Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009 MED
I CINUS
18
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium pe nyakit.
Dalam periode tenang, kondisi akan tampak normal kecuali bila in- feksi telah menye babkan penebalan atau metaplasia mukosa men-
jadi epitel transisional. Selama infeksi aktif, mukosa menjadi te bal dan hiperemis serta
menghasilkan sekret mukoid atau mukopurulen. Setelah pengoba- tan, penebalan mukosa dan sekret mukoid dapat menetap akibat
disfungsi kronik tuba Eustachius. Faktor alergi dapat juga meru- pakan penyebab terjadinya perubahan mu kosa menetap. Pada se-
bagian kasus, pene balan mukosa terjadi karena iritasi fisik akibat terpaparnya mukosa dengan dunia luar. Penebalan mukosa bisa
menutup seluruh rongga atik dan mastoid, yang mengakibat kan terisinya ruangan ini dengan mukus. Dengan berjalannya waktu,
kristal-kris tal kolesterin terkumpul dalam kantong mukus, mem- bentuk granuloma kolesterol. Proses ini bersifat iritatif, menghasil-
kan granulasi pada membran mukosa dan infil trasi sel datia pada cairan mukus kolesterin. Proses ini juga dapat terlihat dalam te-
linga tengah pada otitis media sekretoria kronik.
Dalam penyembuhan, mukosa dapat me nunjukan perubahan menjadi timpanosklerosis, yang terdiri dari formasi lempeng hia-
lin amorf dalam submukosa, dengan ben tuk bervariasi mulai dari lapisan tipis sampai ke massa yang tebal. Pada stadium awal, mu-
kosa tampak tebal dan seperti karet. De ngan berlanjutnya proses penyembuhan, lempeng ini menjadi kekuningan dengan kon-
sistensi seperti dempul. Suatu saat terjadi penimbunan garam kalsium, membentuk massa sekeras tulang. Tempat predikleksi
proses ini adalah di daerah anulus membran timpani, khususnya anterosuperior dan se keliling tulang-tulang pendengaran. Proses
ini menyebabkan fusi atau fiksasi rangkaian tulang pendengaran yang mengakibatkan tuli berat.
Mukosa juga dapat mengalami pemben tukan jaringan granulasi danatau polip. Proses ini berhubungan dengan adanya sek ret
persisten atau infeksi aktif yang berlangsung lama. Pembentu- kan polip biasanya berhubungan dengan adanya epitel skuamo sa
di telinga tengah. Massa ini dapat muncul keluar lewat perforasi kecil, menghalangi sebagian drainase dan mengakibatkan pe nyakit
menjadi persisten.
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya.
Biasanya prosesus lo ngus inkus telah mengalami nekrosis karena penyakit trombotik pada pembuluh darah mukosa yang memper-
darahi inkus ini. Ne krosis lebih jarang mengenai maleus dan stapes, kecuali kalau terjadi pertumbuhan skuamosa secara sekunder ke
arah dalam sehingga arkus stapes dan lengan maleus dapat rusak. Proses ini bukan disebabkan oleh osteomielitis tetapi disebabkan
oleh ter bentuknya enzim osteolitik atau kolagenase dalam jaringan ikat subepitel.
4. Tulang Mastoid.
OMSK paling sering berawal pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling aktif terjadi an tara 5 - 10 tahun. Bila infeksi kro-
nik terus berlanjut mastoid mengalami proses sklerotik, sehing ga ukuran prosesus mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil
dan pneuma tisasi terbatas, hanya ada sedikit sel udara saja sekitar antrum.
indikasi
3
Teknik operasi timpanoplasti dengan pendekatan ganda combined approach tympanoplasty
dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan
operasi adalah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidectomy radikal tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga antara lain pada pe- nyakit kronik telinga tengah, otomastoiditis kronik dengan jaringan
granulasi atau kolesterol granuloma, tumor pada telinga tengah dan mastoid, otitis media seromucin yang gagal dengan pemasangan pipa
Grommet, dekompresi saraf facialis.
Kontraindikasi
3,6,7
Teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering terjadi kambuhnya kolesteatoma kembali. Pada ke-
banyakan kasus tumor ganas pada meatus merupakan kontraindikasi. Fistula pada sistem Kanalis semisirkularis harus dipertimbangkan.
Gambar 3. Batas timpanotomi posterior
7
laporan Kasus
Seorang anak berumur 9 tahun datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan yang berwarna kekuningan tidak berbau yang dike-
luhkan sejak umur 4 tahun yang hilang timbul dengan disertai penuru- nan pendengaran pada telinga kanan. Riwayat demam -, otalgia -,
tinitus -, cephalgia -, vertigo -, paresa pada wajah -. Keluhan pada hidung dan tenggorokan disangkal.
Pemeriksaan fisis Keadaan umum: Baik gizi cukup kompos mentis
Otoskopi: Kanan: MAE dalam batas normal, membran timpani perforasi sedang,
mukosa kavum timpani hiperemis, sekret + mukopurulen, jaringan granulasi -
Kiri: MAE dalam batas normal, membran timpani utuh, pantulan ca- haya +, sekret -
Rinoskopi: Konka normal, mukosa normal, sekret - Faringoskopi: T1T1 tenang, mukosa dorsal faring normal
Pemeriksaan penunjang Tes garputala:
- R + ← W
↑ S N Tes Audiometri:
Kanan: Tuli konduktif ringan 38,3 dB Kiri: Pendengaran normal 18 dB
Patch test:
Kananpendengaran normal 30 dB Tes fungsi tuba +
Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009 MED
I CINUS
Tes fistula: Vertigo - nistagmus - Tes keseimbangan:
tes Manns: Tidak ada kelainan tes Romberg: Tidak ada kelainan
tes Stepping: Tidak ada kelainan
Laboratorium : Dalam batas normal Foto thoraks: Dalam batas normal
CT scan Mastoid potongan axial:
- tampak perselubungan pada rongga telinga tengah dengan air cell
mastoid kanan berkurang - osikel telinga kanan intak
- struktur telinga dalam intak - telinga kiri: struktur telinga dalam, osikel, dan pneumatisasi
mastoid dalam batas normal
Kesan: Otomastoiditis kanan
Diagnosa kerja: Otitis media supuratif kronik dekstra Tindakan: Timpanomastoidektomi tipe 1 dengan pendekatan ganda
Laporan operasi: -
pasien baring dalam posisi supine di bawah pengaruh anastesi umum.
- dilakukan insisi retroaurikuler sampai tampak fasia temporalis, la-
pisan fasia temporalis profunda dielevasi dan diambil untuk graft. -
dilakukan insisi “H” pada periosteum kemudian dielevasi. -
identifikasi spine of henle, linea temporalis serta segitiga Mc-ewen. -
pahat korteks mastoid lalu diperdalam dengan bor sampai tampak antrum
→ jaringan granulasi + dibersihkan, evaluasi diperluas sampai epitimpanum
→ jaringan granulasi + dibersihkan. -
Bebaskan kulit dinding posterior MAE D → maleus utuh, mobile
+, kavum timpani kosong, muara tuba terbuka. Identifikasi Pro- cessus Brevis Inkus
→ utuh, mobile+ → tampak jaringan granulasi di sekitar inkus yang menutupi additus ad antrum, aerasi tidak ada
→ coba bersihkan jaringan granulasi, aerasi tetap tidak ada. 19
Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009 MED
I CINUS
20 -
buat timpanotomi posterior pada ressesus fasialis dengan Diamond Burr
→ Kanalis fasialis pars mastoid terkikis, saraf facialis terpapar tetapi tetap utuh tidak putus.
- antrum dan kavum timpani sudah terhubung
→ aerasi baik dan lancar.
- tandur graft diletakkan secara overlay.
- Pasang drain serta masukkan tampon antibiotik, tutup luka insisi.
- Operasi selesai.
Perawatan hari 1
KU: Baik Instruksi perawatan:
N: 100xmenit, P: 24xmenit, S: 37° C
- awasi tanda vital dan perda- rahan
Perdarahan -, Parese fasialis perifer -
- IVFD RL: Dex 5=1:1=18 tts mnt
Cephalgia + Vertigo - - Inj. Cefotaxime 500 mg12
jamhari Mualmuntah -
- Inj. Dexamethasone 2,5 mg8 jamhari
- Inj. Ulsikur 100 mg8 jamhari - Inj. Antrain 25 mg8 jamhari
Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009 MED
I CINUS
21
Perawatan hari 3
KU: Baik Instruksi perawatan:
N: 100xmenit, P: 24xmenit, S: 37°C
- awasi tanda vital dan perda- rahan
Perdarahan -, Parese facialis perifer-
- Aff drain, ganti verband Cephalgia - Vertigo -
- IVFD RL: Dextrosa 5= 1:1= 18 ttsmnt
Luka insisi baik, tanda infeksi - - Inj. Cefotaxime 500 mg12jam
hari - Inj. Dexamethasone 2,5 mg8
jamhari - Inj. Ulsikur 100 mg8 jamhari
- Inj. Antrain 25 mg8 jamhari
Perawatan hari ke 5
KU: Baik Instruksi perawatan :
N: 100xmenit, P: 24xmenit, S: 37°C
- Aff infus, ganti oral Parese facialis perifer-
Cephalgia - - Ganti verband
Luka insisi baik, tanda infeksi - - Cefadroxil tab 3x250 mg
- Methylprednisolone 3x2 mg - Asam mefenamat 3x250 mg
- Boleh pulang, kontrol di poli THT
Diskusi
OMSK merupakan penyakit telinga tengah yang sering ditemukan pada anak-anak dan tidak jarang menyebabkan gangguan fungsi pendengar-
an yang permanen. Pada kasus OMSK yang tidak berespon terhadap pengobatan perlu ditelusuri faktor predisposisi yang menyebabkan
kekambuhan penyakit, seperti gangguan fungsi tuba yang kronik, per- forasi membran timpani yang menetap, aerasi kavum timpani-kavum
mastoid yang menetap akibat jaringan granulasi, kolesteatoma.
Dilaporkan satu kasus, anak laki-laki 9 tahun dengan keluhan otore kronik sejak 5 tahun yang lalu, hilang timbul. Penderita mempunyai ri-
wayat berobat sebelumnya, dari anamnesis dan pemeriksaan fisis THT tidak ditemukan faktor predisposisi seperti yang disebutkan di atas,
kecuali terdapatnya perforasi yang menetap.
Pemeriksaan audiometri pure tone, didapatkan telinga kanan tuli konduktif ringan 38,3 dB dan kiri normal. Hal ini menunjukkan ter-
dapat gangguan fungsi konduksi telinga tengah akibat perforasi uku- ran sedang dan kemungkinan besar rantai ossikula masih utuh. Tidak
ditemukan adanya gangguan keseimbangan, gangguan fungsi tuba dan tes fistula negatif.
Pemeriksaan radiologi, foto polos mastoid tampak kesan mas- toiditis kronik kanan dan CT-scan mastoid potongan axial tampak
perselubungan pada rongga telinga tengah dengan air cell mastoid kanan berkurang tanpa tanda-tanda destruksi tulang di sekitarnya.
Dari pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan diagnosis penderita ini adalah OMSK tipe benigna. Oleh karena itu penatalaksanaan ter-
baik pada kasus ini adalah pembedahan dengan tujuan utama untuk eradikasi penyakit dan sebisa mungkin tetap mempertahankan pen-
dengaran karena ambang pendengarannya tuli konduktif ringan.
Durante operationem didapatkan jaringan granulasi pada antrum
mastoid, meluas ke epitimpanum di sekitar inkus yang menutupi aditus ad antrum
sehingga aerasi tidak ada. Jaringan granulasi dibersi- hkan namun aerasi tetap tidak ada sehingga diputuskan untuk dilaku-
kan timpanotomi posterior. Pada saat melakukan prosedur tersebut kanalis facialis terpapar, namun saraf facialis tetap utuh, sehingga tidak
perlu dilakukan reanimasi saraf fasialis. Kemudian dilakukan pema- sangan graft fascia temporalis profunda secara overlay.
Pasca operasi, penderita sadar baik, komplikasi pasca operasi berupa perdarahan, parese saraf fasialis perifer dan vertigo tidak ada,
terapi antibiotik, analgetik dan antiinflamasi diberikan per injeksi ke- mudian dilanjutkan terapi oral.
Keberhasilan operasi timpanomastoidektomi ditentukan oleh dua hal utama, yaitu viabilitas dari graft dan perbaikan pendengar-
an pasca operasi yang diukur tiga bulan pasca operasi. Pada kasus ini kami menyimpulkan bahwa operasi dan perawatan pasca operasi
berjalan baik.
Kesimpulan
OMSK merupakan penyakit telinga tengah yang dapat menyebabkan komplikasi berupa gangguan fungsi pendengaran yang permanen
yang apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengancam jiwa pen- derita jika perluasan penyakit ke intraranial.
Pemeriksaan radiologi, foto polos mastoid dan CT-Scan mastoid potongan axial pre operasi sangat penting dalam mendeteksi perlu-
asan penyakit dan dalam merencanakan tindakan terbaik yang akan dilakukan untuk kesembuhan penderita.
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah combined approach tympano- plasty
yang bertujuan untuk eradikasi penyakit dan tetap memperta- hankan pendengaran.
Daftar Pustaka 1. Helmi. Otitis media supuratif kronik. Dalam: Helmi, Otitis Media Supura-
tif Kronik Pengetahuan Dasar, Terapi Medik, Mastoidektomi, Timpanoplasti. Jakarta:Balai Penerbit FKUI,2005.p.55-69
2. A Zainul, Djaafar, Helmi. Kelainan telinga tengah. Dalam: Buku Ajar Ilmu Ke-sehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam.
Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 2007.p.64-77 3. Jansen CW. Combined approach tympanoplasty. In: Ballantyne JC. Operative
Surgery Ear. 4
th
edition. United Kingdom:Butterworths, 1986.p.91-101 4. Ballenger JJ. Anatomi dan embriologi telinga. Dalam: Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Jilid dua, Edisi 13. Jakarta Barat:Binarupa Aksara,1997.p.101-51
5. Ballenger JJ. Penyakit telinga kronis. Dalam: Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jilid dua, Edisi 13. Jakarta Barat:Binarupa
Aksara,1997.p.392-403. 6. A Zainul, Djaafar, Helmi. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Ke-6. Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 2007.p.78-86
7. Bennet M, Warren F, Haynes D. Indications and technique in mastoidecto- my.In: Otolaryngologic Clinics of North America. USA:Elsevier Saunders Inc,
2006.p.1095-112
OMSK merupakan penyakit telinga tengah yang sering
ditemukan pada anak-anak dan tidak jarang menyebabkan
gangguan fungsi pendengaran yang permanen. Pada kasus
OMSK yang tidak berespon terhadap pengobatan perlu
ditelusuri faktor predisposisi yang menyebabkan kekambuhan
penyakit.
Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009 MED
I CINUS
Yaya Rukayadi dan Jae Kwan Hwang
Natural Products and Biomaterials Lab., Department of Biotechnology, College of Engineering, Yonsei University, Republic of Korea; Biopharmaca Research Center, Bogor Agricultural University, Indonesia
Natural Products and Biomaterials Lab., Department of Biotechnology, College of Engineering, Yonsei University, Republic of Korea
Abstract. Quorum sensing QS is a process that enables bacteria to communicate using secreted signaling molecules called autoinducer. This process enables a population of bacteria to regulate gene expression. Link between QS and virulence factors
as well as the formation of biofilms have been established for a number of important pathogenic bacteria, suggesting that interference with these signaling circuits might be therapeutically useful. There are two broad strategies for the control of
bacterial infection: kill the organism or attenuate its pathogenicity using inhibiting bacterial QS systems. The major concern with the first approach is the frequently observed development of resistance to antimicrobial compounds. Hence, the identi-
fication of antagonistic molecules to block QS systems anti-QS would be of great interest as therapeutic measures against bacterial infection; additionally, the combination of anti-QS with traditional antibiotics may reduce either the required dosage
of antibiotics or duration of therapy. The application of anti-QS may potentially be useful in inhibiting the growth or virulence mechanisms of bacteria in different environments. It is important that pharmacist has an awareness and an understanding of
the mechanisms involved in bacterial QS, since strategies targeting QS may offer a means to control the growth of pathogenic bacteria in new drug antibiotic design.
abstrak. Quorum sensing QS merupakan suatu proses yang memungkinkan bakteri dapat berkomunilasi dengan meng- sekresikan molekul sinyal yang disebut autoinduser. Proses ini memungkinkan suatu populasi bakteri dapat pengatur suatu
ekspresi gen tertentu. Ekspresi faktor-faktor virulen dan pembentukan biofilm pada sejumlah bakteri patogen penting diken- dalikan oleh proses QS, hal ini mengisyaratkan bahwa campur-tangan pada proses QS sangat berguna pagi pengobatan. Ada
dua strategi utama untuk mengontrol infeksi bakteri yaitu membunuh bakteri itu dan menurunkan derajat patogennya dengan menggunakan penghambatan QS. Akan tetapi, strategi yang pertama sering kali menimbulkan resistensi bakteri terhadap se-
nyawa antimikroba. Jadi, identifikasi molekul antagonis yang dapat memblokir proses QS anti-QS merupakan hal yang sangat menarik untuk melawan infeksi bakteri. Sebagai tambahan, kombinasi antara anti-QS dengan antibiotik kemungkinan akan
menurunkan dosis dan lama pengobatan. Penggunaan anti-QS diharapkan dapat digunakan untuk penghambatan pertumbu- han dan mekanisme virulensi pada bakteri di lingkungan yang berbeda. Memahami proses QS dan anti-QS sangat penting bagi
ahli farmasi, sebab dengan memahami pendekatan proses QS dan anti-QS ini akan memberikan peluang dan kerangka kerja baru untuk mendisain obat baru.
Pendahuluan
Istilah quorum sensing QS pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Clay Fuqua pada tahun 1994.
1
QS digunakan untuk menjelaskan komu- nikasi di antara sel-sel bakteri. Sebenarnya hal-hal yang berkaitan den-
gan QS sudah dilaporkan sebelumnya, misalnya Tomasz and Mosser 1966 melaporkan bahwa bakteri Gram-positif, Streptococcus pneumo-
niae , menghasilkan molekul sinyal yang disebut sebagai competence fac-
tor , yang merupakan faktor pengendali pengambilan DNA dari alam
natural transformation .
2
Laporan lain, pada tahun 1970, dilaporkan bahwa proses perpendaran cahaya luminescence pada bakteri Gram-
negatif asal laut, Vibrio fischeri, diatur oleh sebuah molekul sinyal yang dihasilkannya sendiri yang disebut autoinduser AI.
3
Molekul sinyal tersebut berhasil diidentifikasi berupa N-3-oxo-hexanoyl-L-homoserine
lactone pada tahun 1981.
4
Selanjutnya pada tahun 1983, gen penyandi protein pengatur pengaktivasi transkripsi protein R dan penyandi
molekul sinyal AI protein I berhasil dikloning, gen tersebut disebut gen lux, atau luxR-luxI yang menghasilkan protein LuxR-LuxI.
5
Pada awal tahun 1990-an, homologi luxR-luxI diteliti pada berbagai jenis
bakteri dan sistem sinyal LuxR-LuxI pada V. fischeri menjadi paradigma baru untuk menjelaskan proses komunikasi di antara sel-sel bakteri.
Sejak tahun 1994, laporan ilmiah tentang QS meningkat tajam, menurut data NCBI National Center for Biotechnology Information sampai awal
tahun 2009 terdapat 2074 laporan.
QS terjadi pada sejumlah bakteri, bakteri menghasilkan senyawa
22
MED I
CINUS
Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009 MED
I CINUS
berberat molekul rendah yang disebut autoinduser AI atau pherom- ones
bakteri, senyawa AI-lah yang menjadi sinyal komunikasi pada bakteri. AI umumnya bersifat khusus untuk spesies bakteri tertentu.
AI tersebut dilepaskan ke luar sel sehingga dapat dikenali oleh sel yang lainnya yang sama-sama menghasilkan AI. Selama proses tersebut, ter-
jadi akumulasi AI diluar sel dan tentu saja akumulasi AI sejalan dengan penambahan densitas atau kerapatan sel bakteri. Bila jumlah selnya te-
lah mencapai kepadatan tertentu atau mencapai quorum tertetu, maka AI akan diserap kembali kedalam sel dan membentuk kompleks den-
gan protein pengatur pengaktivasi transkripsi. Kompleks antara AI dengan protein pengatur pengaktivasi transkripsi akan mengaktifkan
tersekspresinya gen-gen penyandi tertentu, misalnya gen penyandi bioluminescence
, berbagai enzim, konjugasi, sporulasi, pembentukan sel kompeten, pembentukan biofilm, faktor-faktor virulen, antibiotik,
simbiosis, dan lain sebagainya.
6,7
Jadi, QS bisa diartikan sebagai suatu pengaturan ekspresi gen atau aktivitas atau tingkah laku atau fenotipik
bakteri yang bergantung kepada jumlah populasi bakteri tersebut dan akumulasi AI-nya. Sejumlah aktivitas bakteri yang diatur oleh proses
QS disajikan pada Tabel 1.
6,7
Tabel 1. Beberapa contoh aktivitas atau fenotipik bakteri yang diatur oleh QS
6,7
Spesies Bakteri Molekul Sinyal atau
Autoinduser AI GenProtein
Pengatur Aktivitas
Fenotipik Aeromonas
hydrophila C4-HSL
ahyI-ahyR AhyI-AhyR
- Pembentukan bioilms, dan
produksi enzim- enzim eksopro-
tease
Agrobacterium tumefaciens
3-oxo-C8-HLS traI-traRTraI-
TraR - Konjugasi plas-
mid Ti Bacillus subtilis
ComX pheromones a modiied decapep-
tide Competence- Stimulating Factor a
pentapeptide comXComX
- Pembentukan kompeten sel,
sporulasi
Burkholderia cepacia
C8-HSL cepI-RCepI-R
- Produksi siderophore dan
eksoprotease Chromobacterium
violacein C6-HSL
cviI-cviRCviI- CviR
- Produksi eksoenzim, HCN,
violacein Erwinia carotovora
subsps. caratovora
3-oxo-C6-HSL carI-carRCarI-
CarR expI-expR
ExpI-ExpR - Produksi antibi-
otik carbapenem dan eksoenzim
Pseudomonas aeruginosa
Cd-HSL3-oxo-C12- HSL
lasI-lasRLasI- LasR
rhlI-rhlIRhlI- RhlR
- Produksi eksoenzim, HCN,
rhamnolipid dan pembentukan
bioilms
Serratia liquefaciens
C4-HSL swrI-swrRSwrI-
SwrR - Motilitas swarm-
ing, produksi eksoprotease
Staphylococcus aureus
Peptide thiolactones agrBDCAAgrB-
DCA - Produksi ekso-
toksin, eksoen- zim, protein A
Vibrio ischeri 3-oxo-C6-HSL
luxI-luxRLuxI- LuxR
- Biolumines- cence
Vibrio harveyi 3-hydroxy-C4-HSL
luxLM-luxN LuxLM-LuxN
- Biolumines- cence
Yersinia pseudo- tuberculosis
3-oxo-C6-HSLC8- HSL
yesI-yesRYesI- YesR
- Motilitas dan agregasi
Tabel 2. Spesies bakteri yang mempunyai QS yang diatur oleh LuxS atau AI-2
Spesies Bakteri Aktivitas yang Diatur
Actinobacillus actinomycetemcomitans - Virulensi, penambatan besi
Borrelia burgdorferi - Ekspresi protein pleiotropik
Campylobacter jejuni - Motilitas
Clostridium perfringens - Produksi toksin
Escherichia coli W3110 - Pembelahan sel, motilitas dan me-
tabolisma Escherichia coli EHEC dan EPEC
- Sekresi virulensi tipe III Neisseria meningitides
- Infeksi bakterimia Photorhabdus luminescens
- Produksi antibiotik carbapenem Porphyromonas ginggivalis
- Pembentukan bioilm, penambatan heme, produksi protease
Salmonella typhi - Pembentukan bioilm
Salmonella typhimurium - Ekspresi transfor ABC
Shigella lexneri - Transkripsi faktor-faktor yang beraso-
siasi dengan virulensi Streptococcus mutans
- Pembentukan bioilm Streptococcus pneumoniae
- Virulensi Streptococcus pyogenes
- Ekspresi faktor-faktor virulen Vibrio cholerae
- Ekspresi faktor-faktor virulen Vibrio harveyi
- Luminescence, produksi protease, sekresi tipe III, morfologi koloni,
produksi siderophore Vibrio vulniicus
- Virulensi
Aktivitas QS pada bakteri sebenarnya merupakan suatu tanggapan atau respon bakteri terhadap kondisi lingkungannya yang seringkali
berubah secara cepat. Respon tersebut sangat diperlukan guna men- jaga kelestarian bakteri tersebut, atau dengan kata lain supaya bakteri
tersebut tetap survive. Respon tersebut bisa berupa adaptasi terhadap keberadaan nutrisi, pertahanan melawan mikroorganisme lain yang
mungkin memiliki kesamaan nutrisi, dan menghindar dari senyawa- senyawa toksik yang membahayakan bakteri tersebut.
8
Meskipun QS juga terjadi pada sel eukariotik seperti Candida al- bicans
,
9
akan tetapi artikel ini hanya membahas QS pada bakteri saja.
Bahasan artikel ini terdiri dari: 1 pendahuluan yang membahas ten- tang sekilas sejarah QS serta pengertian QS sendiri, seperti yang telah
dijelaskan di atas; 2 autoinduser AI, membahas tentang macam- macam AI serta sumber dan kegunaannya; 3 mekanisme umum
quorum sensing
, yang ditekankan hanya pada mekanisme QS yang
melibatkan AI-1 dan AI-2; 4 QS hubungannya dengan patogenisitas bakteri, yang membahas bahwa patogenisitas sejumlah bakteri patogen
diatur oleh QS; 5 pencegahan QS, yang membahas tentang peluang penghambatan QS; 6 potensi disain anti-QS, yang membahas tentang
beberapa kemungkinan untuk disain anti-QS sebagai obat baru; dan 7 penutup, berupa rangkuman dan pandangan tentang potensi Indone-
sia yang memungkinkan sebagai sumber pencarian anti-QS. Selain itu, dalam artikel ini, bahasan QS lebih ditekankan kepada QS hubungan-
nya dengan infeksi bakteri.
autoinduser ai
Autoinduser AI merupakan molekul sinyal yang disekresikan, kemu- dian diakumulasikan, selanjutnya diserap kembali dan dikenali oleh
bakteri pada saat proses QS terjadi. AI dapat dikategorikan menjadi empat yaitu: i turunan asam lemak, pada umumnya berupa N-acyl
homoserine lactones AHLs, dihasilkan oleh bakteri Gram-negatif, serta
digunakan untuk komunikasi dalam spesies yang sama intraspecies communication among Gram-negative bacteria
, AI ini dikenal sebagai AI-1; ii rangkaian asam amino atau peptide pendek atau oligopep-
23
Vol. 22, No.1, Edisi Maret - Mei 2009 MED
I CINUS
tida, dihasilkan oleh bakteri Gram-positif, umumnya digunakan un- tuk komunikasi dalam spesies yang sama intraspecies communication,
among Gram-positive bacteria , dan juga dikelompokan ke dalam AI-1;
iii furanocyl borate diester, dihasilkan oleh bakteri Gram-negatif dan Gram-positif, serta digunakan untuk komunikasi antar spesies inter-
species communication baik sesama Gram-negatif atau Gram-positif
atau antara Gram-positif dengan Gram-negatif dan sebaliknya, AI ini dikelompokan ke dalam AI-2; dan iv autoinducer-3 AI-3, struk-
turnya belum diketahui, digunakan untuk komunikasi silang dengan epinephrine
suatu sistem sinyal sel-inang mamalia, AI-3 dilaporkan terdapat pada Eschericia coli O157:H7.
10,11,12
Selain itu, ada juga sistem AI yang lain yang belum jelas struktur dan mekanismenya.
7
Sejumlah contoh AI disajikan pada Gambar 1.
13
Gambar 1. Beberapa contoh autoinduser AI dari beberapa spesies bakteri: a be- berapa turunan acyl-homoserine lactone AHL dari sejumlah bakteri Gram-negatif;
b oligo peptide dari sejumlah bakteri Gram-positif; c g-butryolactones dari Strep- tomyces griseus; dan d AI -2 dari Vibrio harveyi dan Salmonella typhymurium
13
mekanisme Umum Quorum Sensing
Ada tiga komponen penting dalam pengaturan QS pada bakteri yaitu i sintesa molekul sinyal atau sintesa AI, ii akumulasi molekul sinyal,
dan iii pengenalan molekul sinyal.
14
1. QS pada bakteri Gram-negatif