PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI BALAP LIAR DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN KENDAL

(1)

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI BALAP LIAR DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN KENDAL

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan oleh :

Nama : DYAH AYU RACHMAWATI

NIM : 20120610002

Program studi : Ilmu hukum

Bagian : Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN SKRIPSI Bismillahirrohmanirrohim

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Dyah Ayu Rachmawati NIM : 20120610002

Judul Skripsi :PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI BALAP LIAR DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN KENDAL

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian, pemikiran, pemaparan asli dari saya sendiri. Jika terdapat karya orang lain saya akan mencantumkan sumber yang jelas. Apabila di kemudian hari ternyata terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar sarjana S-1 yang telah diperoleh karena karya tulis ini, dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.

Yogyakarta, 26 Agustus 20126 Yang menyatakan


(3)

v

HALAMAN MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan Apabila kamu telah selesai dari satu urusan

Maka kerjakanlah urusan yang lain Dan kepada Tuhan-Mu maka

Berharaplah (QS. Al-Insyirah 6-8)


(4)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini di dedikasikan sepenuh hati untuk:

 Orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan agar lancar dan dimudahkan semua urusan skripsi ini, khususnya buat mama yang sudah selalu mendengarkan keluh kesah di perjalanan skripsi ini

 Untuk Almarhum papa yang sudah memberikan banyak pelajaran kepada saya walaupun pada saat skripsi ini papa sudah tiada

 Untuk kakak kandung tercinta yang selalu mengerti akan keadaan adeknya yang sedang menghadapi skripsi


(5)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur yang tidak akan ada habisnya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sepanjang kehidupan, atas Petunjuk-Nya pula penulis dapat menyelesaikan karya tulis (skripsi) ini dalam meraih gelar sarjana S1 dalam bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Skripsi ini tidak akan dapat tersusun tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu secara tulus dan ikhlas sejak awal penulisan memasuki dunia akademik, kemudia pada pemilihan konsentrasi bagian Hukum Pidana hingga akhirnya pada penyelesaian penulisan skripsi ini. Kesempatan berharga ini kiranya adalah waktu yang tepat bagi penulis untuk mengucapkan dengan tulus rasa terima kasih yang tak terhingga dan rasa syukur serta hormat sebesar-besarnya kepada;

1. Bapak Dr. Trisno Raharjo SH.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sekaligus Dosen pembimbing Skripsi ke 2 yang telah membimbing, mengarahkan penulisan skripsi ini, serta memberikan masukan-masukan keilmuan di sela-sela kesibukan tugasnya sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Yeni Widowati SH.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 yang sudah meluangkan waktunya untuk memberikan saran dan ilmu untuk membantu penulisan skripsi ini.


(6)

viii

3. Bapak Mukhtar Zuhdi SH.,M.H selaku Ketua Tim Penguji Skripsi Pidana yang telah secara teliti melakukan pengujian dan memberikan masukan untuk penyempurnaan dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Endriyo Susila, SH., MCL. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang memberikan masukan dalam konsentrasi penulisan skripsi.

5. Segenap jajaran Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan melalui proses belajar mengajar yang menyenangkan dan segenap jajaran karyawan TU Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terutama Pak Maman dan karyawan perpustakaan yang telah banyak membantu atas informasi dan dispensasi khususnya bagi mahasiswa. 6. Untuk Bapak Widiyanto selaku anggota polantas yang sudah berkenan

untuk saya wawancarai dan saya ajak berbincang-berbincang

7. Untuk Bapak Sutikna selaku reserse Polres Kabupaten Kendal untuk memberikan data untuk skripsi saya

8. Untuk Bapak Suharno selaku anggota Polantas Polres Kabupaten Kendal dan sebagai tetangga saya yang sudah memberikan informasi terkait judul saya

9. Untuk kakak-kakaku yang selalu support saya, dan tidak henti-hentinya memberi masukan tentang skripsi ini padahal beliau juga sedang dalam perjalanan tesisnya


(7)

ix

10.Untuk bude saya yang selalu mengerti kalau keponakannya kekurangan apapun dan selalu ada buat saya selama perjalanan skripsi ini

11.Untuk teman-teman seangkatan 2012 Fakultas Hukum UMY kelas A yang memberikan kebahagiaan disela-sela jenuhnya mengerjakan skripsi ini

12.Untuk Andiningtyas Dwiastuti Muryati, Dwinova Indah K.W, Shafira Ayu Zulfawani teman dari pertama kali kuliah dan alhamdulillah sampai sekarang tetap kompak, tetap gila, tetap solid, tetap crewet, bagiku kecrewetan kalian yang membuat suasana tidak kosong, khususnya Andiningtyas yang sudah banyak sekali merepotkan aku bahkan sampai aku lelah tapi tetap di repotkan, tapi sebaliknya saya juga banyak merepotkan

13.Untuk adek kelas angkatan 2013 Fakultas Hukum UMY Ratna Setiani Putri, seperti namanya yang selalu setia menemani saya kemana saja, selalu saya repotkan walaupun km sudah bete tapi saya benar-benar beruntung punya adek kelas sepertimu

14.Untuk Adika Sarasvati yang sekaligus adek kelas angkatan 2014 tetapi Fakultas Bahasa Jepang yang selalu membuat saya terhibur sekali dalam pembuatan skripsi ini, memberikan motivasi-motivasi yang sebenernya kosong tapi menyenangkan sekali bagi saya, tingkah

15.Untuk Indra Sakti Pamungkas teman serta (masa lalu) saya yang sudah memberikan masukan-masukan, memberikan support, berkenan untuk


(8)

x

saya wawancarai terkait judul saya, serta memberikan informasi terkait judul skripsi saya

16.Terima kasih untuk Nanda Dipta Mandala untuk support dan dukungannya serta doa sehinnga perjalanan skripsi saya berlancar dengan lancar

17.Untuk Yudhi Rizkiawan S.T yang sudah membantu di balik layar dalam pembuatan skripsi saya yang mendukung dan membantu dalam skripsi ini

18.Untuk teman-teman Paduan Suara Mahasiswa Sunshine Voice yang sudah mengenalkan saya dengan UKM yang sekaligus hoby saya, yang sudah memberikan saya semangat dengan gaya kalian dan dengan cara kalian masing-masing yang unik dan beragam, saya tidak pernah meendapatkan orang-orang yang beragam seperti kalian, mengenalkan saya pada arti pertemanan dan memperdalam hoby saya

19.Buat teman-teman seperjuangan tetapi di luar UMY, seperti teman saya yang ada di UNDIP, UNNES, UNISULA dan masih banyak lagi kalian sudah sepenuhnya mensuport dan membantu berjalannya skripsi ini

20.Sekaligus untuk teman-teman Kos Pardani yang membuat betah di kos-kosan untuk membuat skripsi ini karena tiba-tiba aja saja yang bikin mood naik, ntah dari makanan datang tiba-tiba, tiba-tiba ada yang berlagak aneh tapi itu yang membuat saya betaah


(9)

xi

Semoga amal ibadah dan niat tulus mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT, amin. Penulis sangat menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis berharap banyak adanya masukan, saran dan kritik membangun guna memperbaiki skripsi ini sebagai upaya memberikan kontribusi dalam perkembangan keilmuan hukum. semoga penulisan skripsi ini dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan dapat bermanfaat bagi pembaca. Amien

Yogyakarta, 28 Agustus 2016


(10)

xii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Pernyataan Keaslian Penulisan Skripsi ...iv

Halaman Motto... v

Halaman Persembahan ...vi

Kata Pengantar... vii

Daftar Isi ... xii

Abstrak ... xv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 4

D.Tinjauan Pustaka ... 5

E.Metode Penelitian... 11

F. Sistematika Penulisan Skripsi ... 17

BAB II PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA A. Pengertian Tindak Pidana serta Unsur-unsur Tindak Pidana ... 19

B. Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana ... 30


(11)

xiii

1. Penyebab adanya Tindak Pidana ... 40 2. Teori Penanggulangan Tindak Pidana ... 41

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Perjudian ... 48 1. Pengertian umum tentang Perjudian ... 48 2. Unsur-unsur Perjudian ... 56 3. Bentuk-bentuk Perjudian Menurut PP

No 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian ... 57 4. Perjudian Dalam Balap Liar ... 65 B. Faktor-Faktor yang menimbulkan adanya

Perjudian ... 70 C. Pengaturan Perjudian Dalam KUHP ... 73 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Upaya-upaya yang di lakukan pihak kepolisian untuk menanggulangi terjadinya

tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar. ... 93 B. Peran serta masyarakat untuk menanggulangi

tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar ... 106

BAB V PENUTUP


(12)

xiv

B. Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA ... 113 LAMPIRAN


(13)

xv Abstrak

Perjudian adalah salah satu tindak pidana yang sulit sekali di atasi maupun di cegah, karena perkembangan perjudian sekarang semakin gencar dan para pelaku perjudian semakin cerdik dan lihay dibandingkan para pihak kepolisian untuk menangkap pelaku perjudian itu. Begitu pula kehadiran balap liar yang menimbulkan terjadinya perjudian di dalam kegiatan atau aksi balap liar tersebut. Penulisan skripsi ini yang akan menjadi rumusan masalahnya adalah upaya-upaya yang dilakukan pihak Kepolisian untuk menanggulangi terjadinya tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar, serta peran serta masyarakat untuk menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris. Pendekatan digunakan adalah pendekatan kualitatif deskripstif yang selanjutnya menghasilkan data deskriptif analisis. Sumber data terdiri dari sumber data primer, sumber data sekunder, dan data tersier.

Hasil dari penelitian penanggulangan tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar di wilayah Kabupaten Kendal, pihak Upaya-upaya penanggulangan perjudian dalam aksi balap liar oleh pihak kepolisian adalah: Metode Pre-Emtif, adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Metode preventif, metode preventif ini adalah suatu upaya untuk mencegah timbulnya atau berkembangnya suatu kejahatan atau gangguan kamtibmas dan untuk menimalkan factor-faktor kriminogen sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan kondisi positif, dalam kaitannya dengan perjudian balap liar. Metode represif, metode represif ini adalah metode dengan menggunakan kekerasan dan tindakan, ini dilakukan bertujuan untuk agar jumlah penjudi dan pelaku balap liar bisa berkurang atau bahkan di hilangkan. Peran masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar adalah dengan melakukan pencegahan terhadap perjudian balap liar dan memberikan peringatan yang sangat keras salah satunya yaitu dengan memasang spanduk peringatan dilarang melakukan balap liar serta perjudian balap liar di wilayah tersebut dan apabila masih ada yang melakukan tindakan itu akan langsung di laporkan ke Pihak Kepolisian agar semua pelaku diamankan dan di berikan hukuman yang membuat mereka jera

Kata Kunci : Penanggulangan Tindak pidana, Tindak Pidana Perjudian, Balap Liar.


(14)

(15)

(16)

(17)

xv

Abstrak

Perjudian adalah salah satu tindak pidana yang sulit sekali di atasi maupun di

cegah, karena perkembangan perjudian sekarang semakin gencar dan para pelaku perjudian semakin cerdik dan lihay dibandingkan para pihak kepolisian untuk menangkap pelaku perjudian itu. Begitu pula kehadiran balap liar yang menimbulkan terjadinya perjudian di dalam kegiatan atau aksi balap liar tersebut. Penulisan skripsi ini yang akan menjadi rumusan masalahnya adalah upaya-upaya yang dilakukan pihak Kepolisian untuk menanggulangi terjadinya tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar, serta peran serta masyarakat untuk menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris. Pendekatan digunakan adalah pendekatan kualitatif deskripstif yang selanjutnya menghasilkan data deskriptif analisis. Sumber data terdiri dari sumber data primer, sumber data sekunder, dan data tersier.

Hasil dari penelitian penanggulangan tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar di wilayah Kabupaten Kendal, pihak Upaya-upaya penanggulangan perjudian dalam aksi balap liar oleh pihak kepolisian adalah: Metode Pre-Emtif, adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Metode preventif, metode preventif ini adalah suatu upaya untuk mencegah timbulnya atau berkembangnya suatu kejahatan atau gangguan kamtibmas dan untuk menimalkan factor-faktor kriminogen sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan kondisi positif, dalam kaitannya dengan perjudian balap liar. Metode represif, metode represif ini adalah metode dengan menggunakan kekerasan dan tindakan, ini dilakukan bertujuan untuk agar jumlah penjudi dan pelaku balap liar bisa berkurang atau bahkan di hilangkan. Peran masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar adalah dengan melakukan pencegahan terhadap perjudian balap liar dan memberikan peringatan yang sangat keras salah satunya yaitu dengan memasang spanduk peringatan dilarang melakukan balap liar serta perjudian balap liar di wilayah tersebut dan apabila masih ada yang melakukan tindakan itu akan langsung di laporkan ke Pihak Kepolisian agar semua pelaku diamankan dan di berikan hukuman yang membuat mereka jera

Kata Kunci : Penanggulangan Tindak pidana, Tindak Pidana Perjudian, Balap Liar.


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukuman tidak bisa lepas dari manusia, apabila kita membicarakan hukum maka kita tidak bisa lepas dari manusia1. Dimana dalam masa sekarang ini yang terjadi di Kabupaten Kendal maraknya tindak perjudian dalam aksi balap liar.Semakin banyak dan semakin menyebar dari tahun ke tahun jumlah peristiwa tindak pidana perjudian ini menyebabkan resahkan warga di wilayah dan pengguna jalan raya yang sedang melintasnya itu.

Menjadi trend sekarang yang terjadi pada saat ini di wilayah Kabupaten Kendal banyak kejadian fenomena di era globalisasi yang kerap sekali dijumpai atau lihat pada waktu malam hari. Banyak sekali remaja pada jaman sekarang yang mengikuti trend jaman sekarang untuk menjadi lebih bergaya dibandingkan lainnya agar bisa di sanjung oleh teman-temannya. Khususnya di kalangan remaja yang dibawah umur melakukan hal-hal yang negatif yang merugikan, bukan hanya merugikan dirinya tetapi merugikan juga bagi orang lain. Contohnya, balap liar, karena remaja masa mempunyai jiwa keinginn tahuan yang cukup tinggi terpengaruh dari film atau sekedar ingin mencari nama dan di bilang jagoan saja. Balap liar adalah kegiatan beradu kecepatan kendaraan, baik

1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum(Suatu Pengantar), Liberty Yogyakarta, 1996.hlm 1


(19)

2

sepeda motor maupun mobil yang dilakukan di lintasan umum. Artinya kegiatan ini sama sekali tidak digelar di lintasan yang resmi, melainkan di jalan raya, yang biasanya kegiatan ini dilakukan pada waktu tengah malam hingga menjelang pagi pada saat suasana jalan raya sudah mulai lengang.

Pertama kali berawal dari hanya sekedar menonton, rasa penasaran, akhirnya mencoba ikut serta dalam balapan liar yang juga di perkuat oleh dorongan dari teman. Tetapi sebagian dari mereka hanya merasakan kenikmatannya saja tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi. Selain itu kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa mengendarai motor dengan kecepatan tinggi akan menambah tingkat konsentrasi dan penyesuaian diri. Biasanya kegiatan ini dilakukan pada tengah malam sampai menjelang pagi saat suasana jalan raya sudah mulai lengang.

Balapan liar pada saat ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat luas, justru bagi masyarakat kalangan bawah balapan liar merupakan hiburan tersendiri, Sebagian besar pelaku balap liar ini justru bukannya golongan menengah tapi melainkan golongan bawah. Remaja yang berasal dari keluarga golongan bawah/keluarga miskin ini adalah pelaku dari balapan liar. Balap liar biasanya di dominasi oleh para remaja yang masih menginjak bangku SMA bahkan ada yang masih smp atau yang masih dibawah umur. Ternyata dari pengalaman mereka bahwa balapan liar tersebut sudah sengaja diadakan yang dikoordinir oleh pemilik bengkel agar mereka mau dibujuk untuk memodifikasi mesin motor mereka sekalipun motor mereka masih baru dibelikan oleh orang tuanya dengan


(20)

3

cara kredit (baru 5 bulan sudah 2 kali turun mesin atau jebol dengan biaya yang tidak sedikit), ini akan sangat terasa pada saat krisis ekonomi global sekarang ini. Kegiatan balapan motor tersebut ternyata sudah ada kerja sama dengan oknum dari aparat kepolisian setempat untuk mendapatkan bocoran apabila akan diadakan razia dengan cara menyuruh mereka pindah.

Di dalam pergaulan masyarakat, setiap hari terjadi hubungan antara anggota-anggaota masyarakat yang satu dengan lain, pergaulan tersebut menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat menggerakkan peristiwa hukum. Akibat dari peristiwa hukum yang banyak terjadi di masyarakat akan menyebabkan banyaknya tindak kejahatan. Dari banyaknya motif kejahatan dan tindak kriminal, salah satu hal yang cukup menarik adalah tindak pidana balap liar yang di dalamnya terdapat perjudian.2

Dampak yang ditimbulkan dari balap liar banyak pelanggaran yang dilakukan diantara lain memodifikasi motor tanpa izin dan melakukan uji tipe atas kendaraan bermotor yang dimodifikasinya tersebut dalam Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 dan PP Nomor 55 Tahun 2012,mengancam keselamatan orang lain, dan khususnya perjudian (KUHP Pasal 303 ayat 3).


(21)

4

Dalam tugasnya kepolisian merupakan aparat penegak hukum yang berwenang untuk melakukan dan melaksanakan ketertiban dalam masyarakat, dari sini upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perjudian balap liar sangat di butuhkan guna mengetahui faktor-faktor apakah yang menimbulkan perjudian dalam balap liar upaya-upaya apa yang akan dilakukan kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana perjudian balap liar. Dari adanya pemaparan di atas sehingga lahir penelitian empiris yang yang akan ditulis oleh penulis dengan judul PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI BALAP LIAR.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Upaya-upaya apakah yang di lakukan oleh pihak kepolisian untuk menanggulangi terjadinya tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar?

2. Bagaimanakah peran masyarakat untuk menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui upaya-upaya apa sajakah yang akan dilakukan oleh pihak kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana perjudian dalam kegiatan balap.

2. Untuk mengetahui peran masyarakat untuk menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar.


(22)

5

D. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Tindak Pidana Perjudian

Perjudian merupakan salah satu permainan tertua di dunia hampir setiap negara mengenalnya sebagai sebuah permainan untung-untungan. Judi juga merupakan sebuah permasalahan sosial dikarenakan dampak yang ditimbulkan amat negatif bagi kepentingan nasional teruama bagi generasi muda karena menyebabkan para pemuda cenderung malas dalam bekerja dan dana yang mengalir dalam permainan ini cukup besar sehingga dana yang semula dapat digunakan untuk pembangunan malah mengalir untuk permainan judi, judi juga bertentangan dengan agama, moral dan kesusilaan..

Permainan judi juga dapat menimbulkan ketergantungan dan menimbulkan kerugian dari segi meteril dan imateril tidak saja bagi para pemain tetapi juga keluarga mereka.ndian dapat dipandang sebagai perjudian di mana aturan mainnya adalah dengan cara menentukan suatu keputusan dengan pemilihan acak. Undian biasanya diadakan untuk menentukan pemenang suatu hadiah.

Sebagai contohnya adalah undian di mana peserta harus membeli sepotong tiket yang diberi nomor.Nomor tiket-tiket ini lantas secara acak ditarik dan nomor yang ditarik adalah nomor pemenang.Pemegang tiket dengan nomor pemenang ini berhak atas hadiah tertentu.Banyak negarayang melarang perjudian sampai taraf tertentu, Karena perjudian mempunyai konsekuensi sosial kurang baik, dan mengatur batas yurisdiksi paling sah tentang


(23)

6

undang-undang berjudi sampai taraf tertentu.Beberapa negara-negara Islam melarang perjudian, hampir semua negara-negara mengatur itu. Kebanyakan hukum negara tidak mengatur tentang perjudian, dan memandang sebagai akibat konsekuensi masing-masing, dan tak dapat dilaksanakan oleh proses yang sah sebagai undang-undang. Dengan begitu organisasikriminal sering mengambil alih penyelenggaraan dari utangperjudian besar, kadang-kadang menggunakan metode yang kejam, sepertimafia,

triad, atau yakuza.

Beberapa masalah dalam perjudian:

1) Beberapa orang akan menjadi ketagihan. Mereka tidak dapat berhenti berjudi, dan kehilangan banyak uang.

2) Kadang-kadang judi tidaklah adil. Jika anda menang atau kalah, maka anda harus membayar sejumlah uang

Beberapa perjudian yang sama sering dinamakan lotre, lotto (atau lottery), ada beberapanegarayang mengadakan perjudian ini. Biasanya, mereka harus menebak 7 dari 45 atau 50nomor yang benar sebelum di undi

2. Tinjauan umum tentang Balap Liar

Balapan liar adalah kegiatan beradu cepat kendaraan, baik sepeda motor maupun mobil, yang dilakukan diatas lintasan umum. Artinya kegiatan ini sama sekali tidak digelar dilintasan balap resmi, melainkan di jalan raya. Biasanya kegiatan ini dilakukan


(24)

7

pada tengah malam sampai menjelang pagi saat suasana jalan raya sudah mulai lenggang.

Kajian tentang kenakalan remaja berkaitan dengan balap liar menjadi penting untuk dikaji setidaknya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: Pertama, bahwa balap liar yang menjadi fenomena dikalangan remaja telah menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat. Banyak korban jiwa yang ditimbulkan dari adanya perilaku balap liar ini. Berdasarkan data kecelakaan lalu lintas selama tahun 2012 yang dilansir Divisi Humas Mabes Polri atas rekap Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri) menyebutkan, sepanjang tahun lalu, ada 117.949 (seratus tujuh belas ribu sembilan ratus empat puluh sembilan) kecelakaan. Dari ratusan ribu jumlah tersebut, lebih dari setengahnya disumbang oleh angka kecelakaan sepeda motor. Ada 111.015 (seratus sebelas ribu lima belas) kali kecelakaan sepeda motor yang terjadi sepanjang tahun. Catatan Indonesia Police Watch (IPW) sejak 2009 hingga kini 2 sudah terdapat 195 (seratus sembilan puluh lima) orang tewas di arena balap liar. Tahun 2009 terdapat 68 (enam puluh delapan) orang tewas di arena balapan liar, baik akibat kecelakaan maupun pengeroyokan. Tahun 2010


(25)

8

ada 62 (enam puluh dua) orang tewas dan 2011 terdapat 65 (enam puluh lima) tewas.3

3. Tindak Pidana Perjudian Dalam KUHP

Tindak pidana perjudian yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan jumlah kerugiannya sangatlah besar, Pelaku dari tindak pidana perjudian ini berharap mendapatkan keberuntungan yang besar melalui cara mengadu nasib dengan berjudi. Dengan sering melakukan kegiatan berjudi tersebut mengakibatkan sedikit demi sedikit uang akan habis, kemudian harta benda dijual, rumah dan tanah digadaikan. Dengan demikian bisa mengakibatkan tingkat kemiskinan serta pengganguran yang tinggi di masyarakat. Perjudian pada dasarnya permainan di mana adanya pihak yang saling bertaruh untuk memilih satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan saja yang benar dan menjadi pemenang yang berarti pemain yang kalah taruhan akan memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan perjudian dan jumlah taruhan ditentukan dam disepakati sebelum pertandingan dimulai.Salah satu syarat untuk hidup sejahtera dalam masyarakat adalah tunduk kepada tata tertib atas peraturan di masyarakat atau negara, kalau tata tertib yang berlaku dalam masyarakat itu lemah dan berkurang maka kesejahteraan dalam masyarakat yang bersangkutan akan mundur dan mungkin kacau sama

3Website, Yudha Manggala P Putra, Polri: Motor Sumbang Angka Kecelakaan Paling

Besar(sumber.http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/04/26/mlv5tg-polrimotor-sumbang-angka-kecelakaan-paling-besar).html


(26)

9

sekali. Untuk mendapatkan gambaran dari hukum pidana, maka terlebih dahulu dilihat pengertian dari pada hukum pidana. Menurut Moeljatnodalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, “Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang dasar-dasar aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukannya,yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.4

Dalam hukum pidana modern reaksi ini tidak hanya berupa pidana akan tetapi juga apa yang disebut tindakan, yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang merugikannya. Selanjutnya karena tujuan hukum pidana mempunyai kaitan dengan pemidanaan, maka sesuai dengan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 1972 dapat dijumpai gagasan tentang maksud dan tujuanpemidanaan adalah:


(27)

10

1) Untuk mencegah dilakukan tindak pidana demipenganyoman negara,masyarakat dan penduduk.

2) Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota yangberbudi baik dan berguna.

3) Untuk menghilangkan noda-noda diakibatkan oleh tindakpidana. 4) pemidanaan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.5

4. Teori Hukum Penanggulangan Tindak Pidana Perjudian

Dalam usaha untuk menanggulangi kejahatan mempunyai dua cara yaitu preventif (mencegah sebelum terjadinya kejahatan) dan tindakan represif (usaha sesudah terjadinya kejahatan). Berikut ini diuraikan pula masing-masing usaha tersebut

1. Tindakan Preventif

Tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan. Menurut A. Qirom Samsudin M, dalam kaitannya untuk melakukan tindakan preventif adalah mencegah kejahatan lebih baik daripada mendidik penjahat menjadi baik kembali, sebab bukan saja diperhitungkan segi biaya, tapi usaha ini lebih mudah dan akan mendapat hasil yang memuaskan atau mencapai tujuan.6

Tindakan Represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindakan

5Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1983, hal.50

6 A. Qirom Samsudin M, Sumaryo E., Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi Psikologis dan Hukum, Liberti, Yogyakarta, 1985, hal. 46


(28)

11

pidana.7Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan khusus, yaitu suatu usaha untuk menekankan jumlah kejahatan dengan memberikan hukuman (pidana) terhadap pelaku kejahatan dan berusaha pula melakukan perbuatan denganjalan memperbaiki si pelaku yang berbuat kejahatan. Jadi lembaga permasyarakatan bukan hanya tempat untuk mendidik narapidana untuk tidak lagi menjadi jahat atau melakukan kejahatan yang pernah dilakukan. Pokok-pokok usaha penanggulangan kejahatan sebagaimana tersebut diatas merupakan serangkaian upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh polisi dalam rangka menanggulangi kejahatan, termasuk tindak pidana perjudian.

E. METODE PENELITIAN

Suatu metode ilmiah dapat dipercaya apabila disusun dengan mempergunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman–pedoman, cara seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan– lingkungan yang dihadapi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode–metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian menggunakan tipe penelitian yuridis empiris .Tipe penelitian yuridis empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang

7 Soejono D,Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Alumni, Bandung, 1976, Hal.32


(29)

12

berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat.Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah. Dalam penelitian semacam itu, hukum di tempatkan sebagai variable terikat dan factor-faktor non hukum yang mempengaruhi hukum dipandang sebagai variable bebas.8 Penelitian yuridis empiris adalah penelitian yang mempelajari, meneliti, dan mengkaji tingkat efektif penanggulangan tindak pidana perjudian dalam balap liar yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada Pasal 303 tentang perjudian serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian oleh Pihak Kepolisian Resort terhadap pelaku tindak pidana perjudian balap liar.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipakai ialah metode pendekatan kualitatif yang selanjutnya akan menghasilkan data deskriptif analisis. Penyusunan meneliti dan mempelajari data yang di nyatakan oleh responden secara tertulis maupun lisan serta meliputi tingkah laku yang nyata sebagai sesuatu yang utuh.


(30)

13

3. Sumber dan Jenis data

Adapun jenis-jenis dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Data primer, merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung dari dari lapangan, serta data primer dalam penelitian empiris di peroleh dengan meminta keterangan dengan pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian yaitu Pihak Kepolisian Resort Kabupaten Kendal. Fakta dari masyarakat setempat yang terjadi perjudian dalam balap liar.

b. Data sekunder, merupakan data yang mendukung sumber data primer berupa data dari buku-buku tentang Tindak Pidana Perjudian, artikel-artikel yang menjelaskan tentang balap liar, jurnal tentang tindak perjudian balap liar serta peraturan perundang-undangan yaitu undang-undang no 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian serta Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudianserta KUHP Pasal 303 Tentang Perjudian dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian skripsi tersebut.

c. Data tersier, merupakan bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum yang memperjelas atau memberikan


(31)

14

petunjuk bahan primer dan sekunder tentang informasi yang erat kaitannya dalam membantu proses ini, yaitu: kamus hukum, dan kamus bahasa Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan data

Pada tahap penelitian ini agar diperoleh data yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan, maka data diperoleh melalui:

a. Wawancara

Wawancara sebagai upaya mendekatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan. Tanpa wawancara peneliti akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung. Adapun wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak berstruktur, dimana di dalam metode ini memungkinkan pertanyaan yang akurat, arah pertanyaan yang lebih terbuka, tetap focus, sehingga memperoleh informasi yang kaya dan pembicaraan yang tidak kaku9.

Dalam metode ini penulis mengadakan tanya jawab langsung dengan responden atau pihak–pihak dari Kepolisian Resort, serta mewawancarai juga pelaku-pelaku balap liar yang melakukan tindak pidana perjudian.

b. Observasi

9Singarimbun, Masri dan Efendi Sofwan, Metode Penelitian Survei, (Jakarta : LP3S, 1989)


(32)

15

Merupakan metode pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap tempat yang dijadikan obyek penelitian yaitu di wilayah hukum Kabupaten Kendal.

c. Studi pustaka

Studi pustaka adalah pengumpulan data yang dilakukan secara studi kepustakaan dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penelitian

d. Lokasi

Penelitian yang dilakukan mengambil lokasi di daerah hukum Kabupaten Kendal karena di daerah ini sering sekali terjadi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar, serta pihak yang menangkap pelaku perjudian dan pelaku balap liar adalah pihak dari Kepolisian Resort Kabupaten Kendal.

e. Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pihak Kepolisian Resort Kabupaten Kendal diantaranya petugas dari Polantas untuk mencari tahu pelaku balap liar serta pihak dari Reserse kriminal untuk mengambil data tindak pidana perjudian khususnya dalam kegiatan balap liar. Responden pertama bernama bapak Widiyano dan bapak Suharno sebagai anggota Satlantas Polres Kabupaten


(33)

16

Kendal, serta bapak Sutikna yaitu Reserse Kriminal Polres Kabupaten Kendal.

f. Populasi

Populasi adalah kumpulan-kumpulan dari responden tersebut.Di dalam penelitian ini populasinya adalah sekelompok pelaku perjudian balap liar yang sering melakukan perjudian dalam balap liar di wilayah Kabupaten Kendal

5. Analisis Data

Tahap menganalisa data adalah tahap yang paling penting dan menentukan dalam suatu penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan tujuan menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Selain itu data diterjunkan dan dimanfaatkan agar dapat dipakai untuk menjawab masalah yang diajukan dalam penelitian.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis data secara kualitatif, yaitu “Segala sesuatu yang dinyatakan responden, baik secara tertulis maupun lisan serta perilaku nyata yang dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh”. Penggunaan metode analisis kualitatif dalam penelitian adalah dengan cara membahas pokok permasalahan berdasarkan data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari hasil penelitian di lapangan yang kemudian dianalisis secara kualitatif


(34)

17

untuk pemecahan. Sedangkan yang dimaksud dengan metode analisis interaktif, ialah model analisa yang terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu sebagai berikut:

a. Reduksi data, yaitu bentuk analisa yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal tidak penting yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.

b. Sajian data, yaitu sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilaksanakan.

c. Kesimpulan, Setelah memahami maksud berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan, pertanyaan-pertanyaan, alur sebab akibat akhirnya dapat ditarik sebuah kesimpulan.

F. SISTEMATIKA SKRIPSI

Pada bab I terdiri dari Pendahuluan, pada bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan metode penelitian.

Pada bab II ini terdiri dari Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana, Teori-Teori Penanggulangan Tindak Pidana, Unsur-Unsur Tindak Pidana, serta Aspek Kriminologis terhadap Penanggulangan Tindak Pidana

Pada bab II ini terdiri dari Pengertian dan Ruang Lingkup Perjudian, Faktor-faktor yang menmbulkan terjadinya Perjudian, serta Pengaturan Perjudian dalam KUHP.


(35)

18

Pada bab IV ini terdiri dari Hasil penelitian dan Analisis tentang Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perjudian dalam balap liar, serta hasil dan analisis tentang upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar.


(36)

19

BAB II

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

A. Pengertian Tindak Pidana Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat1.

Seperti yang diungkapkan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu Moeljatno, yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah: ”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai


(37)

20

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.”2

Jadi berdasarkan pendapat tersebut di atas pengertian dari tindak pidana yang dimaksud adalah bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan sedangkan ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut. Dalam hal ini maka terhadap setiap orang yang melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku, dengan demikian dapat dikatakan terhadap orang tersebut sebagai pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana. Akan tetapi haruslah diingat bahwa aturan larangan dan ancaman mempunyai hubungan yang erat, oleh karenanya antara kejadian dengan orang yang menimbulkan kejadian juga mempunyai hubungan yang erat pula.

Sehubungan dengan hal pengertian tindak pidana ini Bambang Poernomo, berpendapat bahwa perumusan mengenai perbuatan pidana akan lebih lengkap apabila tersusun sebagai berikut:

“Bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.”3.

2Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm 54 3Poernomo, Bambang. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992,


(38)

21

Adapun perumusan tersebut yang mengandung kalimat “Aturan hukum pidana” dimaksudkan akan memenuhi keadaan hukum di Indonesia yang masih mengenal kehidupan hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis, Bambang Poernomo, juga berpendapat mengenai kesimpulan dari perbuatan pidana yang dinyatakan hanya menunjukan sifat perbuatan terlarang dengan diancam pidana.

Maksud dan tujuan diadakannya istilah tindak pidana, perbuatan pidana, maupun peristiwa hukum dan sebagainya itu adalah untuk mengalihkan bahasa dari istilah asing stafbaar feit namun belum jelas apakah disamping mengalihkan bahasa dari istilah sratfbaar feit dimaksudkan untuk mengalihkan makna dan pengertiannya, juga oleh karena sebagian besar kalangan ahli hukum belum jelas dan terperinci menerangkan pengertian istilah, ataukah sekedar mengalihkan bahasanya, hal ini yang merupakan pokok perbedaan pandangan, selain itu juga ditengan-tengan masyarakat juga dikenal istilah kejahatan yang menunjukan pengertian perbuatan melanggar morma dengan mendapat reaksi masyarakat melalui putusan hakim agar dijatuhi pidana.

Tindak pidana adalah merupakan suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya, tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidanya sendiri, yaitu berdasarkan azas legalitas (Principle of legality) asas yang menentukan bahwa tidak


(39)

22

ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya ini lebih dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu), ucapan ini berasal dari von feurbach, sarjana hukum pidana Jerman. Asas legalitas ini dimaksud mengandung tiga pengertian yaitu:

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.

2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi.

Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.

Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi untuk adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kelapaan. Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah bentuk-bentuk kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld) yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah karena seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum sehingga atas`perbuatannya tersebut maka dia harus bertanggung jawabkan segala bentuk tindak pidana yang telah dilakukannya untuk dapat diadili dan bilamana telah terbukti benar bahwa telah terjadinya


(40)

23

suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang maka dengan begitu dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan pasal yang mengaturnya.

Unsur-unsur Tindak Pidana

Dalam kita menjabarkan sesuatu rumusan delik kedalam unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkan sesuatu tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan sesuatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan4. Unsur-unsur subjektif dari

suatu tindak pidana itu adalah:

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa);

2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;

4P.A.F. Lamintang,,.Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia; Bandung, PT. Citra Aditya


(41)

24

3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;

4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

5. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Di dalam unsur pidana ada 2 pandangan unsur pidana yaitu: 1) Unsur tindak pidana dalam aliran Monisme

Perbedaan mendasar dari pertentangan antara monisme dan dualisme tentang delik terletak dalam pembahasan mengenai perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Kendati terdapat banyak perbedaan lainnya yang mewarnai perdebatan antara monisme dan dualisme, akar persoalan tersebut berasal dari unsur-unsur delik, makna kelakuan (plegen) dan kepembuatan (daderschap), dan pertanggungjawaban pidana sehingga melahirkan konsekuensi terhadap pandangan hukum pidana secara keseluruhan. Aliran Monisme ini dianut oleh banyak ahli hukum pidana, baik di Belanda maupun di Indonesia, seperti Jonkers, Simon, Van Hamel, Satochid Kartanegara, dan Lamintang. Beberapa tokoh monisme memberikan definisi strafbaar feit yang menjadi dasar perbedaan dengan pandangan dualisme.


(42)

25

Strafbaar feit yang didefinisikan Pompe sebagai “suatu pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum), terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan hukum” mengisyaratkan adanya dua unsur dalam strafbaar feit. Pertama, unsur obyektif yang meliputi kelakuan atau perbuatan yang mengandung sifat melawan hukum dan dilarang oleh UU. Kedua, unsur subyektif yang terdiri dari kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab pelaku. Berkaitan dengan unsur obyektif dan subyektif, Lamintang menyebutkan bahwa unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya. Sedangkan unsur-unsur obyektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

Lebih lanjut, Lamintang merinci unsur subyektif dan unsur obyektif dari perbuatan pidana sebagai berikut:

a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

b) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;


(43)

26

c) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain; d) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte

raad seperti yang misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; e) Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain

terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Adapun unsur-unsur obyektif dari perbuatan pidana terdiri dari : a) Sifat melanggar hukum;

b) Kualitas dari pelaku, misalnya “keadaan sebagai pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;

c) Kausalitas, yakni penyebab hubungan suatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. Dalam hal ini, Satochid menegaskan adanya “akibat” dari perbuatan tertentu sebagai salah satu unsur obyektif dari perbuatan pidana.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Jonkers sebagaimana dapat disimpulkan dari definisinya tentang strafbaar feit (peristiwa pidana) sebagai perbuatan yang melawan hukum yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat


(44)

27

dipertanggungjawabkan. Menurutnya, kesalahan atau kesengajaan selalu merupakan unsur dari kejahatan. Dengan demikian, ketidakmampuan bertanggung jawab dan ketiadaan kesalahan merupakan alasan pembebasan pelaku karena perbuatan pidana yang dituduhkan tidak terbukti.

Dengan demikian, berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur delik adalah:

1. Unsur Subjektif, yang merupakan unsur dari pembuat/pelaku pidana, yaitu:

2. Adanya kesalahan pembuat, yang terdiri dari dolus dan culpa. 3. Adanya kemampuan bertanggung jawab (tidak ada alasan pemaaf). 4. Unsur Objektif, yang merupakan unsur perbuatan, yaitu:

5. Perbuatan tersebut mencocoki rumusan delik dalam undang-undang

6. Perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, baik secara formil maupun materiil (tidak ada alasan pembenar).

Pandangan monisme memiliki akar historis yang berasal dari ajaran finale handlungslehre yang dipopulerkan oleh Hans Welzel pada tahun 1931. Inti ajaran finale handlungslehre menyatakan bahwa kesengajaan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari perbuatan. Eksistensi kesengajaan yang termasuk dalam perbuatan disebabkan argumentasi utama finale handlungslehre, bahwa setiap perbuatan pidana harus didasari intensionalitas untuk mencapai tujuan tertentu sehingga


(45)

28

perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan final (final-subyektif). Dalam konteks ini, setiap bentuk perbuatan naturalistis yang ditentukan berdasarkan hubungan kausal tidak termasuk dalam perbuatan pidana. Karenanya, perbuatan pidana hanya ditujukan kepada perbuatan dan akibat yang ditimbulkan berdasarkan penetapan kesengajaan pelaku.

Tujuan utama finale handlungslehre adalah menyatukan perbuatan pidana dan kesalahan, serta melepaskan perbuatan pidana dari konteks kausalitas. Dengan kata lain, perbuatan adalah kelakuan yang dikendalikan secara sadar oleh kehendak yang diarahkan kepada akibat-akibat tertentu.

Jadi kesadaran atas tujuan, kehendak yang mengandalikan kejadian-kejadian yang bersifat kausal itu adalah suatu ”rugggeraat” dari suatu perbuatan final.

2) Unsur Tindak Pidana dalam aliran Dualisme

Dualisme tentang delik membedakan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Menurut pandangan ini, kesalahan merupakan unsur subyektif yang menjadi unsur pertanggungjawaban pidana. Karena itu, kesalahan tidak mungkin dimasukkan dalam perbuatan pidana yang hanya mengandung unsur obyektif saja sehingga perbuatan pidana hanya dapat dilarang (tidak dipidana). Adapun pemidanaan ditujukan kepada pembuat yang dinyatakan dapat mempertanggungjawabkan perbuatan dilakukannya. Berdasarkan hal ini, pemidanaan terhadap pembuat harus melihat dua hal yang terpisah, pertama, apakah perbuatan pidana dilakukan, dan kedua, apakah pembuat


(46)

29

dapat mempertangungjawabkan (bersalah) dalam melakukan perbuatan pidana sehingga dapat dipidana. Pemisahan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana ini nampak dalam definisi perbuatan pidana yang dikemukakan Moeljatno,“perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut”.

Dalam konteks pemisahan perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana, suatu perbuatan terjadi apabila perbuatan tersebut dirangkum dalam UU dan tidak dibenarkan oleh alasan pembenar. Atas dasar itu, unsur batin harus dilepaskan dari perbuatan pidana. Kantorowicz menyatakan, sebagaimana dikutip A. Zainal Abidin Farid, bahwa perbuatan pidana (stafbare handlung) mensyaratkan adanya perbuatan, persesuaian dengan rumusan UU dan tidak adanya alasan pembenar. Sedangkan bagi pembuat disyaratkan adanya kesalahan dan tidak adanya dasar pemaaf.

Pandangan ini juga diperkuat dalam Pasal 350 Wetboek van Strafvordering Nederland yang memerintahkan hakim yang memeriksa perkara dipersidangan agar mempertimbangkan dahulu apakah terdakwa terbukti mewujudkan strafbaarfeit, kalau sudah terbukti barulah hakim mempertimbangkan apakah terdakwa bersalah (strafbaarheid), kalau terbukti bersalah dan memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban, barulah hakim mempertimbangkan tentang pidana atau tindakan yang dijatuhkan. Dari sini nampaknya pemisahan perbuatan pidana dan


(47)

30

pertanggungjawaban pidana memudahkan hakim dalam memeriksa perkara di persidangan. Konsep gradualitas berjenjang yang diamanatkan Pasal 350 untuk digunakan dalam pemeriksaan perkara tidak terlepas dari konsep dualisme yang mengadakan diferensiasi perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Dengan kata lain, ajaran dualisme tidak hanya berlaku di ranah hukum pidana materiel saja melainkan juga berlaku dalam hukum acara pidana terutama bagi hakim yang memeriksa perkara.

B. Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana

Fenomena kejahatan sebagai salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang” selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyaraka. Menurut Benedict S. Alper kejahatan merupakan the oldest sosial problem.Sebagai bentuk masalah sosial bahkan masalah kemanusiaan maka kejahatan perlu segera ditanggulangi. Upaya penanggulangan kejahatan atau biasa disebut sebagai kebijakan kriminal.

Menurut Marc Ancel kebijakan kriminal (criminal policy) adalah sebgai berikut :

“Suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan”.

Secara garis besar kebijakan kriminal ini dapat ditempuh melalui dua cara yaitu :


(48)

31

1. Upaya Penal, merupakan upaya penanggulangan kejahatan yang

lebih menitikberatkan pada upaya–upaya yang sifatnya repressive (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahat terjadi;

2. Upaya Non-Penal, merupakan upaya penanggulangan kejahatan

yang lebih menitikberatkan pada upaya-upaya yang sifatnya preventif (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan tersebut terjadi. Sasaran utama dari kejahatan ini adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan.

G.P. Hoefnagels menggambarkan ruang lingkup upaya penanggulangan kejahatan (criminal policy) sebagai berikut:

a. penerapan hukum pidana (criminal law application);

b. pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment), dan; c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing view society on crime and punishment/ mass media)5.

Berdasarkan ruang lingkup kebijakan kriminal di atas, penerapan hukum pidana (criminal law application) merupakan salah satu upaya penanggulangan kejahatan. Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan pidana sebenarnya bukan sebuah metode yang baru, melainkan cara yang paling tua, setua peradaban manusia sendiri. Bahkan,

5Ibid, hlm 41


(49)

32

ada yang secara ekstrem meyebutkan sebagai “older philosophy of crime control6.

Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pedekatan kebijakan. Artinya, terdapat keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan politik sosial, sekaligus terdapat keterpaduan (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan “penal” dan “non-penal”7.

Sebagai upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana, kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy), khususnya penegakan hukum pidana, dan juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat (sosial defence) serta usaha untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (sosial welfare)8.

Dalam hal ini Sudarto mengemukakan penggunaan hukum pidana sebagai upaya penanggulangan kejahatan hendaknya dilihat dalam hubungan keseluruhan politik kriminal atau sosial defence planning” yang merupakan bagian dari pembangunan nasional9.

Hermann Mannheim mengemukakan bahwa dalam hukum pidana terdapat dua masalah utama yang dihadapi, yaitu:

6Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan

Pidana Dengan Pidana Penjara, Op. Cit, hlm 18

7Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op. Cit, hlm 4 8Ibid, hlm 27


(50)

33

1) penentuan pandangan tentang nilai-nilai terpentingnya (the most important values) manakah yang ada pada masa pembangunan ini;

2) penentuan apakah nilai-nilai itu diserahkan untuk dipertahankan oleh hukum pidana ataukah diserahkan pada usaha-usaha lain untuk mempertahankannya10.

Dalam kebijakan hukum pidana terdapat dua masalah sentral yang harus ditentukan, yaitu:

a. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan

b. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar.

Masalah sentral yang pertama umumnya disebut sebagai proses kriminalisasi, sedangkan masalah yang kedua dikenal dengan proses penalisasi. Adapun alasan kriminalisasi pada umumnya meliputi :

1. Adanya korban;artinya, perbuatan tersebut harus menimbulkan seseuatu yang buruk atau menimbulkan kerugian.

2. Kriminalisasi bukan semata-mata ditujukan untuk pembalasan; 3. Harus berdasarkan asas ratio principle, dan

4. Adanya kesepakatan sosial ( public support)


(51)

34

Berdasarkan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan sosial, maka Sudarto berpendapat dalam menghadapi masalah sentral yang pertama di atas, harus diperhatikan hal-hal yang pada intinya :

a. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan pancasila; sehubungan dengan ini maka (penggunaan) hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat;

b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan “perbuatan yang tidak dikehendaki”, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materiil dan atau spirituiil) atas warga masyarakat; Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip “biaya dan hasil”. (cost-benefit principle);

c. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting)11. Menurut Bassiouni, tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh hukum pidana umumnya terwujud dalam kepentingan-kepentingan sosial yang mengandung

11Muladi, Op.Cit, hlm 161


(52)

35

nilai tertentu yang perlu dilindungi. Adapun kepentingan-kepentingan sosial yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. pemeliharaan tertib masyarakat;

b. perlindungan warga masyarakat dari kejahatan, kerugian atau bahaya yang tak dapat dibenarkan, yang dilakukan oleh orang lain; c. memasyarakatkan kembali (resosialisasi) para pelanggar hukum; d. memelihara atau mempertahankan integritas pandangan-pandangan

dasar tertentu mengenai keadilan sosial, martabat kemanusiaan dan keadilan individu12.

Ditegaskan selanjutnya oleh Bassiouni, bahwa: Sanksi pidana harus disepadankan dengan kebutuhan untuk melindungi dan mempertahankan kepentingan-kepentingan tersebut. Pidana hanya dibenarkan apabila ada kebutuhan yang berguna bagi masyarakat ; pidana yang tidak diperlukan, tidak dapat dibenarkan dan berbahaya bagi masyarakat. Batas-batas sanksi pidana ditetapkan pula berdasarkan kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai yang mewujudkannya. Jadi dalam hal ini, disiplin hukum pidana bukan hanyapragmatis tetapi juga berdasarkan dan berorientasi pada nilai (not only pragmatic but also value-based and value – oriented).

Dalam hal kriminalisasi dan dekriminalisasi, Bassiouni berpendapat harus didasarkan pada faktor-faktor kebijakan tertentu yang mempertimbangkan bermacam-macam faktor sebagai berikut :

12Teguh Prasetyo, Op.Cit, hlm 53


(53)

36

a) keseimbangan sarana-sarana yang digunakan dalam hubungannya dengan hasil-hasil yang ingin dicapai;

b) analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan yang dicari;

c) penilaian atau penafsiran tujuan-tujuan yang dicari itu dalam kaitannya dengan prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian sumber-sumber tenaga manusia;

d) pengaruh sosial dari kriminalisasi dan dekriminalisasi yang berkenaan dengan atau dipandang dari pengaruh-pengaruhnya yang sekunder13.

Selanjutnya, dikemukakan oleh Bassiouni sebagai berikut: bahwa pendekatan yang berorientasi pada kebijakan akan memunculkan permasalahan, yakni berkenaan dengan pengambilan keputusan yang tidak mengakomodir faktor nilai-nilai yang merupakan faktor subjektif, sehingga keputusan yang diambil cenderung akan pragmatis dan kuantitatif.

Masih menurut Bassiouni dikemukakan, bahwa penilaian emosional seyogyanya oleh badan-badan legislatif dijadikan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan tersebut (the emotionally laden value judgment approach), Sedangkan, pendekatan kebijakan dipertimbangkan sebagai salah satu scientific device digunakan sebagai alternatif . Hal ini


(54)

37

digunakan untuk menghindari proses kriminalisasi yang berlebihan, yang dapat menimbulkan:

1) krisis kelebihan kriminalisasi (the crisis of over-criminalization),

2) krisis kelampauan batas dari hukum pidana (the crisis of overreach of the criminal law).

Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya over-criminalization jika proses kriminalisasi berjalan terus-menerus, maka prinsip-prinsip model law yang dibuat oleh organization for economic co-operation and development (OECD) dapat dijadikan pedoman untuk menghindarkan under and overcriminalization, yakni sebagai berikut14:

a. ultima ratio principle, Hukum pidana disiapkan sebagai sarana terakhir atau senjata pamungkas, meskipun pada kenyataannya dewasa ini dunia internasional mulai mengarahkan hukum pidana sebagai premium remedium, khususnya pidana denda yang sekaligus dapat digunakan sebagai dana bagi pembangunan di suatu Negara.

b. precision principle ketentuan hukum pidana harus tepat dan teliti menggambarkan suatu tindak pidana. Perumusan hukum pidana yang bersifat samar dan umum harus dihindari.

c. clearness principle, tindakan yang dikriminalisasikan harus digambarkan secara jelas dalam ketentuan hukum pidana.

14Muladi, Op Cit hlm 165


(55)

38

d. principle of differentiation, adanya kejelasan perbedaan ketentuan yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini perlu dihindari perumusan yang bersifat global/terlalu luas, multipurpose atau all embracing.

e. principle of intent, tindakan yang dikriminalisasikan harus dengan dolus (intention), sedangkan untuk tindakan culpa (negligence) harus dinyatakan dengan syarat khusus untuk memberikan pembenaran kriminalisasinya.

f. principle of victim application, penyelesaian perkara pidana harus memperhatikan permintaan atau kehendak korban. Dalam hal ini kepentingan korban harus diatur dalam rangka pidana dan pemidanaan.

Dionysios D. Spinellis, Guru Besar Hukum Pidana dan Kriminologi dari Universitas Athena, Yunani mengemukakan pendapatnya mengenai proses penalisasi atau kriminalisasi suatu perbuatan, yaitu sebagai berikut15:

a. Hukum pidana harus benar-benar terbatas pada tindakan-tindakan serius yang membahayakan kondisi-kondisi kehidupan bersama manusia di masyarakat. Hukum pidana harus memberikan lebih banyak usaha dalam menyelidiki secara seksama kasus-kasus tersebut, sekaligus menjamin hak terdakwa dan hak-hak korban.

15Muladi, Op Cit hlm 171


(56)

39

b. Dalam proses pemidanaan banyak pelanggaran kecil yang semestinya dikenakan pada sebuah sistem sanksi administratif, tetapi karena sistem tersebut akan menimbulkan tindakan sewenang-wenang terhadap individu, maka perlu dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) Pelanggaran-pelanggaran harus digambarkan secara tepat dalam hukum;

b) Sanksi-sanksi harus ditetapkan setepat mungkin;

c) Para pegawai Negara yang menerapkan sanksi-sanksi tersebut harus cukup mendidik;

d) Sebuah prosedur yang tepat dan sederhana harus ditetapkan;

e) Naik banding atau jalan lain di hadapan pengadilan adalah sebuah kondisi yang sangat diperlukan.

Menurut Muladi terdapat 3 (tiga) metode pendekatan dalam kebijakan kriminalisasi dan penalisasi, yaitu16:

a. Metode Evolusioner (evolutionary approach), Metode ini memberikan perbaikan, penyempurnaan dan amandemen terhadap peraturan-peraturan yang sudah ada sebelumnya. b. Metode Global (global approach), Metode ini dilakukan

dengan membuat peraturan tersendiri di luar KUHP.

16Muladi, Op Cit, hlm 167


(57)

40

c. Metode Kompromis (compromise approach), Metode ini dilakukan dengan cara menambah bab tersendiri dalam KUHP mengenai tindak pidana tertentu.

Kebijakan dalam penanggulangan tindak pidana ini diantaranya sebagai bentuk masalah sosial bahkan masalah kemanusiaan maka kejahatan perlu segera ditanggulangi. Upaya penanggulangan kejahatan atau biasa disebut sebagai kebijakan kriminal.

Di dalam penanggulangan tindak pidana tidak hanya adanya kebijakan penanggulangan tindak pidana saja tetapi ada juga teori-teori yang mempelajari tentang penanggulangan tindak pidana.

C. TEORI-TEORI PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA 1. Penyebab Tindak Pidana

Ada empat pendekatan yang pada dewasa ini masih ditempuhdalam menjelaskan latar belakang terjadinya kejahatan, adalah :

a) Pendekatan biogenik, yaitu suatu pendekatan yang mencoba menjelaskan sebab atau sumber kejahatan berdasarkan faktor-faktor dan proses biologis.

b) Pendekatan psikogenik, yang menekankan bahwa para pelanggar hukum memberi respons terhadap berbagai macam tekanan psikologis serta masalah-masalah kepribadian yang mendorong mereka untuk melakukan kejahatan.


(58)

41

c) Pendekatan sosiogenik, yang menjelaskan kejahatan dalam hubungannya dengan poses-proses dan struktur-struktur sosial yang ada dalam masyarakat atau yang secara khusus dikaitkan dengan unsur-unsur didalam sistem budaya. d) Pendekatan tipologis, yang didasarkan pada penyusunan

tipologi penjahat dalam hubungannya dengan peranan sosial pelanggar hukum, tingkat identifikasi dengan kejahatan, konsepsi diri, pola persekutuan dengan orang lain yang penjahat atau yang bukan penjahat, kesinambungan dan peningkatan kualitas kejahatan, cara melakukan dan hubungan prilaku dengan unsur-unsur kepribadian serta sejauh mana kejahatan merupakan bagian dari kehidupan seseorang.

2. Teori-teori Penanggulangan Tindak Pidana

Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Bahwa itu dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal ialah “perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat”. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa politik criminal pada hakekatnya juga merupakan bagian integral dari politik sosial (yaitu kebijakan atau upaya untuk mencapai


(59)

42

kesejahteraan sosial). Penegasan perlunya upaya penanggulangan kejahatan diintegrasikan dengan keseluruhan kebijakan sosial dan perencanaan pembangunan (nasional), terungkap dalam pernyataan-pernyataan sebagai berikut: Sudarto pernah mengemukakan, bahwa apabila hukum pidana hendak dilibatkan dalam usaha mengatasi segi-segi negative dari perkembangan masyarakat/modernisasi (antara lain, penanggulangan kejahatan dll), maka hendaknya dilihat dalam hubungan keseluruhan politik criminal atau social defence planning, dan ini pun harus merupakan bagian integral dan rencana pembangunan nasional17.

Kebijakan penanggulangan kejahatan tidak banyak artinya apabila kebijakan sosial atau kebijakan pembangunan itu sendiri justru menimbulkan faktor-faktor kriminogen dan viktimogen.

Kebijakan integral dengan penekanan pada pengurangan atau penghapusan kondisi-kondisi yang memberikan kesempatan untuk timbulnya kejahatan juga snangat mendapatkan perhatian dari Kongres PBB ke-7 tahun 1985. Ditegaskan di dalam dokumen kongres mengenai “Crime prevention in the txt context of

development” (dokumen A/CONF.121/L.9), bahwa upaya penghapusan sebab-sebab dan kondisi yang menimbulkan kejahatanharus merupakan “strategi pencegahan yang mendasar” (the basic crime prevention strategies). Sikap dan strategi yang


(60)

43

demikian juga dilanjutkan dalam Kongres ke-8 tahun 1990 di Havana, Cuba. Dalam dokumen kongres No.A/CONF.144/L/17 (tentang “Social aspects of crime prevention and criminal justice

in the context of development”), antara lain dinyatakan:

a) bahwa aspek-aspek social dari pembangunan merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan strategi penangguangan kejahatan dan harus diberikan prioritas paling utama;

b) bahwa tujuan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan kerja sama ekonomi internasional hendaknya ditujukan untuk menjamin hak-hak asasi manusia untuk suatu kehidupan yang bebas dari kelaparan, kemiskinan, kebutahurufan, kebodohan, penyakit dan ketakutan akan perang serta member kemungkinan bagi manusia untuk hidup dalam lingkungan yang sehat.

Dalam Kongres ke-8 ini diidentifikasikan faktor-faktor kondusif penyebab kejahatan yang lebih luas dan terperinci (khususnya dalam masalah

“Urban Crime”), antara lain18:

1) Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan (kebodohan) ketiadaan atau kekurangan perumahan yang layak dan system pendidikan serta system latihan yang tidak cocok atau serasi;

18Eighth UN Congress, Dokumen A/CONF .144/L.3, dalam buku Kebijakan Hukum

Pidana, Raja Grafindo, Semarang, 2011, hlm 13 Dalam skripsi dari Kris Demirto Faot dengan Judul skripsi Tinjauan Kriminologi terhadap Tindak Pidana Perjudian Kupon Putih Di Timika Papua


(61)

44

2) Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan) karena proses intregrasi social, juga karena memburuknya ketimpangan-ketimpangan social;

3) Mengendurnya ikatan social dan keluarga

4) Keadaan-keadaan atau kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang bermigrasi ke kota-kota atau ke negera-negara lain;

5) Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian atau kelemahan dibidang social, kesejahteraan dan dalam lingkungan pekerjaan;

6) Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yang mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya (tidak cukupnya) pelayanan bagi tempat-tempat fasilitas lingkungan atau bertetangga; 7) Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern

untuk berintegrasi sebagaimana mestinya di dalam lingkungan masyarakatnya, di lingkungan keluarga, tempat pekerjannya atau di lingkungan sekolahnya;

8) Penyalahgunaan alcohol, obat bius, dan lain-lain yang pemakaiannya juga diperluas karena factor-faktor yang disebut diatas.

9) Meluasnya aktivitas kejahatan yang terorganisasi, khususnya perdagangan obat bius dan penadahan barang-barang curian;


(62)

45

10)Dorongan-dorongan ide dan sikap (khususnya oleh mass media) yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak) atau sikap-sikap intoleransi.

Perjudian sudah seringkali dianggap sebagai hal yang wajar dan sah (legal), namun di sisi lain sangat dirasakan berdampak negatif dan snagat mengancam ketertiban sosial masyarakat. Di jaman sekarang ini perjudian tidak lagi dianggap pelanggaran melainkan dianggap senagai kejahatan. Dalam usaha untuk menanggulangi kejahatan perjudian mempunyai dua cara yaitu preventif (mencegah sebelum terjadinya kejahatan) dan tindakan represif (usaha sesudah terjadinya kejahatan). Berikut ini diuraikan pula masing-masing usaha tersebut:

Tindakan Pre Emtif adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-entif adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi, dalam usaha pre-emtif faktor niat menjadi hilang meskipun ada kesempatan

.

Tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan. Menurut A. Qirom Samsudin M, dalam kaitannya untuk melakukan tindakan preventif adalah mencegah kejahatan lebih baik daripada mendidik penjahat menjadi baik


(63)

46

kembali, sebab bukan saja diperhitungkan segi biaya, tapi usaha ini lebih mudah dan akan mendapat hasil yang memuaskan atau mencapai tujuan19.

Tindakan Represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindakan pidana.20 Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan khusus, yaitu suatu usaha untuk menekankan jumlah kejahatan dengan memberikan hukuman (pidana) terhadap pelaku kejahatan dan berusaha pula melakukan perbuatan denganjalan memperbaiki si pelaku yang berbuat kejahatan. Jadi lembaga permasyarakatan bukan hanya tempat untuk mendidik narapidana untuk tidak lagi menjadi jahat atau melakukan kejahatan yang pernah dilakukan. Kemudian upaya penanggulangan kejahatan yang sebaik-baiknya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Sistem dan operasi Kepolisian yang baik. 2. Peradilan yang efektif.

3. Hukum dan perundang-undangan yang berwibawa.

4. Koodinasi antar penegak hukum dan aparatur pemerintah yang serasi.

5. Partisipasi masyarakat dalam penangulangan kejahatan.

6. Pengawasan dan kesiagaan terhadap kemungkinan timbulnya kejahatan.

19 A. Qirom Samsudin M, Sumaryo E., Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi

Psikologis dan Hukum, Liberti, Yogyakarta, 1985, hal. 46

20 Soejono D,Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Alumni, Bandung, 1976,


(64)

47

7. Pembinaan organisasi kemasyarakatan.21

Pokok-pokok usaha penanggulangan kejahatan sebagaimana tersebut diatas merupakan serangkaian upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh polisi dalam rangka menanggulangi kejahatan, termasuk tindak pidana perjudian.

Hal menarik yang dari pernyataan di atas adalah:

a) Kejahatan tidak dipandang sebagai “masalah hukum” semata, tetapi sebagai masalah social;

b) Penanggulangan kejahatan bukan semata-mata urusan para penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan), tetapi sebagai “masalah atau urusan dalam negeri” yang melibatkan berbagai departemen.

c) Penanggulangan kejahatan dilakukan secara integral dengan lebih di fokuskan pada upaya preventif atau kaustatif, yaitu dengan menanggulangi “sebab dan kondisi” khususnya dalam kasus perjudian ini.

21 Soedjono, D, Op. Cit, hal. 45.


(65)

48

BAB III

KETENTUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Perjudian 1. Pengertian umum tentang Perjudian

Perjudian merupakan salah satu permainan tertua di dunia hampir di seluruh Negara bahkan dunia mengenal sebagai salah satu

permainan untung-untungan. Judi juga merupakan sebuah

permasalahan sosial di karenakan dampak yang di timbulkan amat sangat negative bagi kepentingan nasional terutama bagi generasi muda karena menyebabkan para pemuda cenderung malas dalam bekerja dan dana yang mengalir dalam permainan ini cukup besar sehingga dana yang semula dapat digunakan untuk pembangunan malah mengalir untuk permainan judi, judi juga bertentangan dengan agama, moral, serta kesusilaan. Permainan judi juga dapat menimbulkan ketergantungan dan menimbulkan kerugian dari segi materiil dan imateriil tidak saja bagi para pemain tetapi keluarga mereka sekaligus1.

Judi atau permainan “judi” atau “perjudian ” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah permainan dengan memakai uang sebagai taruhan.2 Berjudi ialah mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan

1

Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT. Tatanusa, Jakarta hal 230


(66)

49

mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula3. Dalam bahasa inggris judi maupun

perjudian dalam arti sempit artinya gamble yang artinya “play cards or other games for money ; to risk money on future event or possible happening. Dan yang terlibat dalam permainan disebut a gamester

atau a gambler yaitu one who plays cards or other games for money4.

Kartini Kartono mengartikan judi sebagai pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan

tertentu pda peristiwa-peristiwa, permainan pertandingan,

perlombaan, dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya5. Dalam tafsir Kitab Undang-undang Hukum Pidana Judi

diartikan sebagai:

“Permainan judi berarti harus diartikan dengan artian yang luas

juga termasuk segala pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pacuan kuda atau lain-lain pertandingan, atau segala pertaruhan dalam perlombaan-perlombaan yang diadakan antara dua orang yang tidak ikut sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu, misalnya totalisator dan lain-lain”6.

Seorang antropolog mengatakan sangat sulit untuk memisahkan perilaku judi dari masyarakat kita terlebih masyarakat Indonesia atau

3ibid

4Michael West, An International Reader‟s Dictionary, Longman Group Limited, London, 1970, hlm. 155. 5Kartini Kartono, Patologi Sosial, jilid I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 56.


(1)

117 WEBSITE

Yudha Manggala P Putra, Polri: Motor Sumbang Angka Kecelakaan Paling Besar,(sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek nasional/13/04/26/mlv5tg-polrimotor-sumbang-angka-kecelakaan-paling-besar).html

WAWANCARA

Bapak Widiyanto salah satu anggota Satlantas (Satuan Lalu Lintas) Polres Kendal Bapak Suharno salah satu anggota Satlantas (Satuan Lalu lintas) Polsek Ptebon Kendal

Bapak Sutikna salah satu anggota Kasat Reskrim Polres Kendal Indra Sakti Pamungkas Bandar judi serta joki balap liar


(2)

118

DAFTAR PUSTAKA

Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2005, hal. 158

A. Qirom Samsudin M, Sumaryo E., Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi

Psikologis dan Hukum, Liberti, Yogyakarta, 1985, hal. 46

Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Dahlia Indonesia, Jakarta, 1997.

hlm.17

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana

(Menyongsong Generasi Baru Hukum Pidana Indonesia), Pidato

Pengukuhan Guru Besar FH UNDIP, Semarang, 1994 hlm.1

Chainur Arasjid, Dasar - Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2000),

hlm 133

Dali Mutiara, Tafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia,

Jakarta, 1962, hlm. 220

D Simbons dalam Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, 1990.

hlm. 41.


(3)

119 Yogyakarta:Gentha Publisihng,hlm2.

Eighth UN Congress, Dokumen A/CONF .144/L.3, dalam buku Kebijakan Hukum

Pidana, Raja Grafindo, Semarang, 2011, hal 13

E. Mezger dalam Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Dahlia

Indonesia, Jakarta, 1997. hlm. 89.

Friedmann. Legal Theory, Ibid., hlm. 2.

Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum

Pidana, PT. Tatanusa, Jakarta hal 230

J. Bauman dalam dalam Bambang Poernomo, Ibid, hlm. 89

Kartini kartono, Pantalogi Sosial, Rajawali Pers, 1981, Jakarta, hlm 53

Kartini Kartono, Patologi Sosial, jilid I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005,

hlm. 56.

Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja, Ed.1, Cet.3, Jakarta (PT.

Raja Grafindo Persada , 1998), hlm. 12-13.

Marzuki Mahmud Peter,Dr , Prof, SH.,MH.,LLM, Penelitian Hukum, Kharisma

Putra Utama,2010, Hal 128


(4)

120 London, 1970, hlm. 155

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung:

Alumni, 1992), hal. 119.

Muladi, Lembaga Pidana ... op.cit. hlm. 10.

Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002. hlm. 1.

Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002. hlm. 63.

Nurdin H. Kistanto, Kebiasaan Masyarakat Berjudi, Harian Suara Merdeka,

Minggu, 4 November 2001, hal. 8

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka,

Jakarta, 1995, hlm. 419.

Sutedjo Wagiati, Hukum Pidana Anak,Refika Aditama

Bandung, 2010,hlm 9

Ronny Hanitijo Soemitro, Beberapa Masalah Dalam Studi Hukum dan

Masyarakat, Remadja Karya, CV. Bandung, 1985, hlm. 132

Satjipto Raharjo, Sosiologi Hukum, Bandung Angkasa, hlm 12-13

Singarimbun, Masri dan Efendi Sofwan, Metode Penelitian Survei, (Jakarta :


(5)

121

Soejono D,Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Alumni, Bandung,

1976, Hal.32

Soedjono, D, Op. Cit, hal. 45.

Sudarto, Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru:Bandung,

1983 hlm. 66-68

Sudarto, 1974, Suatu Dilema Dalam Pembaharuan Sistem Pidana Indonesia,

Pusat Study Hukum dan masyarakat, FH UNDIP Semarang, hlm. 2

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1983, hal.50

Sudarto, Hukum Pidana, Alumni: Bandung, Cet. ke-2, 1981 hlm. 102

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, 1981, hlm 104

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum(Suatu Pengantar), Liberty Yogyakarta,

1996.hlm 1

Sutedjo Wagiati, Hukum Pidana Anak,Refika Aditama Bandung, 2010,hlm 9

Van Hamel dalam Moeljatno, Azas-Azas Hukumop.cit. hlm. 56.

W.P.J. Pompe dalam Bambang Poernomo, Ibid, hlm. 89

Wantjik Saleh, Perlengkapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia


(6)

122 WEBSITE

Yudha Manggala P Putra, Polri: Motor Sumbang Angka Kecelakaan Paling Besar,(sumber: http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek nasional/13/04/26/mlv5tg-polrimotor-sumbang-angka-kecelakaan-paling-besar).html

WAWANCARA

Bapak Widiyanto salah satu anggota Satlantas (Satuan Lalu Lintas) Polres Kendal Bapak Suharno salah satu anggota Satlantas (Satuan Lalu lintas) Polsek Ptebon Kendal

Bapak Sutikna salah satu anggota Kasat Reskrim Polres Kendal Indra Sakti Pamungkas Bandar judi serta joki balap liar