kota Gresik
ke521 dan
HUT Pemkab Gresik ke-34
9 14
Maret LombokTi
mur, Nusa Tenggara
Barat Warga Muslim
yang menamakan
diri kelompok Batiniah,
bentrok dengan Majelis
Mujahidin Indonesia
MMI
di Lombok
Timur, Nusa
Tenggara Barat.
Peristiwa ini
dipicu oleh
perbedaan jumlah adzan
salat jum’at. Paham
Keagamaan Majelis
Mujahidn Indonesia
Warga Muslim
non-MMI
10 19 April
2008 Mataram,
Nusa Tenggara
Barat Pemerintah
Daerah Mataram
ibadah
dan aktivitas
keagamaan Ahmadiyah di
Nusa Tenggara Barat.
Aktivitas Keagamaan
Ahmadiyah Pemerintah
Daerah
11 21 April
2008 Ciamis,
Jawa Barat Ratusan warga,
gabungan berbagai
kemsyarakatan Islam
se- Banjar
dan Ciamis
merusak masjid
milik jemaah
Ahmadiyah Paham
Keagamaan Masjid
Istiqomah milik
jemaat Ahmadiyah
Ratusan Warga
12 21 April
2008 Bekasi,
Jawa Barat RS
Mitra Keluarga
Bekasi Praktik
Keagamaan Wine Dwi
Mandela Manajemen
RS Mitra
Keluarga
memecat Wine Dwi Mandela
perawat di
bagian fisioterapi,
Departemen Rehab Medik
RS
Mitra Keluarga
Bekasi karena menggunakan
jilbab
dan manset.
Bekasi
13 28 April
2008 Sukabumi,
Jawa Barat 500
orang anggota Forum
Komunikasi Jamilatul
Mubalighin FKM
merusak Masjid
al- Furqon
milik Ahmadiyah,
Kampung Parakan Salak
RT 02 RW 02 Parakan Slak,
Sukabumi Paham
keagamaan Masjid
al- Furqon
milik Ahmadiah
500 orang
anggota Forum
Komunikasi Jamiatul
Mubalighin FKJM
14 18 Juni
2008 Cianjur,
Jawa Barat Himpinan
Santri Bersatu HISAB
Cianjur menyegel
masjid
dan madrasah
Ahmadiyah di Desa Sukadana
Kecamatan Campaka,
Cianjur. Paham
Keagamaan Ahmadiyah
Himpunan Santri
Bersatu HISAB
Cianjur, Jawa Barat.
15 18 Juni
2008 Sukabumi,
Jawa Barat Parat
kepolisian Sukabumi,
Jawa
Barat menghentikan
secara paksa
Aktivitas Keagamaan
Jemaat Ahmadiyah
Kepolisian Sukabumi,
Jawa Barat
kegiatan belajar
mengajar pelajar
Ahmadiyah.
16 18 Juni
2008 Padang,
Jawa Barat Masyarakat
mencopot papan
nama Ahmadiyah di
Pampang Sumatra Barat.
Paham Keagamaan
Ahmadiyah Masyarakt
17 19 Juni
2008 Majalengka,
Jawa Barat Kekerasan
psikis berupa pengucilan
dari masyarakat.
Kekerasan tersebut dalam
bentuk menempelkan
stiker sesat Paham
Keagamaan Warga
Ahmadiyah Warga non
Ahamadiya h
18 19 Juni
2008 Tanggerang
, Banten Ketua
RT, Lurah
dan Camat
Kecamatan Tanggerang
melarang warga
Ahmadiyah beribadat
dan menghentikan
secara paksa
kegiatan jemaat
Ahmadiyah kecamatan
Tanggerang. Aktivitas
keagamaan Warga
Ahmadiyah Ketua RT,
Lurah dan
Camat Kecamatan
Tanggerang
19 20 Juni
2008 Cianjur,
Jawa Barat Gerakan
Reformasi Islam Garis
dan Himpunan Sntri
Bersatu Hisab
Cianjur menyagel
masjid Paham
Keagamaan Ahmadiyah
Garis dan
Hisab Cianjur
Ahmadiyah Cipeuyeum
Bojong Picung.
20 17
Agustus 2008
DKI Jakarta,
Jakarta Timur
Massa muslim berjumlah 200
orang menyerang
tempat ibadat jemaat Kristen
GPDI Pondok Ranggon,
Cipayung, Jakarta Timur.
Tempat ibadat
Jemaat Kristen
GPDI Massa
Islam berjumlah
sekitar 200 orang
21 08
Agustus 2008
Sukabumi, Jawa Barat
Masa merusak musholla
dan masjid
milik Ahmadiyah
Paham Keagamaan
Masjid Baiturahma
n dan
Musholla Baitud do’a
Massa dari RT
0203 dan
0303 desa Lebak
Sari dan
warga 0303 Desa
Parakansala k
22 02
Novemb er 2008
Deli Serdang,
Sumatra Utara
Sejumlah warga
melarang dan melaporkan
Suraji
dan pengikutnya ke
Polres Deli
Serdang, Sumatra Utara.
Suraji diduga menyebarkan
ajaran sesat. Paham
Keagamaan Suraji
dan Pengikutnya
Sejumlah warga
23 09
Novemb er 2008
Bandung, Jawa Barat
Sejumlah warga
melarang beribadat
warga
GBI Gereja Bethel
Indonesia Blok
Kupat, Bandung, Jawa
Barat Tempat
Ibadat Kristen
Jemaat GBI Bandung
Warga sekitar
gereja
24 19
Cianjur, Ratusan Massa
Paham Ahmadiyah
Ratusn
Desemb er 2008
Jawa Barat Garis Gerakan
Reformis Islam
melakukan penyerangan
dan perusakan Masjid
Ahmadiyah Mande
Cianjur, Jawa Barat
keagamaan Mande
massa GARIS
25 13 Juni
2008 Karanganya
r, Jawa
Tengah FPI dan MMI
mengancaman penyerangan
dan penyegelan
atas masjid
milik Ahmadiyah, di
Desa Kalisoro,
Tawangmangu ,
Karanganyar, Jawa Tengah.
Paham Keagamaan
Masjid milik
Ahmadiyah FPI
dan MMI
Majelis Mujahidin
Indonesia.
Tabel Persebaran Konflik di Indonesia
21
Persebaran Insiden Konflik keagamaan menurut provinsi, 1990- 2008
No Nama Provinsi
Aksi Damai Kekerasan
Total Insiden
1 Sumatra Utara
9 8
17 2
Sumatra Barat 4
4 3
Riau 2
5 7
4 Kepulauan Riau
2 2
5 Sumatra Selatan
3 3
21
Ihsan Ali-Fauzi, et.al, Pola-Pola Konflik Keagamaan di Indonesia 1990-2008, 20.
6 Bangka Belitung
1 1
7 Bengkulu
1 1
8 Jambi
1 1
9 Lampung
7 7
10 Banten
5 5
10 11
DKI Jakarta 267
41 308
12 Jawa Barat
57 45
102 13
Jawa Tengah 37
12 49
14 DI Yogyakarta
18 4
22 15
Jawa Timur 33
32 65
16 Bali
14 9
23 17
Nusa Tenggara Barat 5
9 14
18 Nusa Tenggara Timur
2 5
7 19
Kalimantan Selatan 5
1 6
20 Kalimatan Tengah
5 5
21 Kalimantan Timur
2 3
5 22
Sulawesi Selatan 19
6 25
23 Sulawesi Tengah
28 48
76 24
Sulawesi Utara 2
2 4
25 Sulawesi Tenggara
5 1
6 26
Maluku Utara 12
12 27
Maluku 7
36 43
28 Papua
3 3
29 NAD
3 1
4
59
BAB IV KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA DALAM KONTEKS ETIKA
IMMANUEL KANT A. Etika Imperatif Kategoris Immanuel Kant
Etika Kant tergolong dalm etika yang murni “apriori”, atau dengan kata lain etika ini tidak didasarkan atas pengalaman empiris, misalnya perasaan
enak-tidak enak, untung rugi, cocok tidak cocok dan lain sebagainya. Dengan kata lain, etika Kant dibangun seluruhnya dari prinsip-prinsip intelektualitas,
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara rasional.
1
Sedikit me-review, etika Immanuel Kant tergolong etika deontologis dan ajaran utama etika
Immanuel Kant adalah Imperatif Kategoris. Imperatif kategoris merupakan perintah mutlak dan berlaku secara
umum, sehingga bersifat universal. Imperatif ini tidak berhubungan dengan suatu tujuan yang ingin dicapai. Bentuk perintahnya adalah “kamu wajib”.
Karena “kamu wajib”, maka “kamu bisa”. Kant mengatakan bahwa tidak mungkin rasio mewajibkan kita melakukan sesuatu yang tidak bisa kita
lakukan. Dalam tulisannya yang berjudul Zum ewigen Frieden Menuju Peradaban Abadi, hal ini dirumuskan sebagai ultra proses nemo obligatur
melampaui kesanggupan, tidak ada yang bisa diwajibkan. Dengan demikian perintah “kamu wajib terbang” misalnya, bukanlah perintah moral rasional
1
Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual; Konfrontasi dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani Hingga Zaman Modern Yogyakarta: Kanisius, 2004, 286-287.
yang memuat kewajiban di dalamnya, sebab kita tahu tidak ada manusia yang bisa terbang.
2
Sebagai perintah, imperatif kategoris bukan sembarang perintah. Kant memaknai kata imperatif atau perintah bukan untuk segala macam perintah
atau komando, melainkan untuk mengungkapkan sebuah keharusan. Perintah dalam arti ini adalah bersifat rasional. Perintah yang dimaksud Kant adalah
perintah yang berdasarkan suatu keharusan objektif. Bukan paksaan, melainkan pertimbangan yang meyakinkan membuat manusia taat. Keharusan yang
dimaksud adalah kewajiban-kewajiban dalam bertindak yang berlaku bagi siapa saja dan tidak berdasarkan yang asal enak saja.
3
Seperti yang dipaparkan di atas, imperatif kategoris merupakan perintah “Bertindaklah secara moral”. Bertindak karena kewajiban.
4
Moral yang seperti apa? Dalam bukunya Foundations of the Metaphysics of Morals 1785,
Immanuel mengungkapkan: “Bertindaklah hanya menurut kaidah prinsip atau maksim yang dapat sekaligus menghendaki supaya kaidah itu berlaku sebagai
hukum universal”.
5
Maksim yang dimaksud adalah, prinsip subjektif dalam bertindak, sikap dasar hati orang dalam mengambil sikap-sikap dan tindakan-
tindakan konkret. Jadi, maksim bukan segala macam perimbangan dan peraturan. Maksim adalah sikap-sikap dasar yang memberikan arah yang
bersama kepada sejumlah maksud dan tindakan konkret.
2
Tjahjadi, Petualangan Intelektual; Konfrontasi dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani Hingga Zaman Modern, 290.
3
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Yogyakarta:Kanisius, 1997,145-146.
4
H.B. Acton, Dasar-dasar Filsafat Moral: Elaborasi terhadap Pemikiran Etika Immanuel Kant, terj. Muhammad Hardani Surabaya: Pustaka Eureka, 2003. 32.
5
James Rachels, Filsafat Moral, terj. Sudiarja Yogyakarta: Kanisius, 2004, 220.
Apa yang mendasar dalam nilai tindakan bermoral adalah bahwa hukum moral secara langsung harus menentukan kehendak. Apabila determinasi
ketetapan hati menurut hukum moral namun hanya melalui sarana perasaan, yang pasti mengandaiakan bahwa hukum mungkin menjadi satu dasar penentu
kehendak. Apabila suatu tindakan dilakuakan tidak sesuai dengan hukum, maka ia memiliki legalitas namun tidak memiliki moralitas.
6
Di dalam karyanya Grundlegung, Kant mengungkapkan bahwa imperatif kategoris memuat tiga prinsip tindakan: prinsip hukum umum, manusia sebagai
tujuan pada dirinya, dan otonomi yang dipertentangkan dengan heteronomi.
7
a. Hukum Umum Allgemeines Gesetz
Immanuel Kant mengungkapkan, imperatif kategoris adalah memerintahkan orang agar bertindak berdasarkan prinsip objektif, yakni
prinsip budiah yang berlaku bagi semua makluk berbudi; maka tidak berdasarkan pada prinsip yang hanya berlaku apabila manusia memiliki
tujuan tertentu. Ini berarti pendasaran prinsip tidak boleh diletakkan atas prinsip material atau empiris. Bagi Kant, yang material atau empiris
bersifat partikular
8
. Hal yang bersifat partikular itu membahayakan imperatif kategoris yang bersifat umum dan mutlak. Tuntutan imperatif
kategoris yang bersifat umum dan mutlak ini baru terjamin apabila pendasaran tindakan diletakkan atas sebuah prinsip atau hukum formal.
Prinsip formal adalah azaz yang tidak memuat apa isi tindakan, melainkan
6
Immanuel Kant, Kritik Atas Akal Budi Praktis, terj. Nurhadi Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, 118.
7
S.P. Lili Tjahjadi, Hukum Moral: Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif Kategoris Yogyakarta: Kanisius, 1991, 82.
8
Sistem yang mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan umum.
memuat syarat tindakan yang harus dipenuhi. Kant menyatakan prinsip formal ini sebagai berikut “Bertindaklah selalu berdasarkan maksim yang
melaluinya kau bisa sekaligus menghendakinya menjadi hukum umum”.
9
Sederhananya, Kant berpendapat bahwa seseorang adalah baik secara moral, bukan sejauh ia bertindak berdasarkan nafsu-nafsu atau
kepentingan diri, melainkan sejauh ia bertindak berdasarkan prinsip objektif yang berlaku baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Inilah
hakikat moralitas. Kant menyajikan contoh untuk pemaparan ini. Tentang orang yang
mau meminjam uang dan memberi janji bahwa uang itu akan ia kembalikan pada waktu yang telah ditentukannya. Padahal ia sadar bahwa
ia tidak dapat mengembalikan uang tersebut. Secara tidak langsung orang tersebut telah membuat janji palsu. Untuk mengetahui apakah tindakan
tersebut wajib dilakukan atau tidak, perlu dipertanyakan apakah maksimnya dapat dikehendaki menjadi hukum umum. Menurut Kant,
maksim tersebut tentu saja tidak dapat diuniversalisasikan menjadi maksim setiap orang. Karena jika setiap orang membuat janji untuk
mengembalikan pinjaman yang ia sendiri tidak tepati, perjanjian dan tujuan utama perjanjian itu sendiri mustahil terpenuhi, sebab tidak ada
seorang pun yang percaya bahwa ia dijnjikan sesuatu. Oleh sebab itu ia tidak bisa menghendaki maksimnya menadi hukum umum. Dengan
9
Tjahjadi, Hukum Moral; Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif Kategoris, 82.
demikian menurut Kant, jelaslah bahwa rencana orang tadi tidak boleh dilaksanakan.
b. Manusia Sebagai Tujuan
Pandangan Kant mengenai hukum umum menunjukkan bahwa semua tindakan manusia berbudi selain mempunyai sebuah prinsip, tentu
juga mempunyai tujuan. Kant membedakan antara tujuan subjektif dan tujuan objektif. Tujuan subjektif adalah tujuan yang semata-mata
ditentukan oleh keinginan orang yang bersangkutan saja. Sedangkan keinginan manusia itu memuat unsur-unsur empris, sifat dan nilainya
adalah relatif dan bersyarat. Tujuan subjektif lantas menjadi dasar dari imperatis hipotesis. Berbeda dengan tujuan subjektif, tujuan objektif
adalah tujuan yang ditentukan oleh kehendak budiah. Jadi tujuan objektif tidak ditentukan oleh unsur-unsur empiris, dan karenanya tidak bersifat
relatif atau bersyarat, melainkan bersifat umum dan mutlak. Menurut Kant, adanya tujuan objektif ini merupakan dasar dari imperatif kategoris.
10
Selanjutnya Kant juga mengungkapkan bahwa hanya manusialah tujuan pada dirinya sendiri, dan bukan semata-mata alat atau sarana yang
boleh diperlakukan sewenang-wenang. Di dalam segala tindakan seseorang baik yang ditujukan kepada dirinya sendiri maupun kepada
orang lain, manusia harus dipandang serentak sebagai tujuan. Posisinya ini terletak dalam kenyataan bahwa ia adalah makhluk berakal-budi dan
berkehendak; bahwa ia memiliki gagasan tentang hukum. Secara sadar, ia
10
Ibid,. 86.