6
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pulau Bali sebagai salah satu daerah tujuan wisata internasional sudah sangat dikenal oleh masyarakat internasional. Tetapi fakta menunjukkan bahwa dalam tatanan sosial
kemasyarakatan di Bali masih terdapat konflik-konflik sosial yang mengganggu ketentraman dan kedamaian masyarakat Bali. Konflik sosial yang terjadi di Bali bisa berupa
konflik adat, konflik antar agama, konflik antar suku, konflik bernuansa ekonomi dan konflik yang bernuansa plolitik.
Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri, Ayip Muflich mengatakan, pencegahan konflik harus dilakukan sedini mungkin, sebelum
berkembang menjadi konflik sosial yang terbuka. Bali memang tidak seperti daerah lain, tetapi potensi konflik itu tetap terbuka. Maka, sebelum konflik itu pecah, harus diantisipasi
sedini mungkin dengan cara dialog, kata Ayip saat membuka seminar nasional Mencegah Potensi Konflik Sosial di Denpasar, Minggu 8 Mei 2011. Sementara itu, Ketua Forum
Kerukunan Umat Beragama FKUB Bali, Ida Bagus Gede Wiyana menyatakan, konflik terjadi saat Pancasila dan UUD 1945 diabaikan dalam keseharian kita. Lalu itu dipelesetkan
dalam sebuah bentuk ekslusivisme picik oleh sebagian anak bangsa yang menamakan diri sebagai yang benar. Fundamentalisme, termasuk di dalam membuat pernyataan-pernyataan
yang eksklusif dalam kemurnian dan kebenaran cenderung melahirkan intoleransi dan kekerasan. Kalau cara pandang ini yang kita anut dalam hidup berbangsa, kita akan hidup
dalam bayang-bayang kekerasan. Menganggap yang lain sebagai bukan kaumnya, yang harus didepak, katanya. Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama juga menyoroti
argumentasi para pengamat sosial dan kaum agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB bahwa masalah sosial yang terjadi selama ini adalah
salah satu bentuk pergeseran nilai. Nilai tradisional yang sebenarnya mempunyai ikatan luhur tiba-tiba didepak oleh amukan jaman modern. Menurutnya konflik sosial merupakan
permasalahan yang tidak bisa dibiarkan berkembang karena akan mengikis nilai dan solidaritas sosial kebersamaan masyarakat. Memang, suatu hal yang tidak gampang, karena
permasalahan sosial sekarang sangat kompleks. Namun kita tidak boleh menutup mata
7
terhadap berbagai kekerasan yang terus mengancam kita setiap saat. Kita harus melakukan pendekatan-pendekatan, ujar Wiyana. Model pendekatan seperti apa yang dilakukan?
Ketika ditanya demikian, Ketua yayasan Dwijendra ini mengatakan lakukan pendekatan secara umum. Seperti penegagakan hukum.
1
Demikian pula seperti yang disampaikan oleh Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Gede Sugianyar Dwi Putra, Bali sebagai daerah tujuan wisata internasional yang dibingkai
ajaran Agama Hindu semestinya tidak menghadapi konflik sosial dalam bentuk apa pun, “Namun faktanya di lapangan dari tahun ke tahun konflik sosial itu terus terjadi dan sampai
saat ini belum menemukan pemecahan yang tepat dalam menyelesaikan,” kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Gede Sugianyar Dwi Putra. Ketika tampil sebagai
pembicara pada Forum Sarasehan Pemuda Lintas Agama Provinsi Bali, Kombes Pol. Gede Sugianyar mengatakan, pengalaman aparat kepolisian di Polda Bali dalam menangani
konflik bernuansa adat dan agama hingga saat ini tidak efektif. Menurut Kombes Pol. Gede Sugianyar, di wilayah hukum Polda Bali yang meliputi delapan kabupaten dan satu kota
hingga akhir tahun 2010, ada sekitar 30-an kasus konflik bernuansa adat dan agama yang ditangani. Kasus tersebut jenisnya beragam, antara lain sengketa batas tanah warisan
leluhur, lahan kuburan, perubahan status kasta dan nama, serta masalah agama maupun kepercayaan. Selain masuk keranah hukum dan ditangani pihak kepolisian, kata Kombes
Pol. Gede Sugianyar, ada juga puluhan kasus lainnya yang diselesaikan sendiri oleh bendesa adat bersama tokoh masyarakat setempat. “Kami telah menangani berbagai kasus adat,
namun tidak membuahkan hasil yang efektif. Konflik adat hanya bisa diselesaikan secara adat karena ternyata dengan hukum positif tidak memberikan efek yang signifikan,”
katanya. Kombes Pol. Gede Sugianyar juga menyampaikan pesan Kapolda Bali Irjen Hadiatmoko, bahwa Forum Kerukunan Antarumat Beragama FKUB Bali untuk bisa
merumuskan solusi nyata dan terbaik dalam menyelesaikan konflik sosial yang terjadi di Pulau Dewata. Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang tampil sebagai pembicara utama
dalam Forum Sarasehan Pemuda Lintas Agama Provinsi Bali tersebut mengatakan, yang terjadi di Bali sebenarnya bukan konflik adat dan budaya. “Fakta menunjukkan, sebenarnya
1
Potensi Konflik Sosial di Bali Tinggi, http:nasional.news.viva.co.idnewsread219122-potensi-konflik- sosial-di-bali-tinggi, diakses Selasa 16 Juli 2013.
8
konflik tersebut bersumber dari pribadi-pribadi tertentu yang kemudian dibawa ke ranah sosial budaya sehingga yang muncul keluar adalah konflik sosial budaya,” ujarnya. Mangku
Pastika melansir jika sumber konflik tersebut berasal dari faktor ekonomi, pendidikan dan semakin mahalnya harga lahan di Bali saat ini. Seluruh penyebab ini masuk keranah sosial
budaya dan masyarakat menyikapinya secara budaya. Akibatnya, kasus ini menyebar, menjadi konsumsi media sehingga Bali secara keseluruhan mendapat getahnya.
2
Konflik dan kekerasan di Bali, dikenal dengan istilah biota atau wicara. Pelakunya bukan hanya warga desa pakraman krama desa, tetapi juga penduduk Bali. Dengan kata
lain, setiap orang yang berada di Bali baik krama desa, krama tamiu maupun tamiu, potensial dapat menimbulkan biota di tanah Bali. Apabila konflik dan kekerasan itu muncul
karena pelanggaran norma agama Hindu dan adat Bali, dikenal dengan sebutan “konflik adat”. Konflik adat sebenarnya bukan hal baru, tetapi sudah terjadi sejak zaman kolonial.
3
Adanya konflik sosial di Bali yang terwujud dalam konflik berdimensi adat seperti, bentrokan antar-banjar atau perebutan setra, mengindikasikan bahwa desa pakraman di Bali
harus mengadakan evaluasi, pembelajaran, dan pendewasaan diri. Hal ini semakin berat dengan masuknya faktor-faktor eksternal seiring dengan menguatnya pengaruh globalisasi
dan modernisasi. Oleh karena itu, desa pakraman sebagai pengawal adat, budaya, dan agama Hindu Bali harus diberdayakan keberadaannya agar dapat menjawab tuntutan zaman.
Jangan sampai energi desa pakraman habis untuk mengurusi konflik internal, sementara penetrasi budaya global bergerak begitu cepat dan rumit.
4
Seiring dengan menguatnya pengaruh modernisasi dan budaya global, desa pakraman sebagai lembaga adat yang
merepresentasikan tata nilai tradisional tentu akan menghadapi berbagai masalah dan tantangan. Menurut teori-teori modernisasi, perubahan sosial yang terjadi di masyarakat
dapat diamati dari tingginya mobilitas penduduk, tingginya aktivitas pertukaran barang dan jasa, cepatnya perputaran uang, menjamurnya etalase-etalase kapitalis seperti mall, ruko,
2
Bali Hadapi Konflik Sosial, http:bumnwatch.combali-hadapi-konflik-sosial, diakses Minggu 25 Agustus 2013.
3
Wayan P. Windia, Kajian Hukum Adat untuk Mencegah Konflik Sosial di Masyarakat, dies.unud.ac.idwp- contentuploads20080910-windia-hukum.doc , diakses Selasa 16 Juli 2013.
4
Sistem Sosial Masyarakat Bali, http:www.cakrawayu.org artikel 8-guru-sukarma 51-sistem-sosial- masyarakat-bali.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
9
bar, restoran, dan lain-lain, dan sebagainya. Kemudian secara kultural, masyarakat modern dicirikan dengan menguatnya gaya hidup life style dan pencitraan diri image. Selain itu,
juga menguatnya pengaruh nilai-nilai modern, seperti individualistis, materialistis, praksis efektif dan efisien, demokratis, dan ketergantungan pada penggunaan informasi dan
teknologi dalam berbagai bidang kehidupannya.
5
Konflik sosial yang terjadi di Bali juga disebabkan karena masyarakat adat dan Hindu di Bali juga sedang mengalami tekanan dari berbagai faktor eksternal yang menyebabkan
Bali berada dalam keterkepungan, baik secara ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Secara ideologi, masyarakat Bali berada dalam kegamangan ideologi akibat
masuk dan berkembangnya ideologi asing dengan terbukanya Bali sebagai pertemuan lintas etnis, ras, bangsa, dan agama sebagai akses langsung pengembangan kepariwisataan di Bali.
Secara politik, masuknya bermacam-macam partai politik ke Bali, baik disadari maupun tidak, akan menjadi alat bagi elit politik pusat untuk menggarap Bali.
6
Hal ini sering menyebabkan kehidupan sosial-politik masyarakat Bali terganggu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pendahuluan maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan aturan hukum tentang pencegahan dan penanggulangan konflik sosial di Bali ?
2. Upaya-upaya apakah yang harus dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya konflik sosial di Bali ?
5
Sistem Sosial Masyarakat Bali, http:www.cakrawayu.org artikel 8-guru-sukarma 51-sistem-sosial- masyarakat-bali.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
6
Sistem Sosial Masyarakat Bali, http:www.cakrawayu.org artikel 8-guru-sukarma 51-sistem-sosial- masyarakat-bali.html, diakses Selasa 16 Juli 2013.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA