Level Sedasi Respons Hemodinamik

commit to user muntah. Peningkatan pH dapat diberikan obat H 2 antagonis dan proton pump inhibitor . g. Menghindari terjadinya refleks vagal. Premedikasi dengan menggunakan antikolinergik dapat dipertimbangkan pada keadaan khusus yang memicu terjadinya vagal refleks. h. Membatasi respons simpatoadrenal. Saat induksi anestesi dan tindakan laringoscopi intubasi merangsang peningkatan aktifitas simpatoadrenal, yang ditandai dengan takhikardi, hipertensi dan peningkatan konsentrasi katekolamin plasma. Keadaan ini berbahaya pada pasien sehat dan dapat berakibat fatal bagi penderita terutama dengan kelainan jantung. Untuk mencegahnya diberikan premedikasi -bloker atau klonidin. Soenarjo dkk, 2010Barash dkk, 2006

2. Level Sedasi

Mekanisme tidursedasi belum diketahui secara pasti. Beberapa teori yang diduga berhubungan dengan tidur adalah kadar serotonin, tetapi belum dapat menjelaskan secara pasti mekanisme sedasi. Penjelasan yang mungkin tentang sedasi adalah siklus penguatan dan penekanan eksitabilitas saraf yang menyertai siklus siaga dan tidur. Saat siaga terjadi peningkatan aktivitas impuls simpatis, sebaliknya saat tidur aktivitas simpatis menurun dan aktivitas parasimpatisnya meningkat. Aktivitas parasimpatis yang meningkat berhubungan dengan tidur yang commit to user Klonidin mempunyai efek menurunkan aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis, hal ini yang menjelaskan klonidin dapat menyebabkan sedasi Nascimento dkk , 2007. Diazepam bekerja meningkatkan kemampuan reseptor untuk mengikat GABA, sehingga reseptor GABA neurotransmitter inhibitor akan meningkat dan membuka chanel klorida, yang akan meningkatkan konduksi dari ion klor. Hal ini menyebabkan terjadinya hyperpolarisasi dari membran sel pascasinaps dan menyebabkan neuron semakin resisten terhadap rangsang eksitasi. Resistensi terhadap eksitasi inilah yang menyebabkan terjadinya sedasi Stoelting dkk, 2006. Untuk mengukur level sedasi sering digunakan skala sedasi dari Ramsay dkk, 1974. Ramsay score sebagai berikut : 1. Cemas, gelisah, restless 2. Kooperatif, tenang, menerima bantuan nafas 3. Mengantuk, tapi respon terhadap perintah 4. Tidur, respons cepat terhadap suara atau ketukan glabella 5. Tidur, respons lambat terhadap suara atau ketukan glabella

3. Respons Hemodinamik

Respons hemodinamik yang berlebih akibat tindakan anestesi laringoskopi intubasi dan tindakan pembedahan harus dihindari terutama pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang telah ada sebelumnya Marquez dkk, 2009. commit to user Intubasi endotrakeal merupakan salah satu prosedur rutin pada anestesi umum, namun tidak semua anestesi umum harus dilakukan intubasi sebelumnya karena tindakan ini memiliki resiko yang sangat tinggi Henderson, 2010. Intubasi dilakukan dengan tujuan memberikan proteksi dan menjadi akses jalan nafas. Secara umum, intubasi diindikasikan pada pasien dengan resiko aspirasi, operasi pada tubuh bagian atas kepala dan leher dan pada pasien pediatrik yang tidak kooperatif Morgan dkk, 2006. Tindakan laringoskopi intubasi oleh tubuh diterjemahkan sebagai stimulus nyeri yang memicu respons pada sistem kardiovaskuler, respirasi dan sistem fisiologis lainnya. Tindakan laringoskopi intubasi dalam waktu yang lama harus dihindari serta pengawasan hemodinamik selama tindakan harus dilakukan secara ketat Atlee dkk, 2007. Peningkatan tekanan darah dan denyut jantung dimulai pada 5 detik setelah laringoskopi, mencapai puncak pada 1 2 menit kemudian, dan kembali pada tekanan darah awal dalam 5 menit. Perubahan hemodinamik ini dapat memicu timbulnya iskemia dan infark miokard, terutama pada pasien dengan penyakit jantung Clancy dkk, 2002. Pendekatan teknik yang digunakan untuk menurunkan respons kardiovaskuler terhadap intubasi salah satunya adalah pendekatan obat, yaitu dengan melakukan pemilihan obat yang memiliki mekanisme kerja pada sistem kardiovaskuler. Obat kardiovaskuler yang poten menurunkan commit to user tekanan darah dan denyut jantung dapat membatasi peningkatan tekanan darah akibat laringoskopi intubasi Clancy dkk, 2002. Stimulus nyeri, tindakan laringoskopi intubasi memberikan sinyal neuronal neuroendokrin dan sitokin sistem imun untuk mengaktivasi nukleus paraventrikuler hipotalamus yang kemudian memproduksi hypotha la mic relea sing fa ctor HRF . Peningkatan HRF menstimulasi pituitari sehingga melepaskan vasopresin, hormon pertumbuhan, prolaktin dan propiomelanokortin. Propiomelanokortin dimetabolisme menjadi hormon adrenokortikotropin ACTH, yang akan menstimulasi sekresi kortikosteroid dan endorfin. Perubahan pada keseimbangan saraf autonom menjelaskan terjadinya peningkatan tekanan darah dan denyut jantung saat laringoskopi intubasi Frinzen dkk, 2006.

4. Klonidin