ANALISIS KELAYAKAN TAMBAK UDANG WINDU (Penaeus monodon) EKSTENSIF DI DESA PURWOREJO KECAMATAN PASIR SAKTI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KELAYAKAN TAMBAK UDANG WINDU (Penaeus monodon) EKSTENSIF DI DESA PURWOREJO KECAMATAN PASIR SAKTI

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Oleh

Ali Ansori

Daerah pertambakan Pasir Sakti khususnya desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur menerapkan sistem budidaya polikultur udang windu (Penaeus monodon) dan ikan bandeng (Chanos chanos) secara ekstensif. Penting dilaksanakan studi kelayakan untuk mengetahui tingkat kelayakan lingkungan untuk budidaya udang windu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan lingkungan perairan tambak udang di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur. Penelitian ini menggunakan metode

scoring/pembobotan. Analisis scoring/pembobotan menggunakan pembagian atas 4 kelas yaitu: S1, S2, S3 dan N. Parameter yang diamati: suhu, pH, salinitas,

Disolved Oksigen (DO), ammonia (NH3), Total Organic Matter (TOM), curah hujan tahunan, pasang surut air laut, dan kondisi tanah (P-total, N-total dan C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa stasiun pengamatan 1 memiliki total persentase kualitas lahan tertinggi yaitu sebesar 62,5% (kelayakan sedang/S2). Sedangkan total persentase kualitas lahan terendah dijumpai di stasiun 2 yaitu sebesar 57,62% (kelayakan sedang/S2). Nilai rerata persentase kualitas lahan untuk tambak udang windu di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti adalah sebesar 61,79% (kelayakan sedang/S2). Total luas tambak udang windu di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti adalah ±624 ha tetapi lahan yang layak untuk budidaya udang windu ±385,56 ha.


(2)

ABSTRACT

FEASIBILITY STUDY OF POND SITE TIGER SHRIMP (Penaeus monodon) EXTENSIVE AQUACULTURE IN PURWOREJO VILLAGE

PASIR SAKTI EAST LAMPUNG DISTRICT

By Ali Ansori

The aquaculture area in Purworejo Village, Pasir Sakti East Lampung District applying polyculture farming systems of tiger shrimp (Penaeus monodon) and milkfish (Chanos chanos) extensively. This study aim to determine the feasibility level of shrimp aquaculture environment in Purworejo Village, Pasir Sakti, East Lampung District. Scoring/weighing method was used 4 classes: S1, S2, S3 and N. The parameter which was observed are temperature, pH, salinity, Disolved Oxygen (DO), ammonia (NH3), Total Organic Matter (TOM), annual rainfall, tide, and soil conditions (P-total, N-total and C). The results showed that station 1 has the highest total percentage of land quality that is equal to 62.5% (moderate feasibility / S2). While the value of the total percentage of land quality is found in station 2 that is equal to 57.62% (moderate feasibility / S2). Average value of the total percentage of land quality for shrimp ponds in the village in Purworejo Village, Pasir Sakti is 61.79% (moderate feasibility / S2). The total area of shrimp ponds in the village of Purworejo Pasir Sakti is ± 624 ha but that can be supported for tiger shrimp ± 385.56 ha.


(3)

ANALISIS KELAYAKAN TAMBAK UDANG WINDU (Penaeus monodon) EKSTENSIF DI DESA PURWOREJO KECAMATAN PASIR SAKTI

KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh Ali Ansori

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Jurusan Budidya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Harapan, pada tanggal 17 September 1991, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Gunarto dan Ibu Laminem.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 5 Tanjung Harapan Seputih Banyak Lampung Tengah pada tahun 2004. Menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1 Seputih Banyak Lampung Tengah pada tahun 2007 serta menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Seputih Banyak pada tahun 2010.

Tahun 2010, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S1 ke Perguruan Tinggi Universitas Lampung di Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Perairan melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menjadi mahasiswa penulis ikut organisasi di Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Unila (HIDRILA) sebagai anggota bidang penelitian dan pengembangan pada tahun 2011-2012.

Alhamdulillah pada semester 6, penulis mendapatkan bantuan penelitian dari pihak Pendidikan Tinggi (DIKTI) untuk melaksanakan penelitian bidang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan judul “Efektivitas Ekstrak Racun Dioscorin


(8)

argentiventer)”. Pada Semester 7 penulis menjadi penggagas kontes cupang hias berstandar Internasional Betta Congres (IBC) di Universitas Lampung. Pada semester 8 penulis diberi bantuan dana dari pihak Pendidikan Tinggi (DIKTI) untuk membuat unit usaha budidaya ikan hias, melalui Program Mahasiswa Wirausaha (PMW).

Selama menikmati masa perkuliahan pada bulan Juli 2013 selama 30 hari penulis mengikuti Praktik Umum (PU) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi dengan judul “Pembenihan Ikan Mas Koki (Carrasius auratus)”. Kemudian penulis juga mengikuti Kuliah Kerja Nyata

(KKN) di Desa Taman Negeri, Kecamatan Way Bungur Kabupaten Lampung Timur selama 40 hari. Dan yang terakhir penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kelayakan Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) Ekstensif Di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten lampung timur”.


(9)

PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahakan sebagai tanda baktiku kepada kedua orang tua, Ibu dan Bapak

serta Keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi

Untuk sahabat-sahabatku

serta semua pihak yang ikut membantu menyelesaikan skripsi ini.

Dan tak lupa untuk almamater tercinta.


(10)

Motto

“Optimis adalah mutlak ”

“Simpan yang perlu disimpan dan buang yang perlu dibuang”

Kata-kata mutiara

Tidak perduli perkataan orang

Tentang Sekat-sekat yang berdiri tegak diantara manusia Apakah kita pernah lupa bahwa kita sama-sama manusia?

Pilihannya ada pada diri kita

berpura-pura menjadi dewasa untuk berusaha melewatinya atau pura-pura menjadi anak-anak untuik menghindarinya

Karena kita diciptakan dari tuhan yang sama


(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Analisis Kelayakan Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) Ekstensif Di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten lampung timur”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibunda dan Ayahanda atas cinta dan kasih sayang, perhatian, pengorbanan dan dukungan serta do’a yang selalu dipanjatkan demi kelancaran, keselamatan dan kesuksesan hingga penulis bisa sampai pada tahap ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S, selaku dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

3. Ibu Ir. Siti Hudaidah, M.Sc, selaku ketua program studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. Bapak Limin Santoso, S.Pi. M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembahas yang memberikan motivasi selama perkuliahan. 5. Ibu Rara Diantari, S.Pi. M.Sc. dan Bapak Tarsim, S.Pi, M.Si, selaku dosen

pembimbing yang memberikan bimbingan dan masukan dalam skripsi. 6. Bapak Mahrus Ali, S.Pi, M.Si. dan Bapak Herman Yulianto, S.Pi., MSi.


(12)

7. Kakaku Rizal Umami, adik Aqil Sirojh Amrulloh dan saudaraku M. Hasyim Ashari S.Pi. yang senantiasa memberikan dukungan.

8. Partner penelitian yang selalu setia menemani dari awal penelitian hingga akhir penelitian Hermawan Fornando S.Pi.

9. Sahabat Ahmad Fauzy S.Pi. Aris Candra P. S.Pi, Yuti Kardin, Dio Sandi K., M. Pebriansyah, M. Baihaqi P., Priyo Anggoman, Aziz Prija J., Rico Wahyu P. S.Pi. Imam Sodikin, Akhmad Jumaidi, Dwi Angga Kusuma S.Pi, Elthsyin Eko V., Soffal Alhaq, S.A. Mandala Putra, Soma Romadhoni, Afrima Nur D. S.Pi, Jelita Noviantina S.Pi., Windi Pratiwi, Assovaria S.Pi dan Vina Olivia I.

10.Teman-teman seperjuangan angkatan 2010, terimakasih atas kebersamaan, kekompakan dan persaudaraan kita selama ini sehingga dapat melewati suka dan duka.

11.Bapak Yahya dan Bapak Ansori memberikan dukungan fasilitas dan moriil selama penulis melakukan studi dan penelitian .

12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT menilai ibadah untuk atas kebaikan dan pengorbanan yang diberikan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, 18 Maret 2015


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

1.4. Kerangka Pemikiran ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Pada Tambak ... 4

2.2. Pengelolaan Tambak ... 5

2.2.1. Sistem Intensif ... 5

2.2.2.Sistem Semi Intensif ... 6

2.2.3.Sistem Ekstensif (Tradisional) ... 6

2.3. Evaluasi Kelayakan Lahan ... 7

2.3.1. Pasang surut ... 8

2.3.2. Kondisi Tanah ... 8

2.3.3. Kualitas air ... 11


(14)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

3.2. Alat dan Bahan ... 13

3.3. Prosedur penelitian ... 14

3.3.1 Penentuan Stasiun Pengamatan ... 14

3.3.2 Pengumpulan Data Primer ... 15

3.3.2.1 Pasang Surut ... 15

3.3.2.2 Kondisi Tanah ... 16

3.3.2.3 Kualitas air... 17

a. Suhu ... 17

b. Salinitas ... 17

c. pH ... 17

d. Disolved Oksigen (DO)/Oksigen Terlarut ... 17

e. NH3 dan Total Organic Matter (TOM) ... 17

3.3.3 Pengumpulan data Sekunder ... 18

3.4 Analisis Data ……….………….. 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Kualitas Air Pada Tambak Udang ... 21

4.1.1 Suhu ... 21

4.1.2 pH ... 22

4.1.3 Salinitas ... 24

4.1.4 Disolved Oksigen (DO) ... 25

4.1.5 Total Organik Matter (TOM) ... 27

4.1.6 Amonia (NH3) ... 29

4.2 Pasang Surut ... 30

4.3 Curah hujan 3 tahun terakhir ... 32


(15)

4.4 Kondisi Tanah ... 33

4.4.1 C-Organik, N-Total (%) dan Hubungan C/N Rasio ... 33

4.4.2 P-Total ... 36

4.5.1 Analisis Kelayakan Stasiun 1 ... 37

4.5.2 Analisis Kelayakan Stasiun 2 ... 38

4.5.3Analisis Kelayakan Stasiun 3 ... 40

4.5.4 Analisis Kelayakan Tambak Udang di Desa Purworejo Pasir Sakti Lampung Timur ... 41

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………..…43

5.2 Saran……….. 43

Daftar pustaka ... 44

Lampiran ... 48


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Alat dan Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian ...13

2. Parameter Kelayakan Untuk Budidaya Udang Windu ...19

3. Analisis Kelayakan Stasiun 1 ...37

4. Analisis Kelayakan Stasiun 2 ...38

5.Analisis Kelayakan Stasiun 3 ...40

6.Analisis Kelayakan Tambak Udang di Desa Purworejo ...41


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.Diagram alir kerangka pemikiran...2

2.Diagram Alir Prosedur Penelitian ...14

3.Peta Pengambilan Titik Contoh ...15

4.Contoh substrat yang diambil dari dasar tambak ...16

5.Grafik Suhu air tambak selama empat kali pengamatan ...21

6.Grafik pH air tambak selama empat kali pengamatan ...23

7.Grafik salinitas air tambak selama empat kali pengamatan ...24

8. Grafik DO air tambak selama empat kali pengamatan ...25

9.Klekap/Ganggang yang tumbuh subur pada tambak budidaya ...26

10.Grafik Total Organic Matter (TOM) di Tambak ...28

11.Grafik Kandungan Amonia air tambak ...29

12.Proses persiapan dan pengeringan tambak ...30

13.Pengamatan pasang surut air laut selama 24 jam ...31

14.Data Curah Hujan bulanan tahun 2011,2012, 2013 dan Rata-rata ...32

15.Grafik C-Organik dan N-Total air tambak ...34

16.Grafik C/N Rasio ...35


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daerah tambak Pasir Sakti khususnya desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur menerapkan sistem budidaya polikultur Udang windu (Penaeus monodon) dan ikan bandeng (Chanos chanos) secara ekstensif. Komoditas yang dibudidayakan pada daerah pertambakan ini adalah udang windu dan bandeng. Kedua komoditas ini di budidayakan secara ekstensif polikultur

dalam satu petakan tambak. Sistem polikultur memberikan sisi positif dalam margin pendapatan petani. Hal ini disebabkan karena adanya produk tambahan yang dihasilkan selain udang windu yaitu ikan bandeng (Mahmud et al., 2007).

Usaha budidaya tambak di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur dimulai sejak tahun 1980-an. Produksi udang windu di Tambak Desa Purworejo pernah mengalami puncak produksi pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 dengan produksi udang windu sebanyak 200kg/ha. Pada tahun 2007 sampai dengan 2010 produksi udang didaerah pertambakan ini mulai mengalami penurunan jumlah produksi menjadi 120kg/ha atau sekitar 40%.

Penurunan jumlah produksi udang di lokasi penelitian diduga akibat masalah lingkungan yang timbul akibat pengembangan pengembangan tambak yang tidak berkonsep lingkungan. Pernyataan ini didukung oleh Ristiyani (2012) yang menyatakan bahwa pengembangan lahan budidaya tanpa memperhatikan


(19)

2 aspek lingkungan akan menimbulkan kendala lingkungan pada kegiatan budidaya dalam kurun waktu lama. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kelayakan lahan budidaya di Tambak Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan tambak udang windu (Penaeus monodon) di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur.

1.3. Manfaat

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang kelayakan lahan tambak udang di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur.

1.4. Kerangka Pemikiran

Adapun kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini:

.

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran Budidaya Tambak Ekstensif

Pengembangan lahan budidaya Tanpa Konsep Lingkungan

Penurunan kualitas lahan tambak Penurunan Jumlah produksi Analisis Kelayakan Lingkungan Perairan


(20)

3 Pengembangan budidaya tambak polikultur ekstensif udang windu dan bandeng dilakukan tanpa memperhatikan aspek lingkungan. Kegiatan budidaya udang secara ekstensif mengandalkan kondisi alam untuk mendukung

kelangsungan kegiatan budidaya, maka lama kelamaan kualitas lahan tambak menjadi menurun seiring berjalannya waktu. Penurunan ini dapat terjadi karena tidak adanya konservasi lingkungan tambak atau kurang optimalnya kegiatan konservasi sehingga menurunkan kualitas lahan tambak. Pernyataan ini didukung oleh Ristiyani (2012), yang menyatakan bahwa penataan wilayah budidaya atau penataan ruang pengembangan budidaya yang tidak memperhatikan kondisi daya dukung akan menimbulkan permasalahan budidaya dengan segala aspek

komplikasinya dalam kurun waktu lama (Ristiyani, 2012).

Penurunan kualitas lahan tambak dapat berdampak pada penurunan jumlah produksi udang. Ketika kualitas lahan budidaya menurun maka faktor penunjang kelangsungan hidup komoditas budidaya semakin menurun. Hal inilah yang yang menjadi faktor yang berperan dalam penurunan produktivitas pada saat panen.

Salah satu upaya peningkatan produktivitas tambak dapat dilakukan dengan melakukan analisis kelayakan lahan tambak. Diharapkan dengan melakukan analisis kelayakan dapat diketahui kondisi kelayakan tambak Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur. Hasil penelitian kondisi kelayakan lahan tambak dapat membantu dalam upaya peningkatan jumlah produktivitas tambak udang windu dilokasi penelitian.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Budidaya Tambak

Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

masyarakat dan perolehan devisa (Mustafa et al., 2010). Beberapa komoditas yang biasa budidayakan adalah udang, kepiting, bandeng, nila dan rumput laut. Masing-masing komoditas biasa di budidayakan pada petakan tambak dengan satu jenis komoditas (monokultur) dan juga memanfaatkan satu petakan tambak untuk beberapa komoditas yang didiversifikasi dengan komoditas lain (polikultur).

Budidaya secara monokultur sering kali diterapkan pada budidaya intensif. Pertumbuhan udang windu yang dibudidayakan secara monokultur lebih cepat tumbuh jika dibandingkan dengan udang windu yang dibudidayakan secara

polikultur (Tarsim, 2004). Pertumbuhan udang windu yang relatif lebih cepat pada budidaya secara monokultur karena ruang gerak yang cukup dan tidak ada

persaingan makanan dengan komoditas lain. Sedangkan pada budidaya udang windu secara polikultur kepadatan tebar lebih tinggi dengan adanya pembagian ruang gerak dan persaingan makan dengan komoditas lain yang berakibat pada pertumbuhan udang windu yang relatif rendah.

Penerapan sistem polikultur udang windu dan bandeng memiliki sisi positif dalam kesetabilan perairan tambak. Ikan bandeng berfungsi sebagai


(22)

5 pengendali pertumbuhan plankton baik plankton yang dibutuhkan dalam perairan maupun plankton yang berbahaya dalam tambak. Ikan bandeng memiliki pola gerak yang selalu bergerombol, sehingga karakter ikan ini dapat meningkatkan proses difusi oksigen dalam perairan (Murachman et al., 2010).

2.2. Pengelolaan Tambak

Kegiatan pengelolaan tambak menunjukkan pola budidaya yang memiliki ciri khas masing-masing. Ciri tersebut terletak pada tahapan persiapan lahan, manajemen kualitas air, manajemen pakan dan manajemen penyakit. Saat ini telah dikenal pengelolaan tambak dengan 3 cara, yaitu :

2.2.1. Sistem Intensif

Menurut Prihatman (2000), ciri-ciri tambak udang intensif yaitu: memiliki luasan tambak antara 0,2-0,5 ha/petak. Petak kolam terbuat dari beton keseluruhan atau dinding terbuat dari beton sedangkan dasar tambak masih menggunakan dasar tanah. Petakan tambak berbentuk bujur sangkar yang dilengkapi dengan saluran pembuangan ditengahnya. Dasar tambak dibuat keras dengan lapisan kerikil serta terdapat kolam mixing untuk mencampur air tawar dan air laut sebelum dimasukkan ke dalam tambak. Terdapat pipa pembuangan kotoran yang terbawa angin serta air hujan yang berada di pojok dipasang secara permanen. Menggunakan sistem aerasi untuk menambahkan suplai oksigen terlarut (DO). Frekuensi penggantian air lebih sering dilakukan menggunakan pompa.

Pengelolaan tambak udang secara intensif kebanyakan mengalami

penurunan jumlah produksi terutama di Pulau Jawa dan Pesisir Timur Lampung. Kondisi ini disebabkan oleh daya dukung lingkungan yang mulai menurun.


(23)

6 Pernyataan ini didukung oleh Budidardi et al. (2005), budidaya udang secara intensif memiliki dampak negatif yaitu akumulasi jumlah pakan yang diberikan pada budidaya udang intensif berpotensi menurunkan kualitas air pada tambak budidaya yang berakibat pada jumlah konmsumsi pakan yang diberikan. Input limbah sisa hasil budidaya tidak dianjurkan menimbulkan peningkatan

pengkayaan nutrien, hal ini akan menyebabkan blooming fitoplankton dan merubah komposisi spesies ekologis yang berdampak pada kelanjutan usaha budidaya (Agus, 2008).

2.2.2. Sistem Semi Intensif

Menurut Prihatman (2000), ciri-ciri tambak udang semi intensif yaitu: memiliki luasan tambak dalam satu petak antara 1 – 3 ha/petak dengan bentuk persegi panjang. Pada petakan dilengkapi dengan saluran inlet dan outlet.

Dilakukan persiapan kolam sepelum dilakukan penebaran benih dan saat pemanenan. Terdapat caren diagonal yang mengarah dari inlet dan bermuara di saluran outlet pada setiap petakan. Caren ini memiliki lebar 5 - 10 m serta memiliki kedalaman 30 – 50 cm dari pelataran. Caren dimaksudkan untuk memudahkan saat pemanenan. Kedalaman air di pelataran hanya 40 – 50 cm. Caren juga bisa dibuat di sekeliling pelataran.

2.2.3. Sistem Ekstensif (Tradisional)

Pada umumnya budidaya tambak ekstensif (tradisional) selalu

mengedepankan luas lahan, pasang surut, intercrop dan tanpa pemberian makanan tambahan sehingga makanan bagi komoditas yang dibudidayakan harus tersedia secara alami dalam jumlah yang cukup (Murachman et al., 2010).


(24)

7 Menurut Prihatman (2000), ciri-ciri tambak udang ektensif (tradisional) yaitu: umumnya dibangun di daerah pasang surut, rawa-rawa, semak dan daerah

mangrove. Petakan tambak memiliki ukuran dan bentuk tidak teratur dengan luas antara 3 – 10 ha/petak. Pada sekeliling petakan tambak terdapat caren dengan kedalaman 30 – 50 cm dan lebar 5 – 10 m. Terdapat pelataran yang dikelilingi oleh caren dengan kedalaman 30 – 40 cm. Di tengah petakan tambak dibuat petakan kecil untuk nener. Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional,

misalnya tipe corong dan tipe taman yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur. Tidak menggunakan pupuk pada setiap awal kegiatan budidaya.

Keuntungan budidaya tambak ekstensif adalah lebih ramah lingkungan sekitar tambak pada setiap siklusnya, sehingga budidaya tambak ekstensif dapat berkelanjutan. Penggunaan bahan kima dalam budidaya tambak ekstensif sangat diminimalisir bahkan tidak menggunakan obat-obatan kimia sama sekali. Limbah sisa budidaya juga ramah lingkungan dengan kandungan amoniak yang rendah karena tidak menggunakan pakan buatan (pelet). Namun disisi lain produktivitas tambak ekstensif kurang optimal akibat jumlah padat tebar yang rendah. Jumlah produksi pada tambak ekstensif bergantung pada luasan tambak yang dikelola (WWF, 2011).

2.3. Evaluasi Kelayakan Lahan

Evaluasi kelayakan lahan merupakan proses penilaian atau keragaman

(performance) lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu. Tahapan evaluasi lahan meliputi pelaksanaan dan interprestasi survey dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi, dan


(25)

8 membuat perbandingan penggunaan lahan yang mukin dikembangkan (FAO dalam Ristiyani, 2012).

Daya dukung lingkungan adalah kemampuan suatu wilayah untuk menunjang aktifitas organisme didalamnya. Daya dukung merupakan sebuah konsep yang dikembangkan dengan tujuan agar tidak terjadi degradasi atau kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sehingga kegiatan budidaya dapat berkelanjutan (Ratnawati dan Asaad, 2012).

Penetuan tingkat kelayakan suatu daerah, dapat ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berperan didalamnya, yaitu :

2.3.1. Pasang Surut

Menurut Wibisono (2005), ada tiga tipe dasar pasang-surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu sebagai berikut:

1. Pasang-surut tipe harian tunggal (diurnal type) yaitu jika dalam 24 jam terjadi 1 kali pasang dan 1 kali surut.

2. Pasang-surut tipe tengah harian/ harian ganda (semi diurnal type) yaitu jika dalam 24 jam terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut.

3. Pasang-surut tipe campuran (mixed tides): yaitu jika dalam 24 jam terdapat bentuk campuran yang condong ke tipe harian tunggal atau condong ke tipe harian ganda.

Kondisi tambak yang dibuat bekas lahan mangrove cenderung rata dan rendah. Sehingga dengan pengaruh gravitasi masih dapat mengalami pasang surut air laut (Ratnawati dan Asaad 2012).


(26)

9 2.3.2. Kondisi Tanah

Menurut Ratnawati dan Asaad (2012), bahwa tanggul pada dinding tambak tidak dianjurkan tanah yang memiliki teksktur padat agar air tidak bocor dan merembes. Pernyataan ini juga didukung oleh. Menurut Hardjowigeno (1992), Tekstur tanah diklasifikasikan menjadi 12 kelas tekstur, yaitu:

1). Tekstur Pasir

Jika dirasa kasar sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan.

2). Pasir Berlempung

Jika rasa kasar dirasa jelas, sedikit sekali dirasa melekat, dan dapat dibentuk bola namun mudah hancur.

3). Lempung Berpasir

Jika rasa kasar agak jelas,agak melekat, dan dapat dibuat bola tapi mudah hancur.

4). Lempung

Jika tidak terasa kasar dan licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh,dan dapat dibuat bola dengan permukaan sedikit mengikat.

5).Lempung Berdebu

Jika terasa licin,agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan dengan permukaan mengikat.

6). Debu

Jika terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentukbola teguh, dan gulungan dengan permukaan mengikat.


(27)

10 7). Lempung Berliat

Jika agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan yang agak mudah hancur.

8). Lempung Liat Berpasir

Jika terasa melekat halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak

melekat,dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan yang agak mudah hancur.

9). Lempung Liat Berdebu

Jika terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat.

10). Liat Berpasir

Jika terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat dapat dibentuk bola teguh, dn mudah dibuat gulungan.

11). Liat Berdebu

Jika terasa halus,berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan.

12). Liat

Jika terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan mudah dibuat gulungan.


(28)

11 2.3.3. Kualitas Air

Kualitas air merupakan faktor yang paling penting dalam budidaya baik ikan air tawar maupun ikan air payau. Penurunan jumlah produksi udang seringkali disebabkan karena adanya penurunan kualitas air (Murachman et al., 2010).

Amoniak adalah bahan organik sisa hasil budidaya yang kaya akan protein. Kadar amoniak yang masih dapat ditoleransi oleh organisme budidaya adalah kurang dari 1 ppm, jika melebihi ambang batas tersebut maka akan berbahaya terhadap ikan budidaya. Nilai konsentrasi amoniak yang optimal pada tambak adalah 0,02 ppm (Diah dan Tri, 2010).

Pengaruh nilai pH terhadap toksisitas amoniak lebih banyak ditemukan pada perairan yang bersifat basa karena amoniak lebih mudah terserap kedalam tubuh udang. Alkalinitas sangat berpengaruh terhadap nilai kesetabilan pH.Nilai alkalinitas yang tinggi mengakibatkan nilai pH perairan menjadi stabil dan sebaliknya perairan menjadi fluktuatif jika alkalintasnya rendah. Fluktuasi pH dapat mempengaruhi metabolisme dan bahkan membahayakan udang jika terjadi secara mendadak (Budiardi et al., 2005). Menurut Reksono et al. (2012) pH optimal untuk pertumbuhan ikan bandeng adalah 6,5 – 8,5. Suhu dan pH merupakan faktor pembatas dalam konsumsi pakan dan metabolisme ikan.

Oksigen terlarut merupakan factor penting dalam kualitas air. Oksigen terlarut menunjukkan kandungan oksigen di perairan yang digunakan dalam proses respirasi. Proses nitrifikasi juga dibutuhkan oksigen terlarut dalam perombakan bahan organik menjadi senyawa tidak toksik (Diah dan Tri 2012).


(29)

12 2.3.4. Iklim

Salah satu faktor penentu dalam budidaya tambak yaitu iklim. Iklim berkaitan langsung dengan kondisi daya dukung lingkungan adalah curah hujan. Jumlah curah hujan dan hari hujan yang tinggi akan menyebabkan kemasaman tanah yang cukup tinggi dengan nilai pH yang rendah. Keadaan kemasaman tanah yang tinggi sangat berpotensial untuk terjadinya pelarutan senyawa-senyawa beracun dan mengurangi ketersediaan unsur tertentu seperti pospor. Persiapan tambak juga dipengaruhi oleh curah hujan dan hari hujan. Tingginya curah hujan dan hari hujan yang terjadi mengakibatkan pengeringan tambak yang tidak efektif dan memakan waktu lama (Ratnawati dan Asaad, 2012).

Indonesia merupakan negara tropis dengan dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tinggi atau rendahnya curah hujan dapat dilihat dari jumlah bulan basah dan bulan kering setiap tahunnya. Bulan kering adalah bulan dimana hujan turun dibawah 50mm/bulan (BMKG, 2014).


(30)

13 III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tangga 24 Agustus – 5 Oktober 2014. Lokasi pelaksanaan penelitian ini di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan data dilakukan selama 2 bulan dengan frekuensi 4 kali dengan selang waktu 2 minggu.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian

No Nama Alat Fungsi

1 General Positioning System (GPS)

Menentukan lokasi pengambilan contoh 2 Kertas pH Mengetahui keasaman

3 DOmeter Mengetahui kadar oksigen terlarut 4 Refrakto meter Mengetahui kadar salinitas

5 Thermometer Mengukur suhu

6 Pancang Berskala Mengukur pasang surut

7 Cool Box Menyimpan contoh tanah

8 Plastik Menyimpan contoh tanah

9 HCL 25% Analisis Kandungan P-total dan C-organik 10 Es batu Mengawetkan contoh tanah

11 Oven Mengeringkan contoh tanah 12 Spektrofotometer Analisis Kandungan P-total 13 Flamefotometer Analisis Kandungan C-organik 14 Kertas Label Memeberi Label Contoh 15 Cat Penanda Stasiun Pengamatan


(31)

14 3.3.Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini mengacu kepada penelitian Ratnawati dan Asaad (2012). Adapun prosedur dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Diagram Alir Prosedur Penelitian

3.3.1.Penentuan Stasiun Pengamatan

Penentuan titik lokasi penelitian dilakukan di 3 lokasi berbeda yaitu: area tambak dekat laut/tambak asin (Stasiun 1), area tambak antara tambak asin dan tambak sawah (Stasiun 2) dan area tambak sawah (Stasiun 3). Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali pada masing-masing stasiun pengamatan. Ulangan dilakukan untuk menyediakan galat atau error (Notoatmodjo, 2010). Setiap ulangan ditentukan berdasarkan garis lurus antara parit 3 dan parit 8. Maka jumlah titik pengamatan berjumlah 9 titik.

Budidaya Tambak Ekstensif Udang Windu Penentuan Stasiun Pengamatan

Pengumpulan Data

Iklim Pasang Surut Kondisi Tanah Kualitas Air

N (Bobot 0) S2 (Bobot 2)

Analisis Kelayakan Lingkungan Perairan

S3(Bobot 1) S1 (Bobot 3)

Data Primer Data Sekunder


(32)

15 Gambar 3. Peta pengambilan titik contoh

3.3.2.Pengumpulan Data Primer

Data primer adalah data yang akan diperoleh dari hasil pengukuran yang dilakukan sendiri di lapangan. Data primer digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.3.2.1 Pasang Surut

Pengamatan data pasang surut dilakukan secara langsung dengan menggunakan pancang berskala. Pancang berskala ditancapkan dan diamati kenaikan dan penurunan permukaan air laut. Pengamatan dilakukan setiap 1 jam selama 24 jam. Selanjutnya data dicatat dan dianalisis menjadi grafik pasang surut.


(33)

16 3.3.2.2 Kondisi Tanah

Pengamatan tekstur tanah menggunakan metode kualitatif yang dilakukan dilapangan. Pertama mengambil contoh tanah sebesar kelereng dan dibasahi hingga lembab. Tanah dipirid menggunakan jari telunjuk dan ibu jari sehingga membentuk pita lembab dan dirasakan adanya rasa kasar, licin serta lengket. Selanjutnya tanah tersebut dibentuk bola, digulung, ditekan dan diamati daya tahan terhadap tekanan serta daya lekat ketika jari telunjuk dan ibu jari direnggangkan. Terakhir Dari rasa kasar, licin, licin, pirisan, gulungan dan kelekatannya dapatlah ditentukan klas tekstur lapang berdasarkan klasifikasi tanah menurut Hardjowigeno (1998).

Kandungan C-organik, P-total dan N-total dianalisis di Laboratorium Tanah Universitas Lampung. Contoh substrat tambak diambil di 9 titik menggunakan plastik ukuran 1 kg. Selanjutnya contoh tanah disimpan dalam coolbox (stearfoam

berisi es batu). Penggunaan coolbox bertujuan untuk menjaga kualitas substrat agar sama dengan kondisi di lapangan. Metode penyimpanan contoh tanah ini sesuai dengan petunjuk Ahern et al. (2004).


(34)

17 3.3.2.3.Kualitas Air

Pengamatan dan pengambilan contoh kualitas air dilakukan secara langsung dilapangan. Parameter kualitas air yang diamati yaitu sebagai berikut:

a. Suhu

Pengamatan kualitas air suhu dilakukan dilapangan dengan menggunakan termometer air raksa.

b. Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan di lapangan menggunakan refraktometer. Contoh air diambil dengan bantuan pipet tetes kemudian diukur dengan

refraktometer.

c. pH

Pengukuran nilai pH dilakukan dilapangan dengan menggunakan kertas pH yang akan dicatat hasilnya pada tabel.

d. Disolved Oksigen (DO)/Oksigen Terlarut

Pengukuran nilai oksigen terlarut dilakukan dilapangan dengan

menggunakan alat DOmeter. Kalibrasi dilakukan sebelum melakukan pengukuran oksigen terlarut untuk akurasi data yang peroleh.

e. NH3 dan Total Organic Matter (TOM)

Analisis kandungan NH3 menggunakan metode spektrofotometri dan Total Organic Matter (TOM) menggunakan metode titimetri dilakuan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Contoh air diambil pada 9


(35)

18 titik pengamatan menggunakan plastik berukuran 1 kg dan disimpan dalam

coolbox (stearfoam berisi es batu) untuk menjaga kualitas contoh sesuai dengan keadaan di lapangan saat dianalisis di laboratorium. Pengambilan contoh dilaksanakan sebanyak 4 kali dengan selang 2 minggu.

3.3.3. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapatkan dari instansi terkait maupun sumber yang valid. Data sekunder berupa curah hujan tahunan 3 tahun terakhir (2011, 2012 dan 2013). Data didapatkan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Masgar Lampung Selatan. Stasiun pengamatan iklim berada pada koordinat 250e Kalianda Lampung Selatan. Stasiun ini merupakan stasiun terdekat dari lokasi penelitian sehingga data yang diperoleh cukup akurat. 3.6. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara kuantifikasi dari kelas kesesuaian lahan dengan cara pemberian bobot pada kelas kesesuaian lahan. Penentuan kelas

kesesuaian lahan ini menggunakan pendekatan index overlay model. Index overlay model merupakan metode pendekatan dengan pengelompokan data untuk

mempermudah dalam melihat kelompok data yang telah dianalisis dan diringkas dalam tabel scoring (Ristiyani, 2012).

Analisis pembobotan/scoring dilakukan untuk mengetahui masing-masing kelas nilai parameter yang diamati. Metode analisis pembobotan mengacu kepada Ratnawati dan Asaad (2012) dan (Ristiyani, 2012) yang telah di modivikasi oleh peneliti. Tahapan analisis pembobotan yaitu sebagai berikut:


(36)

19 1. Menentukan standar pembobotan untuk analisis scoring. Analisis

pembobotan/scoring data didasarkan atas 4 kelas yaitu: S1, S2, S3 dan N. Kelas S1 menunjukkan bahwa lahan tersebut pada tingkat kelayakan tinggi dan kelas S2 menunjukkan bahwa lahan tersebut pada tingkat kelayakan sedang, kelas S3 menggambarkan lahan tersebut pada tingkat kelayakan rendah dan kelas N menunjukkan bahwa lahan tidak layak. Pemberian bobot untuk masing-masing kelas berada pada kisaran 0 sampai 3. Nilai bobot untuk kelas S1=3, S2=2, S3=1 dan N=0 (Ratnawati dan Asaad, 2012). Adapun data standar scoring yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Parameter Kelayakan Untuk Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon)

Parameter Kelas Kelayakan

S1 S2 S3 N

Kualitas Air

-Suhu (0C) c 33-34

32-32,9 & 34,1-35 31-31,9 & 35.1-36

>36 & <31

-DO b >5 4,5-5 4-4,5 <4

-Salinitas (ppt) b 15-20

13,5-15 & 20-32,5 12-13,4 & 32,6-45

<12 & >45

-pH a 6,5-7,5

5,75- 6,4 & 7,6-8,0 5-5,74 & 8,1-8,5

<5 & >8,5 -TOM (ppm) a 28,4-47,6

18,8-28,3 & 47,7-57,2 12-18,7 & 57,3-70

<12 & >70

-NH3 (ppm) a <1 1-1,5 1,6-2 >2

Pasang Surut (cm) 211-300 131-210 50-130 >200 & <50 Iklim

-Curah Hujan Tahunan

(mm/tahun)c 2000-25000 1500-2000 2000-4000 >4000 Kondisi Tanah

-Tekstur Tanah d Lempung Liat Berpasir

Lempung

Berpasir Liat Berdebu Lempung Pasir -N-Total (%) e 0,095-0,13 0,064-0,094 &

0,14-,171

0,03-0,063 &

0,172-0.22 <0,03 & >0,22 -P-Total (ppm) e

303,95-506,95 202,45-303,94 & 506,96-608,45 99,9-202, 44 & 608,46-708,1 <99,9 & >708,1 -C-Organik (%) e 3,25-6,75

1,5-3,24 & 6,75-8,5 0,36-1,49 & 8,6-10,36 <0,36 & >10,36 Sumber : a. Agus (1991), b. Afriyanto et al. (2010), c. Murachman et al. (2010),


(37)

20 1. Nilai Persentase Skor (PS) ditentukan dengan rumus persamaan berikut:

PS kelayakan S1 = x 100% = 100 %

PS Kelayakan S2 = x 100% = 66,7 %

PS Kelayakan S3 = x 100% = 33,3 %

PS Kelayakan N = x 100% = 0

(Ratnawati dan Asaad, 2012)

2. Nilai Persentase Kualitas Lahan (PKL) adalah rata-rata nilai persentase skor dari masing-masing parameter pengamatan. Nilai persentase kualitas lahan ditentukan dengan rumus persamaan berikut :

PKL

Keterangan : PKL = Persentase Kualitas Lahan (PKL) ⅀ PS = jumlah Persentase Skor

n = Banyaknya jenis parameter


(38)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan setelah melaksanakan penelitian ini yaitu Tingkat kelayakan tertinggi terdapat pada stasiun 1. Luas tambak ekstensif di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Lampung Timur yang layak untuk kegiatan budidaya udang windu ±385,56 ha sedangkan lahan yang tidak layak ±238,44 ha.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Perlu dilakukan penambahan kedalaman parit 3 dan 8 untuk agar suplai air laut menjadi lancar, mengingat pasang surut air laut yang rendah.

- Perlu dilakukan pengontrolan terhadap populasi klekap untuk menjaga fluktuasi oksigen terlarut dalam tambak.

- Pada stasiun 2 perlu dilakukan penambahan pupuk yang mengandung fosfor . pupuk yang biasa digunakan dalam budidaya perairan yaitu super phosphate


(39)

44 DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan Liviawaty, 2010. Pembuatan Tambak Udang, Jakarta: Kanisius Agus, B. 1991. Tambak Air Payau Budidaya Udang dan Bandeng, Yogyakarta:

Kanisius

Agus M. 2008. Analisis Carryng Capacity Tambak pada Sentra Budidaya Kepiting Bakau (scylla sp) Di Kabupaten Pemalang – Jawa Jengah.

Universitas Diponegoro. Semarang.

Ahern, C.R., B. Blunden, L.A. Sullivan and A.E. McElnea. 2004. Soil sampling, handling, preparation and storage for analisys of dried samples. In: Acid Sulfate Soils Laboratory Methods Guidelines. Queensland Department of Natural Resources, Mines and Energy, Indooroopilly, Queensland, Australia. pp. B1-1-B1-5.

Barus. 2001. Pengantar Limnologi. Swadaya Cipta, Jakarta

Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Pons Aquaculture. Alabama Agicultur Experimental Statiom. Auburn University. Alabama.

Budiardi T., R. D. Salleng dan N. B. P. Utomo. 2005. Penokolan Udang Windu, Penaeus monodon fab. Dalam Hapa pada Tambak Intensif Dengan Padat Tebar Berbeda. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Cholik, F. 2005. Review of Mud Crab Culture Research in Indonesia, Central Research Institute for Fisheries, PO Box 6650 Slipi, Jakarta, Indonesia,


(40)

45 Diah B. M., dan Tri Y.M. 2010. Pengembangan Diversifikasi Usaha Budidaya di

Tambak Pemalang. Fakultas Perikanan Universitas Pekalongan. Pekalongan.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hardjowigeno, S.1992. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Kademika Pressindo, Jakarta. 273 p.

Irawan, A., Aminullah, Dahlan, Ismail, Bahri, S., & Fahdian, Y. 2009. Faktor – Faktor Penting dalam Proses Pembesaran Ikan di Fasilitas Nursery dan Pembesaran. Makalah Bidang Kosentrasi Aquaculture Program Alih Jenjang Diploma IV ITB. hlm 1-17.

Jackson, C.J. and Wang, Y.G. 1998.Modelling Growth Rateof Penaeus monodon Fabricus in Intensive Managed Pond : Effect of Temperature, Pond Age, and Stocking Density.Aquaculture Research, 29 :27-36.

Kordi, K.M.G.H. 2010. Budidaya Udang Laut. Lily Publisher. Yogyakarta. Manik. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan, Jakarta

Murachman, Nuhfil H. dan Sahri M. 2010. Model Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskal) dan Rumput Laut (Gracillaria Sp.) Secara Tradisional. Fakultas Pertanian Universitas Brawijawa. Malang.

Mustafa A., Erna Ratnawati dan Irmawati Sapo. 2010. Penentuan Faktor Pengelolaan Tambak yang Mempengaruhi Produktivitas Tambak Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Sulawesi Selatan.

Mustafa A., Adi hanafi dan Brata Pantjara.1993. Budidaya Udang Windu

(Penaeus Monodon) Pada Padat Tebar yang berbeda di Tambak Tanah Gambut. Balai Penelitian Pantai. Maros.


(41)

46 Mustafa, A. and J. Sammut. 2007. Effect of different remediation techniques and

dosages of phosphorus fertilizer on soil quality and klekap production in acid sulfate soil-affected aquaculture ponds. Indonesian Aquaculture Journal 2(2): 141-157.

Mahmud, U., Komar S. dan Nora H. P. 2007. Pengkajian Usaha Tambak Udang Windu Tradisional di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Jurnal MPI Vol. 2 No. 1.

Nirmala, K.2005. Produktivitas dan Parameter Kimia Dasar Tambak Budidaya Udang Windu Penaeus monodon fab. Berumur 1 dan 3 tahun.IPB.Bogor. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Prihatman, K. 2000. Budidaya Udang Windu ( Palaemonidae / Penaeidae ).

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS. Jakarta.

Ratnawati, E. dan Asaad, A, I. 2012. Daya Dukung Lingkungan Tambak di Kecamatan Pulau Derawan Dan Sambaliung, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau .Sulawesi Selatan.

Reksono, B., Herman, H. dan Yuniarti, M.S.2012. Pengaruh Padat Penebaran Gracilaria Sp. Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Budidaya Sistem Polikultur. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Padjajaran.

Ristiyani, D.2012. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Perikanan Tambak Di Pesisir Kendal. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Supono. 2011. Optimalisasi Budidaya Udang Putih (Litopenaeus vannamei)

Melalui Peningkatan Kepadatan Penebaran di Tambak Plastik. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Agromedia ,Vol. 29, No. 1.


(42)

47 Supono. 2014. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan. Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Tarsim. 2004. Pengaruh Penambahan Udang Putih (Penaeus vannamei) Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Udang Windu

(Penaeus Monodon) Pada Budidaya Intensif. Jurusan Perikanan Fakultas pertanian Unila. Jurnal Akuakultur Indonesia, 3(3): 41-45

Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta: 224 hal. Wurts, W.A. dan R.M. Durbrow. 1992. Interactions of pH, Carbon Dioxide,

Alkalinity, and Hardness in Fish Pond. Southern Regional Aquaculture Center, Publ. No.464

WWF-Indonesia.2011. Budidaya Udang Windu-Tanpa Pakan dan Tanpa Aerasi. Jakarta.


(1)

20 1. Nilai Persentase Skor (PS) ditentukan dengan rumus persamaan berikut:

PS kelayakan S1 = x 100% = 100 %

PS Kelayakan S2 = x 100% = 66,7 %

PS Kelayakan S3 = x 100% = 33,3 %

PS Kelayakan N = x 100% = 0

(Ratnawati dan Asaad, 2012)

2. Nilai Persentase Kualitas Lahan (PKL) adalah rata-rata nilai persentase skor dari masing-masing parameter pengamatan. Nilai persentase kualitas lahan ditentukan dengan rumus persamaan berikut :

PKL

Keterangan : PKL = Persentase Kualitas Lahan (PKL) ⅀ PS = jumlah Persentase Skor

n = Banyaknya jenis parameter


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan setelah melaksanakan penelitian ini yaitu Tingkat kelayakan tertinggi terdapat pada stasiun 1. Luas tambak ekstensif di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti Lampung Timur yang layak untuk kegiatan budidaya udang windu ±385,56 ha sedangkan lahan yang tidak layak ±238,44 ha.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Perlu dilakukan penambahan kedalaman parit 3 dan 8 untuk agar suplai air laut menjadi lancar, mengingat pasang surut air laut yang rendah.

- Perlu dilakukan pengontrolan terhadap populasi klekap untuk menjaga fluktuasi oksigen terlarut dalam tambak.

- Pada stasiun 2 perlu dilakukan penambahan pupuk yang mengandung fosfor . pupuk yang biasa digunakan dalam budidaya perairan yaitu super phosphate dan triple phosphate.


(3)

44 DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan Liviawaty, 2010. Pembuatan Tambak Udang, Jakarta: Kanisius Agus, B. 1991. Tambak Air Payau Budidaya Udang dan Bandeng, Yogyakarta:

Kanisius

Agus M. 2008. Analisis Carryng Capacity Tambak pada Sentra Budidaya Kepiting Bakau (scylla sp) Di Kabupaten Pemalang – Jawa Jengah. Universitas Diponegoro. Semarang.

Ahern, C.R., B. Blunden, L.A. Sullivan and A.E. McElnea. 2004. Soil sampling, handling, preparation and storage for analisys of dried samples. In: Acid Sulfate Soils Laboratory Methods Guidelines. Queensland Department of Natural Resources, Mines and Energy, Indooroopilly, Queensland, Australia. pp. B1-1-B1-5.

Barus. 2001. Pengantar Limnologi. Swadaya Cipta, Jakarta

Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Pons Aquaculture. Alabama Agicultur Experimental Statiom. Auburn University. Alabama.

Budiardi T., R. D. Salleng dan N. B. P. Utomo. 2005. Penokolan Udang Windu, Penaeus monodon fab. Dalam Hapa pada Tambak Intensif Dengan Padat

Tebar Berbeda. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Cholik, F. 2005. Review of Mud Crab Culture Research in Indonesia, Central Research Institute for Fisheries, PO Box 6650 Slipi, Jakarta, Indonesia,


(4)

45 Diah B. M., dan Tri Y.M. 2010. Pengembangan Diversifikasi Usaha Budidaya di

Tambak Pemalang. Fakultas Perikanan Universitas Pekalongan. Pekalongan.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hardjowigeno, S.1992. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Kademika Pressindo, Jakarta. 273 p.

Irawan, A., Aminullah, Dahlan, Ismail, Bahri, S., & Fahdian, Y. 2009. Faktor – Faktor Penting dalam Proses Pembesaran Ikan di Fasilitas Nursery dan Pembesaran. Makalah Bidang Kosentrasi Aquaculture Program Alih Jenjang Diploma IV ITB. hlm 1-17.

Jackson, C.J. and Wang, Y.G. 1998.Modelling Growth Rateof Penaeus monodon Fabricus in Intensive Managed Pond : Effect of Temperature, Pond Age, and Stocking Density.Aquaculture Research, 29 :27-36.

Kordi, K.M.G.H. 2010. Budidaya Udang Laut. Lily Publisher. Yogyakarta. Manik. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan, Jakarta

Murachman, Nuhfil H. dan Sahri M. 2010. Model Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskal) dan Rumput Laut (Gracillaria Sp.) Secara Tradisional. Fakultas Pertanian Universitas Brawijawa. Malang.

Mustafa A., Erna Ratnawati dan Irmawati Sapo. 2010. Penentuan Faktor Pengelolaan Tambak yang Mempengaruhi Produktivitas Tambak Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Sulawesi Selatan.

Mustafa A., Adi hanafi dan Brata Pantjara.1993. Budidaya Udang Windu

(Penaeus Monodon) Pada Padat Tebar yang berbeda di Tambak Tanah Gambut. Balai Penelitian Pantai. Maros.


(5)

46 Mustafa, A. and J. Sammut. 2007. Effect of different remediation techniques and

dosages of phosphorus fertilizer on soil quality and klekap production in acid sulfate soil-affected aquaculture ponds. Indonesian Aquaculture Journal 2(2): 141-157.

Mahmud, U., Komar S. dan Nora H. P. 2007. Pengkajian Usaha Tambak Udang Windu Tradisional di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Jurnal MPI Vol. 2 No. 1.

Nirmala, K.2005. Produktivitas dan Parameter Kimia Dasar Tambak Budidaya Udang Windu Penaeus monodon fab. Berumur 1 dan 3 tahun.IPB.Bogor. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Prihatman, K. 2000. Budidaya Udang Windu ( Palaemonidae / Penaeidae ).

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS. Jakarta.

Ratnawati, E. dan Asaad, A, I. 2012. Daya Dukung Lingkungan Tambak di Kecamatan Pulau Derawan Dan Sambaliung, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau .Sulawesi Selatan.

Reksono, B., Herman, H. dan Yuniarti, M.S.2012. Pengaruh Padat Penebaran Gracilaria Sp. Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Budidaya Sistem Polikultur. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan Universitas Padjajaran.

Ristiyani, D.2012. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Perikanan Tambak Di Pesisir Kendal. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Supono. 2011. Optimalisasi Budidaya Udang Putih (Litopenaeus vannamei)

Melalui Peningkatan Kepadatan Penebaran di Tambak Plastik. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Agromedia ,Vol. 29, No. 1.


(6)

47 Supono. 2014. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan. Universitas

Lampung. Bandar Lampung.

Tarsim. 2004. Pengaruh Penambahan Udang Putih (Penaeus vannamei) Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Udang Windu

(Penaeus Monodon) Pada Budidaya Intensif. Jurusan Perikanan Fakultas pertanian Unila. Jurnal Akuakultur Indonesia, 3(3): 41-45

Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo. Jakarta: 224 hal. Wurts, W.A. dan R.M. Durbrow. 1992. Interactions of pH, Carbon Dioxide,

Alkalinity, and Hardness in Fish Pond. Southern Regional Aquaculture Center, Publ. No.464

WWF-Indonesia.2011. Budidaya Udang Windu-Tanpa Pakan dan Tanpa Aerasi. Jakarta.