1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan  dunia  abad  21  terjadi  dalam  segala  bidang  kehidupan termasuk  dalam  bidang  pendidikan.  Perkembangan  pendidikan  pada  abad  21
sekarang  ini  menuntut  kemampuan  lebih  Higher  Order  Thinking  Skills seperti  berpikir  kritis,  pemecahan  masalah,  dan  literasi  IPA.  NSTA  Board  of
Directors  2011:  1  menyatakan bahwa  “exemplary  science  education  can
offer  a  rich  context  for  developing  many  21
st
century skills, such as critical thinking,  problem  solving,  and  information  literacy  especially  when
instruction  addresses  the  nature  of  science  and  promote  use  of  science practice
”.  Pernyataan  tersebut  menekankan  bahwa  pendidikan  IPA  dapat memberikan
suasana yang
berharga untuk
mengembangkan banyak
kemampuan  di  abad  21  seperti  berpikir  kritis,  pemecahan  masalah,  dan literasi  informasi  terutama  ketika  instruksi  berorientasi  dasar  IPA  dan  praktik
kerja ilmiah
yang  dapat  dilatih  dan  dikembangkan  melalui  proses pembelajaran.
Hasil  analisis  PISA  tahun  2009  menemukan  bahwa  dari  enam  level kemampuan  yang  dirumuskan  dalam  studi  PISA,  hampir  semua  peserta  didik
SMP  Indonesia  hanya  mampu  menguasai  pelajaran  sampai  pada  level  tiga, sementara  negara  lain  yang  terlibat  dalam  studi  tersebut  banyak  yang
mencapai  level  empat,  lima,  dan  enam.  Sedangkan  hasil  riset  TIMSS  pada bidang  IPA  atau  sains  menunjukkan  peserta  didik  Indonesia  berada  pada
2 ranking  10  terbawah  dari  65  negara  dalam  kemampuan  1  memahami
informasi  yang  komplek,  2  teori,  analisis  dan  pemecahan  masalah,  3 pemakaian  alat,  prosedur  dan  pemecahan  masalah,  dan  4  melakukan
investigasi  Kemendikbud,  2013:  77.  Hasil-hasil  ini  menunjukkan  perlu  ada perubahan  orientasi  kurikulum  dengan  tidak  membebani  peserta  didik  dengan
konten  tetapi  pada  aspek  kemampuan  esensial  abad  21,  sehingga  pemerintah melakukan  upaya  penyempurnaan  kurikulum  dari  KTSP  menjadi  kurikulum
2013. Ilmu  pengetahuan  alam  IPA  berhubungan  dengan  cara  mencari  tahu
tentang  alam  secara  sistematis,  sehingga  IPA  bukan  merupakan  kumpulan pengetahuan  yang  berupa  fakta-fakta,  konsep-konsep,  atau  prinsip-prinsip
saja  tetapi  juga  merupakan  suatu  proses  penemuan.  Kemendikbud  2013:  41 menyatakan  bahwa  pembelajaran  IPA  sebaiknya  dilaksanakan  secara  inkuiri
ilmiah  atau  penyelidikan  ilmiah  untuk  menumbuhkan  kemampuan  berpikir, bekerja,  bersikap  ilmiah  serta  mengkomunikasikannya  sebagai  aspek  penting
kecakapan  hidup.  Berdasarkan  pernyataan  tersebut,  maka  pembelajaran  IPA di  SMPMTs  menekankan  pada  pemberian  pengalaman  belajar  proses  dan
menumbuhkan  kemampuan  berpikir  dengan  tujuan  untuk  memahami  konsep- konsep
melalui kegiatan  penemuan  atau  penyelidikan.  Pada  proses
mengarahkan  peserta  didik  dalam  kegiatan  penyelidikan  maka  perlu  adanya pendekatan  IPA  yang  tepat  sehingga  kegiatan  pembelajaran  IPA  pada
Kurikulum  2013  menggunakan  pendekatan  saintifik.  Pendekatan  saintifik merupakan  pembelajaran  yang  mengadopsi  langkah-langkah  saintis  dalam
3 membangun
pengetahuan melalui
metode ilmiah.
Pendekatan ini
menekankan  pada  cara  belajar  secara  inkuiri  dan  berbuat  sehingga  dapat membantu  peserta  didik  untuk  belajar  aktif  menemukan  sendiri  berbagai
konsep yang  dipelajari  secara menyeluruh  holistik,  bermakna,  dan otentik. Usaha  perbaikan  mutu  pendidikan  selain  dengan  adanya  perubahan
kurikulum  yang  mendorong  perubahan  pendekatan  pembelajaran  juga ditopang  dengan  adanya  buku  teks  pelajaran.  Dalam  implementasi  kurikulum
2013,  buku  teks  pelajaran  yang  digunakan  di  sekolah-sekolah  terdiri  dari buku  panduan  guru  dan  buku  peserta  didik  yang  dikeluarkan  langsung  oleh
Kemendikbud.  Buku  panduan  guru  adalah  buku  panduan  bagi  guru  untuk melaksanakan  pembelajaran  di  kelas  sedangkan  buku  peserta  didik  adalah
buku  yang  diperuntukkan  bagi  peserta  didik  sebagai  penunjang  aktifitas pembelajaran  untuk  memudahkan  peserta  didik  dalam  menguasai  kompetensi
tertentu  Kemendikbud,  2013:  91.  Namun,  menurut  Hans  2013  kegiatan pembelajaran  IPA  pada  buku  pegangan  peserta  didik  kurikulum  2013  masih
didominasi  oleh  pengetahuan  yang  harus  dihafal  karena  banyak  pertanyaan- pertanyaan  yang  jawabannya  sudah  ada  dalam  pengetahuan  yang  diuraikan
sebelumnya  dan  kegiatan  peserta  didik  yang  dituliskan  dalam  buku  masih menggiring  peserta  didik  untuk  berpikir  mengikuti  algoritma  langkah-
langkah  penyelesaian  masalah,  sehingga  buku  panduan  peserta  didik  tersebut belum  dapat dikatakan  sesuai  dengan  hakikat  pembelajaran  kurikulum  2013.
Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  guru  IPA  pada  beberapa  sekolah di  Yogyakarta,  yakni  di  SMPN  1  Bantul,  SMPN  2  Bambanglipuro  Bantul,
4 dan  SMPN  2  Yogyakarta  menunjukkan  bahwa  bahan  ajar  seperti  buku  teks
kurikulum 2013
masih terbatas
jumlahnya.  Upaya  untuk  mengatasi terbatasnya  buku  teks  pelajaran  sebagai  bahan  ajar  di  sekolah-sekolah
tersebut  adalah  dengan  penambahan  bahan  ajar  lain  seperti  Lembar  Kerja Peserta  Didik  LKPD  yang  dapat  digunakan  sebagai  penuntun  kegiatan
belajar  IPA.  Namun,  LKPD  yang  tersedia  di  sekolah-sekolah  sekarang  ini belum
mengadopsi kegiatan
pembelajaran yang
dapat melatih
dan mengembangkan  kemampuan  yang  diharapkan  pada  kurikulum  2013.  Pada
umumnya, LKPD  yang  digunakan  hanya  berisikan  latihan  soal-soal
pengayaan.  Kegiatan  praktikum  yang  ada  di  dalam  LKPD  juga  belum mengarahkan  peserta  didik  untuk  melakukan  kegiatan  penyelidikan  dan
masih  menekankan  pada  materi  dan  konsep  sehingga  kegiatan  penyelidikan belum  maksimal  dilaksanakan.
Hasil  observasi  di  SMPN  1  Bantul  menemukan  bahwa  pada  kegiatan praktikum  masih  terjadi  kecenderungan  mengikuti  langkah-langkah  yang
sudah  ada  dalam  LKPD  sehingga  kegiatan  praktikum  cenderung  monoton karena  peserta  didik  tidak  diberi  kesempatan  untuk  mengeksplor  kegiatan
dalam  upaya  melatih  dan  mengembangkan  kemampuan  pemecahan  masalah melalui  kegiatan  penyelidikan  sehingga  berakibat  pada  kurang  optimalnya
kegiatan  pembelajaran  IPA.  Padahal  dengan  pembelajaran  IPA  seharusnya dapat  mengembangkan  kemampuan  peserta  didik  untuk  belajar  menemukan
suatu  permasalahan  dan  mencari  upaya  penyelesaian  masalah  tersebut melalui  LKPD  yang  diberikan  oleh  guru.  Oleh  karena  itu  diperlukan
5 pengembangan  LKPD  yang  dapat  membantu  melatih  dan  mengembangkan
kemampuan  pemecahan  masalah  melalui  kegiatan  penyelidikan  agar  dapat meningkatkan  kegiatan  belajar  IPA  menjadi  lebih  berkualitas  dan  lebih
optimal. Salah  satu  upaya  untuk  mengoptimalkan  kegiatan  pembelajaran  IPA
melalui  pengembangan  kemampuan  pemecahan  masalah  dalam  kurikulum 2013  yakni  dengan  pemilihan  model  pembelajaran  yang  tepat.  Model
pembelajaran  yang  sesuai  dengan  pendekatan  saintifik    pada  kurikulum  2013 harus  bersifat  student  center  yakni  peserta  didik  aktif  dalam  setiap  proses
pembelajaran  dengan  cara  menemukan  dan  menggali  sendiri  konsep pengetahuan
yang dimulai
dari proses
penemuan masalah
hingga penyelesaian  masalah  melalui  kegiatan  investigasi.  Salah  satu  model
pembelajaran  yang  sejalan  dengan  konsep  pembelajaran  kurikulum  2013 adalah  model  Cooperative Learning tipe  Group Investigation.
Pedersen    Digby  1995:  252  mengemukakan  bahwa  model Cooperative  Learning  tipe  Group  Investigation  sangat  cocok  untuk
diimplementasikan  pada  pembelajaran  IPA  dengan  topik  materi  yang  umum sehingga  peserta  didik  dapat  mempelajari  topik  tersebut  dari  berbagai  sudut
pandang  melalui  kegiatan  investigasi  dari  berbagai  sumber  yang  relevan sehingga  memperoleh  berbagai  cara  penyelesaian  masalah.  Lebih  lanjut,  hasil
penelitian  yang  dilakukan  oleh  Nelia  M  Adora  2014:  3  menunjukkan  bahwa kegiatan  pembelajaran  IPA  yang  mengimplementasikan    model  Cooperative
Learning  tipe  Group  Investigation  dapat  membantu  mengembangkan
6 kemampuan  berpikir  peserta  didik  salah  satunya  adalah  kemampuan
pemecahan  masalah.    Pembelajaran  IPA  dengan  model  ini  menekankan  pada penemuan  pengetahuan  yang  dilakukan  oleh  peserta  didik  baik  secara
individu  maupun  kelompok.  Melalui  tahap-tahap  pembelajaran  Group Investigation  peserta  didik  berlatih  untuk  mengembangkan  kemampuan
pemecahan  masalahnya  secara  berkelompok.  Model  pembelajaran  ini melibatkan  strategi  komunikasi  dan  kerja  kelompok  yang  sangat  baik,
sehingga  dapat  melatih  berbagai  kemampuan  peserta  didik  dalam  melakukan analisis,  sintesis,  dan  mengumpulkan  informasi  untuk  memecahkan  berbagai
masalah  Slavin,  2005:  5.  Melalui  kegiatan  investigasi  secara  berkelompok akan  meminta  peserta  didik  menggunakan  semua  keterampilan  interpersonal
dan  keterampilan  meneliti.  Peserta  didik  bekerja  sama  dalam  menjalankan investigasi  dan  merencanakan  bagaimana  mengintegrasikan  dan  menyajikan
temuan-temuan  dan  bersama  dengan  guru  peserta  didik  bekerja  sama mengevaluasi  upaya  akademis  dan interpersonal  mereka  Sharan,  2014:  130.
Berdasarkan  uraian  tersebut,  maka  dalam  penelitian  ini  peneliti mengembangkan  LKPD  IPA  berbasis  model  Cooperative  Learning  tipe
Group  Investigation  untuk  dapat  meningkatkan  kemampuan  pemecahan masalah  sehingga  judul  penelitian  ini  adalah  “Pengembangan  LKPD  IPA
dengan  Model  Cooperative  Learning  Tipe  Group  Investigation  pada  Tema Hujan  Asam  dan  Dampaknya  terhadap  Lingkungan  untuk  Meningkatkan
Kemampuan  Pemecahan  Masalah  Peserta  didik”.  LKPD  IPA  dirancang semenarik  mungkin  sehingga  memiliki  daya  tarik  bagi  peserta  didik
7 SMPMTs  dalam  mempelajari  IPA.  Adanya  LKPD  hasil  pengembangan
diharapkan  dapat  mendukung  kegiatan  pembelajaran  IPA  di  sekolah  sehingga dapat
meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah
yang dapat
diaplikasikan  dalam  kehidupan  sehari-hari  peserta didik  dalam  masyarakat.
B. Identifikasi Masalah