Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

mineral atau debu mineral dari pajanan pekerjaan atau lingkungan, sensitisasi antigen seperti pada hypersensitivity pneumonitis akibat pajanan lingkungan atau pekerjaan, melalui sirkulasi darah seperti pada penyakit vaskular kolagen, drug-induced ILD, IPF dan lain-lain. Pada interstitium dalam keadaan normal ditemukan banyak sel efektor. Lebih dari 90 sel ini adalah makrofag alveolus yang biasanya adalah monosit. Kegunaan makrofag alveolar adalah menfagositosis organisme maupun partikel kecil yang masuk ke dalam alveolus. Alveolitis menyebabkan perubahan struktur alveolar berupa penebalan dan fibrosis jaringan interstitial paru sehingga pada akhirnya terjadi penurunan fungsi paru karena alveoli tidak dapat melakukan pertukaran gas. Apabila jejas yang terjadi dapat dihindari atau dibatasi, maka proses inflamasi tidak akan berlanjut kemudian terjadi proses repair dan proses deposisi kolagen serta fibrosis tidak akan terjadi, . Namun apabila jejas terus berlanjut maka proses inflamasi akan berjalan terus sehingga terjadi proliferasi fibroblas, deposisi kolagen dan penyumbatan kapiler interstitial. Akibat dari parut dan distorsi jaringan paru yang ditimbulkannya, dapat terjadi gangguan pertukaran gas dan fungsi ventilasi yang serius. Patogenesis ini berlaku untuk hampir seluruh penyakit dalam klasifikasi ILD dengan pengecualian untuk beberapa penyakit tertentu misalnya limfangioleiomiomatosis, amiloidosis, lymphangitic carcinoma,, jaringan interstitial paru diinfiltrasi oleh otot polos, amyloid fibrils, dan sel ganas. Pada beberapa alveolar filling disorders, sebelum terjadi fibrosis interstitial dan intra-alveolar, terjadi pengisian ruang alveolar dengan sel darah merah diffuse alveolar haemorrhage syndrome, eosinofil eosinophilic pneumonia, eksudat lipoprotein alveolar proteinosis atau sel ganas bronchioloalveolar carcinoma.

2.5 Diagnosis

Pasien yang ditemukan dengan kecurigaan PPI harus dievaluasi lengkap untuk kemungkinan penyakit lain, karena infeksi terutama pada imunodefisiensi dan transplantasi bisa mempunyai gambaran yang mirip PPI. Demikian pula metastasis keganasan yang difus serta gagal jantung kongestif harus dipikirkan bila latar belakang kliniknya mendukung. PPI terdiri atas berbagai penyakit yang memiliki kemiripan dalam gejala, perubahan fisiologi, gambaran radiologi dan gambaran histopatologinya. Gejala umumnya berupa sesak napas saat beraktivitas. Fungsi respirasi menunjukkan gambaran restriktif. Terdapat pula gradien alveolar-arteri yang abnormal dan penurunan kapasitas difusi paru. Gambaran gejala histopatologi umum yang dimiliki oleh semua penyakit dalam kelompok ini adalah campuran antara infiltrat peradangan alveolus aktifakut dengan daerah berparut fibrotik kronik. Pada stadium lanjut akan tampak kistik, gambaran sarang lebah. Gambaran ini disebut sebagai usual interstitial pneumonia.

2.5.1 Anamnesis

Proses diagnostik pada PPI dimulai dari riwayat faktor lingkungan, paparan pekerjaan, penggunaan obat dan riwayat keluarga. Riwayat penyakit sekarang harus dieksplorasi progresivitasnya, serta hubungannya dengan batuk darah, demam dan gejala-gejala di luar paru lainnya. Gejala yang kurang dari 4 minggu dengan demam mengarah pada BOOP, pneumonitis hipersensitif atau akibat obat. Sebaliknya gambaran akut seperti ini tidak ditemukan pada FPI, histiositosis paru dan PPI akibat penyakit jaringan ikat. Pasien dengan sarkoidosis dan sindrom Lofgren juga bisa terdapat demam sebentar, eritema nodosum dan artritis. Evaluasi umur, status merokok dan jenis kelamin juga bisa membantu. PPI umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama diatas 50 tahun. Sarkoidosis paru umumnya terjadi pada dewasa muda atau paruh baya. Granulomatosis sel Lagerhans disebut juga histiositosis X paru atau granuloma eosinofilik secara khas muncul pada perokok muda. RBILD muncul hanya pada perokok. Limfangiomiomatosis yaitu suatu kelainan yang jarang ditemukan dan terjadi hanya pada perempuan usia subur. Riwayat pekerjaan bisa mengarahkan pada kecurigaan inhalasi. Kecurigaan pneumonitis hipersensitivitas umumnya timbul setelah ada riwayat pekerjaan yang beresiko terhadap paparan zat inhalasi. Riwayat obat-obatan yang diminum, penggunaan obat-obat alternatif dan obat-obat yang dijual bebas perlu dicari karena banyak PPI merupakan akibat penggunaan obat. Riwayat disfagia atau aspirasi mengarahkan pada pneumonia aspirasi, scleroderma atau mixed connectice tissue disease. Sinusitis berulang mengarah pada granulomatosis Wagener. Batuk darah menunjukkan ke arah sindrom perdarahan alveolar seperti pada sindrom Goodpasture, lupus erimatosus sistemik, granulomatisis Wagener, kapilaritis paru. Artritis mencurigakan ke arah berbagai penyakit vaskular kolagen atau sarkoidosis. Gejala pada kulit dan otot mengarahkan pada dermatomiositis atau polimiositis. Sicca syndrome mata dan mulut kering mencurigakan akan sarkoidosis, sindrom Sjogren atau penyakit vaskular kolagen lainnya.

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan seringkali tidak menolong penegakkan diagnosis. Sebaliknya temuan fisik di luar toraks sering membantu memperjelas penyakit yang terjadi. Misalnya kelainan kulit disertai dengan limfadenopati dan hepatosplenomegali Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com | Page 714 | mengarahkan pada sarkoidosis. Nyeri otot dan kelemahan otot paroksimal mencurigakan adanya pilomiositis. Adanya artritis mengarahkan pada sarkoidosis dan penyakit vaskular kolagen. Atralgia juga bisa terjadi pada FPI tetapi jarang sampai menyebabkan sinovitis atau artritis akut. Sklerodaktili, fenomena Raynaud dan lesi telangiektasia adalah gambaran khas skleroderma dan sinrom CREST. Iridosiklitis, uveitis tau konjungtivitis mungkin berhubungan dengan skleroderma dan sindrom vaskular kolagen. Kelainan saraf pusat disertai diabetes insipidus atau disfungsi kelenjar pituitary anterior mengarahkan pada sarkoidosis. Diabetes insipidus tanpa gangguan saraf pusat mencurigakan ke arah granulomatosis sel Lagerhans, sementara epilepsi dan retardasi mental menunjukkan adanya kemungkinan tuberous sclerosis.

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium pada dugaan PPI harus meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, hiting jenis leukosit, laju endap darah, fungsi ginjal dan fungsi hati, elektrolit Na, K, Cl, Ca, urinalisis dan tes penapisan untuk penyakit vaskular kolagen. Apabila diperlukan dapat juga diperiksa kadar Angiotensin Converting Enzyme ACE dan Creatinin Kinase CK. Seluruh foto yang pernah dibuat harus dibandingkan. Dengan membandingkan kita bisa mendapatkan keterangan tentang awitan kronisitas, progresivitas, maupun stabilitas penyakit. Walaupun jarang, bisa saja ditemukan foto toraks yang normal pada PPI. Bila terdapat kelainan, distribusi dan gambaran kelainan dapat membantu mempersempit diferensial diagnosa. Gambaran kelainan yang didominasi daerah apeksatas, mengarahkan pada sarkoidosis, beriliosis, granulomatosis sel Lagerhans, fibrosis kistik, silikosis dan ankylosing spondilitis. Gambaran kelainan yang didominasi daerah tengah dan bawah menunjukkan FPI, karsinomatosis limfangitik, pneumonia eosinifilik subakut, asbestosis, skleroderma dan artritis dermatoid. Adanya adenopati hilus bilateral sekaligus paratrakeal mencurigakan ke arah sarkoidosis. Adanya kalsifikasi ?kulit telur? memungkinkan adanya sarkoidosis atau silikosis. Karsinomatosis limfangitik ditandai antara lain dengan garis Kerley B tanpa kardiomegali sementara gambaran paru adalah gambaran PPI. Gambaran infiltrat di lobus atas dan lobus tengah yang cenderung ke tepi sehingga bagian tengah atau hilis cenderung lebuh bersih, atau sering disebut bayangan film negatif dari edema paru mengarah ke pneumonia eosinofilik kronik. Infiltrat bilateral pada saat dan lobus yang sama mencurigakan ke arah BOOP, pneumonia eosinofilik kronik, PPI imbas obat, pneumonitis radiasi kambuhanrecall. Adanya plak atau penebalan lokal pleura pada gambaran umum PPI mengarah ke dugaan asbestosis. Penebalan pleura yang difus bisa juga pada pleurisy asbestos dan bisa juga akibat artritis reumatoid, skleroderma atau keganasan. Adanya efusi pleuri mencurigakan ke arah artrits reumatoid, lupus eritematosus sistemik, reaksi obat, penyakit paru akibat asbestos, amiloidosis, limfangioleiomiomatosis atau karsinomatosis limfangitik. Dalam konteks PPI, gambaran volume paru yang relatif normal atau bahkan membesar, mencurigakan ke arah adanya obstruksi saluran napas dan ini dapat terjadi pada limfangioleiomiomatosis, granuloma eosinofilik, pneumonia hipersensitivitas, tuberous sclerosis dan sarkoidosis. Dalam menafsirkan temuan ini, harus disadari bahwa foto toraks hanya memberikan penilaian semikuantitatif dari volume paru dan seringkali tidak mencerminkan keadaan fungsional dan histologis yang terjadi. Walau bagaimanapun juga kombinasi foto toraks dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, diagnosis bisa sangat mengarah. Apapun sebabnya, gangguan restriktif paru dan penurunan kapasitas difusi paru adalah gambaran yang dominan pada PPI. Akibatnya umumnya tes fungsi paru menunjukkan adanya PPI dan menunjukkan beratnya penyakit, tetapi tidak bisa membedakan berbagai penyebab PPI. FEV 1 umumnya normal karena baik FEV maupun FVC sama-sama turun. Dlco adalah pemeriksaan selisih tekanan oksigen di alveolus dengan di arteri PAO2-PaO2 bisa normal atau meninggi tergantung beratnya penyakit. Walaupun sangat tidak spesifik, pemeriksaan ini diyakini sebagai parameter yang sensitif untuk menilai adanya disfungsi paru terutama pada stadium dini. Dlco juga berguna untuk pengawasan perkembangan penyakit dan hasil pengobatan. Perubahan PAO2-PaO2 saat istirahat, FVC, dan Dlco dalam 1 tahun, akan menggambarkan prognosis PPI. Penyakit seperti polimiositis, scleroderma dan lupus eritematosus sistemik harus dipikirkan bila uji pada pasien yang kooperatif menunjukkan penurunan maximal voluntary ventilation MVV yang lebih besar dari penurunan maximal voluntary pressure = MIP sehubungan dengan kelemahan otot. Bila terdapat kelainan obstruktif saluran napas, harus dipikirkan adanya PPOK, asma atau bronkiektasis yang menyertai PPI. Evaluasi fungsi paru saat latihan, baik tunggal maupun serial dapat membantu penatalaksanaan PPI. Beratnya hipoksemia imbas latih dan perbedaan tekanan O2 alveolus-arteri gradient A-alfa O2 berhubungan dengan beratnya fibrosis paru. Diagnosis pasti ILD adalah dengan biopsi paru. Untuk mendapatkan hasil jaringan yang terbaik, biopsi dilakukan dengan open lung biopsy yang mortaliti dan morbiditinya tinggi. Selain itu bisa juga dengan prosedur video-assisted thoracoscopy VATS yang relatif lebih mahal dari biopsi transbronkial maupun dengan pemeriksaan bronchoalveolar lavage BAL yang merupakan pendekatan Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com | Page 814 | diagnostik lain dari ILD. Prosedur transbronkial dan BAL dilakukan dengan menggunakan bronkoskop serat lentur fiberoptic bronchoscopy yang morbiditi dan mortalitinya lebih rendah. Pemeriksaan BAL bertujuan untuk mendapatkan sampel sel-sel dan komponen nonselular dari unit bronkoalveolar yang dapat digunakan untuk menentukan diagnosis, menentukan stadium penyakit, dan menilai kemajuan terapi follow up pada beberapa penyakit ILD. 2.6 Penyakit Paru Interstitial 2.6.1 Fibrosis paru idiopatik