19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Transisi demokrasi dalam tatanan dunia yang makin terbuka mengakibatkan makin cepatnya dinamika sosial, termasuk faktor intervensi asing. Kondisi tersebut menempatkan
Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan konflik, terutama konflik yang bersifat horisontal. Konflik tersebut, terbukti telah mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya
rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis seperti dendam, benci, dan antipati, sehingga menghambat terwujudnya
kesejahteraan umum.
21
Bali merupakan salah satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik sosial yang bersifat horizontal juga sering terjadi di Bali. Membayangkan
masyarakat Bali semata-mata anggung dan mempesona bagai di post card dan lukisan naturalis merupakan sebuah kekeliruan besar. Dibalik keanggunan dan keindahan tersebut,
di sana sini terdapat konflik sosial.
22
Konflik sosial yang terjadi di Bali pada umumnya dilatarbelakangi oleh masalah ekonomi, politik, hukum dan adat budaya. Namun konflik
sosial yang terjadi di Bali yang sering muncul ke permukaan dan menjadi perhatian publik adalah konflik sosial yang berdimensi adat.
Konflik di Bali juga bisa dilacak dari ekses negatif ideologi pembangunan model tricle down efect, tetesan ke bawah. Hal ini memang tidak bersifat langsung, namun masih
bisa dilacak peroses pertumbuhannya. Pembangunan model itu, amat bergantung pada peran konglomerat, karena itu kelompok ini, harus dibangun secara instant melalui konglomerasi
dan nepotisme. Mereka inilah yang diberikan kesempatan untuk mengubah pola ekonomi pariwisata dari yang kerakyatan menjadi ”kekaisaran”. ”Kaisar-kaisar” pariwisata datang ke
Bali, tidak saja melakukan eksploitasi ekonomi, tetapi juga penetrasi budaya dengan menghancurkan dan mengesampingkan budaya lokal. Lebih jauh dari itu mereka juga
melakukan dominasi poltik dengasn mendikte elit kekuasaan lokal baik sipil maupun militer, dipaksa tunduk terhadap kehendak ”sang kaisar.” Hal ini kemudian menimbulkan
21
http: statushukum. com undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang- penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
22
Bahaya Konflik Multidimensi Mengintip Bali, http:www.sejarawantsp.combahaya-konflik-multidimensi- mengintip-bali, diakses Minggu 14 Juni 2015.
20
konflik baru antara mahasiswa dan para pemerhati Bali melawan penguasa yang didukung aparat keamanan.
23
Sementara konflik ekonomi sosial yang muncul dari ekses pembangunan model tricle down efect bermula dari adanya akumulasi kapital pada segelintir orang, yang
kemudian melahirkan kecemburuan sosial golongan miskin dengan golongan kaya. Pembakaran dan penjarahan yang dilakukan oleh rakayat Bali pada kerusuhan sosial –
politik 20-21Oktober 1999, sangat cocok untuk menerangkan bahwa ketimpangan sosial ekonomi mempunyai peluang yang besar meningkatkan kadar konflik tataran tertinggi,
yakni tindakan-tindakan anarkhi.
24
Konflik sosial yang juga sering menjadi perhatian publik yang terjadi di Bali adalah konflik adat atau kasus adat. Yang dimaksud dengan konflik ataupun kasus adat adalah
kasus-kasus yang bertentangan dengan Tri Hita Karana Parahyangan, Pawongan dan Palemahan Surpha, 2002:154. Di Bali konflik adat merupakan ancaman besar bagi
eksistensi masyarakat Bali yang kini mendapatkan perhatian besar dari banyak kalangan. Konflik yang terjadi dalam masyarakat Bali beberapa tahun ini intensitasnya sangat tinggi.
Beberapa kasus setelah diidentifikasi dapat digolongkan ke dalam ranah konflik adat tapi ada pula konflik yang diklaim menjadi konflik adat atau tindakan kriminal yang diadatkan,
seperti permasalahan pribadi yang kemudian mengajak kelompok besar seperti banjar adat sampai desa pakraman untuk ikut serta dalam putaran konflik tersebut. Latar belakang
terjadinya konflik adat antara lain disebabkan oleh adanya perubahan sosial yang tampak pada perubahan perilaku warga masyarakat, dan terjadinya pergeseran nilai budaya Sirtha,
2008:75.
25
Ditengah perkembangan kemajuan teknologi dan pengetahuan, dinamika kehidupan sosial masyarakat kini pun kian berubah. Kesadaran akan peningkatan
kesejahteraan yang semakin tinggi akibat dari perubahan yang cepat mengikuti perkembangan masyarakat yang semakin maju, mengakibatkan adanya pergeseran nilai-
nilai budaya masyarakat. Dengan kemajuan yang sedemikian rupa saat ini fenomena yang
23
Bahaya Konflik Multidimensi Mengintip Bali, http:www.sejarawantsp.combahaya-konflik-multidimensi- mengintip-bali, diakses Minggu 14 Juni 2015.
24
Bahaya Konflik Multidimensi Mengintip Bali, http:www.sejarawantsp.combahaya-konflik-multidimensi- mengintip-bali, diakses Minggu 14 Juni 2015.
25
Dinamika Desa Pakraman, http:dhebotblogbelog.blogspot.com201401dinamika-desa-pakraman.html, diakses Rabo 10 Juni 2015.
21
muncul adalah masyarakat sudah mulai berubah menjadi masyarakat yang konsumtif, eksploitatif, bernafsu tinggi, individualistik, konsumeristik, dan sekuler. Pergeseran yang
terjadi antara lain, terjadi pergeseran nilai sakral menjadi profan, dan nilai agama bergeser menjadi nilai ekonomi. Dengan terjadinya perubahan nilai dalam perubahan orientasi dari
kesederhanaan dan hemat menjadi rakus antara lain merupakan penyebab munculnya berbagai konflik di desa pakraman termasuk konflik batas wilayah yang melibatkan desa
pakraman Windia, 2010:28.
26
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih bisa
juga kelompok dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
27
Pengertian dari kata ”konflik” sangat banyak diberikan oleh para ahli. Menurut Stoner dan Freeman 1989:392 membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan
tradisional Old view dan pandangan modern Current View :
28
1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat
dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang
optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini,
manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik. 2.
Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan
sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik
sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
26
Dinamika Desa Pakraman, http:dhebotblogbelog.blogspot.com201401dinamika-desa-pakraman.html, diakses Rabo 10 Juni 2015.
27
Konflik, http:id.wikipedia.orgwikiKonflik, diakses Minggu 14 Juni 2015.
28
Konflik, http:id.wikipedia.orgwikiKonflik, diakses Minggu 14 Juni 2015.
22
Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer Myers, 1993:234
29
1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang
harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan
seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan
menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan
tradisional, konflik haruslah dihindari. 2.
Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi
manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak
hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang
destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.
Adapun penyebab konflik tersebut adalah :
30
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan
sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu
29
Konflik, http:id.wikipedia.orgwikiKonflik, diakses Minggu 14 Juni 2015.
30
Konflik, http:id.wikipedia.orgwikiKonflik, diakses Minggu 14 Juni 2015.
23
perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan
kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus
dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha
kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari
lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial
di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara
kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan
upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
24
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya
konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat
tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti
menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam
organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi
pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan
masyarakat yang telah ada.
A. Pencegahan Dan Penanggulangan Konflik Sosial Di Bali Dari Perspektif Hukum Negara Hukum Nasional
Indonesia adalah negara hukum. Demikian ditegaskan pada Pasal 1 Ayat 3 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UUD 1945 setelah perubahan.
Dengan demikian maka sudah sewajarnya negara pemerintah menciptakan norma-norma hukum atau produk hukum peraturan perundang-undangan yang mengatur kehidupan
seluruh komponen bangsa, termasuk membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pencegahan dan penanggulangan konflik sosial. Undang-undang yang
sudah diundangkan dalam Lembaran Negara akan mempunyai kekuatan mengikat dan berlaku terhadap seluruh komponen negara wilayah adan warga negara yang ada di dalam
negara. Demikian pula dengan Bali, Bali adalah merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bali juga harus tunduk dan terikat untuk melaksanakan undang-undang
yang sudah diundangkan dalam Lembaran Negara, termasuk tunduk dan melaksanakan
25
undang-undang tentang pencegahan dan penanggulangan konflik sosial, yaitu Undang- undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Menyadari kondisi dan tantangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis, pada tanggal 10 Mei 2012 Pemerintah telah menerbitkan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Undang-undang tersebut juga telah menetapkan ruang lingkup penanganan konflik meliputi Pencegahan Konflik,
Penghentian Konflik, dan Pemulihan Pasca Konflik.
31
Pengertian konflik sosial terdapat dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang
Penanganan Konflik Sosial, yang menyatakan: Konflik Sosial, yang selanjutnya disebut Konflik, adalah perseteruan danatau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok
masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas
nasional dan menghambat pembangunan nasional.
32
Mengacu pada strategi penanganan konflik yang dikembangkan oleh pemerintah, kerangka regulasi yang ada mencakup tiga strategi. Pertama, kerangka regulasi dalam upaya
pencegahan konflik seperti regulasi mengenai kebijakan dan strategi pembangunan yang sensitif terhadap konflik dan upaya pencegahan konflik. Kedua, kerangka regulasi bagi
kegiatan penanganan konflik pada saat terjadi konflik yang meliputi upaya penghentian kekerasan dan pencegahan jatuhnya korban manusia ataupun harta benda. Ketiga, kerangka
regulasi bagi penanganan pascakonflik, yaitu ketentuan yang berkaitan dengan tugas penyelesaian sengketaproses hukum serta kegiatan pemulihan, reintegrasi, dan rehabilitasi.
Kerangka regulasi yang dimaksud adalah segala peraturan perundang-undangan, baik yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun
dalam peraturan perundang-undangan yang lain, termasuk di dalamnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat TAP MPR.
33
31
Penanganan Konflik Komunal dan Kekerasan Horizontal dari Perspektif Implementasi UU No. 7 Tahun 2012, http:www.indonesia.go.iden penjelasan- umum 12392- penanganan- konflik- komunal- dan-
kekerasan-horizontal-dari-perspektif-implementasi-uu-no-7-tahun-2012, diakses Selasa 16 Juli 2013.
32
Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik
Sosial, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116.
33
http: statushukum. com undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang- penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
26
Berdasarkan pemikiran tersebut, pada dasarnya terdapat tiga argumentasi pentingnya Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial, yaitu argumentasi filosofis,
argumentasi sosiologis, dan argumentasi yuridis.
34
Argumentasi filosofis berkaitan dengan pertama, jaminan tetap eksisnya cita-cita pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mewujudkan persatuan dan kesatuan
bangsa, tanpa diganggu akibat perbedaan pendapat atau Konflik yang terjadi di antara kelompok masyarakat. Kedua, tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia yang terdiri atas beragam suku bangsa, agama, dan budaya serta melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk memberikan jaminan
rasa aman dan bebas dari rasa takut dalam rangka terwujudnya kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Ketiga, tanggung jawab negara memberikan pelindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi melalui upaya penciptaan suasana yang aman, tenteram, damai, dan
sejahtera baik lahir maupun batin sebagai wujud hak setiap orang atas pelindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda serta hak atas rasa aman dan
pelindungan dari ancaman ketakutan. Bebas dari rasa takut merupakan jaminan terhadap hak hidup secara aman, damai, adil, dan sejahtera.
35
Selanjutnya, argumentasi sosiologis pembentukan Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial adalah sebagai berikut; Pertama, Negara Republik Indonesia
dengan keanekaragaman suku bangsa, agama, dan budaya yang masih diwarnai ketimpangan pembangunan, ketidakadilan, dan kesenjangan sosial, ekonomi dan politik,
berpotensi melahirkan Konflik di tengah masyarakat. Kedua, Indonesia pada satu sisi sedang mengalami transisi demokrasi dan pemerintahan, membuka peluang bagi munculnya
gerakan radikalisme di dalam negeri, dan pada sisi lain hidup dalam tatanan dunia yang terbuka dengan pengaruh asing sangat rawan dan berpotensi menimbulkan Konflik. Ketiga,
kekayaan sumber daya alam dan daya dukung lingkungan yang makin terbatas dapat menimbulkan Konflik, baik karena masalah kepemilikan maupun karena kelemahan dalam
34
http: statushukum. com undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang- penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
35
http: statushukum. com undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang- penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
27
sistem pengelolaannya yang tidak memperhatikan kepentingan masyarakat setempat. Keempat, Konflik menyebabkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut, rusaknya
lingkungan dan pranata sosial, kerugian harta benda, jatuhnya korban jiwa, timbulnya trauma psikologis dendam, benci, antipati, serta melebarnya jarak segresi antara para
pihak yang berkonflik sehingga dapat menghambat terwujudnya kesejahteraan umum. Kelima, Penanganan Konflik dapat dilakukan secara komprehensif, integratif, efektif,
efisien, akuntabel, dan transparan serta tepat sasaran melalui pendekatan dialogis dan cara damai berdasarkan landasan hukum yang memadai. Keenam, dalam mengatasi dan
menangani berbagai Konflik tersebut, Pemerintah Indonesia belum memiliki suatu format kebijakan Penanganan Konflik komprehensif, integratif, efektif, efisien, akuntabel dan
transparan, serta tepat sasaran berdasarkan pendekatan dialogis dan cara damai.
36
Argumentasi yuridis pembentukan Undang-Undang tentang Penanganan Konflik Sosial adalah mengenai permasalahan peraturan perundang-undangan terkait Penanganan
Konflik yang masih bersifat sektoral dan reaktif, dan tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan.
37
Transisi demokrasi dalam tatanan dunia yang makin terbuka mengakibatkan makin cepatnya dinamika sosial, termasuk faktor intervensi asing. Kondisi tersebut menempatkan
Indonesia sebagai salah satu negara yang rawan Konflik, terutama Konflik yang bersifat horisontal. Konflik tersebut, terbukti telah mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya
rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis seperti dendam, benci, dan antipati, sehingga menghambat terwujudnya
kesejahteraan umum.
38
Berdasarkan fakta tersebut, maka dibentuklah undang-undang tentang penanganan konflik sosial, yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 terdiri dari 10 Sepuluh Bab dan 62 Enam Puluh Dua Pasal. Bab I tentang Ketentuan Umum, Bab II tentang Asas,
Tujuan, Dan Ruang Lingkup, Bab III tentang Pencegahan Konflik, Bab IV tentang Penghentian Konflik, Bab V tentang Pemulihan Pasca Konflik, Bab VI tentang
Kelembagaan Dan Mekanisme Penyelesain Konflik, Bab VII tentang Peran Serta
36
http: statushukum. com undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang- penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
37
http: statushukum. com undang- undang- republik- indonesia- nomor- 7- tahun- 2012- tentang- penanganan- konflik- sosial. html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
38
Penjelasan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
28
Masyarakat, Bab VIII tentang Pendanaan, Bab IX tentang Ketentuan Peralihan, Bab X tentang Ketentuan Penutup.
Dengan menggunakan pemahaman terhadap hakekat konflik sosial dan hakekat masyarakat Indonesia sebagai masyarakat multikultural, berikut ini adalah beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan dalam menangani konflik sosial secara efektif melalui aturan perundang-undangan, yaitu :
39
a. Konflik sosial harus diterima sebagai salah satu realitas sosial yang merupakan salah satu hakekat kebersamaan, ilusi tentang terciptanya kebersamaan yang bersifat otomatis,
dapat menyebabkan lahirnya sikap menghindari konflik yang akhirnya melumpuhkan kemampuan masyarakat untuk mengelola konflik secara mandiri dalam kehidupan
bersama. b. Penanganan konflik sosial dapat dilakukan secara lebih dini dengan mengidentifikasi
pola-pola kontak dan komunikasi sosial yang dapat memprediksi bentuk-bentuk interaksi sosial yang bersifat negatif dari dua orang individu atau kelompok.
c. Penanganan konflik sosial dapat dilakukan secara efektif dengan mengidentifikasi dan mempelajari lebih seksama berbagai kepentingan
spesifik yang merupakan konsekuensi dari perbedaan-perbedaan hakiki dan alami dari setiap individu atau kelompok yang
membangun kesatuan sosial tersebut. d. Penanganan konflik sosial tidak hanya dilakukan pada saat konflik sudah terbuka, yang
biasanya sudah terlambat. Penanganan konflik perlu dilakukan secara lebih dini dengan cara mengidentifikasi secara cermat bentuk-bentuk konflik tersembunyi, kadar
ketegangan yang timbul dari konflik tersembunyi tersebut, faktor-faktor yang potensial menjadi pemicu, serta pengaruh intervening variables penting yang ikut mempercepat
proses perubahan sebuah konflik tersembunyi menjadi sebuah konflik terbuka. e. Penanganan konflik secara efektif, juga dapat dilakukan dengan mengidentifikasi secara
cepat dan akurat mengenai dimensi konflik yang terjadi. Konflik yang bersifat vertikal, perlu ditangani secara berbeda dengan konflik horisontal karena melibatkan dua
individu atau kelompok sosial yang berbeda stata dan kekuatan hegemoniknya.
39
Ahmad Ubbe dkk, Laporan Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme Penanganan Konflik Sosial, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian
Hukum dan HAM RI 2011, www.bphn.go.iddatadocumentspkj-2011-10, diakses Rabo 10 Juni 2015.pdf
29
f. Penanganan konflik sosial secara efektif tidak hanya memperhatikan wujud konflik yang fisikal, melainkan juga yang bersifat ideologis yang berakar pada perbenturan nilai-nilai
dasar, serta konflik normatif yang berakar pada perbedaan mengenai aturan berperilaku.
g. Dalam konteks masyarakat multikultural, aturan perundang-undangan harus mampu menumbuhkan kemampuan setiap individu dan kelompok masyarakat untuk memiliki
kapasitas penting untuk hidup bersama, yaitu kesadaran akan jati diri dan sadar akan kepentingannya, kesadaran bertindak publik yang berlandas pada kemampuan
menyadari dan menerima kepentingan orang lain dan kelompok lain setara dengan kepentingannya, memiliki keterampilan untuk menjadi juru bicara yang fasih dan elegan
bagi kepentingan diri dan kelompoknya, menjadi pendengar yang peka terhadap kepentingan orang dan kelompok lain, serta mampu memberikan solusi-solusi
kontributif yang larap dengan kerangka besar mosaik kebersamaan.
B. Pencegahan Dan Penanggulangan Konflik Sosial Di Bali Dari Perspektif Kearifan Lokal Local Wisdom.
Bali sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah juga sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dan memiliki nilai-nilai kearifan lokal. Kesatuan
masyarakat hukum adat yang ada di seluruh Indonesia termasuk Bali, secara tegas telah mendapat pengakuan secara hukum. Hal ini ditegaskan dalam Konstitusi Negara Republik
Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia UUD 1945 setelah perubahan pada Pasal 18B Ayat 2, yang menyatakan :
2 Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Selanjutnya dalam Pasal 28I ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
jaman dan peradaban. Dalam berbagai undang-undang juga disinggung memgenai eksistensi hukum adat
dan masyarakat adat, antara lain dalam Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Undang-Undang Nomor 5 tahun 1994
30
tentang pengesahan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati yang memuat prinsip free and prior inform consent.
40
Kehidupan masyarakat Bali dari waktu ke waktu terus mengalami dinamika. Dinamika perkembangan masyarakat Bali sangat dipengaruhi oleh era globalisasi yang
memunculkan arus demokrasi dan perubahan yang begitu luas dan mempengaruhi segala segi kehidupan masyarakat Bali. Era globalisasi yang menimbulkan dinamika politik,
ekonomi, sosial dan budaya terhadap masyarakat Bali telah memunculkan pertentangan atau konflik di Bali, yaitu konflik yang bersifat horisontal atau vertikal. Konflik dan kekerasan di
Bali, dikenal dengan istilah biota atau wicara. Pelakunya bukan hanya warga desa pakraman krama desa, tetapi juga penduduk Bali. Dengan kata lain, setiap orang yang
berada di Bali baik krama desa, krama tamiu maupun tamiu, potensial dapat menimbulkan biota di tanah Bali.
41
Konflik sosial yang terjadi di Bali dilatarbelakangi oleh masalah politik, ekonomi, adat dan lain-lain. Konflik sosial yang terjadi di Bali yang sering muncul
ke publik adalah dilatar belakangi oleh masalah adat. Apabila konflik dan kekerasan itu muncul karena pelanggaran norma agama Hindu dan adat Bali, dikenal dengan sebutan
“konflik adat”. Konflik adat sebenarnya bukan hal baru, tetapi sudah terjadi sejak zaman kolonial, berlanjut sampai sekarang dengan berbagai menifestasi
.
42
Konflik adat yang juga merupakan konflik sosial sering muncul pada desa pakraman di Bali. Untuk mencegah
munculnya konflik di desa pakraman, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut. Pertama, sanksi adat yang telah terbukti menjadi sorotan berbagai pihak karena
dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan hak azasi manusia HAM seperti sanksi adat kasepekang, sebaiknya ditinggalkan dan diganti dengan jenis sanksi lainnya
yang lebih menjamin tercapainya tujuan pengenaan sanksi adat, yaitu mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat dan menciptakan kasukertan sekala niskala kedamaian
lahir batin. Kedua, prajuru desa perlu mengadakan perubahan orientasi dalam menegakkan
40
Hendra Wahanu Prabandani, Pembangunan Hukum Berbasis Kearifan Lokal, http:birohukum. bappenas.go.iddatadata_artikel_jdihPEMBANGUNAN20HUKUM20BERBASIS20KEARIFAN2
0 LOKAL.pdf, diakses Minggu 14 Juni 2015.
41
Wayan P. Windia, Kajian Hukum Adat untuk Mencegah Konflik Sosial di Masyarakat, dies.unud.ac.idwp- contentuploads20080910-windia-hukum.doc , diakses Selasa 16 Juli 2013.
42
Wayan P. Windia, Kajian Hukum Adat untuk Mencegah Konflik Sosial di Masyarakat, dies.unud.ac.idwp- contentuploads20080910-windia-hukum.doc , diakses Selasa 16 Juli 2013.
31
hukum adat awig-awig desa. Penegakan awig-awig tidak lagi harus bersikukuh pada interpretasi teks, melainkan lebih berorientasi pada konteks ruang dan waktu serta manfaat
yang didapat. Dalam hubungan dengan usaha menciptakan kasukertan kedamaian desa, hal ini mengandung arti bahwa dalam mengambil keputusan, perangkat pimpinan desa
pakraman prajuru desa tidak semata-mata harus berpegang pada suara terbanyak briuk siyu, melainkan patut meperhatikan kepatutan yang berlaku umum.
43
Hukum adat di Bali mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencegah dan menanggulangi konflik sosial yang terjadi di Bali. Hukum adat di Bali merupakan
perwujudan dari nilai-nilai budaya Bali dan nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Bali. Hukum adat dalam prakteknya adalah berisi kearifan-kearian lokal yang saat ini sedang
mengemuka karena kapasitasnya telah terbukti bermanfaat sebagai pendekatan dalam berbagai aspek kehidupan.
44
Soerjono Soekanto 1988 menyatakan bahwa hukum harus dianggap sebagai ekspresi dari suatu sikap kebudayaan, artinya tertib hukum harus
dipelajari dan dipahami secara fungsional dari sistem kebudayaan. Hukum merupakan konkretisasi dari nilai-nilai budaya suatu masyarakat, dengan kata lain hukum merupakan
penjelmaan dari sistem nilai-nilai budaya masyarakat. Oleh karena setiap masyarakat selalu menghasilkan kebudayaan, maka hukumpun selalu ada dalam masyarakat dan tampil
dengan kekhasan masing-masing.
45
Sebagai bagian dari produk kebudayaan, hukum tidak hanya dipandang sebagai bangunan norma peraturan yang dibuat oleh pihak yang memiliki
otoritas untuk membuat hukum negara. Lebih dari itu, perspektif antropologi hukum memperlihatkan wujudnya sebagai sistem pengendalian sosial social control untuk
menciptakan keteraturan sosial social order dan menjaga ketertiban dalam kehidupan bersama legal order.
46
43
Wayan P. Windia, Kajian Hukum Adat untuk Mencegah Konflik Sosial di Masyarakat, dies.unud.ac.idwp- contentuploads20080910-windia-hukum.doc , diakses Selasa 16 Juli 2013.
44
Hendra Wahanu Prabandani, Pembangunan Hukum Berbasis Kearifan Lokal, http:birohukum. bappenas.go.iddatadata_artikel_jdihPEMBANGUNAN20HUKUM20BERBASIS20KEARIFAN2
0 LOKAL.pdf, diakses Minggu 14 Juni 2015.
45
Hendra Wahanu Prabandani, Pembangunan Hukum Berbasis Kearifan Lokal, http:birohukum. bappenas.go.iddatadata_artikel_jdihPEMBANGUNAN20HUKUM20BERBASIS20KEARIFAN2
0 LOKAL.pdf, diakses Minggu 14 Juni 2015.
46
Hendra Wahanu Prabandani, Pembangunan Hukum Berbasis Kearifan Lokal, http:birohukum. bappenas.go.iddatadata_artikel_jdihPEMBANGUNAN20HUKUM20BERBASIS20KEARIFAN2
0 LOKAL.pdf, diakses Minggu 14 Juni 2015.
32
Demikian pula nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Bali juga dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya konflik sosial di Bali. Kearifan lokal local genius local
wisdom merupakan pengetahuan lokal yang tercipta dari hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari pengalaman hidup yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi.
Kearifan lokal dengan demikian merupakan pengetahuan lokal yang digunakan oleh masyarakat lokal untuk bertahan hidup dalam suatu lingkungannya yang menyatu dengan
sistem kepercayaan, norma, budaya dan diekspresikan didalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.
47
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud sebagai kearifan lokal adalah nilai-nilai, norma, hukum-hukum dan pengetahuan yang dibentuk oleh
ajaran agama, kepercayaan-kepercayaan, tata nilai tradisional dan pengalaman-pengalaman yang diwariskan oleh leluhur yang akhirnya membentuk sistem pengetahuan lokal yang
digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan sehari-hari oleh masyarakat.
48
Masyarakat Bali sebagai satu kesatuan geografis, suku, ras, agama memiliki nilai kearifan lokal yang telah teruji dan terbukti daya jelajah sosialnya dalam mengatasi
berbagai problematika kehidupan sosial. Nilai kearifan lokal tersebut diantaranya :
49
1. Nilai kearifan Tri Hita Karana; suatu nilai kosmopolit tentang harmonisasi
hubungan manusia dengan tuhan sutata parhyangan, hubungan manusia dengan sesama umat manusia sutata pawongan dan harmonisasi hubungan manusia
dengan alam lingkungannya sutata palemahan. Nilai kearfian lokal ini telah mampu menjaga dan menata pola hubungan sosial masyarakat yang berjalan sangat
dinamis.
47
AA G Oka Wisnumurti, Mengelola Nilai Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama Suatu Tinjauan Empiris-Sosiologis, http:www.yayasankorpribali.orgartikel-dan-berita59-mengelola-
nilai-kearifan-lokal-dalam-mewujudkan-kerukunan-umat-beragama.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
48
Hendra Wahanu Prabandani, Pembangunan Hukum Berbasis Kearifan Lokal, http:birohukum. bappenas.go.iddatadata_artikel_jdihPEMBANGUNAN20HUKUM20BERBASIS20KEARIFAN2
0 LOKAL.pdf, diakses Minggu 14 Juni 2015.
49
AA G Oka Wisnumurti, Mengelola Nilai Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama Suatu Tinjauan Empiris-Sosiologis, http:www.yayasankorpribali.orgartikel-dan-berita59-mengelola-
nilai-kearifan-lokal-dalam-mewujudkan-kerukunan-umat-beragama.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
33
2. Nilai kearifan lokal Tri Kaya Parisuda; sebagai wujud keseimbangan dalam
membangun karakter dan jatidiri insani, dengan menyatukan unsur pikiran, perkataan dan perbuatan. Tertanamnya nilai kearfan ini telah melahirkan insan yang
berkarakter, memiliki konsistensi dan akuntabilitas dalam menjalankan kewajiban sosial.
3. Nilai kearifan lokal Tatwam Asi; kamu adalah aku dan aku adalah kamu, nilai ini
memberikan fibrasi bagi sikap dan prilaku mengakui eksistensi seraya menghormati orang lain sebagaimana menghormati diri sendiri. Nilai ini menjadi dasar yang
bijaksana dalam membangun peradaban demokrasi moderen yang saat ini sedang digalakkan.
4. Nilai Salunglung Sabayantaka, Paras Paros Sarpanaya; sutu nilai sosial tentang
perlunya kebersamaan dan kerjasama yang setara antara satu dengan yang lainnya sebagai satu kesatuan social yang saling menghargai dan menghormati.
5.
Nilai Bhineka Tunggal Ika sebagai sikap sosial yang menyadari akan kebersamaan
ditengah perbedaan, dan perbedaan dalam kebersamaan. Semangat ini sangat penting untuk diaktualisasikan dalam tantanan kehidupan sosial yang multikultural.
6.
Nilai kearifan lokal Menyama Braya; mengandung makna persamaan dan
persaudaraan dan pengakuan sosial bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu kesatuan sosial persaudaraan maka sikap dan prilaku dalam memandang orang lain
sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka. Sederertan nilai-nilai kerafian lokal tersebut akan bermakna bagi kehidupan sosial
apabila dapat menjadi rujukan dan bahan acuan dalam menjaga dan menciptakahn relasi sosial yang harmonis. Sistem pengetahuan lokal ini seharusnya dapat dipahami sebagai
sistem pengetahuan yang dinamis dan berkembang terus secara kontekstual sejalan dengan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin heterogen dan kompleks. Nilai kearifan lokal
akan memiliki makna apabila tetap menjadi rujukan dalam mengatasi setiap dinamika kehidupan sosial, lebih-lebih lagi dalam menyikapi berbagai perbedaan yang rentan
menimbulkan konflik. Keberadaan nilai kearifan lokal justru akan diuji ditengah-tengah kehidupan sosial yang dinamis. Di situlah sebuah nilai akan dapat dirasakan. Secara empiris
nilai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Bali telah teruji
34
keampuhannya, paling tidak ketika proses reformasi berlangsung, pemilu multi partai dan konflik-konflik sosial yang bernuansa antar pemuda, masalah ekonomi dan politik dapat
diredam.
50
50
AA G Oka Wisnumurti, Mengelola Nilai Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama Suatu Tinjauan Empiris-Sosiologis, http:www.yayasankorpribali.orgartikel-dan-berita59-mengelola-
nilai-kearifan-lokal-dalam-mewujudkan-kerukunan-umat-beragama.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
35
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN