terlihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 19. Hasil Analisis Regresi Ikan Layang, Ikan Kembung dan Ikan Selar

Jenis Ikan Variabel

Koefisien

Standar t Sig

1. Ikan Konstanta

3,623 0,006 Ln HB

Ln HI L 0,256

0,647 0,534 Ln HA

-0,767 0,463 Ln Y

Ln PR L 0,024

Sig.:0,000 R 2

F hitung:

14,335 0,000 kembung a

2. Ikan Konstant

Ln HI K 0,097

Ln HB

-0,470 0,650 Ln HA

-5,376 0,000 Ln Y

Ln PR K 0,020

F hitung:

3. Ikan selar Konstant

2,639 0,027 Ln HB

Ln HI S 0,117

-1,451 0,181 Ln HA

-6,572 0,000 Ln Y

Ln PT S 0,023

Sig.:0,000 R 2

F hitung:

Sumber : Analisis Komputer Data Sekunder Persamaan regresi yang didapat berdasarkan hasil analisis data

Tabel 19 adalah sebagai berikut :

a. Ikan Layang LnQd L =7,716+0,256lnHI L +0,041lnHB-0,080lnHA+0,272lnY+0,024 ln PR L +e

b. Ikan Kembung LnQd K =13,479+0,097lnHI K -0,181lnHB-0,015lnHA- 0,027lnY+0,020lnPT K +e

c. Ikan Selar LnQd S =13,273+0,117lnHI S -0,044lnHB- 0,224lnHA+0,035lnY+0,023lnPT S +e Fungsi permintaan tersebut kemudian dikembalikan ke bentuk asal

sehingga bentuknya menjadi :

a. Ikan Layang

Qd 0,272

L =2.243,96. PT L .HI L

b. Ikan Kembung

Qd -0,027

K =714.258,34 . PT K .HI K

.HB

. HA .Y .e

-0,015 -0,015

Qd 0,023 S =581.287,06 .HI S

.Y . PT S .e Model regresi dilakukan pengujian agar memenuhi kriteria statistik

sehingga dapat memperoleh hasil yang terbaik. Pengujian-pengujian model regresi dapat dilihat sebagai berikut :

a. Uji Statistik Dalam uji statistik ini meliputi uji F, uji 2 dan ujit t seperti berikut

: 1). Uji F Tujuan dilakukan uji F adalah untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Berdasarkan Tabel 19. dapat diketahui bahwa nilai signifikansi ikan layang, ikan kembung dan ikan selar sebesar 0,000, lebih kecil dari α = 0,01. Dengan demikian maka Ha diterima dan Ho ditolak, yang berarti bahwa variabel independent yang diteliti secara bersama-sama berpengaruh sangat nyata pada tingkat kepercayaan 99% terhadap tiap sampel permintaan ikan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel harga ikan layang, harga beras, harga daging ayam, pendapatan per kapita dan produksi tangkap ikan layang berpengaruh secara bersama-sama terhadap permintaan ikan layang. variabel harga ikan kembung, harga beras, harga daging ayam, pendapatan per kapita dan produksi tangkap ikan kembung berpengaruh secara bersama-sama terhadap permintaan ikan kembung. Sedangkan variabel harga ikan selar, harga beras, harga daging ayam, pendapatan per kapita dan produksi tangkap ikan selar berpengaruh secara bersama-sama terhadap permintaan ikan selar.

2). Uji 2 Adjusted Koefisien determinasi berganda ( 2 ) dalam Tabel 19 untuk ikan layang, ikan kembung dan ikan selar sebesar 0,861, 0,880 dan

0,936. Ini berarti bahwa perubahan pada variabel-variabel independen masing-masing sampel ikan menyebabkan 86%, 88% dan 94% perubahan terhadap permintaan masing-masing sampel 0,936. Ini berarti bahwa perubahan pada variabel-variabel independen masing-masing sampel ikan menyebabkan 86%, 88% dan 94% perubahan terhadap permintaan masing-masing sampel

3). Uji t Uji t adalah uji yang dilakukan secara individu untuk melihat

signifikansi dari pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan asumsi variabel yang lainnya konstan.

a). Ikan Layang Variabel harga ikan layang berdasarkan Tabel 19

menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap permintaan ikan layang di Kabupaten Rembang pada tingkat kepercayaan

99%. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas atau nilai signifikansi dari variabel tersebut yang lebih kecil dari nilai α = 0,01 (P < 0,01). Harga ikan layang berpengaruh terhadap permintaan ikan layang sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa permintaan suatu barang di pengaruhi oleh barang itu sendiri. Hal ini sangat rasional karena harga produk memilki peranan yang besar dalam keputusan konsumsi.

Variabel pendapatan per kapita berpengaruh nyata terhadap permintaan ikan layang di Kabupaten Rembang pada tingkat kepercayaan 95%. ditunjukkan dari probabilitas atau nilai signifikansinya yang lebih kecil dari nilai α = 0,05, yaitu 0,022 (P < 0,05). Pendapatan yang rendah membuat masyarakat Rembang lebih memilih ikan layang sebagai lauk karena harganya murah dan dapat terjangkau oleh mereka

Variabel harga beras, harga daging ayam dan produksi tangkap ikan layang tidak berpengaruh nyata pada permintaan ikan layang di Kabupaten Rembang, karena nilai signifikansinya lebih besar dari nilai α = 1%, 5%, dan 10%.

Harga beras tidak berpengaruh terhadap permintaan ikan layang karena banyaknya alternatif pilihan lauk membuat beras tidak menjadi barang komplementer ikan layang, selain itu pendapatan masyarakat yang rendah membuat masyarakat tidak hanya mengkonsumsi makanan pokok beras tetapi juga nasi jagung.

Harga daging ayam tidak berpengaruh terhadap permintaan ikan layang disebabkan banyaknya alternatif lauk dengan harga yang bervariasi dan selisih harga yang besar Harga daging ayam tidak berpengaruh terhadap permintaan ikan layang disebabkan banyaknya alternatif lauk dengan harga yang bervariasi dan selisih harga yang besar

Produksi tangkap ikan layang tidak berpengaruh terhadap permintaan ikan layang karena produksi tangkap ikan layang sangat besar dan pola konsumsi masyarakat terhadap menu karbohidrat yang lebih besar dibandingkan protein membuat hanya sebagian kecil produksi tangkap ikan layang yang diminta oleh konsumen. Produksi tangkap ikan layang yang sangat besar tidak akan terserap seluruhnya oleh konsumen karena dalam pengkonsumsiaannya manusia dibatasi oleh utility . Ikan layang lebih banyak dikonsumsi masyarakat sebagai lauk dengan jumlah yang tidak terlalu besar sehingga ketika kebutuhan ikan layang telah terpenuhi, meskipun produksi tangkap besar, masyarakat akan menghentikan pengkonsumsiaannya.

b). Ikan Kembung Variabel harga ikan kembung dan produksi tangkap ikan kembung berpengaruh nyata terhadap permintaan ikan kembung di Kabupaten Rembang pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas atau nilai signifikansi dari masing-masing variabel tersebut yang lebih kecil dari nilai α = 0,05 (P < 0,05), yaitu sebesar 0,023 dan

0,045. Berpengaruhnya harga ikan kembung terhadap permintaan ikan kembung sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa permintaan suatu barang di pengaruhi oleh barang itu sendiri karena harga produk memiliki peranan yang besar dalam keputusan konsumsi.

Produksi tangkap ikan kembung berpengaruh terhadap permintaan ikan kembung karena produksi tangkap ikan Produksi tangkap ikan kembung berpengaruh terhadap permintaan ikan kembung karena produksi tangkap ikan

Variabel harga daging ayam berpengaruh nyata terhadap permintaan ikan kembung di Kabupaten Rembang pada tingkat kepercayaan 99%. Hal ini ditunjukkan oleh probabilitas atau nilai signifikansinya yang lebih kecil dari nilai α = 0,01 (P < 0,01) yaitu sebesar 0,000. Harga daging ayam berpengaruh terhadap permintaan ikan kembung karena daging ayam dan ikan kembung termasuk dalam kategori lauk dengan selisih harga tidak terlalu besar. Selain itu permintaan ikan kembung dan daging ayam memilki selisih yang kecil. Rata-rata permintaan daging ayam dan ikan kembung dari tahun 2004-2008 sebesar 377.666 kg/tahun dan 245.290 kg/tahun.

Variabel harga beras dan pendapatan per kapita tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan ikan kembung di Kabupaten Rembang, ditunjukkan dari nilai signifikansi yang lebih besar dari nilai α = 1%, 5%, dan 10%. Harga beras tidak

berpengaruh terhadap permintaan ikan kembung mengingat banyak pilihan lauk pauk lain sebagai barang komplementer beras, seperti berbagai ikan dan daging dengan beragam harga. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya permintaan lauk lain seperti berikut: Tabel 20. Permintaan Daging dan Telur di Kabupaten

Rembang 2004-2008

Komoditas Konsumsi (ton)

2006 2007 2008 Daging sapi

628 948 1.095 Telur ayam 12.221 12.48 12.533 12.37 12.499 Daging

5 118 S kambing

119 u mber: Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Rembang

Pendapatan per kapita tidak berpengaruh terhadap permintaan ikan kembung karena harga ikan kembung lebih mahal dibanding ikan layang. Pendapatan masyarakat Rembang yang tergolong rendah membuat masyarakat lebih memilih harga lauk yang lebih murah dan terjangkau.

c). Ikan Selar Variabel independen yang berpengaruh terhadap ikan selar adalah harga ikan selar (tingkat kepercayaan 95%), harga daging ayam (tingkat kepercayaan 99%) dan produksi tangkap ikan selar (tingkat kepercayaan 95%). Variabel independen ikan selar yang berpengaruh terhadap ikan selar sama dengan ikan kembung, yaitu harga dan produksi tangkap ikan itu sendiri serta harga daging ayam karena ikan selar memiliki produksi tangkap, harga, permintaan dll yang tidak berbeda jauh dengan ikan kembung sehingga analisis statistik untuk permintaan ikan selar memiliki kesamaan dengan ikan kembung.

4). Variabel yang paling berpengaruh Perhitungan nilai standart koefisien regresi menunjukkan variabel yang paling berpengaruh terhadap permintaan ikan laut di Kabupaten Rembang. Semakin besar nilai standard koefisen regresi maka semakin besar pengaruh variabel bebas tersebut terhadap permintaan ikan laut di Kabupaten Rembang. a). Ikan Layang

Berdasarkan uji statistik dan persamaan diatas dapat diketahui bahwa secara individu variabel yang berpengaruh terhadap permintaan ikan layang hanya variabel harga ikan layang dan pendapatan per kapita sehingga dapat dijelaskan sebagai berikut: Tabel 21. Hasil Analisis Standard Koefisien Regresi

Variabel-variabel Bebas Permintaan ikan layang Variabel

Standar koefisien Tingkat regresi Harga ikan layang

2 Pendapatan perkapita

1 Sumber : Diadopsi dari lampiran 5 Variabel harga ikan layang memiliki nilai standar

koefisien regresi yang lebih kecil dibandingkan pendapatan per kapita berarti pendaptan per kapita mempunyai pengaruh terbesar terhadap permintaan ikan layang di Kabupaten Rembang. Kondisi ini disebabkan harga ikan layang di Kabupaten Rembang sangat murah dan rata-rata perubahan pendapatan per kapita masyarakat Rembang tiap tahun sebesar Rp 30.681,00 lebih besar dibanding perubahan harga ikan layang yang hanya sebesar Rp 196,00.

b). Ikan Kembung Hasil perhitungan variabel yang paling berpengaruh terhadap permintaan ikan kembung adalah sebagai berikut: Tabel 22. Hasil Analisis Standard Koefisien Regresi

Variabel-variabel Bebas Permintaan Ikan Kembung

Variabel Standar Tingkat koefisien regresi Harga ikan kembung

2 Harga daging ayam

Sumber : Diadopsi dari lampiran 5

Harga daging ayam berdasarkan Tabel 22. memiliki nilai standar koefisien regresi yang terbesar, berarti harga daging ayam mempunyai pengaruh yang terbesar terhadap permintaan ikan kembung di Kabupaten Rembang. Pendapatan masyarakat yang rendah dan harga daging ayam yang lebih mahal dibandingkan harga ikan kembung membuat tidak semua masyarakat bisa mengkonsumsi daging ayam sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa mengkonsumsi daging, menunjukkan status sosial yang lebih tinggi.

Harga ikan kembung menempati posisi kedua karena harga ikan kembung masih terjangkau. Rata-rata harga ikan kembung dari tahun 1994-2008 sebesar Rp 3.716,00 dengan kenaikan rata-rata sebesar Rp 302,00 jika dikomulatifkan harga nya menjadi Rp 4.018,00 jauh lebih murah dibandingkan harga daging ayam sebesar Rp 14.514,00 dengan rata-rata penurunan Rp 534,00 atau Rp 13.980,00. Sedangkan produksi tangkap ikan kembung menempati posisi ketiga karena produksi tangkap ikan kembung akan berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan. Meskipun harga ikan kembung rendah namun jika tidak diimbangi dengan tingkat ketersediaan yang tinggi, konsumen akan beralih ke alternatif lauk lainnya. Ketersediaan ikan kembung di Kabupaten Rembang masih rendah. Hal ini bisa terlihat dari produksi ikan kembung yang dijual ke luar daerah mencapai 94% atau sebesar 3.979.455 kg/tahun.

c). Ikan Selar Perhitungan

koefisien regresi parsial menunjukkan variabel yang paling berpengaruh terhadap permintaan ikan selar di Kabupaten Rembang. Semakin besar nilai standard koefisen regresi maka semakin besar

nilai nilai

Variabel-variabel Bebas Permintaan Ikan Selar Variabel

Standar koefisien Tingkat regresi Harga ikan selar

2 Harga daging ayam

1 Produksi tangkap ikan selar

3 Sumber : Diadopsi dari lampiran 5

Harga daging ayam pada permintaan ikan selar memiliki nilai standar koefisien regresi yang terbesar seperti halnya ikan kembung karena ikan selar dan ikan kembung memiliki selisih harga dan permintaan yang kecil. Adanya kesamaan kondisi antara kedua sampel ikan ini menyebabkan pengaruh variabel harga ikan, produksi tangkap masing-masing sampel dan harga daging ayam menghasilkan analisis variabel yang paling berpengaruh terhadap permintaannya sama.

b. Uji Asumsi Klasik Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari tiga hal yaitu uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Pengujian asumsi-asumsi klasik dapat dilihat sebagai berikut:

1). Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan yang menun- jukkan dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel independen. Pada tabel dibawah ini akan disajikan hasil kesimpulan uji multikolinearitas sebagai berikut :

Tabel 24. Hasil Uji Multikolinearitas Ikan layang, Ikan Kembung dan Ikan Selar

Jenis Variabe VIF Toleranc Kesimpulan Ikan

1. Ikan Ln HIL 4,084 0,245 Tidak terjadi Layang

Ln HB 1,059 0,945 multikolinearitas Ln HA 4,910 0,204

Tidak terjadi Ln Y 1,458 0,686

multikolinearitas Ln PRL 1,126 0,888

Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas 2. Ikan

Ln HI L 2,999 0,333

Tidak terjadi

multikolinearitas Ln HA 1,926 0,519

Kembung Ln HB 1,058 0,946

Tidak terjadi Ln PRL 1,575 0,635

multikolinearitas Ln Y 1,497 0,619

Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas 3. Ikan

Ln HIL 2,642 2,642 Tidak terjadi Selar

Ln HB 1,171 0,854 multikolinearitas Ln HA 2,528 0,396

Tidak terjadi Ln PRs 1,230 0,813

multikolinearitas Ln Y 1,438 0,695

Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas Tidak terjadi multikolinearitas

Sumber : Analisis Komputer Data Sekunder Nilai VIF dari variabel independen ikan layang, ikan kembung dan ikan selar pada Tabel 24 berada diantara 0,1

hingga 10 dan nilai tolerance dari masing-masing variabel independen mendekati nilai 1. Jadi kesimpulan yang didapat adalah tidak terdapat gejala multikolinearitas.

2). Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedatisitas digunakan untuk menguji terjadinya ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan

regresi. Pengujian

heteroskedastisi-tas dilakukan dengan menggunakan grafik heteroskedastisi-tas dilakukan dengan menggunakan grafik

3). Uji Autokorelasi Pengujian ada atau tidaknya korelasi antar kesalahan pada periode t dengan t sebelumnya (otokorelasi) dilakukan dengan menggunakan uji statistik d dari Durbin Watson. Kriteria pengujian dapat dilihat sebagai berikut (Sulaiman, 2002):

4. 1,65 < DW < 2,35 yang artinya tidak terjadi autokorelasi.

5. 1,21 < DW < 1, 65 atau 2,35 < DW < 2,79 yang artinya tidak dapat disimpulkan.

6. DW < 1,21 atau DW > 2,79 yang artinya terjadi autokorekasi.

Hasil analisis regresi ikan layang, ikan kembung dan ikan selar menunjukkan bahwa nilai DW sebesar 2,020; 2,266 dan 2,307. Hal ini berarti hasil estimasi dari persamaan permintaan ikan layang, ikan kembunng dan ikan selar tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif.

c. Koefisien Elastisitas Permintaan Derajat kepekaan dari fungsi permintaan terhadap perubahan variabel yang mempengaruhinya dapat diketahui dengan melihat nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel dependennya. Salah satu ciri menarik dari model logaritma berganda adalah nilai koefisien regresi merupakan nilai elastisitasnya. Elastisitas dari masing-masing sampel ikan laut yang diteliti hanya variabel yang memiliki pengaruh nyata terhadap permintaan ikan laut yang diteliti berdasarkan uji t.

Elastitas yang dicari untuk permintaan ikan layang adalah elastisitas harga ikan layang dan pendapatan, untuk permintaan ikan kembung adalah elastisitas harga ikan kembung dan harga daging ayam sedangkan pada permintaan ikan selar adalah elastisitas harga ikan selar dan harga daging ayam.

1). Ikan layang Hasil analisis elastisitas permintaan ikan layang dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 25. Nilai Elastisitas Permintaan Ikan Layang

Jenis Koefisien Elastisitas Elastisitas harga ikan layang

0,256 Elastisitas pendapatan

0,272 Sumber : Analisis Komputer Data Sekunder a). Elastisitas harga (E p )

Koefisien elastisitas harga ikan layang sebesar 0,256 dan bersifat inelastis (0<|Ep|<1) berarti bahwa jika terjadi kenaikan harga ikan layang sebesar 1% maka persentase kenaikan permintaan layang sebesar 0,26% begitu juga sebaliknya. Hal ini disebabkan ikan layang merupakan produk pertanian yang termasuk kebutuhan pokok karena kedudukannya sebagai lauk yang memiliki harga yang relatif lebih murah dibandingkan lauk hewani lainnya sehingga jika harga ikan layang naik pembeli akan tetap membeli ikan layang akan tetapi dengan peningkatan yang lebih kecil. Demikian halnya apabila harga ikan layang turun masyarakat tidak akan mengkonsumsinya dalam jumlah yang besar karena kebutuhan lauk lebih kecil dibandingkan makanan pokok.

b). Elastisitas pendapatan Nilai koefisien elastisitas pendapatan sebesar 0,272 artinya setiap kenaikan pendapatan 1% akan menaikkan permintaan ikan layang sebesar 0,272%. Elastisitas b). Elastisitas pendapatan Nilai koefisien elastisitas pendapatan sebesar 0,272 artinya setiap kenaikan pendapatan 1% akan menaikkan permintaan ikan layang sebesar 0,272%. Elastisitas

2). Ikan Kembung Elastisitas permintaan ikan kembung yang diteliti dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 26. Nilai Elastisitas Permintaan Ikan Kembung

Koefisien Elastisitas Elastisitas harga ikan kembung

Jenis

0, 097 Elastisitas silang terhadap daging ayam

-0,181 ras

Sumber : Analisis Komputer Data Sekunder

a). Elastisitas harga (E p ) Elastisitas harga ikan kembung sebesar 0,097 bersifat inelastis (0<|Ep|<1) menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga ikan kembung sebesar 1% maka persentase kenaikan permintaan kembung sebesar 0,97% begitu juga sebaliknya. Hal ini disebabkan ikan kembung termasuk barang kebutuhan pokok dan memiliki harga yang masih terjangkau oleh masyarakat Kabupaten Rembang. Harga ikan kembung dibandingkan lauk hewani non ikan laut masih tergolong murah sehingga jika harga ikan kembung naik pembeli akan tetap membeli ikan kembung akan tetapi dengan peningkatan yang lebih kecil. Demikian halnya a). Elastisitas harga (E p ) Elastisitas harga ikan kembung sebesar 0,097 bersifat inelastis (0<|Ep|<1) menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga ikan kembung sebesar 1% maka persentase kenaikan permintaan kembung sebesar 0,97% begitu juga sebaliknya. Hal ini disebabkan ikan kembung termasuk barang kebutuhan pokok dan memiliki harga yang masih terjangkau oleh masyarakat Kabupaten Rembang. Harga ikan kembung dibandingkan lauk hewani non ikan laut masih tergolong murah sehingga jika harga ikan kembung naik pembeli akan tetap membeli ikan kembung akan tetapi dengan peningkatan yang lebih kecil. Demikian halnya

b). Elastisitas silang Elastisitas silang harga daging ayam terhadap permintaan ikan kembung sebesar -0,181, artinya jika harga daging ayam naik sebesar 1% maka permintaan ikan kembung akan turun sebesar 0,181%. Nilai elastisitas daging ayam bertanda negatif menunjukkan bahwa daging ayam bukan merupakan barang substitusi dari ikan kembung. Hal ini disebabkan banyaknya alternatif ikan lauk yang tersedia di Kabupaten Rembang dan selisih harga yang besar antar ikan kembung dan daging ayam. Keanekaragaman lauk daging dan telur di Kabupaten Rembang dapat dilihat pada Tabel 20.

3). Ikan Selar Analisis elastisitas permintaan ikan selar berdasarkan variabel yang berpengaruh secara individu terhadap ikan selar dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 27. Nilai Elastisitas Permintaan Ikan Selar

Koefisien Elastisitas Elastisitas harga ikan selar

Jenis

0, 117 Elastisitas silang terhadap daging ayam

-0,224 ras

Sumber : Analisis Komputer Data Sekunder a). Elastisitas harga (E p )

Berdasarkan hasil analisis, koefisien elastisitas harga ikan selar sebesar 0,117 dan bersifat inelastis (0<|Ep|<1) menunjukkan hubungan antara harga ikan selar dengan permintaan ikan selar berbanding lurus (jika terjadi kenaikan harga ikan selar sebesar 1% maka persentase kenaikan permintaan selar sebesar 0,97% begitu juga Berdasarkan hasil analisis, koefisien elastisitas harga ikan selar sebesar 0,117 dan bersifat inelastis (0<|Ep|<1) menunjukkan hubungan antara harga ikan selar dengan permintaan ikan selar berbanding lurus (jika terjadi kenaikan harga ikan selar sebesar 1% maka persentase kenaikan permintaan selar sebesar 0,97% begitu juga

b). Elastisitas silang Elastisitas silang harga daging ayam untuk permintaan ikan selar sebesar -0,224 artinya jika harga daging ayam naik sebesar 1% maka permintaan ikan selar akan turun sebesar 0,224%. Seperti halnya ikan kembung, nilai elastisitas daging ayam terhadap permintaan ikan selar juga bertanda negatif (daging ayam bukan merupakan barang substitusi dari ikan selar). Hal ini disebabkan banyaknya alternatif lauk yang tersedia di Kabupaten Rembang seperti pada Tabel 20 dan selisih harga yang besar antar ikan selar dan daging ayam.

2. Pembahasan Perikanan laut merupakan sub sektor yang penting bagi Kabupaten

Rembang, selain memberikan kontribusi PDRB yang cukup besar, subsektor perikanan laut merupakan salah satu penyedia sumber gizi di Kabupaten Rembang. Ikan laut mengandung omega-3, yodium, selenium, florida, zat besi, magnesium, zink, taurin coenzyme Q10, Eicosapentaenoic acid/EPA, Docosahexanoic Acid/DHA yang sangat penting bagi kecerdasan otak meningkatkan daya tahan tubuh, pembentukan organ vital manusia dll.

Ikan layang, ikan kembung dan ikan selar merupakan ikan laut yang memiliki peran penting di Kabupaten Rembang. Produksi tangkap yang tinggi membuat ketiga ikan ini memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan Kabupaten Rembang. Nilai produksi tangkap ikan layang, ikan kembung dan ikan selar per tahun sebesar Rp 38.044.669.600,00; Rp 3.584.784.000,00 dan Rp 4.463.164.000,00.

Sayangnya produksi tangkap dan kandungan gizi ikan laut yang sangat tinggi ternyata belum mampu memenuhi angka harapan konsumsi ikan laut secara nasional. Permintaan ikan masyarakat Rembang masih tergolong rendah yaitu sebesar 24 kg/kap/tahun pada tahun 2007 sedangkan tingkat konsumsi harapan masyarakat Indonesia mencapai 30 kg/kap/tahun. Kontribusi tingkat konsumsi ikan layang, ikan kembung dan ikan selar terhadap tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Rembang hanya sebesar 1,4 kg/kap/tahun, 0,4 kg/kap/tahun dan 0,5 kg/kap/tahun. Hal ini disebabkan rendahnya kesadaran dan pengetahuan tentang manfaat ikan laut dan adanya tren dalam masyarakat dalam memberikan prestise terhadap lauk yang memiliki harga tinggi sehingga harga ketiga ikan tersebut yang relative murah kurang diminati konsumen.

Tingkat permintaan masyarakat Rembang rata-rata dari tahun 1994- 2008 untuk ikan layang, ikan kembung dan ikan selar rata-rata sebesar 824.399,44 kg/tahun. 230.209,06 kg/tahun dan 293.158,70 kg/tahun. Rata- rata perkem-bangan permintaan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar per tahun mengalami kenaikan sebesar 2,51% (20.658,58 kg/tahun), 0,01% (33,27 kg/tahun) dan 1,64% (4.807,80 kg/tahun). Permintaan ikan layang lebih tinggi dibanding ikan kembung dan ikan selar karena ikan layang memiliki diversifikasi prodak yang lebih banyak sehingga memberikan banyak pilihan pada konsumen (misal ikan layang segar, ikan pindang, ikan asin dll) dan ketersediaannya lebih besar.

Permintaan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar masyarakat Rembang dibandingkan jumlah produksinya berturut-turut sebesar 17,50%, 18,39% dan 13,94%. Pengukuran jumlah permintaan ikan layang, ikan kem-bung dan ikan selar dilakukan dengan menjumlah seluruh ikan yang dikon-sumsi oleh konsumen yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Rembang. Dalam hal ini adalah ikan layang, ikan kembung dan ikan selar.

Berdasarkan analisis uji statistik, ikan layang, ikan kembung dan ikan selar memiliki tingkat signifikansi 0,000 berarti variabel independen permintaan ikan layang (produksi tangkap ikan layang, harga ikan layang, harga beras, harga daging ayam dan pendapatan per kapita) berpengaruh secara bersama-sama terhadap permintaan ikan layang pada tingkat kepercayaan 99% dan variabel independen permintaan ikan kembung (produksi tangkap ikan kembung, harga ikan kembung, harga beras, harga daging ayam dan pendapatan per kapita) berpengaruh secara bersama- sama terhadap permintaan ikan kembung pada tingkat kepercayaan 99%. Sedangkan variabel independen permintaan ikan selar (produksi tangkap ikan selar, harga ikan selar, harga beras, harga daging ayam dan pendapatan per kapita) berpengaruh secara bersama-sama terhadap permintaan ikan selar pada tingkat kepercayaan 99%. Hasil uji F ini menunjukkan bahwa model permintaan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar adalah baik karena semua variabel independen masing-masing ikan berpengaruh terhadap permintaannya.

Uji t untuk ikan layang, ikan kembung dan ikan selar memiliki hasil yang berbeda. Uji t terhadap ikan layang menunjukkan variabel independen permintaan ikan layang yang berpengaruh adalah pendapatan per kapita dan harga ikan layang, untuk ikan kembung variabel independen permintaan ikan kembung yang berpengaruh adalah harga ikan kembung, harga daging ayam dan produksi tangkap ikan kembung sedangkan pada ikan selar adalah harga ikan selar, harga daging ayam dan produksi tangkap ikan selar.

Analisis untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap permintaan masing-masing ikan laut menunjukkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap permintaan ikan layang adalah harga ikan layang, untuk permintaan ikan kembung dan ikan selar adalah harga daging ayam. Hal ini merupakan suatu indikasi penilaian masyarakat yang berbeda pada tiap ikan laut. Ikan layang yang memiliki harga lebih rendah dibandingkan ikan kembung dan ikan selar dianggap kurang mampu bersaing dengan daging ayam. Meskipun ikan kembung dan ikan selar sama-sama bukan barang subtitusi daging ayam namun daging ayam memberikan pengaruh terhadap permintaan kedua ikan ini.

Analisis uji asumsi klasik terhadap ikan layang, ikan kembung dan ikan selar menunjukkan bahwa persamaan regresi permintaan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar tidak mengalami multikolinearitas, heteroskesdasti-sitas dan autokorelasi. Hal ini menunjukkan jika ketiga persamaan regresi tidak mengalami penyimpangan klasik.

Elastisitas permintaan harga terhadap permintaan ikan layang, ikan kembung dan ikan selar sebesar 0,256; 0,097 dan 0,117 dan bersifat inelastis berarti jika terjadi kenaikan harga ikan layang, ikan kembung dan ikan selar sebesar 1% maka persentase kenaikan masing-masing permintaan ikan sebesar 0,256%; 0,097% dan 0,117% begitu juga sebaliknya (semakin tinggi harga semakin meningkat permintaannya). Hasil analisis tidak sesuai dengan hukum permintaan yang menyatakankan bahwa jika hubungan harga barang itu sendiri terhadap permintaannya adalah berbanding terbalik/negative karena adanya suatu anggapan dari masyarakat Rembang ketika harga ikan laut naik maka prestisenya lebih tinggi. Namun pendapatan masyarakat yang rendah membuat daya beli masyarakat lebih rendah saat harga ikan-ikan itu naik sehingga permintaannyapun rendah. Hal inilah yang menjadi penyebab permintaan ikan laut di Kabupaten Rembang masih rendah.

Pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi agar pendapatan per kapita masyarakat dapat meningkat. Salah satu strategi yang tengah dilakukan pemerintah adalah membuka peluang investasi di Kabupaten Rembang dan subsektor yang mendapat perhatian adalah subsektor kelautan. Kekayaan laut terutama perikanan laut yang melimpah di Kabupaten Rembang selama ini belum digali maksimal. Produksi tangkap ikan laut yang tinggi dan sifatnya yang Pemerintah telah melakukan banyak upaya untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi agar pendapatan per kapita masyarakat dapat meningkat. Salah satu strategi yang tengah dilakukan pemerintah adalah membuka peluang investasi di Kabupaten Rembang dan subsektor yang mendapat perhatian adalah subsektor kelautan. Kekayaan laut terutama perikanan laut yang melimpah di Kabupaten Rembang selama ini belum digali maksimal. Produksi tangkap ikan laut yang tinggi dan sifatnya yang

Elastisitas permintaan harga ikan layang, ikan kembung dan ikan selar di Kabupaten Rembang bersifat inelastis menunjukkan bahwa ikan- ikan tersebut memberikan peran penting dalam pangan di Kabupaten Rembang. Hal ini bisa dimaklumi karena ikan-ikan tersebut produksi tangkapnya besar dan merupakan alternatif lauk murah yang terjangkau oleh pendapatan masyarakat Kabupaten Rembang yang rendah.

Elastisitas pendapatan terhadap permintaan ikan layang sebesar 0,272 menunjukkan bahwa elastisitas pendapatan bernilai positif. Tanda

positif pada elastisitas pendapatan terhadap permintaan ikan layang sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sudarsono (1991) bahwa pendapatan merupakan salah satu unsur pokok yang mendukung tenaga beli konsumen. Elastisitas pendapatan terhadap permintaan ikan layang kurang dari 1 berarti laju pertumbuhan peluang perdagangan ikan layang kurang memberikan prospek yang baik. Jika keadaan ini dibiarkan perdagangan ikan laut keluar daerah semakin besar dan ketersediaan lokal berangsur menurun akibatnya permintaan terhadap ikan laut akan berkurang.

Elstisitas silang harga daging ayam terhadap permintaan ikan kembung dan ikan selar sebesar -0,181 dan -0,224. Elastisitas keduanya bertanda negatif tidak sesuai dengan hukum permintaan yang menyebutkan bahwa elastisitas harga barang subtitusi terhadap permintaan ikan kembung dan ikan selar berbanding lurus atau bernilai positif. Hal ini disebabkan banyaknya alternatif lauk yang tersedia di Kabupaten Rembang. Selain itu nilai negatif tersebut merupakan indikator jika ikan kembung dan ikan selar merupakan komplementer daging ayam.

Berpengaruhnya daging ayam sebagai barang komplementer ikan kembung dan ikan layang disebabkan ikan kembung dan ikan selar di daerah pesisir sering dinikmati dalam menu makan masyarakatnya bersama lauk lainnya atau dalam hal ini daging ayam. Kondisi ini disebabkan adanya pengaruh faktor psikologi layaknya kebiasaan sebagian masyarakat Indonesia yang menganggap belum makan jika belum mengkonsumsi nasi. Selain itu jika dilihat dari sisi ikan kembung dan ikan selar merupakan bahan pembuat terasi (sambel terasi) keadaan ini dapat menjelaskan hubungan komplementer ikan kembung dan ikan selar terhadap daging ayam karena masyarakat terbiasa mengkonsumsi daging ayam dengan sambel terasi. Terasi dapat dibuat dari berbagai macam ikan, biasanya produsen memilih ikan yang memiliki harga murah untuk memperkecil biaya produksi, sedangkan ikan layang meskipun harganya murah tidak digunakan sebagai bahan baku karena karakteristik ikan layang. Jika ikan layang tidak diolah dengan baik dapat menimbulkan efek gatal bagi beberapa orang (ikan layang mentah disebut juga “ikan gatel”).

Nilai elastisitas silang harga daging ayam terhadap permintaan ikan selar lebih besar dibandingan ikan kembung menunjukkan bahwa perubahan harga daging ayam memberikan kepekaan lebih tinggi terhadap permintaan ikan selar. Hal ini disebabkan selisih harga ikan selar terhadap harga daging ayam lebih kecil dibandingkan ikan kembung.