1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan berkembangnya dunia industri, dunia kerja selalu dihadapkan pada tantangan-tantangan baru yang harus bisa segera diatasi bila
perusahaan tersebut ingin tetap eksis. Berbagai macam tantangan baru muncul seiring dengan perkembangan jaman. Namun masalah yang selalu berkaitan dan
melekat dengan dunia kerja sejak awal dunia industri dimulai adalah timbulnya kecelakaan kerja Bhina Patria, 2003.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa
kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini
merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber
daya yang
tidak dapat
digantikan oleh
teknologi apapun.
Kerugian yang langsung yang nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan. Sedangkan biaya tak langsung
yang tidak nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik, penghentian alat produksi, dan hilangnya waktu
kerja Bhina Patria, 2003. Jumlah kerugian materi yang timbul akibat kecelakaan kerja sangat besar.
Sebagai ilustrasi bisa dilihat catatan
National Safety Council
NSC tentang
kecelakaan kerja yang terjadi di Amerika Serikat. Di Amerika pada tahun 1980 kecelakaan kerja telah membuat kerugian bagi negara sebesar 51,1 milyar dollar.
Kerugian ini setiap tahun terus bertambah seiiring dengan berkembangnya dunia industri di Amerika.
Pada tahun 1995 jumlah kerugian yang diderita oleh pemerintah Amerika sudah mencapai angka 119 milyar dollar. Pertumbuhan kerugian sebesar 67,9
milyar dollar selama 15 tahun merupakan angka yang sulit dibayangkan besarnya. Kerugian ini belum termasuk hilangnya korban jiwa yaitu setiap tahun 1 dari 10
pekerja tewas
atau terluka
dalam kecelakaan
kerja. Di Indonesia sendiri sangat sulit menentukan jumlah angka kerugian materi yang
muncul akibat dari kecelakaan kerja. Hal ini karena setiap kejadian kecelakaan kerja perusahaan bersangkutan tidak berkenan menyampaikan kerugian materi
yang mereka derita. Namun menurut catatan dari Departemen Tenaga Kerja Depnaker pada tahun 1999 terjadi 27.297 kasus kecelakaan kerja, dengan jumlah
korban mencapai 60.975 pekerja. Dari sejumlah korban tersebut terdiri dari 1.125 pekerja tewas, 5.290 cacat seumur hidup dan 54.103 pekerja sementara tidak bisa
bekerja. Melihat angka-angka tersebut tentu saja bukan suatu hal yang
membanggakan. Keadaan ini sangat mengganggu keberadaan perusahaan- perusahaan tersebut. Tentu saja perusahaan-perusahaan tersebut tidak tinggal diam
dalam menghadapi angka kecelakaan yang begitu besar. Perusahaan-perusahaan banyak mengeluarkan dana setiap tahun untuk meningkatkan keselamatan di
lingkungan perusahaan agar angka kecelakaan kerja yang tinggi bisa diatasi. Dana
yang besar tersebut digunakan terutama untuk menambah alat-alat keselamatan kerja alat pemadam kebakaran, rambu-rambu, dll., memperbaiki proses produksi
agar lebih aman dan meningkatkan sistem manajemen keselamatan kerja secara keseluruhan. Dalam beberapa tahun terakhir memang upaya tersebut bisa
mengurangi angka kecelakaan kerja. Namun masih jauh untuk mencapai angka kecelakaan kerja yang minimal.
Kenyataan bahwa ternyata perbaikan yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut belum bisa menurunkan angka kecelakaan kerja seminimal mungkin
membuat para ahli dibidang industri bertanya-tanya faktor apakah yang terlupakan dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Suizer 1999 salah seorang praktisi
Behavioral Safety
mengemukakan bahwa para praktisi
safety
telah melupakan aspek utama dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja yaitu aspek
behavioral
para pekerja. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Dominic Cooper. Cooper 1999 berpendapat walaupun
sulit untuk di kontrol secara tepat, 80-95 persen dari seluruh kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh
unsafe behavior
. Pendapat Cooper tersebut didukung oleh hasil riset dari NCS tentang
penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Hasil riset NCS menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan kerja 88 adalah adanya
unsafe behavior
, 10 karena unsafe condition dan 2 tidak diketahui penyebabnya. Penelitian lain yang
dilakukan oleh DuPont Company menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 96 disebabkan oleh
unsafe behavior
dan 4 disebabkan oleh
unsafe condition
.
Unsafe behavior
adalah tipe perilaku yang mengarah pada kecelakaan seperti
bekerja tanpa menghiraukan keselamatan, melakukan pekerjaan tanpa ijin, menyingkirkan peralatan keselamatan, operasi pekerjaan pada kecepatan yang
berbahaya, menggunakan peralatan tidak standar, bertindak kasar, kurang pengetahuan, cacat tubuh atau keadaan emosi yang terganggu Miner,1994.
Menurut Suizer peningkatan peraturan keselamatan;
safety training
; peningkatan alat-alat produksi; penegakan disiplin dan lain-lain belum cukup
untuk mencegah kecelakaan kerja. Perubahan yang didapatkan tidak bisa bertahan lama karena para pekerja kembali pada kebiasaan lama yaitu
unsafe behavior
. Berdasarkan acuan bahwa
unsafe behavior
merupakan penyumbang terbesar dalam terjadinya kecelakaan kerja maka untuk mengurangi kecelakaan kerja dan
untuk meningkatkan
safety performance
hanya bisa dicapai dengan usaha memfokuskan pada pengurangan
unsafe behavior,
dan menerapkan
safety behavior
di tempat kerja, yang bila diterapkan oleh seluruh pekerja maka akan tercipta
safety culture
di tempat kerja. Melalui kegiatan pemantauan di
workshop
P.T. Trakindo Utama Cabang Jakarta, penulis mencoba untuk memberikan gambaran mengenai upaya
pengendalian angka kecelakaan dengan penerapan
safety behavior
melalui laporan dengan judul
“
Gambaran Upaya Penerapan Safety Behavior di Area Workshop P.T. Trakindo Utama Cabang Jakarta
.”
B. Rumusan Masalah