- Kelaianan histologi paru yang sesuai dengan PH - Adanya peningkatan suhu, lekosit, perubahan radiologi atau peningkatan gradient alveolar-arteri ditandai dengan
penurunan PaO2 setelah adanya paparan alamiah dengan antigen yang diduga - Limfositosis dari cairan lavase bronkus
Penatalaksanaan penyakit ini dimulai dari menjauhkan pasien dari paparan. Bila belum terjadi fibrosis yang luas, kelainan umumnya akan membaik dalam beberapa hari hingga sebulan. Balum ada penelitia formal akan penggunaan steroid, tetapi prednion atau
prednisolon sering digunakan pada PH dengan dosis 40-60 mg hari sampai 2 minggu lalu diturunkan bertahap dalam waktu 1-2 bulan. Penggunaan steroid tampaknya mempercepat pengurangan peradangan aktif sehingga perbaikan klinis lebih cepat. Tetapi
steroid tidak berguna pada proses kronis fibrosis yang sudah terjadi, sehingga setelah 6 bulan, saat tanpa steroid pun peradangan aktif sudah berkurang, keadaan paru tidak akan berbeda antara yang mendapat steroid dan yang tidak mendapat steroid
2.6.4 Pneumonitis radiasi
Pneumonitis radiasi sering terjadi pada radioterapi keganasan. Pada keganasan, kemoterapi seringkali juga menimbulkan efek toksik pada paru-paru sehiongga kombinasi radio-kemoterapi akan meningkatkan resiko perlukaan paru. Bahkan fenomena yang disebut
sebagai ?radiation recall? bisa terjadi. Fenomena ini adalah kejadian peradangan paru yang terjadi pada pemberian adriamisin atau aktinomisin bahkan beberapa bulan setelah radioterapi.
Manifestasi toksisitas paru akibat radiasi dapat dibedakan atas akut dan kronik. Reaksi atai manifestasi akut umumnya baru terjadi pada dosis terapi yang tinggi 50-60 Gy. Kelainan yang timbul umumnya hanya pada saluran napas berupa mukosa yang meradang.
Gejala yang timbul berupa batuk kering. Terapi antitusif seperti codein dan banyak minum umumnya dapat mengatasi masalah ini. PPI akibat radiasi adalah manifestasi kronik dari kelainan paru akibat radiasi. Pneumonitis akibat radiasi biasanya baru tampak pada
2-6 bulan setelah radioterapi. Pada umumnya Pneumonitis radiasi tak bergejala walaupun tampak kelainan pada foto toraks. Bila bergejala maka akan terdapat demam bisa mendadak tinggi, abtuk dan sesak napas. Gejala umumnya berhubungan dengan
besarnya dosis radiasi. Dosis radiasi yang diberikan terbagi kecil-kecil akan memperkecil resiko dan gejala pneumonitis radiasi. Penyakit paru interstitial akibat penyakit vaskular kolagen
Berbagai kelainan paru bisa muncul pada berbagai penyakit vaskular kolagen. Disfungsi otot pernapasan, pneumonia aspirasi, vaskulitis paru, hipertensi pulmonar, bronkiolitis, bronkiolitis obliterans, efusi pleura, penyakit paru interstitial PPI, hingga nodul
di parenkim paru bisa terjadi pada penyakit vaskular kolagen. PPI terjadi pada dua perempat pasien skleroderma, sedangkan sekitar seperempat pasien spondilitis ankilosa akan mengalami PPI.
Pada artritis reumatoid, sindrom Sjorgen, polimiositis-dermatomiositis, serta lupus eritematosus sistemik, PPI bisa terjadi lebih dari 30 pasien.
Sebagai contoh kasus PPI pada penyakit vaskular kolagen di bawah ini akan disinggung PPI pada lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid dan skleroderma.
2.6.5 Lupus eritamatosus sistemik
Ada dua bentuk PPI pada lupus, yaitu bentuk akut dan bentuk kronik. Bentuk akut disebut dengan pneumonitis lupus akut PLA, sedangkan bentuk kronik disebut penyakit paru interstitial lipus PPI lupus. Gambaran histologi dari PLA adalah duffuse alveolar
damage, BOOP, cellular interstitial pneumonitis atau kombinasi antara ketiganya. Gambaran PPI lupus adalah UIP atau serupa dengan FPI.
PLA seringkali sulit dibedakan dari pneumonia infeksi. Pada lupus memang sering pula terjadi infeksi baik karena lupus sendiri menyebabkan gangguan sistem imun, juga pada lupus sering diberikan terapi imunosupresan. Kadangkala hanya kultur dari cairan
lavase bronkoalveolar yang dapat membedakan PLA dari pneumonia infeksi. Pada PLA terdapat sesak napas, ronki, leukositosis, peningkatan laju endap darah dan infiltrat alveolar bilateral pada foto torax. PLA bisa kambuh berulang serta bisa terjadi gagal napas
hingga membutuhkan ventilator mekanik. Pada kehamilan kejadian PLA cenderung meningkat. Selain suportif dengan menjaga suplai oksigen ke arteri, terapi PLA adalah mengikuti terapi lupus sistemiknya.
PLI lupus timbul setelah pasien menderita lupus beberapa tahun. Pasien PPI lupus akan mengalami sesak napas yang perlahan-lahan memberat, batuk dan gambaran infiltrat pada foto kedua paru. Respon terhadap obat seperti kortikosteroid atau siklofosfamid atau
Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager
] plugin from www.ProfProjects.com | Page 1214 |
azatioprin tergantung apakah masih ada gambaran aktif cellular interstitial pneumonitis pada pemeriksaan histologinya.
2.6.6 Artritis reumatoid
Komplikasi pleuropneumonia pada artritis reumatoid umumnya terjadi pada kasus yang lanjut atau berat. PPI muncul pada 5-40 pasien artritis reumatoid. Gejala klinisnya adalah sesak dan batuk. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki pada kedua basal basal
paru dan jari tabuh. Bila terdapat hipertensi pulmonal akibat vasokontriksi hipoksik bisa terjadi korpulmonal. Foto thorax dan CT scan turaks menunjukkan infiltrat interstitialis terutama di basal dan tepi paru-paru. Pada kasus lanjut didapatkan gambaran sarang
tawon. BOOP dapat muncul dengan gejala klinis yang mirip dengan UIP dan dapat muncul bahkan segala artritis muncul. Apabila artritis
reumatoid berkomplikasi dengan sindroma Sjogren dapat pula ditemukan gambaran LIP. Pasien dengan BOOP atau LIP umumnya lebih responsif terhadap terapi daripada yang bergambaran UIP. Demikian pula pasien dengan BOOP dengan penyebab yang
idiopatik sering kali memiliki respon terapi yang lebih baik lagi dibanding dengan yang diakibatkan oleh penyakit vaskular kolagen. Terapi yang diberikan adalah steriod dan bila tidak berespons dapat dikombinasikan dengan sitotoksik.
Garam emas sering diberikan sebagai terapi pada artritis reumatoid dan sering pula menyebabkan pneumonitis. Gambaran histopatologi pada PPI akibat reumatoid sering kali serupa dengan yang diakibatkan oleh emas , sehingga membedakannya haris
dilakukan secara klinis. Sesak dan batuk timbul 4 sampai 6 minggu setelah pemberian terapi emas. Pada beberapa kasus bisa terdapat eosinofilia di hitung jenis lekosit darah tepi. Walaupun bisa bermanifestasi di basal, namun pneumonitis karena emas
cenderung lebih ke atas daripada infiltrat paru akibat artritis reumatoid. Seperti akibat langsung artritis reumatoid, pneumonitis karena emas kadang kala juga membaik dengan steroid, namun yang khas adalah perbaikan langsung terjadi dengan dihentikannya
terapi emas. Selain emas, terapi metotreksat yang bisa diberikan karena artritis reumatoidnya atau karena PPI reumatoidnya juga bisa
menyebabkan pneumonitis. Kejadian pneumonitis karena metotreksat adalah jarang 1-11 namun bila terdapat pneumonitisPPI saat metitreksat diberikan, maka obat ini harus dihentikan.
2.6.7 Skleroderma