Sarana dan Fasilitas dalam Penanggulangan Tindak Pidana Teknologi Informasi

Peranan saksi ahli sangatlah besar sekali dalam memberikan keterangan pada kasus cybercrime, sebab apa yang terjadi didunia maya membutuhkan ketrampilan dan keahlian yang spesifik. Saksi ahli dalam kasus cybercrime dapat melibatkan lebih dari satu orang saksi ahli sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, misalnya dalam kasus deface, disamping saksi ahli yang menguasai desain grafis juga dibutuhkan saksi ahli yang memahami masalah jaringan serta saksi ahli yang menguasai program. 53

4. Penyelesaian Berkas Perkara

Setelah penyidikan lengkap dan dituangkan dalam bentuk berkas perkara, sebelum disahkannya UU ITE ada perbedaan persepsi diantara aparat penegak hukum terhadap barang bukti digital dalam kasus cybercrime sehingga timbul permasalahan dalam proses pelimpahannya di Kejaksaan maupun penuntutannya di pengadilan. Diterimanya bukti digital sebagai alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan berdasarkan Pasal 5 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 UU ITE, diharapkan dapat menyamakan persepsi aparat penegak hukum dalam melakukan interpretasi informasi elektronik dan dokumen elektronik sebagai alat bukti digital dalam sidang pengadilan. 54

B. Sarana dan Fasilitas dalam Penanggulangan Tindak Pidana Teknologi Informasi

53 lihat http:gudangilmuhukum.blogspot.com201008cyber-crime.html diakses tanggal 16 juni 2011 54 lihat http:gudangilmuhukum.blogspot.com201008cyber-crime.html diakses tanggal 16 juni 2011 Universitas Sumatera Utara Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan trampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Untuk meningkatkan upaya penanggulangan kejahatan cyber yang semakin meningkat Polri dalam hal ini Bareskrim Mabes Polri telah berupaya melakukan sosialisasi mengenai kejahatan cyber dan cara penanganannya kepada satuan di kewilayahan Polda. Sosialisasi tersebut dilakukan dengan cara melakukan pelatihan pendidikan kejuruan dan peningkatan kemampuan penyidikan anggota Polri dengan mengirimkan personel-nya ke berbagai macam kursus yang berkaitan dengan cybercrime. Pengiriman personel Polri tidak hanya terbatas dilakukan dalam lingkup nasional tetapi juga dikirim untuk mengikuti kursus di negara-negara maju agar dapat diterapkan dan diaplikasikan di Indonesia. Data Pelatihan atau kursus tersebut antara lain: CETS Canada, Internet Investigator Hongkong, Computer Forensic Jepang, Task Force FBI Innocent Images National Initiative Washington,USA, Seminar on Cyber Terrorism Busan,Korea, dan negara-negara lainnya. Pelatihan, kursus dan ceramah kepada aparat penegak hukum lain jaksa dan hakim mengenai cybercrime juga hendaknya dilaksanakan, dikarenakan jaksa dan hakim belum memiliki satuan Universitas Sumatera Utara unit khusus yang menangani kejahatan dunia maya sehingga diperlukan sosialisasi terutama setelah disyahkannya UU ITE agar memiliki kesamaan persepsi dan pengertian yang sama dalam melakukan penanganan terhadap kejahatan cyber. Jaksa dan Hakim cyber sangat dibutuhkan seiring dengan perkembangan tindak pidana teknologi yang semakin banyak terjadi di masyarakat yang akibatnya dapat dirasakan di satu daerah, di luar daerah perbuatan yang dilakukan bahkan di luar negeri. Negara-negara yang tergabung dalam G-8 sudah menyarankan terhadap peningkatan kemampuan aparat penegak hukum dalam penanggulangan cybercrime dalam suatu “Communique” tertanggal 9-10 Desember 1997, dalam rangka “the Meeting of Justice and Interior Ministers of the Eight”, menyampaikan 10 butir rencana tentang asas-asas dan aksi sebagai berikut: 55 1. Tidak akan ada tempat perlindungan yang aman bagi mereka yang menyalahgunakan teknologi informasi; 2. Penyidikan dan penuntutan terhadap high-tech crimes internasional harus dikoordinasikan di antara negara-negara yang menaruh perhatian, tanpa melihat di mana akibat yang merugikan terjadi; 3. Aparat penegak hukum harus dilatih dan dilengkapi dalam menghadapi high-tech crimes; 55 Muladi, Demokratisasi,Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonesia, The habibie Center,Jakarta,2002, hal.211. Universitas Sumatera Utara 4. Sistem hukum harus melindungi kerahasiaan, integritas dan keberadaan data dan sistem dari perbuatan yang tidak sah dan menjamin bahwa penyalahgunaan yang serius harus dipidana 5. Sistem hukum harus mengijinkan perlindungan dan akses cepat terhadap data elektronik, yang seringkali kritis bagi suksesnya penyidikan kejahatan; 6. Pengaturan “mutual assistance” harus dapat menjamin pengumpulan dan pertukaran alat bukti tepat pada waktunya, dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan high-tech crime; 7. Akses elektronik lintas batas oleh penegak hukum terhadap keberadaan informasi yang bersifat umum tidak memerlukan pengesahan dari negara di mana data tersebut berada; 8. Standar forensik untuk mendapatkan dan membuktikan keaslian data elektronik dalam rangka penyidikan tindak pidana dan penuntutan harus dikembangkan dan digunakan; 9. Untuk kepentingan praktis, sistem informasi dan telekomunikasi harus didesain untuk membantu mencegah dan mendeteksi penyalahgunaan jaringan, dan harus juga memfasilitasi pencarian penjahat dan pengumpulan alat bukti; 10. Bekerja di lingkungan ini harus berkoordinasi dengan pekerjaan lain di era informasi yang relevan untuk menghindari duplikasi kebijakan. Universitas Sumatera Utara Rencana aksi dalam pertemuan tersebut telah merumuskan langkah-langkah yang seharusnya dilakukan aparat penegak hukum dalam menanggulangi cybercrime , hal ini dirumuskan dalam angka 1,2,3 dan 10 pertemuan G-8 tersebut, yaitu: 56 - Penggunaan jaringan personil yang berpengetahuan tinggi untuk menjamin ketepatan waktu, reaksi efektif terhadap kasus-kasus high-tech transnasional dan mendesain point of contact yang siap selama 24 jam; - Mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin bahwa personil penegak hukum yang terlatih dan dilengkapi cukup jumlahnya untuk menjalankan tugas memerangi high-tech crime dan membantu badan penegak hukum di negara lain; - Meninjau sistem hukum yang ada untuk menjamin bahwa telah terjadi kriminalisasi yang memadai terhadap penyalahgunaan sistem telekomunikasi dan komputer serta mempromosikan penyidikan terhadap high-tech crimes; - Mengembangkan dan menggunakan standar forensik yang cocok guna mendapatkan dan membuktikan keaslian data elektronik yang digunakan untuk penyidikan dan penuntutan. Sarana atau fasilitas komputer hampir dimiliki oleh semua kesatuan aparat penegak hukum, namun masih sebatas untuk keperluan mengetik. Alat ini akan sangat membantu manakala dilengkapi dengan akses internet. Kurangnya sarana dan prasarana dalam penegakan hukum cybercrime , sangat berpengaruh terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam menghadapi high-tech crimes. Aparat penegak hukum perlu informasi yang dapat diakses melalui jaringan internet. 56 Ibid, hal.211-212. Universitas Sumatera Utara

C. Kesadaran Hukum Masyarakat