DOMINASI PASAR MODERN TERHADAP PASAR TRADISIONAL (Studi Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Pasar Pada Pemerintah Kota Metro)

(1)

DOMINASI PASAR MODERN TERHADAP PASAR

TRADISIONAL

(Studi Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Pasar Pada Pemerintah

Kota Metro)

(Skripsi)

Oleh RAMADHANI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 22 April 1987. Merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Syafrizal dan Ibu Dewita

Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1992 di Taman Kanak-kanak Islam Aisiyah, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro hingga tahun 1993. Pendidikan Sekolah Dasar pada SD N 1 Kota Metro, diselesaikan tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada SLTP Muhammadiyah 1 Metro, diselesaikan pada tahun 2002, kemudian Sekolah Lanjutan Umum pada SMU Institut Indonesia 1 Yogyakarta, diselesaikan tahun 2005, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Lampung melalui Selekasi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Semasa menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Pada tahun 2006/2007 penulis tercatat sebagai anggota bidang Kajian Pengembangan Keilmuan Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (HIMAGARA) Fisip Unila, kemudian pada tahun 2007/2008 sebagai Kepala Divisi Jasmani pada bidang Minat dan Bakat Himagara FISIP Unila.


(3)

Beberapa pelatihan juga pernah diikuti, antara lain Pelatihan Motivation Development Training (MDT) tahun 2007, Pelatihan Analisis Kebijakan Publik Himagara Fisip Unila tahun 2007, Pada bulan Juli – Agustus tahun 2008, penulis bersama rekan-rekan mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara ikut serta dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Kelurahan Sumber Sari Bantul, Kota Metro.


(4)

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT,

pemilik semesta alam, yang selalu melimpahkan

rahmat dan HidayahNya kepadaku,

Dengan segala kerendahan hatiku, karya sederhana

ini didedikasikan untuk:

Bapak dan Ibu serta Kakak danAdikku tercinta

yang selalu memberikan yang terbaik untukku

Terima kasih atas segala cinta, pengorbanan,

kesabaran, dan do’a dalam menanti

keberhasilanku.

Keluarga besar yang senantiasa memberikan dorongan

kepadaku

Naunganku HIMAGARA

Teman, Sahabatku, Adik dan Kakak Tingkatku

Yang Selalu Memberi Warna dalam Hidupku


(5)

SANWACANA

Alhamdullilah segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik.

Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap dominasi pasar modern terhadap pasar tradisional (Studi Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Pasar Pada Pemerintah Kota Metro). Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain:

1. Papa dan mama tercinta yang amat sangat mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, menyediakan kecukupan kebutuhan baik materi maupun non materi juga lahiriah dan jasmaniah, karena tanpa mereka penulis tidaklah bisa menjadi apa-apa hingga saat ini.


(6)

2. Kakakku Rio Novihenri S.T dan uniku Nanda Safitri yang memberikan motivasi tersendiri untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Adiku, Akbar hanafitrah yang menjadi penyemangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Rahayu Sulistyowati, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fisip Universitas Lampung.

5. Bapak Syamsul Ma’arif, S.Sos, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fisip Universitas Lampug yang telah membantu di saat proses awal penyusunan serta penyelesaian skripsi ini, dari hal yang bersifat administratif maupun motivasi berupa masukan yang sangat inspiratif

6. Bapak Nana Mulyana, S.IP., M.Si selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan bimbingan, pengarahan, saran serta masukan dalam proses penyusunan skripsi ini. 7. Bapak Fery Triatmojo, S.A.N, M.PA selaku pembimbing pembantu yang

sangat membantu penulis utntuk menyelesaikan skripsi ini. Serta dapat waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan bimbingan, pengarahan, saran serta masukan dalam proses penyusunan skripsi ini

8. Bapak Dr.Bambang Utoyo .S.,.M.Si. selaku penguji yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang baik kepada penulis.

9. Seluruh Dosen yang telah berbagi ilmu dan pengalaman selama penulis menjalani masa studi di Fisip Unila ini

10.Segenap Karyawan Fisip Unila yang telah memberi kelancaran dan kenyamanan selama penulis menimba ilmu dan beraktivitas di kampus ini


(7)

11.Buat abang-abang Negara ‘99-’04

12.Teman-teman Administrasi Negara ‘2005 13.Administrasi Negara ‘2006, 2007 n 2008

14.Adik-adik tingkatku, administrasi Negara ’09, ‘010 dan ‘011

15.Seluruh warga fisip, dan unila umumnya yang telah melewati beberapa hal dengan penulis yang tidak dapat di sebutkan satu persatu.

16.Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas segala kontribusi kebersamaan dan pembelajaran selama berproses mengenal hidup dan menjalani kehidupan.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna serta bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

Halaman BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan publik ... 10

1. Pengertian Kebijakan Publik ... 10

2. Tahap-tahap Kebijakan Publik ... 15

B. Tinjauan Tentang Evaluasi Kebijakan Publik ... 18

1. Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik... 19

2. Langkah-langkah dalam Evaluasi Kebijakan ... 21

3. Tipe-Tipe Evaluasi Kebijakan Publik ... 24

C. Dampak Kebijakan Publik ... 28

D. Tinjauan Tentang Dominasi Pasar ... 30

1. Pengertian Dominasi ... 30

2. Pengertian Pasar... 32

D. Kerangka Pikir Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 41

B. Fokus Penelitian ... 42

C. Lokasi Penelitian ... 43

D. Jenis Data dan Sumber Data ... 44

1. Jenis Data ... 44


(9)

H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 51

1. Profil Kota Metro ... 51

2. Profil Dinas Pasar Kota Metro ... 59

B Hasil ... 68

1. Orientasi dominasi yang dilakukan oleh pasar Modern terhadap pasar tradisional di Kota Metro ... 69

2. Dampak kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro. ... 76

C. Pembahasan. ... 82

1. Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Pasar Pada Pemerintah Kota Metro ... 82

2. Orientasi dominasi yang dilakukan oleh pasar Modern terhadap pasar tradisional di Kota Metro ... 90

3. Dampak kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kondisi Tanah di Kota Metro ... 56

2. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Metro, Tahun 2008 (per Mei) ... 57

3. Data Pasar Kota Metro ... 66


(12)

DAFTAR PUSTAKA

Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo : Yogyakarta

Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Edi, Suharto. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika Aditama : Bandung

Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005. Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi Kebijakan atau Program, Surakarta: Pustaka Cakra.

Harahap, Sofyan Safri. 2001. Sistem Pengawasan manajemen

(management control system). Jakarta:Quantum

Idrus, M. 2007. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). UII Press : Yogyakarta

Islamy, M.I. 2003. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara : Jakarta

Kotler, Philip, 1985, Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, (Terjemahan), Jakarta : Salemba Empat, Printice Hall, Edisi Indonesia

Malano, Herman. 2011. Selamatkan Pasar Tradisional. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Moleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Roesdakarya : Bandung


(13)

Parson, W, 1995. Public Policy, An Introduction to the Theory and Practice of Policy Analysis, Aldershot Edward Elgar Publishing United Kingdom

Sedarmayanti, 2004, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik),

Bagian Kedua, Bandung : CV. Mandar Maju.

Sidanius,Pratto, F.1999. Social Dominance Theory (a New Synthesis in Social Dominance). Cambridge University Press

Soeprapto, R. 2000. Evaluasi Kebijakan Publik (Suatu Pendekatan). UM Press : Malang

Wahab, Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Widodo, MS Joko, 2001, Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, Malang: Bayumedia

Wiyoto, B. 2005. Riset Evaluasi Kebijakan Publik, Mitos Ketakutan Birokrasi, Instrumen, Strategik Good Governance. Bucetid : Malang.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sistem otonomi daerah, telah terjadi perpindahan sebagian kewenangan yang tadinya berada di Pemerintahan Pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga daerah otonom bisa lebih tanggap terhadap tuntutan masyarakat berdasarkan kemampuan dan potensi yang dimiliki di daerah tersebut. Tuntutan layanan oleh masyarakat sangat meningkat sehingga menimbulkan persaingan ketat dalam bisnis layanan masyarakat baik antara pihak pemerintah maupun dengan swasta, di tingkat pusat maupun tingkat daerah.

Kebijakan publik merupakan suatu keputusan yang diambil oleh seorang atau sekelompok aktor politik mengenai tujuan yang ingin dicapai dimana disertai dengan tata cara untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Anderson (Winarno, 2008:18) kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Ini berarti bahwa kebijakan publik itu memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan.


(15)

Menurut Anderson dalam Winarno (2002:18) kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Ini berarti bahwa kebijakan publik itu memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan. Kebijakan publik merupakan suatu keputusan yang diambil oleh seorang atau sekelompok aktor politik mengenai tujuan yang ingin dicapai dimana disertai dengan tata cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elite apabila program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh sebeb itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi, agen-agen pemerintah ataupun melibatkan pihak swasta. Maka suatu kebijakan publik sangatlah penting untuk diimplementasikan, agar masyarakat dapat merasakan tujuan daripada dibentuknya suatu kebijakan ini.

Berlakunya undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian diganti dengan Undang No. 32 tahun 2004 Jo. Undang-Undang No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, membuat Pemerintah daerah lebih leluasa dalam mengatur daerahnya termasuk dalam memberikan pelayanan kepada publik, baik kelompok pelayanan yang bersifat administratif, barang (jaringan listrik, jaringan telpon dan lainnya), maupun jasa (pendidikan, kesehatan perdagangan dan lainnya)

Menurut Ekowati (2005:55) Indonesia adalah negara dengan mayoritas konsumen berasal dari kalangan menengah ke bawah. Kondisi ini menjadikan


(16)

kosumen Indonesia tergolong ke dalam konsumen yang sangat sensitif terhadap harga. Ketika faktor harga rendah yang sebelumnya menjadi keunggulan pasar tradisional mampu diruntuhkan oleh pasar modern, secara relatif tidak ada alasan konsumen dari kalangan menengah ke bawah untuk tidak turut berbelanja ke pasar modern dan meninggalkan pasar tradisional.

Pasar modern memiliki keunggulan ditengah masyarakat yaitu dari segi pelayanan yang menarik, harga terjangkau dan serba instan. Pasar ini memiliki penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen akhir.

Dalam membangun suatu pusat pembelajaan modern, pemerintah dan pengembang pasar harus memperhatikan beberapa aspek dari rencana pembangunan tersebut, yaitu aspek psikologis, aspek historis, aspek lingkungan, aspek hukum, dan aspek finansialnya. Kedua aspek yang pertama merupakan hal dasar yang harus dikaji terlebih dahulu dan dimusyawarahkan dengan pedagang-pedagang yang dulunya menempati kawasan yang akan dibangun sebagai pasar modern tersebut. Keberadaan pasar modern tidak boleh memberikan dampak negatif kepada para pedagang di daerah tersebut.

Keunggulan pasar tradisional mungkin juga didapat dari lokasi. Masyarakat akan lebih suka berbelanja ke pasar-pasar yang lokasinya lebih dekat. Akan tetapi saat ini pusat-pusat perbelanjaan modern terus berkembang memburu lokasi-lokasi potensial. Dengan semakin marak dan tersebarnya lokasi pusat perbelanjaan modern maka keunggulan lokasi juga akan semakin hilang. Kedekatan lokasi kini tidak lagi dapat dijadikan sumber keunggulan yang berkelanjutan.


(17)

Menurut

Malano

(2011:7) jumlah konsumen yang berbelanja di pasar modern semakin meningkat, pangsa pasar modern telah mencapai lebih 30 persen melonjak tajam dalam sepuluh tahun terakhir ini. Hal ini menyebabkan berkurangnya pangsa pasar tradisional. Hasil survei PT AC Nielsen Indonesia terhadap 47 kategori produk di pasar modern dan pasar tradisional sepanjang 2004 (Januari-Desember), menunjukkan kategori produk di pasar tradisional mencapai 1,7 juta unit, kontribusi pasar tradisional sebesar 69,9 persen , turun dari tahun sebelumnya yaitu 73,7 persen (2003), 74,8 persen (2002), 75,2 persen (2001), dan 78,1 persen (2000).

Malano (2011:10) mengatakan bahwa pertumbuhan yang tidak seimbang antara pasar modern dengan pasar tradisional mengarah pada menurunnya tingkat pertumbuhan pasar tradisional. Apalagi pasar tradisional mengalami kekurangan sarana dan prasarana serta para pemasok. Menurut survei AC Nielsen pada 2004-2006, pertumbuhan pasar tradisional mengalami penurunan sebesar 8,1 persen pertahun karena terdesak oleh pasar modern yang jumlahnya tumbuh mencapai 31,4 persen. Departemen perdagangan mencatat terdapat 13.450 unit pasar tradisional di seluruh Indonesia menjadi tempat berkumpulnya 12,6 juta pedagang. Survei AC Nielsen pada tahun 2004 juga menyebutkan pangsa pasar-pasar modern yang terdiri dari hypermarket, supermarket, minimarket, dan

depertement store, rata-rata tumbuh sekitar 16 persen pertahun. Sedangkan di pasar tradisional hanya tumbuh 5 persen pertahun.

Pada umumnya pedagang pasar tradisional mempunyai skala yang kecil dan biasanya untuk mendapatkan produk tidak langsung dari produsen tetapi harus


(18)

melalui beberapa pedagang perantara. Sedangkan di pasar modern mempunyai modal yang sangat besar dan menjalin hubungan atau bekerjasama langsung dengan pemasok besar dalam jangka waktu yang cukup lama.

Bagaimanapun juga pasar tradisional lebih menggambarkan denyut nadi perekonomian rakyat kebanyakan. Masih banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada pasar tradisional mulai dari para pedagang kecil, kuli panggul, pedagang asongan, hingga tukang becak. Sudah banyak kios di pasar tradisional yang harus tutup karena sulit bersaing dengan pasar modern. Data dari Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional Seluruh Indonesia (APPSI) pada tahun 2005 seperti dikutip website Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, bahwa sekitar 400 toko di pasar tradisional harus tutup usaha setiap tahunnya. Jumlah ini kemungkinan akan terus bertambah seiring kehadiran pasar modern yang kian marak. Kondisi semacam ini tentu sungguh memprihatinkan.

Pedagang tradisional selama ini merupakan salah satu pilar utama perekonomian nasional, karena sifatnya yang swadaya dan merupakan usaha ekonomi sebagian besar wirausahawan di Indonesia. Kebijakan pengembangan pasar modern harus memperhatikan aspek perhatian terhadap keberadaan pasar tradisional, sehingga tidak menyebabkan gangguan dalam pelaksanaannya.

Angka-angka penurunan dan kemerosotan yang menunjukkan hal itu tak bisa dipungkiri. Jalan globalisasi pasar atau liberalisasi ritel yang dijalankan pemerintah memang membawa konsekuensi baru yakni persaingan antara yang modern dan tradisional. Kekalahan pasar tradisional selama ini karena tidak siap bersaing dengan modernisasi pasar ritel. Pasar tradisional bertahan untuk


(19)

mempertahankan konsumennya dengan keberadaan yang apa adanya, sedangkan pasar modern berupaya keras menarik konsumen untuk berbelanja dengan promosi yang berorientasi pada nilai tambah dan keuntungan konsumen

Kota Metro merupakan kota yang memiliki penduduk sekitar 152 ribu jiwa dengan mata pencaharian paling besar berada di sektor jasa (28,56%) (sumber: www.kotametro.go.id diakses tanggal 9 febuari 2011).Maka dari itu Kota Metro diarahkan untuk menjadi kota jasa. Untuk mewujudkan Kota Metro agar menjadi kota jasa maka perlu didukung oleh infrastruktur yang memadai. Untuk itu kota Metro memerlukan adanya infrastuktur yang lebih baik, dimana infrastruktur ini mencakup ruang-ruang aktifitas bagi masyarakat seperti ruang perdagangan, perkantoran, rekreasi, dan sebagainya.

Mengenai visi Kota Metro sebagai kota Jasa, maka pemerintah Kota metro perlu melakukan hal yang sesuai dengan visi tersebut. Pembangunan infrastruktur perlu dilakukan untuk memenuhi visi tersebut. Dalam hal ini, Pemerintah Kota Metro mengeluarkan kebijakan tentang penataan pembangunan pasar Kota Metro

Keinginan Pemerintah Kota Metro dalam penataan pembangunan pasar Kota Metro ini dituangkan di dalam SK nomor 173/KPTS/D.10/2007 tentang Pembentukan Tim Evaluasi Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro, Surat nomor 800/651/DPRD/2007 tentang Persetujuan Rencana Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro dan Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Metro dengan PT. Nolimax Jaya nomor 20/KSAD-L/02/2007, dan nomor 167/PKS/NJ/2007 yang kemudian dibuat perjanjian tambahan (addendum)


(20)

dengan nomor 20/KSDD-D/07/2009 tentang Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro dan Pengelolaan Mall, Kios, Ruko dan Hamparan beserta Fasilitas Penunjangnya diatas tanah seluas 2,4 Ha yang terletak di Kota Metro Lampung (Kawasan Niaga Metro Mega Mall).

Kota Metro sendiri memiliki beberapa pasar tradisional, diantaranya: Pasar Nuban, Pasar Cendrawasih, Pasar Kopindo, Pasar Terminal Kota, Pasar Shopping Center, Pasar Sumur Bandung, Pasar Margorejo, Pasar Tejo Agung, Pasar Sumber Sari dan Pasar Ganjar Agung yang memiliki potensi apabila dikembangkan dan dapat bersaing dengan pasar modern sehingga visi Kota Metro sebagai Kota Jasa dapat diwujudkan..

Sementara, akhir-akhir ini pusat-pusat perbelajaan modern di Kota Metro berkembang sangat pesat. Pusat perbelanjaan modern seperti Indomaret, Alfamart, dan beberapa ruko/minimarket serta akan di bangunnya Metro Mega Mall, merupakan pesaing dan akan mengancam keberadaan pedagang di pasar tradisional. Berikut merupakan pasar-pasar modern yang ada di Kota Metro:


(21)

Tabel 1:

Jumlah Pasar Modern di Kota Metro

No IDM Alamat

1 Chandra

Departement Store

Jl. Jenderal Sudirman Kel Metro Pusat, Kec Metro, Metro. 34100

2 Chandra Mini market Jl. Raya Ahmad Yani Kel Tejo Agung, Kec Metro Timur,Metro-34111

3 IDM Imam Bonjol 2 Jl. Imam Bonjol No 123, Hadimulyo, Metro Pusat – Metro

4 IDM Ryacudu Metro Jl. Ryacudu / Nuban No.60 Metro Kec. METRO Raya

5 IDM Budi Utomo Jl. Budi Utomo Margorejo Metro Selatan 6 IDM Yos Sudarso

Metro

Jl. Yos Sudarso No.102, Kel Metro Pusat, Kec Metro, Metro. 34100

7 IDM Ahmad Yani Metro

Jl Ahmad Yani Metro, Kel Iring Mulyo, Kec Metro Timur,Metro.34100

8 IDM Jendral Sudirman Metro

Jl. Raya Jendral Sudirman, Kel Ganjar Agung, Kec Metro Barat, Metro. 34111

9 IDM Soekarno Hatta Metro

Jl. Raya Soekarno Hatta Metro, Kel Mulyo Jati, Kec Metro Barat, Metro. 34125

10 IDM AH Nasution Metro

JL Raya AH Nasution Kel Yoso Rejo, Kec Metro. 34112

11 IDM AH Nasution 2 Metro

Jl. Raya Ahmad Yani Kel Tejo Agung, Kec Metro Timur,Metro-34111

Sumber: Daftar Toko All Reguler ( Pt. Indomarco Prismatama Cab. Lampung)

Selain data-data tersebut diatas, hasil pra-riset peneliti mencatat setidaknya ada 11 toko alfamart yg tersebar di Kota Metro. Serta akan di bangunnya Metro Mega Mall yang keberadaannya akan mengancam keberadaan pasar tradisional dan masyarakat kecil yang menggantungkan hidup kepada pasar tradisional.

Ruang bersaing pedagang pasar tradisional kini juga mulai terbatas. Bila selama ini pasar tradisional dianggap unggul dalam memberikan harga relatif lebih rendah, pasar modern dengan akses langsung mereka terhadap produsen juga dapat menurunkan harga pokok penjualan mereka sehingga mereka mampu menawarkan harga yang lebih rendah. Sebaliknya para pedagang pasar


(22)

tradisional umumnya mempunyai skala yang kecil dalam menghadapi rantai pemasaran yang cukup panjang untuk membeli barang yang akan dijualnya. Keunggulan biaya rendah pedagang tradisional kini mulai terkikis.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan keberadaaan pasar modern. Sudah menjadi sifat konsumen dimana akan lebih senang memilih tempat yang lebih nyaman, barang lebih lengkap dan harga lebih murah, di mana hal tersebut bisa diakomodasi pasar modern. Perubahan yang diinginkan dengan adanya kebijakan penataan pembangunan pasar dengan membangun pasar modern ini adalah sebenarnya agar Kota Metro dapat memiliki pasar yang lebih baik dan ideal serta modern. Sasarannya adalah masyarakat, masyarakat sebagai pihak penjual atau para pedagang. Namun, dampak yang dihasilkan dalam waktu jangka pendek ternyata justru berakibat negatif, yaitu respon perlawanan dari para pedagang. Keinginan pemerintah untuk mengubah mindset masyarakat, dalam hal ini adalah pedagang tidak berhasil dikarenakan pemerintah tidak memahami situasi psikologis para pedagang pada saat suatu kebijakan dilaksanakan.

Pembangunan pasar modern dapat membuat penataan pasar di daerah pusat kota Metro menjadi lebih bersih, tertib, dan modern. Namun, dampaknya terhadap para pedagang tradisional juga harus dikaji lebih jauh. Dominasi pasar modern terhadap pasar tradisional semakin besar sehingga keberadaan pasar tradisional di Kota metro semakin terkikis. Inilah yang menjadi ketertarikan peneliti untuk mengkaji lebih jauh karena dirasa penting untuk diadakan solusi mengenai program kebijakan penataan pasar di Kota Metro.


(23)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana dominasi pasar modern terhadap pasar tradisional sebagai akibat dari kebijakan Pemerintah Kota Metro mengenai Pengelolaan Pasar di Kota Metro ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang diungkapkan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

Memberi gambaran tentang dominasi pasar modern terhadap pasar tradisional sebagai akibat dari kebijakan Pemerintah Kota Metro mengenai Pengelolaan Pasar di Kota Metro.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini adalah :

a. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan Ilmu Administrasi Negara, terutama kajian tentang dampak kebijakan publik.

b. Secara praktis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi instansi terkait dalam mengembangkan sarana publik dalam hal ini adalah pasar modern dan pasar tradisional.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimologi kebijakan diterjemahkan dari kata policy yang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah ataupun tindakan pemerintah dengan maksud dan tujuan tertentu. Wahab dalam (2004: 2) berpendapat kebijakan sering dipertukarkan dengan: tujuan, program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, rancangan-rancangan besar yang dikaitkan dengan keputusan pemerintah (pada semua level) dalam menyikapi suatu permasalahan atau isu yang terjadi dalam konteks atau lingkungan system politiknya. Edwards III dan Sharkansky dalam Hariyoso (2002: 62) mengartikan bahwa kebijakan publik adalah pernyataan pilihan tindakan pemerintah yang berupa tujuan dan program pemerintah.

Istilah kebijakan publik secara umum dapat diartikan sebagai aturan dalam kehidupan bersama yang dibuat oleh pemerintah. Kebijakan publik berkenaan dengan hubungan antar-warga maupun antara warga dengan pemerintah.


(25)

Menurut Dunn (2003:132):

“kebijakan publik (public policy) merupakan pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau

kantor pemerintah. Istilah ”kebijakan” di dalam masyarakat sering sekali dipertukarkan dengan: tujuan, program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan dan rancangan-rancangan besar”.

Definisi kebijakan diatas mempunyai makna sangat luas dan bersifat umum sehingga awalnya membingungkan masyarakat awam maupun akademisi. Namun sejalan dengan perkembangannya banyak para ahli secara eksplisit mulai menegaskan penjelasan seperti ilmuwan Friedrich dalam Wahab ( 2004: 3) yang menyatakan bahwa kebijaksanaan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dinginkan. Setelah itu kebijaksanaan seringkali dikaitkan dengan setiap tindakan atas nama dan yang dilakukan oleh pemerintah baik dalam hal ini pemerintah pusat maupun lembaga-lembaga dan badan-badan serta kepanjangan tangan dari pemerintah. Pendapat tersebut dipertegas R. Dye dalam Wahab (2004: 4) yang menjelaskan bahwa kebijaksanaan negara adalah tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah

Dalam kepustakaan ilmu kebijaksanaan negara pun hingga kini mungkin sudah mencapai ratusan definisi yang menjelaskan makna kebijaksanaan negara atau sekarang lebih populer dengan kebijakan publik. Kebijakan juga sering disamaartikan dengan pengertian kebijaksanaan, namun para ahli tidak


(26)

mempertentangkan akan hal itu. Wahab (2004: 3) menekankan bahwa kebijakan (policy) merupakan suatu tindakan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu. Tambahan lain oleh Easton dalam Hariyoso (2002: 61), menjelaskan kebijakan publik adalah alokasi nilai-nilai secara otoritatif bagi masyarakat, tetapi hanya pemerintahlah yang dianggap cakap dalam bertindak secara otoritatif dalam hal ini, walaupun ada beberapa aspek dimana pemerintah memilih untuk tidak berbuat apa-apa.

Dalam Islamy (2003: 102-106) Easton membedakan kebijakan publik, ditinjau dari sifat pelaksanaannya, menjadi dua jenis yaitu, kebijakan yang bersifat self executing, dan yang bersifat non-self executing. Kebijakan yang bersifat self executing artinya, dengan dirumuskannya kebijakan itu sekaligus (dengan sendirinya) kebijakan itu ter-implementasi-kan. Sedangkan kebijakan yang bersifat non-self executing, yakni kebijakan publik itu perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak sehingga nampak efeknya. Bedasarkan bentuk formalnya kebijakan publik diklasifikasikan menjadi dua yaitu, kebijakan dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah yang tertulis (undang-undang, perda dan lainya), serta peraturan-peraturan yang tak tertulis atau konvensi, hal ini sebagaimana tertera dalam Dwijowijoto (2003: 57).

Sementara menurut Islamy dalam Sulistio (2004:2), Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu


(27)

Menurut Jenkins dalam Wahab (2004:4) merumuskan kebijaksanaan negara sebagai serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi di mana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut.

Menurut Wahab (2004:6-7) kebijakan publik memiliki ciri-ciri antara lain: a. Kebijaksanaan negara lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan

dari pada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan (tindakan yang terpola).

b. Kebijaksanaan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling terkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri.

c. Kebijaksanaan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu.

d. Kebijakan publik mempunyai dampak positif dan negatif.

Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan serangkaian keputusan yang diambil dan tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan publik atau dalam rangka mencapai tujuan demi kepentingan seluruh masyarakat.


(28)

2. Tahap-tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tahap-tahap kebijakan publik tersebut (Dunn dalam Winarno, 2002:28) adalah sebagai berikut:

a. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini, suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

b. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor


(29)

c. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini, berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e. Tahap Penilaian Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.


(30)

Paparan tentang tahap kebijakan di atas telah menjelaskan bahwa tahap-tahap kebijakan tersebut merupakan sebuah proses yang berkesinambungan dan semuanya merupakan bagian integral yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Tahap penyusunan agenda merupakan tahap awal dimana dalam tahap tersebut dilakukan identifikasi persoalan (masalah) publik yang layak untuk dibahas dalam tahap berikutnya, yaitu tahap formulasi kebijakan. Setelah diformulasikan, pada tahap tahap adopsi kebijakan akan dipilih alternatif terbaik yang akan dijadikan solusi bagi pemecahan masalah publik. Selanjutnya, kebijakan yang telah diputuskan dan disahkan akan diimplementasikan untuk meraih tujuan awal yang telah ditentukan. Pada tahap akhir, evaluasi (penilaian) kebijakan. Pada penelitian ini merupakan tahap akhir dari tahap-tahap kebijakan di atas, penelitian ini akan menilai ketepatan, manfaat, dan efektivitas hasil kebijakan yang telah dicapai melalui implementasi dan kemudian dibandingkan dengan tujuan kebijakan yang telah ditentukan.

Penulis menyimpulkan bahwa tahap pelaksanaan kebijakan publik meliputi tahap penyusunan agenda, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi kebijakan, tahap implementasi kebijakan, dan tahap penilaian kebijakan. Pada penelitian ini memfokuskan pada tahap penilaian kebijakan yaitu lebih mengarah pada penilaian dampak kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro.


(31)

B. Tinjauan Tentang Evaluasi Kebijakan Publik

Penilaian kebijaksanaan merupakan langkah terakhir dari suatu proses kebijaksanaan. Dalam tahap ini dilakukan suatu penilaian atau pengukuran terhadap suatu kebijakan yang sebelumnya telah diimplementasikan.

Pada dasarnya, kebijakan publik dijalankan dengan maksud tertentu, untuk meraih tujuan-tujuan tertentu yang berangkat dari masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik meraih hasil yang diinginkan. Seringkali terjadi, kebijakan publik gagal meraih maksud atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan publik yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan.

1. Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak (Anderson dalam Winarno, 2002:166). Dalam hal ini, evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun dampak kebijakan.


(32)

Islamy (2003:112), menyatakan bahwa:

“Penilaian kebijaksanaan adalah merupakan langkah terakhir dari suatu proses kebijaksanaan. Sebagai salah satu aktivitas fungsional, penilaian kebijaksanaan tidak hanya dilakukan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas sebelumnya yaitu pengesahan dan pelaksanaan kebijaksanaan, tetapi dapat terjadi pada seluruh aktivitas-aktivitas fungsional yang lain dalam proses kebijaksanaan. Dengan demikian penilaian kebijaksanaan dapat mencakup tentang: isi kebijaksanaan; penilaian kebijaksanaan; dan dampak kebijaksanaan. Jadi, penilaian kebijaksanaan dapat dilakukan pada fase perumusan masalahnya; formulasi usulan kebijaksanaan;

implementasi; legitimasi kebijaksanaan, dan seterusnya”.

Menurut Anderson dalam Ekowati, (2005:37) evaluasi kebijakan adalah:

“Aktivitas/kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi, dan dampak. Karena itu evaluasi kebijakan merupakan kegiatan fungsional, yakni meliputi: perumusan masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi maupun dampak

kebijakan”.

Widodo (2001:212 mengatakan bahwa evaluasi kebijakan publik merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat

“membuahkan hasil”, yaitu dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan atau target kebijakan publik yang ditentukan. Evaluasi kebijakan publik tidak hanya untuk melihat hasil (outcomes) atau dampak (impacts), akan tetapi dapat pula untuk melihat bagaimana proses implementasi suatu kebijakan dilaksanakan. Dengan kata lain evaluasi dapat pula digunakan untuk melihat apakah proses pelaksanaan suatu kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis/pelaksanaan (guide lines) yang telah ditentukan


(33)

Jones dalam Islamy (2003:112-113) mengartikan penilaian kebijaksanaan sebagai:

“…suatu aktivitas yang dirancang untuk menilai hasil-hasil program pemerintah yang mempunyai perbedaan-perbedaan yang sangat penting dalam spesifikasi obyeknya; teknik-teknik pengukurannya dan metode

analisanya”.

Oleh karena itu, menurut Jones dalam Widodo (2001:213), kegiatan-kegiatan spesifikasi, pengukuran, analisis, dan rekomendasi adalah mencirikan segala bentuk evaluasi. Spesifikasi merupakan kegiatan yang penting, dan karenanya mengacu pada identifikasi tujuan-tujuan serta kriteria-kriteria yang harus diidentifikasi tujuan-tujuan serta kriteria-kriteria yang harus dievaluasi dalam suatu proses atau kebijakan tertentu.

Dengan demikian spesifikasi merupakan aktivitas evaluasi yang tercepat,

yaitu cara dimana “manfaat” harus dinilai atau dipertimbangkan. Pengukuran (measurement), secara sederhana mengacu pada pengumpulan informasi yang relevan dengan tujuan kebijakan. Analisis adalah penyerapan dan penggunaan informasi yang dikumpulkan guna membuat kesimpulan. Rekomendasi, aktivitas terakhir dari evaluasi kebijakan publik, untuk penentuan apa yang seharusnya dilakukan selanjutnya.

Dari berbagai definisi diatas, dapat cukup memberikan pemahaman kepada kita akan makna dari evaluasi kebijakan. Kata-kata kunci dalam evaluasi kebijakan antara lain: pengukuran, penilaian, tujuan, hasil, dan dampak. Artinya, evaluasi kebijakan mencakup aktivitas pengukuran dan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai oleh suatu kebijakan, dan melihat


(34)

bagaimana dampak yang ditimbulkan dari hasil kebijakan tersebut dengan cara membandingkan antara hasil capaian kebijakan dengan tujuan atau target yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, evaluasi kebijakan menjadi penting untuk mengukur keberhasilan dan dampak dari suatu kebijakan dan menentukan eksistensi suatu kebijakan dimasa yang akan datang.

2. Langkah-langkah dalam Evaluasi Kebijakan

Evaluasi dengan menggunakan tipe sistematis atau juga sering disebut sebagai evaluasi ilmiah merupakan evaluasi yang mempunyai kemampuan lebih baik untuk menjalankan evaluasi kebijakan dibandingkan dengan tipe evaluasi yang lain. Untuk melakukan evaluasi yang baik dengan margin kesalahan yang minimal beberapa ahli mengembangkan langkah-langkah dalam evaluasi kebijakan. Menurut Suchman dalam Winarno (2002:169), mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebijakan, yakni:

a. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi. b. Analisis terhadap masalah.

c. Deskripsi dan standarisasi kegiatan.

d. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi.

e. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain.

f. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

Selain itu, Wiyoto, (2005:65) juga mengidentifikasi beberapa pertanyaan operasional untuk menjalankan riset evaluasi, yakni:


(35)

a. Apakah yang menjadi isi dari tujuan program? b. Siapa yang menjadi target program?

c. Kapan perubahan yang diharapkan terjadi?

d. Apakah tujuan yang ditetapkan satu atau banyak (unitaryor multiple)? e. Apakah dampak yang diharapkan besar?

f. Bagaimanakah tujuan-tujuan tersebut dicapai?

Menurut Wiyoto, (2005:66), dari keseluruhan tahap yang telah dicantumkan diatas, mendefinisikan masalah merupakan tahap yang paling penting dalam evaluasi kebijakan. Hanya setelah masalah-masalah dapat didefinisikan dengan jelas, maka tujuan-tujuan dapat disusun dengan jelas pula. Kegagalan dalam mendefinisikan masalah akan berakibat pada kegagalan dalam memutuskan tujuan-tujuan.

Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh seorang evaluator di dalam melakukan evaluasi kebijakan publik menurut Lester dan Stewart dalam Wiyoto (2005:170) yakni:

a) Evaluasi kebijakan mungkin menjelaskan keluaran-keluaran kebijakan, seperti misalnya pekerjaan, uang, materi yang diproduksi, dan pelayanan yang disediakan. Keluaran ini merupakan hasil yang nyata dari adanya kebijakan, namun tidak memberi makna sama sekali bagi seorang evaluator. Kategori yang lain menyangkut dampak yang dihasilkan oleh kebijakan publik terhadap kelompok-kelompok yang telah ditargetkan, atau keadaan yang ingin dihasilkan dari kebijakan publik. Pada saat seorang evaluator menganalisis


(36)

konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan tersebut, maka seorang evaluator harus menjelaskan bagaimana kebijakan ditampilkan dalam hubungannnya dengan keadaan yang dituju.

b) Evaluasi kebijakan barangkali mengenai kemampuan kebijakan dalam memperbaiki masalah-masalah sosial, seperti misalnya usaha untuk mengurangi kemacetan lalu lintas atau mengurangi tingkat kriminalitas.

c) Evaluasi kebijakan barangkali menyangkut konsekuensi-konsekuensi kebijakan dalam bentuk policy feedback, termasuk didalamnya adalah reaksi dari tindakan-tindakan pemerintah atau pernyataan dalam sistem pembuatan kebijakan atau dalam beberapa pembuat keputusan.

Pada dasarnya suatu evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sejauh mana program-program kebijakan yang telah dijalankan mampu menyelesaikan masalah-masalah publik. Ini berarti bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sejauh mana tingkat efektifitas dan efisiensi suatu program kebijakan dijalankan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada.

Perubahan kebijakan dan penghentian kebijakan merupakan tahap selanjutnya setelah evaluasi kebijakan. Konsep perubahan kebijakan (policy change) merujuk pada penggantian kebijakan yang sudah ada dengan satu atau lebih kebijakan yang lain. Perubahan kebijakan ini meliputi pengambilan kebijakan baru dan merevisi kebijakan yang sudah ada. Menurut Anderson dalam Wiyoto (2005:182), perubahan kebijakan mengambil tiga bentuk, yakni:


(37)

a) Perubahan inkremental pada kebijakan yang sudah ada, maka kebijakan yang sudah ada menurut bentuk ini tidak diubah seluruhnya, tetapi hanya beberapa bagian saja yang dilakukan perubahan.

b) Pembuatan status baru untuk kebijakan-kebijakan khusus.

c) Penggantian kebijakan yang besar sebagai akibat dari pemilihan umum kembali.

3. Tipe-Tipe Evaluasi Kebijakan Publik

Parson (1995:543), menyatakan bahwa terdapat dua tipe dalam evaluasi, yakni:

a. Formative evaluation

Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada saat sebuah kebijakan atau program sedang dilaksanakan yang didalamnya terdapat analisis yang meluas terhadap program yang dilaksanakan dan kondisi-kondisi yang mendukung bagi suksesnya implementasi tersebut (Palumbo dalam Parsons: 1995). Fase implementasi membutuhkan evaluasi

“formatif”, yang akan memonitor kemana arah dijalankannya program sehingga dapat menyediakan umpan balik (feedback) yang mungkin digunakan untuk pengembangan/perbaikan proses implementasi.

b. Summative Evaluation

Evaluasi summatif digunakan untuk mengukur bagaimana sebuah kebijakan atau program telah memberikan dampak terhadap masalah yang telah ditujukan di awal (Palumbo dalam Parsons, 1995). Evaluasi summatif masuk dalam tahap pos-implementations, yakni dilakukan ketika


(38)

kebijakan program sudah selesai digunakan, dan dengan mengukur/melihat dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan kebijakan/program tertentu. Tipe evaluasi summatif ini menekankan pada hasil yang telah dicapai dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

Selain itu, evaluasi implementasi kebijakan dibagi menjadi tiga menurut

timing evaluasi, yaitu sebelum dilaksanakan, pada waktu dilaksanakan, dan setelah dilaksanakan.

Menurut Nugroho (2009:195) evaluasi sebelum pelaksanaan disebut evaluasi

summatif. Evaluasi pada waktu pelaksanaan dan berkenaan dengan proses implementasi disebut evaluasi proses. Evaluasi setelah kebijakan disebut sebagai evaluasi konsekuensi (output) kebijakan dan/atau evaluasi impak/pengaruh (outcome) kebijakan.

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini mengarah pada tipe penelitian evaluasi proses, yaitu melihat bagaimana proses implementasi suatu kebijakan dilaksanakan. Dengan kata lain evaluasi dapat pula digunakan untuk melihat apakah proses pelaksanaan suatu kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis/petunjuk pelaksanaan (guidelines) yang telah ditentukan. Dengan demikian yang dijadikan ukuran keberhasilan suatu program adalah kesesuaian proses implementasi suatu kebijakan publik dengan garis petunjuk (guidelines) yang telah ditentukan. Kemudian, Parson juga menyatakan bahwa terdapat dua aspek dalam evaluasi, yaitu:


(39)

a. The evaluation of policy and its constituent programmes;

Yaitu mengevaluasi kebijakan dan bentuk programnya. Aspek evaluasi ini berkaitan dengan kinerja atau performance kebijakan yang akan dievaluasi.

b. The evaluation of people who work in the organizations which are responsible for implementing policy and programmes.

Yaitu mengevaluasi orang-orang (aktor/implementator) yang bekerja di dalam suatu organisasi dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan dan program-program. Aspek evaluasi ini berkaitan dengan analisis terhadap implementator.

4. Tipe-Tipe Riset Evaluasi Kebijakan Publik

Langbein dalam Widodo (2001:215), membedakan tipe riset evaluasi (type of evaluation research), menjadi dua macam yaitu riset process dan riset

outcomes, sementara metodenya dibedakan menjadi dua macam yaitu metode deskriptif dan metode kausal. Riset yang memfokuskan pada proses,

senantiasa mendasarkan pada “guide line”, bagaimana prosedur dan

administrasinya, yang bisa diwujudkan dalam bentuk petunjuk pelaksanaan (Juklak), dan petunjuk teknis (Juknis).

Dengan demikian yang dijadikan ukuran keberhasilan suatu program adalah kesesuaian proses implementasi suatu kebijakan publik dengan garis petunjuk (guide lines) yang telah ditetapkan. Adapun pertanyaan mendasar dalam riset evaluasi proses adalah apakah kebijakan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk, apakah fasilitas, sumber daya yang digunakan dalam kebijakan,


(40)

bagaimana derajat manfaat/keuntungan yang ditetapkan dalam kebijakan dapat dinikmati oleh kelompok sasaran (target groups).

Sedangkan riset evaluasi outcomes adalah riset evaluasi yang berusaha melihat keberhasilan tentang outcomes atau impacts dari suatu program. Sedangkan Henry dalam Wiyoto (2005:55-76) mengidentifikasikan aneka ragam riset evaluasi ke dalam 7 (tujuh) tipe utama, yaitu:

a) Front-end Analyses. b) Evaluability Assessments.

c) Cost-Benefit and Cost-Effectiveness Analyses. d) Process or Implementation Evaluation.

e) Effectiveness, Outcome, or Impact Evaluation. f) Program and Problem Monitoring.

g) Meta-Evaluation, Evaluation Syntheses or Comprehensive Evaluation.

Apabila dikaitkan dengan konsep yang dikemukakan oleh Langbein dan Henry tentang tipe-tipe riset evaluasi, maka dalam penelitian ini peneliti menekankan pada tipe Process or Implementation Evaluation, yaitu riset evaluasi program yang menilai sejauh mana sebuah program berjalan seperti yang dikehendaki (ditetapkan).

Riset ini mengevalusi suatu proses dari aktivitas yang ada dalam sebuah program. Secara ringkas menegaskan evaluasi implementasi menekankan

pada isu strategik pada persoalan tentang: “How did the program operate?”, atau “What happened?”, atau “What did the program do?”. Seperti


(41)

manajemennya, kesesuaian dengan aturan legal, perencanaan strategik yang dibuat, penyelenggaraannya, biaya, dan proses pelaksanaannya secara detail.

C. Dampak Kebijakan Publik

Menurut Islamy (2003, 114-115) hasil kebijaksanaan (policy outputs) berbeda pengertiannya dengan dampak kebijaksanaan (policy outcomes/ policy consequences). Hasil kebijaksanaan adalah apa-apa yang telah dihasilkan dengan adanya proses perumusan kebijaksanaan pemerintah, sedangkan dampak kebijaksanaan adalah akibat-akibat dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut.

Menurut Wiyoto (2005:171-174), dampak dari suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi, setidaknya ada lima dimensi yang harus dibahas dalam memperhitungkan dampak dari sebuah kebijakan. Dimensi-dimensi tersebut meliputi : pertama, dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan pada orang-orang yang terlibat. Kedua, kebijakan mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok diluar sasaran atau tujuan kebijakan. Ketiga, kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan sekarang dan yang akan datang. Keempat, evaluasi juga menyangkut unsur yang lain yakni biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan publik. Kelima, biaya-biaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat atau beberapa anggota masyarakat akibat adanya kebijakan publik.


(42)

Anderson dalam Wiyoto, (2005:167-168) membagi evaluasi kebijakan kedalam tiga tipe. Tipe pertama adalah evaluasi dipahami sebagai kegiatan fungsional, artinya evaluasi dipandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri. Tipe kedua merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Evaluasi dengan menggunakan tipe ini memiliki kecenderungan untuk menghasilkan informasi yang sedikit mengenai dampak suatu program terhadap masyarakat. Tipe ketiga adalah tipe evaluasi kebijakan sistematis, tipe evaluasi ini melihat secara obyektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai.

Apabila dikaitkan dengan konsep yang dikemukakan oleh Borus dan Anderson tentang tipe-tipe evaluasi, maka dalam penelitian ini peneliti menekankan pada tipe evaluasi sistematis (systematic evaluation). Evaluasi sistematis menurut Wiyoto (2005:168) diarahkan untuk melihat dampak yang ada dari suatu kebijakan dengan berpijak pada sejauh mana kebijakan tersebut menjawab kebutuhan atau masalah masyarakat. Maka konsekuensi yang diberikan oleh tipe evaluasi sistematis adalah bahwa evaluasi ini akan memberi suatu pemikiran tentang dampak dari kebijakan dan merekomendasikan perubahan-perubahan kebijakan dengan mendasar kenyataan yang sebenarnya kepada para pembuat kebijakan dan masyarakat umum.

Isu yang kritis dalam dampak menurut Soeprapto (2000:60) adalah apakah suatu program telah menghasilkan efek yang lebih atau tidak yang terjadi secara alami


(43)

meskipun tanpa intervensi atau dibandingkan dengan interfensi alternatif. Tujuan pokok penilaian dampak adalah untuk menafsirkan efek-efek yang menguntungkan atau hasil yang menguntungkan dari suatu intervensi

Menurut Rossi dan Freeman dalam Parsons (1995:604) penilaian atas dampak adalah untuk memperkirakan apakah intervensi menghasilkan efek yang diharapkan atau tidak. Perkiraan seperti ini tidak menghasilkan jawaban yang pasti tapi hanya beberapa jawaban yang mungkin masuk akal. Tujuan dasar dari

penilaian dampak adalah untuk memperkirakan “efek bersih” dari sebuah

intervensi, yakni perkiraan dampak intervensi yang tidak dicampuri oleh pengaruh dari proses dan kejadian lain yang mungkin juga mempengaruhi perilaku atau kondisi yang menjadi sasaran suatu program.

D. Tinjauan Tentang Dominasi Pasar

1. Pengertian Dominasi

Dominasi berasal dari bahasa Inggris dominate (dominan) yang berarti menguasai atau mempengaruhi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dominasi memiliki arti penguasaan oleh pihak yang lebih kuat terhadap yang lebih lemah (dl bidang politik, militer, ekonomi, perdagangan, olahraga,)

Dalam Wikipedia menyatakan Dominasi adalah sebuah paham politik untuk melakukan penalukan atau penguasaan dalam hal ini bisa terjadi


(44)

melalui eksploitasi terhadap agama, ideologi, kebudayaan dan wilayah dengan maksud agar mendapatkan keuntungan secara ekonomi atau kekuasaan

Sidanius dan Pratto (1999:69) menyatakan bahwa ketidaksetaraan hirarki sosial berdasarkan kelompok merupakan hasil dari pendistribusian nilai sosial (social value) secara tidak adil kepada kelompok-kelompok masyarakat, baik nilai sosial positif maupun negatif. Ketidaksetaraan distribusi dari nilai sosial ini, pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh ideologi sosial, keyakinan, mitos, dan doktrin religius tertentu sebagai alat pembenaran untuk melakukan suatu dominasi.

Munculnya persaingan dalam dunia bisnis merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Dengan adanya persaingan, maka perusahaan – perusahaan dihadapkan pada berbagai peluang dan ancaman baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri. Untuk itu setiap perusahaan dituntut untuk selalu mengerti dan memahami apa yang terjadi di pasar dan apa yang menjadi keinginan konsumen, serta berbagai perubahan yang ada di lingkungan bisnisnya sehingga mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Sudah seharusnya perusahaan berupaya untuk meminimalisasi kelemahan-kelemahannya dan memaksimalkan kekuatan yang dimilikinya. Dengan demikian perusahaan dituntut untuk mampu memilih dan menetapkan strategi yang dapat digunakan untuk menghadapi persaingan

Menurut Sidanius dan Pratto (1999:302) teori dominasi menjelaskan bahwa determinan awal dari segala bentuk dominasi adalah orientasi dominasi. Orientasi dominasi adalah derajat keinginan individu untuk mendukung hirarki


(45)

sosial berdasarkan kelompok dan dominasi kelompok superior terhadap kelompok inferior. Teori Dominasi menjelaskan orientasi dominasi, suatu sifat banyak tersebar di kelompok-kelompok sosial terstruktur, yang mencirikan mereka yang akan mendukung mekanisme yang menghasilkan dan memelihara hirarki berbasis kelompok dimana mereka berada.

2. Pengertian Pasar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pasar memiliki arti tempat orang berjual beli, tempat penjual yang ingin menukar barang atau jasa dengan uang, dan pembeli yang ingin menukar uang dng barang atau jasa.

Sedangkan dalam Peraturan Presiden nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.


(46)

Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan;

Menurut Kotler (2005 : 221), pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan seseorang atau kelompok untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai. Defenisi ini didasarkan pada konsep inti yaitu kebutuhan, keinginan dan permintaan.

Menurut Sudiyono, (2004 : 1) :

“pasar awalnya mengacu pada suatu geografis tempat transaksi berlangsung. Pada perkembangan selanjutnya mungkin defenisi ini sudah tidak sesuai lagi, terutama dengan berkembangnya teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi misalnya telepon dan internet memungkinkan transaksi dapat dilakukan tanpa melalui kontak langsung antara penjual dan pembeli. Dengan teknologi informasi ini dilakukan transaksi antar kota, antar negara bahkan antar benua, misalnya antar Indonesia dengan Malaysia.

Dalam mempelajari marketing ada beberapa metode yang digunakan yaitu:

1). Pendekatan fungsi (functional approach), dimana dipelajari bermacam-macam fungsi yang dikehendaki dalam marketing, bagaimana dan siapa yang melaksanakannya.

2). Pendekatan dari segi lembaga(Intitutional approach) Dipelajari bermacam-macam perantara, bagaimana masing-masing berusaha agar fungsi-fungsi dapat dilaksanakan.

3). Pendekatan komoditi barang (Commodity approach) Mempelajari bagaimana macam-macam barang dipasarkan, lembaga mana saja yang mengendalikannya.


(47)

Menurut Harahap (2001 : 42), fungsi pemasaran merupakan suatu aktivitas yang penting yang dispesialisasi dan dilaksanakan dalam bidang pemasaran. Fungsi tersebut adalah :

1). Fungsi Pertukaran yaitu pembelian (buying) dan penjualan (selling).

2). Fungsi Pengadaan secara Fisik yaitu pengangkutan (transportation) dan penyimpanan (storage).

3). Fungsi pemberian jasa-jasa yaitu permodalan (financing), resiko, standarisasi dan informasi pasar atau market information

Menurut Harahap (2001:54) besarnya permintaan dan penawaran barang/jasa termasuk jumlah barang/jasa yang benar-benar terjual, maka pasar dapat dibagi atas :

1). Pasar persaingan sempurna (Perfect Market Competition) terpenuhi dengan syarat, organisasinya teratur (pembeli dan penjual bebas dalam perlakuan), tidak boleh ada persetujuan sebelumnya antar pembeli dan penjual, barang yang diperdagangkan homogen, tidak ada campur tangan pemerintah dan jumlah pembeli dan penjual cukup besar.

2). Pasar Monopoli atau Pasar Tidak Bebas terjadi bila pasar seluruhnya dikuasai oleh satu penjual atau satu badan usaha, sehingga terjadi politik harga dimana harga ditentukan sesuka hati oleh si penjual tunggal tersebut.

3). Pasar Kurang Bebas terletak antara pasar bebas dan monopoli, pasar ini sifatnya dikuasai oleh satu produsen besar dan beberapa produsen kecil, dan kebijakan harga ditentukan oleh produsen besar, sedangkan yang kecil hanya mengikuti. 4). Pasar Persaingan Monopolis dikuasai oleh beberapa penjual satu jenis barang

yang berbeda kualitasnya, bentuknya ada dua yaitu persaingan bebas dan persaingan monopoli.


(48)

E. Kerangka Pikir Penelitian

Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan ada ketergantungan sesamanya. Demikian pula dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sandang, pangan, papan, harus mencari dan berkomunikasi dengan orang lain karena mereka tidak dapat membuat dan menghasilkan sendiri barang dan jasa yang diperlukan dalam hidupnya. Untuk itu diperlukan sebuah pasar. Pasar merupakan pusat kegiatan ekonomi suatu masyarakat, dimana terjadinya interaksi antara penjual dan pembeli. Tentunya kebutuhan akan pasar ini merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat modern, bukan saja bagi mereka yang berusaha mencari suatu barang atau jasa di pasar. Akan tetapi pasar juga menjadi sandaran hidup bagi mereka yang mencari penghasilan. Kedinamisan pasar ditentukan oleh interaksi antara para penggiat pasar untuk mencapai tujuannya, akan tetapi interaksi ini tidak seluruhnya sehat.

Keberadaan pasar tradisional saat ini sudah mulai terdesak dan lambat laun pasar tradisional cepat atau lambat akan punah seiring dengan kian menjamurnya pasar-pasar modern (mall, supermarket, hypermarket) sebagai lembaga ekonomi baru. Namun bagaimanapun juga pasar tradisional lebih menggambarkan denyut nadi perekonomian rakyat kebanyakan. Masih banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada pasar tradisional mulai dari para pedagang kecil, kuli panggul, pedagang asongan, hingga tukang becak.

Mengenai visi Kota Metro sebagai kota Jasa, maka pemerintah Kota metro perlu melakukan hal yang sesuai dengan visi tersebut. Pembangunan infrastruktur perlu dilakukan untuk memenuhi visi tersebut. Dalam hal ini, Pemerintah Kota


(49)

Metro mengeluarkan kebijakan tentang penataan pembangunan pasar Kota Metro.

Untuk itu dituntut keseriusan semua elemen (stakeholder) yang memiliki kewenangan dalam mengelola pasar tradisional terutama berkaitan dengan kebijakan terhadap masyarakat kecil yang terlibat langsung dalam aktivitas pasar tradisional. Oleh karena itu diperlukan sebuah kebijakan terkait dengan pengembangan pasar tradisional dari pemerintah agar keberlangsungan pasar tradisional tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya ditengah arus modernisasi seperti saat ini dan diharapkan dapat mempertahankan eksistensi pasar tradisional.

Keinginan Pemerintah Kota Metro dalam penataan pembangunan pasar Kota Metro ini dituangkan di dalam SK nomor 173/KPTS/D.10/2007 tentang Pembentukan Tim Evaluasi Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro, Surat nomor 800/651/DPRD/2007 tentang Persetujuan Rencana Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro dan Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Metro dengan PT. Nolimax Jaya nomor 20/KSAD-L/02/2007, dan nomor 167/PKS/NJ/2007 yang kemudian dibuat perjanjian tambahan (addendum)

dengan nomor 20/KSDD-D/07/2009 tentang Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro dan Pengelolaan Mall, Kios, Ruko dan Hamparan beserta Fasilitas Penunjangnya diatas tanah seluas 2,4 Ha yang terletak di Kota Metro Lampung (Kawasan Niaga Metro Mega Mall).

Pusat-pusat perbelajaan modern di Kota Metro berkembang sangat pesat. Pusat perbelanjaan modern seperti Indomaret, Alfamart, dan beberapa


(50)

ruko/minimarket serta akan di bangunnya Metro Mega Mall, merupakan pesaing dan akan mengancam keberadaan pedagang di pasar tradisional.

Ruang bersaing pedagang pasar tradisional kini juga mulai terbatas. Bila selama ini pasar tradisional dianggap unggul dalam memberikan harga relatif lebih rendah, pasar modern dengan akses langsung mereka terhadap produsen juga dapat menurunkan harga pokok penjualan mereka sehingga mereka mampu menawarkan harga yang lebih rendah. Sebaliknya para pedagang pasar tradisional umumnya mempunyai skala yang kecil dalam menghadapi rantai pemasaran yang cukup panjang untuk membeli barang yang akan dijualnya. Keunggulan biaya rendah pedagang tradisional kini mulai terkikis.

Dominasi pasar Modern semakin menekan eksistensi pasar tradisional di Kota Metro akibat dari kebijakan pemerintah ini. Dari sinilah yang menjadi dasar pijak bagi penelitian ini karena hal ini dirasa penting untuk di teliti karena bagaimanapun juga pasar tradisional lebih menggambarkan denyut nadi perekonomian rakyat kebanyakan. Masih banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada pasar tradisional mulai dari para pedagang kecil, kuli panggul, pedagang asongan, hingga tukang becak. Sudah banyak kios di pasar tradisional yang harus tutup karena sulit bersaing dengan pasar modern. Data dari Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional Seluruh Indonesia (APPSI) pada tahun 2005 seperti dikutip website Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, bahwa sekitar 400 toko di pasar tradisional harus tutup usaha setiap tahunnya. Jumlah ini kemungkinan akan terus bertambah seiring kehadiran pasar modern yang kian marak. Kondisi semacam ini tentu sungguh memprihatinkan


(51)

Evaluasi kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro mengindikasikan dominasi pasar yang dilakukan oleh pasar modern terhadap pasar tradisional. Dominasi pasar tersebut dapat dilihat melalui orientasi dominasi pasar modern terhadap pasar tradisional

Orientasi dominasi yang dilakukan oleh pasar Modern terhadap pasar tradisional di Kota Metro dan dampak kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro. Orientasi dominasi pasar yang dilakukan oleh pasar Modern terhadap pasar tradisional di Kota Metro beserta dampak kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro merupakan penjabaran tersendiri dari evaluasi kebijakan pengelolaan pasar pada pemerintah Kota Metro.

Suatu kebijakan yang apabila telah dilakukan evaluasi maka akan mengakibatkan suatu hal yang terjadi dikarenakan pelaksanaan suatu kebijakan tersebut. Akibat yang ditimbulkan bisa menjadi suatu hal yang baik dan bisa juga menjadi suatu hal yang buruk, Akibat yang terjadi dari adanya suatu kebijakan namun diluar dari tujuan kebijakan tersebut dinamakan dampak kebijakan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yaitu dampak kebijakan pada kelompok-kelompok yang terlibat yaitu pasar modern dan pasar tradisional di Kota Metro, dampak kebijakan pada keadaan-keadaan diluar kelompok-kelompok yang terlibat,


(52)

Dengan merumuskan masalah yaitu Bagaimana dominasi yang terjadi oleh pasar modern terhadap pasar tradisional sebagai akibat dari kebijakan Pemerintah Kota Metro mengenai Pengelolaan Pasar di Kota Metro. Maka dalam penelitian ini memfokuskan masalah pada

1. Orientasi dominasi yang dilakukan oleh pasar Modern terhadap pasar tradisional di kota metro

2. Dampak kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro.

Diharapkan dalam penelitian ini di dapatkan suatu gambaran mengenai dominasi pasar modern terhadap pasar tradisional di Kota Metro sebagai akibat dari adanya kebijakan pengelolaan pasar oleh pemerintah Kota Metro. Dan saran yang diajukan dalam penelitian ini dapat menjadi suatu sumbangan pemikiran bagi perbaikan kebijakan publik di Kota Metro pada waktu yang akan datang.


(53)

Gambar 1. Alur Kerangka Pikir

Meningkatnya Kegiatan Usaha Pasar Modern

Paket Kebijakan penataan pembangunan pasar Kota Metro, antara lain : 1. SK nomor 173/KPTS/D.10/2007 tentang Pembentukan Tim Evaluasi

Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro.

2. Surat nomor 800/651/DPRD/2007 tentang Persetujuan Rencana Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro.

3. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Metro dengan PT. Nolimax Jaya nomor 20/KSAD-L/02/2007, dan nomor 167/PKS/NJ/2007 yang kemudian dibuat perjanjian tambahan (addendum) dengan nomor 20/KSDD-D/07/2009 tentang Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro dan Pengelolaan Mall, Kios, Ruko dan Hamparan beserta Fasilitas Penunjangnya diatas tanah seluas 2,4 Ha yang terletak di Kota Metro Lampung (Kawasan Niaga Metro Mega Mall)

Dominasi Pasar Modern terhadap pasar tradisional

akibat kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro

1. Orientasi dominasi yang dilakukan oleh pasar Modern terhadap pasar tradisional di Kota Metro yang dinilai dari keadaan kelompok superior dan inferior akibat dominasi yang terjadi karena adanya kebijakan pengelolaan pasar di Kota Metro. 2. Dampak kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Tipe Penelitian

Dalam menjelaskan mengenai dominasi yang terjadi oleh pasar modern terhadap pasar tradisional sebagai akibat dari kebijakan Pemerintah Kota Metro mengenai Pengelolaan Pasar di Kota Metro maka dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif yang artinya menggambarkan suatu keadaan dengan pendekatan kualitatif.

Sedangkan Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2004:3) mendefenisikan metodologi kualitatif sebagai :

“prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Dengan begitu, dalam metodologi ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.”

Penelitian kualitatif memahami realitas sosial sesungguhnya adalah bersifat maknawi bergantung pada makna dan interpretasi yang diberikan oleh manusia yang memandangnya. Oleh karenanya, melalui desain yang demikian diperoleh penjelasan dan gambaran/deskripsi atas realitas sosial mengenai dominasi yang


(55)

terjadi oleh pasar modern terhadap pasar tradisional sebagai akibat dari kebijakan Pemerintah Kota Metro mengenai Pengelolaan Pasar di Kota Metro.

B. Fokus Penelitian

Dalam desain suatu penelitian, kiranya perlu untuk membatasi masalah yang akan diangkat. Dalam penelitian kualitatif, masalah diistilahkan dengan fokus penelitian, yang kemudian diturunkan menjadi pertanyaan penelitian.

Menurut Moleong (2004:62-63) masalah adalah lebih sekedar dari pertanyaan dan jelas berbeda dengan tujuan. Oleh karena itu, fokus penelitian perlu ditetapkan guna membatasi studi (membatasi bidang inkuiri) dan berfungsi pula untuk memenuhi kriteria inklusi-eklusi atau memasukkan-mengeluarkan

(inclusion-exclusion criteria) suatu informasi yang baru diperoleh di lapangan.

Melihat betapa pentingnya merumuskan fokus dalam penelitian kualitatif sebagaimana yang telah diungkapkan diatas, maka yang menjadi fokus didalam penelitian ini adalah :

1. Orientasi dominasi yang dilakukan oleh pasar Modern terhadap pasar tradisional di Kota Metro

Orientasi Dominasi dinilai dari keadaan kelompok superior dan inferior akibat dominasi yang terjadi karena adanya kebijakan pengelolaan pasar di Kota Metro.


(56)

2. Dampak kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro. Hal ini dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yaitu :

a). Dampak kebijakan pada kelompok-kelompok yang terlibat yaitu pasar modern dan pasar tradisional di Kota Metro

b). Dampak kebijakan pada keadaan-keadaan diluar kelompok-kelompok yang terlibat

c). Dampak kebijakan pada keadaan-keadaan sekarang dan yang akan datang.

d). Dampak kebijakan menyangkut unsur yang lain yakni biaya langsung yang dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan publik

C. Lokasi Penelitian

Lokasi yang diambil dalam penelitian ini ditentukan dengan sengaja (purposive), yaitu Kota Metro. Pertimbangan dalam pemilihan lokasi ini adalah Kota Metro merupakan tempat dimana Pasar Tradisional sangat banyak tumbuh dan berkembang, sehingga menarik untuk melakukan penelitian mengenai dampak Pembangunan Pasar Tradisional di kota ini. Selain itu, kota Metro dipilih karena kota ini sedang melakukan resistensi atau penolakan secara bertahap terhadap beragam pembangunan Pasar Modern yang akhir-akhir ini dilaksanakan di Kota Metro seperti Indomart, Alfamart, maupun Metro Mega Mall (M3).


(57)

D. Jenis Dan Sumber Data

Data merupakan segala keterangan (informasi) mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari apa yang diamati, didengar, dirasa dan dipikirkan oleh peneliti (Idrus, 2007:83).

1. Jenis Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data gabungan dari :

a) Data Primer, yaitu berupa kata-kata dan tindakan informan serta peristiwa-peristiwa tertentu yang berkaitan dengan fokus penelitian dan merupakan hasil pengumpulan peneliti sendiri selama berada di lokasi penelitian. Data-data primer ini merupakan unit analisis utama yang digunakan dalam kegiatan analisis data. Secara aplikatif data primer ini diperoleh peneliti selama proses pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi.

b) Data Sekunder, yaitu data-data tertulis yang digunakan sebagai informasi pendukung dalam analisis data primer.


(58)

2. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini meliputi :

a) Informan, yaitu orang-orang atau pihak yang terkait dan dinilai memiliki informasi tentang dominasi pasar modern terhadap pasar tradisional di Kota Metro

Informan yang dimaksud antara lain :

1) Bapak Fahmi Anwar, S.E.Anggota DPRD Kota Metro Komisi yang membidangi masalah pasar dan tata ruang kota

2) Kepala Dinas Pasar Kota Metro Bapak Junaidi, S.E.

3) Pedagang pasar yang tersebar di pasar tradisional Kota Metro

b) Peristiwa atau kejadian : yaitu suatu peristiwa-peristiwa yang terjadi atau pernah terjadi tentang dominasi pasar modern terhadap pasar tradisional di Kota Metro.

c) Dokumen-Dokumen yaitu dokumen yang berkaitan tentang dominasi pasar modern terhadap pasar tradisional di Kota Metro.

E. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data ini akan dibantu dengan menggunakan instrumen penelitian, antara lain:

1) Peneliti, yaitu dengan menggunakan alat panca indra melakukan pengamatan dan pencataan secara seksama terhadap fenomena yang terjadi di tempat penelitian, dan sebagaimana disampaikan oleh Moleong maka instrumen dari penelitian ini adalah manusia.


(59)

2) Perangkat penunjang lainnya seperti: interview guide (pedoman wawancara) dan filed note ( catatan-catatan lapangan) dan alat Bantu yang lain ( kamera, perekam/recorder, buku, catatan, pena, pensil, dan lain-lain)

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh berbagai data tersebut, maka dibutuhkan suatu teknik dalam mengumpulkannya. Dengan begitu, Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan yang penting dalam penelitian. Karena, data yang terkumpul nantinya dipakai sebagai informasi yang valid dan representatif untuk menjawab masalah dalam penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data yang akan diaplikasikan meliputi :

1.Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada informan, kemudian pewawancara mencatat atau merekam jawaban-jawaban yang dikemukakan oleh informan. Peneliti menyusun panduan wawancara berdasarkan fokus masalah penelitian untuk dijadikan materi dalam wawancara agar menjadi terarah dan tidak menyimpang.

Wawancara akan dilakukan baik secara terstruktur dengan informan berdasarkan daftar pertanyaan yang diajukan peneliti sebagai panduan wawancara (interview guide), maupun wawancara bebas.


(60)

Peneliti menyusun panduan wawancara berdasarkan fokus masalah penelitian untuk dijadikan materi dalam wawancara agar menjadi terarah dan tidak menyimpang. Adapun yang menjadi sasaran wawancara dalam penelitian ini adalah :

1) Bapak Fahmi Anwar, S.E.Anggota DPRD Kota Metro Komisi yang membidangi masalah pasar dan tata ruang kota

2) Kepala Dinas Pasar Kota Metro Bapak Junaidi, S.E.

3) Pedagang pasar yang tersebar di pasar tradisional Kota Metro

2.Pengamatan (observasi)

Teknik ini digunakan untuk merekam data-data primer berupa peristiwa atau situasi sosial tertentu pada lokasi penelitian yang berhubungan dengan fokus penelitian. Adapun instrumen yang digunakan berupa catatan lapangan dan pengambilan beberapa foto objek pengamatan yang berkaitan dengan kegiatan yang menjadi kajian penelitian.

3. Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk menghimpun berbagai data sekunder yang memuat informasi tertentu yang bersumber dari dokumen-dokumen tertulis yang terkait dengan pelaksanaan pembangunan dan penataan pasar tradisional di Kota Metro.


(1)

48

G. Teknik Analisis Data

Menurut Patton dalam Moleong (2004:103), Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif Miles dan Huberman yang terdiri dari beberapa langkah yaitu : reduksi data, penyajian data, penyimpulan dan verifikasi (Idrus, 2007:180). 1. Reduksi Data

Mereduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian reduksi data dalam hal ini merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung.

Secara teknis, pada kegiatan reduksi data yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi : perekapan hasil wawancara, pengamatan dan dokumentasi baik yang berhasil direkam melalui tape recorder maupun catatan-catatan lapangan dan hasil pengumpulan dokumen yang sekiranya berhubungan dengan fokus penelitian. Teknik ini akan diaplikasikan peneliti melalui tabulasi-tabulasi triangulasi yang dilakukan peneliti.

2. Penyajian Data

Menyajikan data yaitu penyusunan sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Pada


(2)

penelitian ini, secara teknis data-data yang telah diorganisir ke dalam matriks analisis data akan disajikan dalam bentuk, tabel, bagan atau teks naratif. Teknik ini diaplikasikan peneliti melalui dua bagian. Pertama, penyajian awal dilakukan pada saat penarikan sejumlah kesimpulan dari hasil reduksi data penelitian. Penyajian data ini dilakukan dalam bentuk tabulasi triangulasi penelitian. Kedua, penyajian dalam pembahasan penelitian yang merupakan sekumpulan simpulan-simpulan dari hasil reduksi atas fokus masalah penelitian.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Secara teknis proses penarikan kesimpulan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara mendiskusikan data-data empirik hasil penemuan di lapangan dengan toeri-teori yang diusulkan dalam Bab tinjauan Pustaka, atau pun teori-teori lain yang juga relevan dengan permasalahan penelitian yang akan ditemukan kemudian.

H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Empat cara yang digunakan dalam proses keabsahan data, antara lain : 1. Derajat Kepercayaan (Credibility).

2. Keteralihan (Transferability). 3. Kebergantungan (Dependability). 4. Kepastian (Confirmability).


(3)

50

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik keabsahan data dengan mengukur derajat kepercayaan/credibility. Hal ini berfungsi untuk melaksanakan penyelidikan sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Beberapa cara yang perlu diupayakan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya, antara lain dengan:

1. Triangulasi

Triangulasi bertujuan untuk mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan dan dengan metode yang berlainan.

Ada empat pola triangulasi yaitu perbandingan terhadap data, sumber data, metode dan teori. Prosedur triangulasi ini sangat memakan waktu, akan tetapi disamping mempertinggi validitas, juga memberikan kedalaman hasil penelitian.

2. Membicarakannya dengan rekan sejawat yang mempunyai pengetahuan tentang pokok penelitian dan juga tentang metodologinya. Pembicaraan ini antara lain bertujuan untuk memperoleh kritik, pertanyaan-pertanyaan yang tajam dan manantang kepercayaan akan keberhasilan hasil penelitian.

3. Analisa Kasus Negatif

Teknik analisa kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai data/informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada pembahasan, maka didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Belum ada komitmen dari Pemerintah Kota Metro untuk membuat suatu kebijakan yang berpihak terhadap pengembangan Pasar tradisional. Kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro saat ini dinilai lebih menguntungkan keberadaan pasar modern untuk dapat lebih meningkatkan usaha sehingga dapat lebih menguasai keadaan pasar di Kota Metro. Pertumbuhan pasar modern banyak mengambil pangsa pasar yang sebenarnya milik pasar tradisional, selain itu karena kabijakan pengelaolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro yang lebih menguntungkan pasar modern, keberadaan pasar tradisional semakin menurun.


(5)

102

2. Kebijakan pengelolaan pasar oleh Pemerintah Kota Metro yang berdampak pada berkembangnya pasar modern yang bertujuan membuat keadaan pasar Kota Metro menjadi lebih modern, dan rapi. Namun dampak yang tidak diinginkan terjadi adalah keadaan tersebut membuat keadaan pasar tradisional menjadi terpinggirkan karena kondisi pangsa pasar di Kota Metro mulai diambil alih dan dikuasai oleh pasar modern yang sedang terus berkembang, menurunnya penghasilan masyarakat kecil yang menggantungkan hidupnya pada pasar, dapat membuka lowongan pekerjaan yang banyak karena berkembangnya minimarket dan swalayan di Kota Metro, dampak kebijakan pengelolaan pasar di Kota Metro untuk masa yang akan datang akan terjadi penguasaan pasar secara dominan oleh pasar modern dan keberadaan pasar tradisional semakin tertinggal

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut :

1. Dalam merumuskan suatu kebijakan hendaknya pemerintah melakukan riset mengenai dampak luas yang bias terjadi akibat pelaksanaan suatu kebijakan, karena dalam kebijakan pengelolaan pasar Kota Metro dapat meminggirkan keberadaan pasar tradisional dimana merupakan tempat menggantungkan hidup banyak masyarakat kecil.


(6)

2. Merevisi kebijakan tersebut dengan membuat peraturan dengan melakukan penata letakan minimarket agar tidak mengganggu roda usaha pasar tradisional, sehingga keberadaan pasar tradisional tetap dapat dipertahankan namun kondisi pasar Kota Metro tetap berkembang kearah yang lebih modern dan rapi.