DAMPAK PERUBAHAN SUMBERDAYA MANUSIA TERHADAP POTENSI ALAM DI WILAYAH PESISIR (Studi pada Desa Pematang Pasir Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan)

(1)

DAMPAK PERUBAHAN SUMBERDAYA MANUSIA TERHADAP POTENSI ALAM DI WILAYAH PESISIR

(Studi pada Desa Pematang Pasir, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan)

Oleh:

Theresia Rosiana Tambunan 0816011011

Pembimbing: Dr. Erna Rochana, M.Si NIP. 19670623 199802 2 001

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak perubahan sumberdaya manusia terhadap potensi alam di wilayah pesisir, yang dilakukan di Desa Pematang Pasir Kecamatan Ketapang Kabupaten Lampung Selatan. Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap 5 orang informan yang ditentukan dengan cara purposive sampling. Data primer diperoleh melalui wawancara, pengamatan secara langsung, serta dokumentasi dan data sekunder yang digunakan adalah profil desa. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Setting penelitian ini dibagi ke dalam 4 periode. (2) Seiring perubahan sumberdaya manusia yang terjadi pada setiap periodenya, potensi alam yang awalnya masih penuh dan belum dimanfaatkan kemudian mengalami perubahan ke arah positif dan negatif. (3) Dampak positif dialami oleh mangrove dan usaha persawahan yang saat ini kondisinya menjadi lebih terawat. (4) Dampak negatif terjadi pada potensi air tawar dan usaha tambak, dimana kualitasnya semakin menurun dan tidak terawat. Melalui kesimpulan yang ada, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: (1) Sumberdaya manusia di Desa Pematang Pasir mengambil bidang pendidikan yang berkaitan dengan potensi alam di wilayah pesisir. (2) Diperlukan penyuluhan dan pelatihan yang dilakukan secara intensif terkait potensi alam yang terdapat di wilayah pesisir, supaya wawasan masyarakat semakin luas dan tidak putus pada satu generasi dan masyarakat dapat lebih bijaksana dalam memanfaatkan potensi yang terdapat di lingkungan tempat tinggalnya demi kesejahteraan yang berkelanjutan.


(2)

ABSTRACT

IMPACT OF HUMAN RESOURCE`S CHANGING TO NATURE`S POTENCE IN COASTAL AREA

(Study Case in Pematang Pasir Village, District of Ketapang, South Lampung)

By

Theresia Rosiana Tambunan 0816011011

Adviser

Dr. Erna Rochana, M.Si NIP. 19670623 199802 2 001

Research is aimed to know climate change's human resources about the nature’s potence in the coastal areas, done in the village of Pematang Pasir Subdistrict Ketapang District Lampung South. Methods used is research descriptive qualitative through interview deep against the five informant who determined by means of purposive sampling. Primary data obtained through interviews, observations, as well as documentation and secondary data used is the profile of the village. The result of this research inconclusive as follows: (1) Research is divided into four periods. (2)

Along with the changes in human resources that occur at any period, the nature’s

potence that initially is still full of untapped and then changed to the positive and negative direction. (3) Have a positive impact experienced by mangrove and effort riverbanks which currently is becoming more manicured. (4) Negative impact experienced by potential freshwater and pond business, where quality is declining and not well maintained. The advice of scientists are as follows: (1) Human resources in the Village Pematang Pasir take the field education related to nature’s potence in coastal area. (2) Necessary guidance and training which was conducted intensively associated nature’s potence in the coastal areas, so that the wider community and insight not lost on a generation and society can be more thoughtful in harnessing the potential that exists in his neighborhood for the sake of sustainable prosperity.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan sumberdaya yang selalu berubah dari waktu ke waktu, yaitu secara kuantitas dan kualitasnya. Secara kuantitas, sumberdaya manusia senantiasa mengalami perubahan melalui pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk di Indonesia tidak merata pada setiap wilayahnya, sehingga hal ini membuat beberapa wilayah tertentu memiliki sumberdaya manusia yang berlebihan. Melimpahnya sumberdaya manusia di beberapa wilayah yang terdapat di Indonesia, membuat pemerintah beranggapan bahwa perlu dilakukan pemerataan penduduk melalui program transmigrasi yang memiliki tujuan untuk memeratakan persebaran penduduk, meningkatkan taraf hidup penduduk, menanggulangi kejadian bencana alam, dan mengurangi jumlah pengangguran (Sugiharyanto, 2006).

Dalam sensus penduduk tahun 1971, perbedaan jumlah penduduk sangat terlihat jelas antara penduduk di Provinsi Lampung dengan Provinsi di pulau Jawa. Di Provinsi Jawa Tengah terdapat 21.877.136 jiwa dan di Provinsi Jawa Barat terdapat 21.623.529 jiwa, sedangkan di Provinsi Lampung hanya terdapat 2.777.008 jiwa dengan luas daratan yang tidak jauh berbeda dengan provinsi-provinsi yang terdapat di Jawa (www.bps.go.id). Oleh karena itu, pada tahun 1972


(4)

pemerintah kembali melakukan pemerataan penduduk dengan membuka lokasi baru di wilayah Lampung, yang merupakan kawasan hutan dan pesisir. Wilayah pesisir yang terdapat di Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan merupakan salah satu lokasi transmigrasi yang baru di buka pada tahun 1972.

Pada tahun 1973, beberapa penduduk di Lampung yang mendapat informasi mengenai adanya wilayah baru di Kecamatan Ketapang, merasa tertarik dan kemudian melakukan perpindahan secara swakarsa mandiri ke lingkungan yang sesungguhnya sangat jauh berbeda dengan lingkungan tempat tinggal warga sebelumnya. Penduduk yang melakukan perpindahan ke wilayah pesisir sebagian besar berlatar belakang sebagai petani, namun bagi mereka melakukan perpindahan ke wilayah yang baru dinilai sangat menguntungkan, walaupun harus meninggalkan daerah asal dan memulai hidup di daerah tujuan dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Akan tetapi, hal tersebut dilakukan karena beberapa wilayah di Lampung yang telah dihuni penduduknya sudah semakin padat, sehingga mereka membutuhkan lokasi baru supaya dapat dikelola menjadi tempat usaha untuk menunjang kesejahteraan hidupnya.

Pada sekitar tahun 70an, penduduk yang mendatangi wilayah pesisir di Kecamatan Ketapang jumlahnya belum terlalu banyak dan potensi alamnya pun belum seluruhnya dikelola oleh warga karena pengetahuannya mengenai wilayah pesisir masih sangat minim, sehingga banyak penduduk yang berasal dari Jawa ataupun Lampung tertarik untuk pindah ke Desa Pematang Pasir. Oleh karena itu, adanya pendatang membuat jumlah penduduk di Kecamatan Ketapang menjadi semakin meningkat. Ditambah lagi dengan tingginya angka kelahiran, yang


(5)

membuat laju pertumbuhan penduduk semakin berkembang pesat, sehingga pemerintah mulai mengatasinya dengan memajukan pendidikan, program KB, kesempatan wanita untuk bekerja, dan pemerataan pembangunan. Hal ini dilakukan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat, dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak dari tingginya pertumbuhan penduduk.

Selain masalah pertumbuhan penduduk, potensi alam yang berbeda dengan lingkungan sebelumnya mendorong masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan menambah pengetahuan dan wawasannya mengenai lingkungan di wilayah pesisir. Hal ini perlu dilakukan supaya sumberdaya manusia dapat mengelola dan memanfaatkan potensi alamnya dengan baik dan benar, karena apabila sumberdaya manusia tidak memiliki pengetahuan mengenai potensi yang terdapat di wilayah tempat tinggalnya, maka hal tersebut dapat berdampak buruk pada potensi alamnya, seperti air tawar, mangrove, sawah, dan tambak yang merupakan beberapa potensi penting bagi masyarakat di wilayah pesisir.

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dengan ilmu pengetahuan yang luas dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun nonformal. Hal ini juga perlu dilakukan supaya masyarakat dapat memiliki bekal untuk menghadapi setiap permasalahan di sekitarnya. Akan tetapi, perubahan sumberdaya manusia secara kualitas dapat tercapai apabila fasilitasnya mendukung. Fasilitas yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia adalah fasilitas elektronik, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas sumur dan kloset, serta fasilitas teknologi lainnya yang dapat menunjang kesejahteraan manusia.


(6)

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia ini cendrung berjalan lambat, karena dibutuhkan persiapan yang matang untuk menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang bagi masyarakat. Akan tetapi, melalui perkembangan zaman fasilitas-fasilitas tersebut telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat, sehingga kemajuannya cukup berkembang pesat. Selain itu, sistem birokrasi pada saat ini juga menjadi tuntutan bagi sumberdaya manusia supaya senantiasa menuju perubahan yang lebih baik dan maju. Salah satu contohnya adalah mengenai birokrasi untuk melamar pekerjaan, dimana seseorang harus memenuhi syarat dengan membawa ijazah pendidikannya. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang dimiliki, maka peluang untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik pun semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini untuk memperoleh pekerjaan, sumberdaya manusia harus memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan hal tersebut tidak lepas dari fasilitas pendukungnya.

Saat ini, penduduk di Desa Pematang Pasir telah memiliki kesadaran mengenai pentingnya pendidikan, sehingga warga mulai meningkatkan jenjang pendidikannya supaya dapat menjadi sumberdaya manusia yang berkompeten. Oleh karena itu, seharusnya penduduk di Desa Pematang Pasir memilih bidang ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk menggali potensi alam di wilayah pesisir, supaya masyarakat mampu mengatasi setiap permasalahan yang terjadi karena kerusakan sumberdaya alam di wilayah pesisir. Akan tetapi, justru lebih banyak warga memilih bidang ilmu kesehatan, ekonomi, dan pendidikan, meskipun secara tidak langsung dapat memberi pengaruh baik bagi kemajuan Desa Pematang Pasir.


(7)

Kerusakan pada sumberdaya alam merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat di wilayah pesisir. Akan tetapi, selain itu tantangan juga dapat datang dari dalam diri manusia sendiri. Oleh karena itu, sumberdaya manusia harus berusaha merubah cara mengelola serta memanfaatkan potensi alam yang terdapat di lingkungannya, supaya kondisi sumberdaya alam dapat pulih kembali dan tidak berdampak buruk bagi manusia dan lingkungan di sekitarnya di masa yang akan datang.

Perubahan sumberdaya manusia yang terjadi di Kecamatan Ketapang Desa Pematang Pasir dapat memberi dampak positif maupun negatif pada lingkungannya. Dengan laju pertumbuhan penduduk yang berkembang pesat sejak tahun 1973 yang kemudian disesuaikan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang berlangsung lambat, kemungkinan dapat memberi dampak negatif pada sumberdaya alamnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti ingin mencari tahu dampak perubahan sumberdaya manusia terhadap potensi alam di wilayah pesisir yang terdapat di Desa Pematang Pasir, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “bagaimanakah dampak perubahan sumberdaya manusia terhadap potensi alam di wilayah pesisir?”


(8)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari tahu dampak perubahan sumberdaya manusia terhadap potensi alam di wilayah pesisir Pematang Pasir Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik secara akademis maupun praktis: 1. Kegunaan akademis, sebagai salah satu upaya untuk memperkaya khasanah

ilmu sosiologi terutama mengenai Sosiologi Lingkungan, Sosiologi Pedesaan, Sosiologi Pendidikan, Perubahan Sosial, dan Kependudukan. 2. Kegunaan praktis, sebagai bahan masukan dan informasi bagi pembaca,

supaya dapat berubah kearah yang lebih baik sehingga mampu mengelola potensi alam yang terdapat di lingkungan tempat tinggalnya. Bagi pemerintah daerah juga agar lebih memperhatikan masyarakat yang mengikuti program transmigrasi, terutama bagi masyarakat yang memasuki lingkungan berbeda dengan lingkungan di tempat tinggal sebelumnya.


(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Dampak

Dampak (impacts) adalah ukuran tingkat pengaruh social, ekonomi, lingkungan, atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kenerja setiap indikator dalam suatu kegiatan (Dicktus, 2013).

B. Tinjauan tentang Perubahan Sumberdaya Manusia

1. Definisi Perubahan

Jeff Davidson menjelaskan bahwa perubahan merujuk pada terjadinya sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan bisa juga bermakna melakukan hal-hal dengan cara baru, mengikuti jalur baru, mengadopsi teknologi baru, memasang sistem baru, mengikuti prosedur-prosedur managemen baru, penggabungan (merging), melakukan reorganisasi atau terjadinya peristiwa yang bersifat mengganggu (disruptive) yang sangat signifikan (Davidson, 2005). Sementara itu, Michael Beer, menyatakan berubah itu adalah memiliki tindakan yang berbeda dari sebelumnya. Perbedaan itulah yang menghasilkan perubahan (Beer, 2000).


(10)

2. Definisi Perubahan Sosial

a. Pengertian Perubahan Sosial Menurut Ahli

JL.Gillin dan JP.Gillin mengatakan, perubahan social budaya merupakan suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat (Abdullah, 2008).

b. Teori Utama Pola Perubahan Sosial

Menurut Lauer, terdapat 2 teori utama pola perubahan sosial, yaitu teori siklus dan teori perkembangan.

1. Teori Siklus

Teori siklus melihat perubahan sebagai suatu yang berulang-ulang. Apa yang terjadi sekarang pada dasarnya memiliki kesamaan atau kemiripan dengan apa yang terjadi sebelumnya. Di dalam pola perubahan ini tidak nampak batas-batas antara pola hidup primitif, tradisional, dan modern.

Para penganut teori siklus juga melihat adanya sejumlah tahap yang harus dilalui oleh masyarakat. Namun, mereka berpandangan bahwa proses peralihan masyarakat bukanlah berakhir pada tahap “akhir” yang sempurna, melainkan berputar kembali ke tahap awal untuk peralihan selanjutnya. Oswald Spengler (1880-1936) seorang filsafat Jerman, berpandangan bawa setiap peradaban besar mengalami proses


(11)

kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses perputaran itu memakan waktu sekitar seribu tahun. Pitirim Sorokin, seorang ahli sosiologi Rusia, berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus tiga system kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Ketiga sistem kebudayaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kebudayaan ideasional (ideational cultural)

Kebudayaan ini didasari oleh nilai-nilai dan kepercayaan terhadap unsur adikodrati (supernatural).

b. Kebudayaan idealistis (idealistic cultural)

Kebudayaan ini berisi kepercayaan terhadap unsur adikodrati dan rasionalitas berdasarkan fakta saling bergabung dalam menciptakan masyarakat yang ideal.

c. Kebudayaan sensasi (sensational cultural)

Dalam kebudayaan ini, sensasi merupakan tolak ukur dari kenyataan dan tujuan hidup.

Sorokin menilai bahwa peradaban Barat modern merupakan peradaban yang rapuh dan tidak lama lagi akan runtuh dan selanjutnya berubah menjadi kebudayaan ideasional yang baru. Arnold Toynbee, seorang sejarawan Inggris, juga menilai bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan, keruntuhan, dan kematian.


(12)

2. Teori Perkembangan

Penganut teori ini percaya bahwa perubahan dapat diarahkan ke suatu titik tujuan tertentu, seperti perubahan dari suatu masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kompleks. Masyarakat tradisional menggunakan peralatan yang terbuat dari bahan seadanya melalui proses pembuatan secara manual. Teknologi ini kemudian berkembang menjadi teknologi canggih yang pada intinya bertujuan mempermudah pekerjaan manusia (Maryati dan Suryawati, 2001).

Teori perkembangan dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Teori evolusi

Teori evolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara lambat dalam waktu yang cukup lama dan biasanya merupakan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti. Teori evolusi dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:

1. Unilinear Theories of Evolution

Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat termasuk kebudayaan mengalami perkembangan sesuai tahap-tahap tertentu dari yang sederhana menjadi kompleks sampai pada tahap yang sempurna.

2. Universal Theories of Evolution

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap.


(13)

3. Multilined Theories of Evolution

Teori ini menekankan pada penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat (Saptina dkk., 2009).

b. Teori revolusi

Yaitu perubahan yang terjadi secara cepat, mengikut hal-hal yang mendasar, dan sering menimbulkan disintegrasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politiksuatu perubahan revolusi akan terjadi apabila ada faktor-faktor pendukung sebagai berikut.

1. Adanya keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.

2. Adanya seorang pemimpin atau kelompok yang mampu memimpinya.

3. Pemimpin tersebut mampu menmpung aspirasi masyarakat dan mampu merumuskan program-program atau arah gerakan.

4. Pemimpin tersebut mampu mewujudkan tujuan masyarakat secara jelas.

5. Harus ada momentum untuk bergerak pada saat yang tepat (Tim Sosiologi, 2007).


(14)

3. Definisi Sumberdaya Manusia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), sumberdaya diartikan dalam beberapa pengertian sebagai berikut:

1. Faktor produksi yang terdiri dari atas tanah, tenaga kerja, dan modal yang dipakai dalam kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang dan jasa, serta mendistribusikannya.

2. Bahan atau keadaan yang dapat digunakan manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya.

3. Segala sesuatu, baik yang berwujud benda maupun yang berwujud sarana penunjang lainnya yang tidak berwujud, misalnya tenaga yang digunakan untuk mencapai hasil (Depdikbud.1990).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), manusia diartikan sebagai makhluk yang berakal budi dan mampu menguasai makhluk lain, bisa diartikan juga sebagai insan atau orang.

Menurut Nawawi (2001) ada tiga pengertian Sumberdaya Manusia yaitu: a. Sumberdaya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu

organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan). b. Sumberdaya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak

organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.

c. Sumberdaya manusia adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang dapat mewujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan


(15)

non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi (ridwaniskandar.files.wordpress. com/).

Teori Sumberdaya Manusia Menurut Para Ahli

a. Marimin dkk (2004), mengatakan bahwa sumberdaya manusia merupakan salah satu aset organisasi yang menjadi tulang punggung dalam menjalankan aktivitasnya dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu wilayah yang dihuni.

b. Sinurat (2008), mengatakan bahwa sumberdaya manusia adalah satu-satunya sumberdaya yang memiliki kekuasaan untuk merencanakan dan mengendalikan sumberdaya yang lain dalam organisasi. Sumberdaya manusia adalah satu-satunya sumberdaya yang memiliki kekuasaan untuk merencanakan dan mengendalikan kegiatannya sendiri.

c. Aziz (2005), mengatakan bahwa sumberdaya manusia merupakan salah satu sumberdaya pembangunan bangsa.

d. Supriatin dkk (2006), mengatakan bahwa sumberdaya manusia merupakan kekuatan atau tenaga yang dimiliki manusia baik jasmani maupun rohani (Satria, 2008).

4. Definisi Indikator Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia dapat diinterpretasikan sebagai unsur yang cukup penting dalam proses pembangunan. Dapat kita amati dari kemajuan-kemajuan suatu negara, yang menjadi indikator keberhasilan bangsa adalah


(16)

sumberdaya manusia yang berpotensi. Contohnya pada negara-negara yang miskin sumberdaya alamnya, seperti Jepang, Singapura, dan Korea, tetapi karena usaha peningkatan kualitas sumberdaya manusianya begitu hebat, maka kemajuan bangsanya melaju dengan pesat (Notoadmodjo, 2009).

Dalam proses peningkatan kualitas sumberdaya manusia, laju pertumbuhan penduduk yang berkembang pesat cukup menghambat kelangsungan proses tersebut. Kualitas dan kuantitas merupakan dua unsur yang mempengaruhi perubahan sumberdaya manusia. Berikut penjabaran mengenai pendidikan dan laju pertumbuhan penduduk:

a. Pendidikan

Dewasa ini, nampak sekali bahwa perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat telah menjadikan pendidikan dipandang sebagai sesuatu yang dipercaya dan diandalkan dalam mempersiapkan manusia yang siap dan mampu menghadapi berbagai perubahan yang terjadi dengan cepat. Oleh karena itu, pendidikan sebagai suatu bagian dari kehidupan masyarakat harus menghadapi berbagai perubahan yang terjadi, serta menyikapinya dengan proaktif dan inovatif, sebab jika tidak demikian maka upaya mempersiapkan manusia dalam menghadapi perubahan tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik.

Kondisi demikian pada dasarnya sebagai akibat dari karakteristik pendidikan yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang tak bisa mengisolasi diri dari pengaruh lingkungan, baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, baik dalam lingkup lokal, regional, nasional


(17)

maupun lingkungan global. Pendidikan merupakan upaya untuk mempersiapkan manusia hidup di masyarakat, untuk itu berbagai perubahan harus diperhatikan dan diantisipasi melalui upaya memperbaiki proses pendidikan dan pembelajaran, sehingga outputnya mampu berkompetisi dalam menghadapi berbagai hal yang terjadi dalam proses perubahan di masyarakat, dan untuk itu pendidikan harus dapat mengembangkan respon yang kreatif dan inovatif sejalan dengan pernyataan Suyanto,Kompas, 16 Mei 2001 (Suharsaputra, 2012).

Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Oleh sebab itu, pendidikan juga merupakan alur tengah pembangunan dari seluruh sektor pembangunan. Pembangunan yang dimaksud disini bukan pembangunan secara fisik tetapi pembangunan rohaniah atau spritual, yang secara bulat diartikan sebagai pembangunan manusia yang menjadi tugas utama pendidikan.

Pembangunan yang terbatas pada bidang ekonomi dan industri belum dapat mengatasi masalah hidup masyarakat dari segi spritual. Pembangunan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup manusia sesuai dengan kodratnya. Dalam GBHN, hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia, yang diartikan bahwa yang menjadi tujuan akhir pembangunan adalah manusianya.

Sebagai objek pembangunan manusia dipandang sebagai sasaran yang dibangun. Dalam hal itu pembangunan meliputi ikhtiar ke dalam diri


(18)

manusia, berupa pembinaan pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani yang meliputi kemampuan penalaran, sikap diri, sikap sosial, dan sikap terhadap lingkungannya, tekad hidup yang positif serta keterampilan kerja. Ikhtiar ini disebut pendidikan.

Peranan pendidikan memungkinkan berubahnya potensi manusia menjadi aksidensi dari naluri menjadi nurani, sehingga manusia menjadi sumberdaya atau modal utama pembangunan yang manusiawi. Proses pendidikan menempatkan manusia sebagai titik awal, karena pendidikan mempunyai tugas untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk pembangunan, yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat luas serta mengangkat martabat manusia sebagai makhluk.

Hasil penelitian di negara maju menunjukkan adanya kolerasi positif antara tingkat pendidikan yang dialami seseorang dengan tingkat kondisi sosial ekonominya. Prof. Dr. Slamet Iman Santoso menyatakan bahwa tujuan pendidikan menghasilkan manusia yang baik. Manusia yang baik di mana pun ia berada akan memperbaiki lingkungan.

Ilmu pengetahuan atau pendidikan dapat diperoleh di lingkungan tempat kita beraktivitas, yang diantaranya terdapat pada segi lingkungan pendidikan sebagai berikut:


(19)

1. Lingkungan Keluarga

Di lingkungan ini, anak dilatih berbagai kebiasaan yang baik tentang hal-hal yang berhubungan kecekatan, kesopanan, dan moral. Di samping itu, ditanamkan keyakinan-keyakinan yang bersifat religius.

2. Lingkungan Sekolah (pendidikan formal)

Di lingkungan ini, peserta didik dibimbing untuk memperluas wawasan yang telah diperoleh di lingkungan keluarga yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Bekal pendidikan di tingkat dasar dan lanjutan dipersiapkan secara formal sebagai sarana penunjang pembangunan di berbagai bidang.

3. Lingkungan Masyarakat (pendidikan nonformal)

Di lingkungan ini, peserta didik memperoleh bekal praktis untuk berbagai jenis pekerjaan, khususnya mereka yang tidak sempat melanjutkan proses belajarnya melalui jalur formal (Tirtarahardja, 2008).

b. Laju Pertumbuhan Penduduk

Tingginya angka kelahiran yang terjadi di dalam masyarakat dapat berakibat pada keterbatasan pangan karena semakin banyaknya jumlah penduduk, sehingga hal tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Selain itu, dampak pertambahan penduduk ini akan berakibat pada ketersediaan sumberdaya dan kelestarian lingkungan,


(20)

ketersediaan pangan, kesehatan maasyarakat (ibu dan anak), kesempatan memperoleh pendidikan, maupun kesempatan kerja. Pertumbuhan penduduk yang tinggi meningkatkan kompetisi pemanfaatan lahan yang dapat mengancam keberadaan lahan pertanian yang subur. Pertumbuhan penduduk merupakan isu sentral yang dihadapi dunia, terlebih negara berkembang. Konsekuensi yang harus dihadapi dari peristiwa tersebut yaitu, apakah peningkatan ketersediaan pangan mampu mengimbangi pertambahan penduduk. Adanya dinamika kependudukan, berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan ekonomi termasuk kesehatan, serta perkembangan IPTEK.

Thomas Malthus (1798), mengemukakan bahwa laju pertumbuhan penduduk mengikuti pertumbuhan eksponensial dan akan melampaui suplai makanan yang akan mengakibatkan kelaparan. Dapat diartikan bahwa populasi manusia bertambah lebih cepat daripada produksi makanan, sehingga menyebabkan manusia bersaing satu sama lain untuk memperebutkan makanan. Analisis pemikiran Malthus adalah keseimbangan penduduk dengan daya dukung dan daya tampung alam, bencana kelaparan dan kematian dikaitkan dengan faktor ketidakseimbangan jumlah penduduk dengan potensi lingkungan alam, khusus penyediaan bahan makanan.

Jumlah penduduk yang terus bertambah mencerminkan jumlah penduduk semakin padat, hal ini dapat mempercepat eksploitasi sumberdaya alam dan mempersempit persediaan lahan hunian atau lahan pakai. Jumlah


(21)

penduduk harus seimbang dengan batas ambang lingkungan, agar tidak menjadi beban lingkungan atau mengganggu daya dukung dan daya tampung lingkungan yang dapat berakibat pada penampakan bencana alam berupa banjir, kekeringan, gagal panen, kelaparan, wabah penyakit, dan kematian.

Untuk mengatasi wabah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan, dibutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai untuk melayani masyarakat. Fasilitas kesehatan harus mampu menampung dan menjangkau masyarakat di daerah-daerah tertinggal. Penambahan fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, puskesmas, pukesmas pembantu, polindes (pondok bersalin desa), dan posyandu. Penambahan fasilitas ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat., seperti imunisasi, KB, pengobatan, dan lain-lain.

Dengan adanya fasilitas kesehatan, perlu juga dilakukan penambahan jumlah tenaga medis seperti dokter, bidan, dan perawat, supaya pelayanan kesehatan dapat mencakup seluruh lapisan masyarakat dan mencakup seluruh wilayah Indonesia. Tenaga medis tersebut juga harus memiliki dedikasi tinggi untuk ditempatkan di daerah-daerah terpencil serta berdedikasi tinggi melayani masyarakat miskin. Selain fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang memadai, perlu juga dilakukan penyuluhan tentang arti pentingnya kebersihan dan pola hidup sehat. Penyuluhan semacam ini juga bisa melibatkan lembaga-lembaga lain di luar lembaga kesehatan, seperti sekolah, organisasi kemasyarakatan, dan


(22)

tokoh-tokoh masyarakat. Jika kesadaran tentang pentingnya pola hidup sehat sudah tertanam dengan baik, maka masyarakat akan dengan sendirinya terhindar dari berbagai penyakit (Adriani, 2012).

Laju pertumbuhan penduduk yang berkembang pesat di Indonesia membuat pemerintah harus melakukan pemerataan penduduk, yaitu dengan melakukan program perpindahan penduduk. Salah satunya transmigrasi. Transmigrasi merupakan perpindahan penduduk dari suatu daerah yang padat penduduknya ke daerah yang jarang penduduknya atau dengan alasan-alasan yang dianggap perlu oleh negara di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

1. Tujuan Diadakan Transmigrasi

a. Pemerataan pembangunan dan persebaran penduduk.

b. Pemerataan memperoleh pendapatan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.

c. Peningkatan produksi yang mengolah sumberdaya alam yang tersedia di daerah baru.

d. Mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran. e. Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

f. Meningkatkan pertahanan dan keamanan nasional.

2. Berdasarkan bentuk dan penyelenggaraannya, transmigrasi dibedakan menjadi lima jenis, yaitu sebagai berikut:


(23)

a. Transmigrasi umum, yaitu jenis transmigrasi yang diselenggarakan dan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Dalam program ini, pemerintah memberikan beberapa fasilitas kepada para transmigran, antara lain:

1. Biaya perjalanan sepenuhnya ditanggung pemerintah;

2. Pemerintah memberikan bantuan biaya hidup bagi para transmigran selama 18 bulan pertama;

3. Penyediaan rumah tinggal;

4. Penyediaan lahan garapan seluas 2 hektar; 5. Bantuan bibit dan alat-alat pertanian.

b. Transmigrasi Bedol Desa, yaitu bentuk transmigrasi yang dilaksanakan terhadap semua penduduk suatu desa secara bersama-sama dengan perangkat pemerintahan desa tersebut. Jenis transmigrasi bedol desa dilakukan jika di suatu daerah terkena bencana alam atau adanya program pemerintah bagi peningkatan kesejahteraan penduduk, seperti pembuatan jalur, bendungan untuk PLTA atau irigasi dan perluasan daerah penghijauan.

c. Transmigrasi Spontan (Swakarsa Mandiri), yaitu jenis tranmigrasi yang diselenggarakan dan dibiayai sepenuhnya oleh para transmigran.

d. Transmigrasi sektoral, yaitu jenis transmigrasi yang dilaksanakan antardepartemen.


(24)

e. Transmigrasi lokal, yaitu jenis transmigrasi yang pelaksanaannya masih dalan satu kawasan provinsi (Utoyo, 2010).

Kualitas sumberdaya manusia yang kurang baik dapat menimbulkan masalah besar bagi lingkungan, akan tetapi hal ini juga disebabkan oleh adanya pengaruh dari faktor eksternal, contohnya nelayan Gili Trawangan yang belajar mengebom ikan dari tentara Jepang di era penjajahan Jepang. Awalnya nelayan hanya dijadikan pesuruh untuk memunguti ikan hasil pengeboman, tetapi selanjutnya mereka menjadi belajar dan kemudian mempraktekkan, serta memodifikasi hingga kini. Ada beberapa hal yang membuat nelayan melakukan hal ini, yaitu antara lain sebagai berikut:

1. Tingkatan etik, terdapat istilah antroposentrisme yang berarti etika hanya berlaku sesama manusia dan untuk kepentingan manusia. Dengan menitik beratkan pada hal tersebut membuat etika kepada non-manusia tidak berlaku. Manusia menaklukkan alam dengan cara eksploitasi, dan manusia tidak menyadari bahwa etika kepada makhluk hidup maupun alam itu perlu. Meskipun kebutuhan manusia terpenuhi, tetapi dampaknya dapat merusak ekosistem lingkungan.

2. Tingkatan ekonomi-politik, nelayan melakukan hal yang dapat merusak lingkungan tersebut bukan hanya disebabkan oleh persoalan etik semata, tetapi juga ekonomi-politik. Oleh karena itu, meskipun nelayan telah sadar akan perbuatannya yang tidak baik, tetapi dikarenakan masalah ekonomi atau pemenuhan kebutuhan hidup, nelayan terpaksa mengulang kesalahannya. Hal ini juga dikarenakan nelayan telah terikat dengan pemodal lokal yang membuatnya terpaksa harus tetap bekerja keras.


(25)

3. Tingkatan hukum dan institusi, secara hukum sesungguhnya telah jelas sanksi dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan. Seperti Undang-Undang Perikanan No. 31/2004, sanksinya adalah pidana penjara selama 6 tahun atau denda maksimal Rp 1,2 milyar. Meski sanksinya jelas, akan tetapi hukum tersebut masih kurang efektif dan kurang adanya pengontrolan yang serius pada pelanggaran-pelanggaran tersebut. Hal inilah yang membuat masyarakat masih tetap berlanjut mengeksploitasi sumberdaya alam (Satria, 2009).

C. Tinjauan tentang Potensi Alam di Wilayah Pesisir

Sumberdaya alam merupakan istilah yang berhubungan dengan materi-materi dan potensi alam yang terdapat di planet bumi. Segala sesuatu yang berada di alam (di luar manusia) yang dinilai memiliki daya guna untuk memenuhi kebutuhan sehingga tercipta kesejahteraan hidup manusia tersebut dinamakan sumberdaya alam (natural resources). Dalam pengertian lain sumberdaya alam adalah semua kekayaan alam yang terdapat di lingkungan sekitar manusia yang dapat dimanfaatkan bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Berdasarkan kemungkinan pemulihannya, sumberdaya alam dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:

1. Sumberdaya alam yang senantiasa tersedia di alam (sustainable resources), senantiasa ada dan tidak akan pernah habis. Hal ini terjadi karena mengalami siklus sepanjang masa, seperti energi sinar matahari, udara, energi pasang-surut air laut, dan sumberdaya air.

2. Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), yaitu jenis sumberdaya alam yang jika persediaannya habis, dalam waktu tidak terlalu lama dan relatif mudah dapat tersedia kembali melalui reproduksi


(26)

atau pengembangbiakan. Termasuk ke dalam jenis ini adalah semua hewan dan tumbuhan.

3. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources), yaitu jenis sumberdaya alam yang jika persediaannya habis, sangat sulit bahkan tidak mungkin untuk menyediakannya kembali, karena membutuhkan waktu yang sangat lama (ribuan bahkan jutaan tahun) itupun jika kondisi lingkungannya memungkinkan. Semua barang-barang tambang masuk ke dalam jenis ini (Utoyo, 2010).

1. Macam-Macam Potensi Alam a. Hewan

Hewan di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hewan liar dan hewan piaraan. Hewan liar adalah hewan yang hidup di alam bebas dan dapat mencari makan sendiri. Hewan liar bergantung kepada makanan yang disediakan oleh alam. Beragam jenis hewan liar yang terdapat di Indonesia antara lain berbagai jenis burung, ikan, dan serangga.

Hewan piaraan adalah hewan yang dipelihara oleh manusia untuk sekedar hobi atau kesenangan semata misalnya burung perkutut, marmut, kucing, dan kakatua.

b. Tumbuhan

Sumberdaya alam berupa tumbuhan sangat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. Tumbuhan yang ada dapat ditemukan dan dihasilkan dari hutan, lahan pertanian, dan perkebunan.


(27)

1. Hasil hutan

Hutan merupakan sebuah areal luas yang ditumbuhi beranekaragam pepohonan. Dilihat dari arealnya, hutan dapat dibagi menjadi beberapa jenis.

a. Hutan lindung, yaitu hutan yang berfungsi melindungi tanah dari erosi, banjir, dan tanah longsor. Dengan adanya hutan lindung kesuburan tanah dan area resapan air senantiasa terjaga.

b. Hutan produksi, yaitu hutan yang berfungsi untuk menghasilkan berbagai produk industri dan bahan perlengkapan masyarakat, seperti kayu lapis, mebel, bahan bangunan, dan kerajinan tangan. c. Hutan wisata, yaitu hutan yang ditujukan khusus untuk menarik

para wisatawan domestik (dalam negeri) maupun wisatawan mancanegara.

d. Hutan suaka alam, yaitu hutan yang berfungsi memelihara dan melindungi flora dan fauna.

2. Pertanian

Pertanian hingga saat ini masih menjadi sektor andalan bagi Indonesia. Hal ini karena kebanyak penduduk Indonesia mempunyai matapencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Oleh karena itu, negara Indonesia dikenal pula sebagai negara agraris. Pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan. Tumbuhan tersebut antara lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, bawang, dan berbagai macam buah-buahan.


(28)

3. Perkebunan

Jenis tanaman perkebunan yang terdapat di Indonesia meliputi karet, cokelat, teh, tembakau, kina, kelapa sawit, kapas, cengkih, dan tebu. Sebagian hasil dari tanaman perkebunan itu diekspor ke luar negeri. Beberapa nega yang mengimpor hasil perkebunan Indonesia di antaranya Inggris, Belanda, dan Jepang.

c. Air

Air digunakan oleh manusia untuk berbagai keperluan, seperti irigasi, memasak, mencuci, minum, olah raga, pembangkit tenaga listrik. Sumberdaya air bisa berasal dari sungai, laut, atau danau. Dari ketiga sumberdaya air tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan manusia, antara lain sebagai berikut:

1. Sebagai sarana transportasi.

2. Sebagai tempat rekreasi dan pariwisata.

3. Untuk Keperntingan Pembangkit Listrik Tenaga Air (Tim Pena Cendekia. 2006).

2. Manfaat Potensi Alam di Wilayah Pesisir a. Potensi Air Tawar

Air tawar merupakan sumber yang penting untuk kehidupan. Selain untuk minuman, air juga digunakan untuk memasak, membasuh, dan sanitasi. Air tawar juga digunakan sebagai bahan mentah dalam industri, pelarut, penyegar, dan sebagai perairan dalam pertanian (Richard, 2011).


(29)

b. Potensi Perairan Umum

Potensi perairan umum dapat dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya perikanan: meliputi perairan tawar, seperti sungai, waduk, saluran irigasi teknis, rawa, danau; dan perairan payau seperti tambak, hutan bakau, dan perairan laut. Potensi sumberdaya perairan umum yang sangat luas ini merupakan peluang yang besar untuk membuka usaha perikanan di perairan umum.

Akan tetapi, untuk dapat meningkatkan pembangunan perikanan melalui pemanfaatan sumberdaya perairan umum, selain kebijakan pemerintah yang mengatur pemanfaatan perairan umum, harus diimbangi pula dengan peningkatan dan pengembangan kualitas sumberdaya manusianya sebagai pelaku utama yang mengelola sumberdaya alam (Cahyono, 2001).

Kegiatan ekonomi penduduk di wilayah pantai dan pesisir di dominasi kegiatan perikanan. Mayoritas masyarakat pesisir dan pantai bermatapencaharian sebagai nelayan dan sepenuhnya bergantung pada hasil sumberdaya lautan. Dengan garis pantai yang panjang, potensi perikanan di Indonesia sangat besar. Namun, sayangnya potensi perikanan yang tergarap tidak melebihi setengahnya hanya sebesar 48%. Sumberdaya alam di lautan dan pesisir mempunyai kepemilikan yang khas, yaitu milik pribadi, milik masyarakat, milik pemerintah, dan tanpa pemilik.


(30)

c. Potensi Hutan Lindung

Hutan lindung yang terdapat di wilayah pesisir adalah hutan mangrove. Secara garis besar, penjelasan bahwa mangrove mempunyai beberapa keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan manusia sebagai penyedia bahan pangan, papan, dan kesehatan serta lingkungan dibedakan menjadi lima, yaitu fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi, dan fungsi lain (wanawisata).

Fungsi fisik kawasan mangrove adalah sebagai berikut: 1. Menjaga garis pantai agar tetap stabil.

2. Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi serta menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat. 3. Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru.

4. Sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke darat, atau sebagai filter air asin menjadi air tawar.

Fungsi kimia kawasan mangrove adalah sebagai berikut:

1. Sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen.

2. Sebagai penyerap karbondioksida.

3. Sebagai pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal dilautan.

Fungsi biologi kawasan mangrove adalah sebagai berikut:

1. Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan penting bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (detritus),


(31)

yang kemudian berperan sebagai sumber makanan hewan yang lebih besar.

2. Sebagai kawasan pemijah atau asuhan (nursery ground) bagi udang, ikan, kepiting, kerang dan sebagainya, yang setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai.

3. Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi burung dan satwa lain.

4. Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetika.

5. Sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut lainnya.

Fungsi ekonomi kawasan mangrove adalah sebagai berikut:

1. Penghasil kayu, musalnya kayu bakar, arang, serta kayu untuk bahan bangunan dan perabot rumah tangga.

2. Penghasil bahan baku industri, misalnya kertas, tekstil, makanan, obat-obatan, alkohol, penyamak kulit, kosmetika, dan zat pewarna. 3. Penghasil bibit ikan, kerang, udang, kepiting, telur burung, dan madu.

Fungsi lain (wanawisata) kawasan mangrove adalah sebagai berikut: 1. Sebagai kawasan wisata alam pantai dengan keindahan vegetasi dan

satwa, serta berperahu di sekitar mangrove.

2. Sebagai tempat pendidikan, konservasi, dan penelitian (Arief, 2003).

d. Potensi Pertanian

Lahan pertanian umumnya dijumpai di daerah pedesaan dan dilakukan secara tegalan, sawah dan berladang. Sawah adalah sistem pertanian dengan lahan berbentuk petak-petak, dibatasi pematang, ditanami bahan


(32)

pangan seperti padi dan diairi dengan sistem irigasi. Tegalan dan ladang adalah lahan keringa yang ditanami dengan tanaman semusim (tanaman yang berumur kurang dari 1 tahun dengan 1 kali panen) atau tahunan (tanaman yang berumur lebih dari satu tahun tetapi memiliki masa panen lebih dari satu kali) (Widyatmanti, 2006).

3. Pengelolaan Potensi Alam di Wilayah Pesisir 1. Potensi Air Tawar

Masalah air yang paling utama adalah masalah kelangkaan sumber air dan kelangkaan tersedianya air bersih. Sumber air sudah berkurang, terutama pada saat musim kemarau. Begitu pula dengan air bersih. Dewasa ini sulit untuk memperoleh air bersih yang benar-benar bersih dalam arti layak diminum. Kebanyakan air sudah terkontaminasi dengan zat-zat yang membahayakan kesehatan.

Sesungguhnya hanya sebagian kecil kandungan air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia, yaitu kira-kira hanya 3%. Sebagian besar air lainnya, yaitu 97%, terdapat di dalam samudra atau laut yang kadar garamnya terlalu tinggi sehingga tidak dapat digunakan untuk sebagian besar keperluan manusia (Subarnas, 2007).

Oleh karena permasalahan di atas, diperlukan cara pengelolaan yang tepat, yaitu:

a. Air tawar adalah terbatas dan sumber yang lemah, sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, pengembangan dan lingkungan yaitu satu sumber dikelola secara holistik.


(33)

b. Pengembangan dan pengelolaan air harus didasari dalam pendekatan partisipatif, melibatkan pemakai, perencana, dan penentu kebijakan dalam semua tingkatan yaitu mengelola air dengan manusia dan dekat dengan manusia.

c. Perempuan mempunyai peran sentral dalam ketentuan, pengelolaan, dan perlindungan air yaitu mengikutsertakan perempuan seluruhnya. d. Air memiliki nilai ekonomi dalam setiap pemakaian kompetitifnya

dan harus dipahami sebagai benda ekonomi (Kodoatie, 2010).

2. Potensi Perairan Payau (Tambak)

Pengelolaan tambak perlu dilakukan dengan serius supaya dapat memperoleh hasil yang memuaskan. Berikut cara pengelolaan yang harus dilakukan:

a. Pengeringan dan pengelolaan tanah

Pada tambak lama maupun tambak baru kita perlu melakukan pengolahan tanah untuk memastikan bahwa tanah sudah tidak menyimpan organisme penyakit. Pengolahan tanah dimulai dengan pencangkulan dan pembalikan tanah dasar tambak sedalam 15-20 cm, perataan kembali, serta pengeringan. Pengeringan dilakukan selama 4-7 hari. Berdasarkan pengamatan dan pengujian, kita sebaiknya mengeringkan dasar tambak sampai retak-retak dan tidak melesak lebih dari 1 cm bila diinjak.

b. Pengapuran awal

Salah satu sumber keasaman air tambak adalah tanah dasar. Tambak-tambak di Indonesia dibangun dengan membuka hutan mangrove


(34)

yang merupakan sumber pyrit, sehingga tanah memiliki pH yang rendah. pH tanah yang rendah dapat membuat pH air menjadi rendah. Dengan demikian, perbaikan pH air tanpa perbaikan pH tanah dasar tidak akan berhasil dengan baik.

c. Pemupukan awal

Pemupukan saat persiapan tambak bermanfaat sebagai sumber nutrien untuk merangsang pertumbuhan fitoplankton. Pemupukan awal bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan, tetapi ikan sendiri tidak memanfaatkan pupuk secara langsung. Ikan herbivorous seperti bandeng dan beronang dikenal sebagai pemakan klekap dan tanaman air serta berbagai jenis plankton yang tumbuh di tambak (Ghufran, 2010).

3. Potensi Hutan Lindung

Salah satu contoh hutan lindung, yaitu hutan mangrove yang terdapat di wilayah pesisir. Permasalahan yang terjadi pada di kawasan hutan mangrove yaitu habisnya komunitas hutan mangrove yang mengakibatkan berkurangnya hasil tangkapan nelayan. Permasalahan lainnya yang timbul karena hal tersebut adalah terjadinya abrasi pantai. Untuk mengatasi perseolan ini perlu dilakukan reboisasi dan perlindungan yang baik pada komunitas hutan mangrove (Siahaan, 2004).

4. Potensi Pertanian (Sawah)

Pengelolaan pertanian sawah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:


(35)

a. Perlu dilakukan penggabungan sebuah sawah sehingga menjadi sebuah kompleks sawah. Hal ini dilakukan supaya penanaman bibit, pemupukan, pembrantasan hama dapat dilakukan dengan serempak, sehingga pengelolaannya menjadi lebih efisien.

b. Dibutuhkan kerjasama yang baik anatara pemilik sawah di lokasi yang luas (Sumodiningrat, 2005).

4. Definisi Pesisir

Menurut Soegiarto (1976), definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih di pengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin.pada arah yang berbeda yaitu kearah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Definisi wilayah pesisir seperti di atas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem


(36)

pesisir. Menurut kesepakatan internasional terakhir, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan, kearah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (continental shelf) (Beatley et al., 1994).

Batas Wilayah Pesisir di Berbagai Negara:

Pertama, batas wilayah pesisir kea rah darat pada umumnya adalah jarak secara arbitrer dari rata-rata pasang tinggi (Mean High Tide), dan batas ke arah laut umumnya adalah sesuai dengan batas jurisdiksi provinsi.

Kedua, bahwa untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah darat dari suatu wilayah pesisir dapat ditetapkan sebanyak dua macam, yaitu batas untuk wilayah perencanaan (planning zone) dan batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian (day-to-day management). Wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan (hulu) apabila terlihat kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat menimbulkan dampak secara nyata (significant) terhadap lingkungan dan sumberdaya di pesisir. Oleh karena itu, batas wilayah pesisir ke arah darat untuk kepentingan perencanaan dapat sangat jauh ke arah hulu, misalnya Bandung untuk kawasan pesisir dari DAS Citarum. Jika suatu program pengelolaan wilayah pesisir menetapkan dua batasan wilayah pengelolaannya (wilayah perencanaan dan wilayah pengaturan), maka wilayah perencanaan selalu lebih luas daripada wilayah pengaturan.


(37)

Dalam pengelolaan wilayah sehari-hari, pemerintah (pihak pengelola) memiliki kewenangan penuh untuk mengeluarkan atau menolak izin kegiatan pembangunan. Sementara itu, kewenangan semacam ini di luar batas wilayah pengaturan (regulation zone) sehingga menjadi tanggung jawab bersama anata instansi pengelolaan wilayah pesisir dalam regulatin zone dengan instansi yang mengelola daerah hulu atau laut lepas.

Ketiga, bahwa batas ke arah darat dari suatu wilayah pesisir dapat berubah. Contohnya negara bagian California yang pada tahun 1972 menetabkan batas ke arah darat wilayah pesisirnya sejauh 1.000 meter dari garis rata-rata pasang tinggi, kemudian sejak tahun 1977 batas tersebut menjadi batas arbitrer yang bergantung pada isi pengelolaan.

Karakteristik khusus dari wilayah pesisir menurut Jan C. Post dan Carl G. Lundin (1996) antara lain:

a. Suatu wilayah yang dinamis dengan seringkali terjadi perubahan sifat biologis, kimiawi, dan geologis.

b. Mencakup ekosistem dan keanekaragaman hayatinya dengan produktivitas yang tinggi yang memberikan tempat hidup penting buat beberapa jenis biota laut.

c. Ciri-ciri khusus wilayah pesisir seperti adanya terumbu karang, hutan bakau, pantai dan bukit pasir sebagai suatu sistem yang akan sangat berguna secara alami untuk menahan atau menangkal badai, banjir, dan erosi.


(38)

d. Ekosistem pesisir dapat digunakan untuk mengatasi akibat-akibat dari pencemaran, khususnya yang berasal dari darat (sebagai contoh: tanah basah dapat menyerap kelebihan bahan-bahan makanan, endapan, dan limbah buangan).

e. Pesisir yang pada umumnya lebih menarik dan cenderung digunakan sebagai pemukiman, maka di sekitarnya seharusnya dimanfaatkan pula sebagai sumberdaya laut hayati dan nonhayati, dan sebagai media untuk transportasi laut serta rekreasi.

Sedangkan karakteristik wilayah pesisir menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2001) antara lain:

a. Terdiri dari habitat dan ekosistem yang menyediakan barang dan jasa (goods and services) bagi komunitas pesisir dan pemanfaat lainnya (beneficiaries), b. Adanya kompetisi antara berbagai kepentingan,

c. Sebagai backbone dari kegiatan ekonomi nasional, d. Merupakan wilayah strategis, didasarkan atas fakta:

1. Garis pantai Indonesia 81.000 km pada 17.508 pulau (terbanyak di dunia),

2. Penyebaran penduduk terbesar (cikal bakal urbanisasi),

3. Potensi sumberdaya kelautan yang kaya (biodiversity, pertambangan, perikanan, pariwisata, infrastruktur, dsb),

4. Sumberdaya masa depan (future resources) akibat ketersediaan wilayah darat yang semakin terbatas, dan


(39)

Langkah-Langkah Pengelolaan Wilayah Pesisir

a. Pengelolaan Terpadu

Pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan dengan upaya terpadu untuk melestarikan manfaat lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.

b. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir

Untuk memutuskan melakukan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir, kita harus melikhat apakah pengelolaan itu penting untuk dilakukan. Perlu juga dilakukan beberapa pertimbangan, yaitu pertimbangan ekonomis, pertimbangan lingkungan, dan pertimbangan sosial budaya.

c. Perencanaan dan Pengelolaan

Dalam melakukan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah pesisir, perlu dibuat tahapan perencanaan kegiatan. Hal ini dilakukan agar pengelolaannya lebih terarah dan konsisten.

d. Sistem Pengelolaan Lingkungan Pesisir

Pelaksanaan pengelolaan membutuhan suatu proses yang meliputi unsur-unsur pemantauan dan evaluasi, implementasi, dan perencanaan. Ini semua harus dilakukan secara efektif, sesuai dengan isu yang akan ditangani.


(40)

e. Peraturan dan Perundangan

Untuk berhasilnya pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah pesisir diperlukan peraturan perundangan yang tegas. Upaya ini dilakukan agar tidak terjadi penyelewengan terhadap sumberdaya alam yang terdapat di wilayah pesisir (Dahuri dkk., 1996).

D. Perubahan Sumberdaya Manusia di Wilayah Pesisir

Sumberdaya manusia senantiasa mengalami perubahan, yaitu secara kuantitas dan kualitas. Perubahan sumberdaya manusia secara kuantitas dapat berkembang dengan cepat (revolusi) ataupun lambat (evolusi), dan hal tersebut kemudian disesuaikan dengan kualitas sumberdaya manusianya yang juga dapat berkembang dengan cepat (revolusi) ataupun lambat (evolusi). Perubahan ini dilakukan supaya sumberdaya manusia dengan kuantitas yang ada dapat memiliki kemampuan dengan kualitasnya untuk mengelola potensi alam yang terdapat dilingkungan wilayah pesisir. Sama halnya dengan pendapat dari kelompok posibilisme yang dipelopori oleh Paul Vidal de La Blache (Prancis). Dimana hal yang sangat menentukan kemajuan suatu wilayah adalah tingkat kemampuan penduduk, sedangkan alam hanya memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk diolah dan dimanfaatkan bagi kehidupan manusia.

E. Kerangka Pikir

Sumberdaya manusia selalu mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi yaitu dari segi kuantitas dan kualitas. Manusia berubah secara kuantitas disebabkan oleh jumlah kelahiran yang semakin meningkat dan mengakibatkan laju pertumbuhan


(41)

penduduk berkembang pesat, sehingga hal tersebut dapat berdampak pada permasalahan daya dukung lingkungan. Padatnya penduduk di suatu wilayah akan mendorong masyarakat untuk berkompetisi memperebutkan potensi alam yang terdapat di lingkungannya. Sumberdaya manusia dengan pengetahuan dan wawasan yang rendah akan memanfaatkan potensi alamnya secara berlebihan tanpa mengetahui cara melindunginya, contohnya potensi alam yang terdapat di wilayah pesisir seperti air tawar, mangrove, dan lahan disekitarnya yang dipergunakan sebagai sawah dan tambak. Oleh sebab itu, perubahan sumberdaya manusia secara kuantitas juga harus dibarengi dengan perubahan secara kualitas supaya kompetisi yang terjadi tidak berdampak pada eksploitasi yang dapat merusak lingkungan alam.

Kualitas sumberdaya manusia perlu ditingkatkan agar pemanfaatan dan perlindungan potensi alamnya dilakukan dengan baik dan benar. Apabila sumberdaya manusia memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas mengenai potensi alam di lingkungannya, maka hal ini akan berdampak baik pada kelestarian alam. Akan tetapi, untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dibutuhkan fasilitas untuk mencapainya. Fasilitas yang dimaksudkan disini adalah fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas sumur dan kloset, dan fasilitas lainnya yang dapat menambah wawasan sumberdaya manusia, seperti pemerintah dan LSM. Dengan kualitas yang baik, sumberdaya manusia akan memanfaatkan potensi alam dengan arif dan bijaksana. Selain itu, sumberdaya manusia juga akan mengetahui cara melindungi alam di sekitarnya.


(42)

Melalui berbagai penjelasan tersebut, maka skema kerangka pikir dapat diformulasikan sebagai berikut:

Skema 1. Kerangka Pikir

Perubahan Sumberdaya Manusia

Kualitas Kuantitas

Dampak

Potensi Alam di Wilayah Pesisir 1. Air tawar

2. Mangrove

3. Sawah


(43)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif, karena ditinjau dari sudut cara dan taraf pembahasan masalahnya serta hasil yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian deskriptif ialah melukiskan realitas sosial yang kompleks sehingga relevansi Sosiologis atau Antropologis dapat tercapai. Penelitian deskriptif ini dilakukan dengan memanfaatkan dan menciptakan konsep-konsep ilmiah, sekaligus juga berfungsi untuk mengklasifikasi gejala-gejala sosial yang dipersoalkan (Vredenbregt, 1980).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif karena lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan (verstehen). Dalam penelitian ini diungkapkan gambaran tentang dampak perubahan sumberdaya manusia di wilayah pesisir yang melibatkan warga berusia > 60 tahun, dan telah berdomisili di Desa Pematang Pasir sejak awal pembukaan desa. Menurut Hadari Nawawi (1983) penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (fact finding). Kemudian hasil penelitian ini ditekankan pada memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti.


(44)

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kualitatif, yang dinyatakan dalam bentuk kalimat atau uraian. Dalam rangka mendapatkan data kualitatif ini, maka peneliti telah melakukan pemahaman makna (verstehen). Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa (interaksi dan tingkah laku manusia dalam situasi tertentu) menurut perspektif peneliti sendiri (Usman dkk, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Artinya peneliti terlibat sepenuhnya dalam memahami proses perubahan yang dijadikan sebagai data penelitian secara intensif (Suryabrata, 2000).

B. Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, fokus penelitian sangat penting karena melalui fokus penelitian akan dapat membatasi studi yang akan diteliti. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti akan terjebak oleh melimpahnya volume data yang diperoleh di lapangan. Penetapan fokus penelitian berfungsi dalam memenuhi kriteria-kriteria, inklusi-inklusi, atau masukan-masukannya, serta menjelaskan data yang diperoleh di lapangan. Menurut Milles Mattew B dan A. Michael Huberman (1992) dengan adanya fokus penelitian, akan menghindari pengumpulan data yang serampangan dan hadirnya data yang melimpah ruah.

Fokus pengamatan dalam penelitian ini adalah dampak perubahan sumberdaya manusia terhadap potensi alam di wilayah pesisir Desa Pematang Pasir, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan. Fokus pengamatannya juga dikelompokkan menjadi 4 (empat) periode, yaitu per sepuluh tahun: 1973-1982


(45)

(Periode 1), 1983-1992 (Periode 2), 1993-2002 (Periode 3), 2003-sekarang (Periode 4). Oleh karena hal tersebut, pada masing-masing fokus penelitian dijabarkan berdasarkan pembagian periode tersebut, dan penelitian ini akan difokuskan pada:

1. Perubahan Sumberdaya Manusia a. Perubahan Kuantitas

Perkembangan Jumlah Penduduk Penyebab Pertambahan Penduduk b. Perubahan Kualitas

Perkembangan Tingkat Pendidikan Perkembangan Fasilitas Pendidikan

Perkembangan Pengetahuan dan Wawasan Perkembangan Tingkat Kesehatan

Perkembangan Fasilitas Kesehatan

2. Dampak pada Potensi Alam di Wilayah Pesisir a. Air tawar

Dampak terhadap Kondisi Air Tawar

Perkembangan Cara Memperoleh Air Tawar b. Mangrove

Dampak terhadap Kondisi Mangrove

Perkembangan Cara Pemanfaatan Mangrove Perkembangan Cara Perlindungan Mangrove


(46)

c. Sawah

Dampak terhadap Kondisi Sawah Perkembangan Hasil Panen

Perkembangan Cara Pengelolaan Sawah Perkembangan Cara Perlindungan Sawah d. Tambak

Dampak terhadap Kondisi Tambak

Perkembangan Hasil Budidaya Udang dan Bandeng Perkembangan Cara Pengelolaan Tambak

Perkembangan Cara Perlindungan Tambak

C. Penentuan Informan

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, artinya sampel yang bertujuan. Penyampelan digunakan dengan menyesuaikan gagasan, asumsi, sasaran, tujuan, dan manfaat yang hendak dicapai oleh peneliti. Penyampelan semacam ini tergolong non probabilitas. Hal ini memang mengandung sedikit kelemahan, karena subyektivitas peneliti tentu masuk di dalamnya. Peneliti dapat mengambil sampel sesuai “kehendaknya”, yang kadang-kadang asal mudah dijangkau. Oleh karena itu, pertimbangan teman sejawat atau pembimbing amat diperlukan dalam penyampelan semacam ini (Endraswara, 2006). Kedudukan informan sangat sentral dalam penelitian kualitatif, maka pemilihannya menjadi sangat penting. Berdasarkan rincian tinjauan pustaka yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya maka kriteria yang digunakan untuk memilih informan penelitan ini adalah:


(47)

1. Mempunyai pengetahuan yang cukup luas mengenai masalah yang sedang diteliti.

2. Informan telah berdomisili di desa tempat penelitian dari 10 tahun pertama pembukaan desa.

3. Informan merupakan warga yang memahami proses perubahan sumberdaya manusia sejak tahun 1973 sampai sekarang.

D. Lokasi Penelitian

Kecamatan Ketapang memiliki beberapa desa yang berada di sekitar wilayah pesisir, salah satunya yaitu Desa Pematang Pasir. Awal pembukaan lahan dan masuknya penduduk ke desa ini adalah tahun 1973 dan belum menjadi desa definitif karena pertumbuhan dan kualitas penduduknya belum begitu baik. Desa Pematang Pasir mulai menjadi desa definitif sejak tahun 1993, yaitu melalui proses yang panjang.

Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir Desa Pematang Pasir, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan. Desa Pematang Pasir awalnya memiliki 5 dusun yaitu Purwosari, Rejosari I, Rejosari II, Sidomukti I, dan Sidomukti II, tetapi pada tanggal 22 Maret 2013, Dusun Sidomukti 1 dan 2 memisahkan diri dan membentuk desa sendiri. Informasi ini didapat dari wawancara dengan aparatur desa dan data kelurahan yang dirangkum dalam profil desa. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan berbagai pertimbangan sebagai berikut:


(48)

Pertama, karena Desa Pematang Pasir memiliki permasalahan yang kompleks mengenai sumberdaya manusianya, sehingga diperlukan kajian ilmiah untuk menemukan titik permasalahan yang terdapat di Desa Pematang Pasir.

Kedua, berdasarkan permasalahan yang kompleks pada sumberdaya manusia di Desa Pematang Pasir, sehingga perlu dilakukan penanganan secepat mungkin. Hal tersebut dikarenakan, apabila tidak segera dikaji secara ilmiah, maka permasalahannya akan semakin menghkawatirkan dan dapat berdampak buruk bagi potensi alam di wilayah pesisir, diantaranya air tawar, mangrove, sawah dan tambak.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pada pelaksanaan penelitian ini ada beberapa cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Cara pengumpul data yang satu dan yang lainnya berfungsi saling melengkapi data yang dibutuhkan. Secara garis besar cara pengumpul data tersebut adalah wawancara mendalam, menggunakan dokumentasi yang berupa media cetak dan elektronik (internet), buku refrensi, dokumen desa, pengamatan secara langsung atau diskusi dengan beberapa aparatur desa. Secara jelas teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Wawancara mendalam digunakan untuk memperoleh data mengenai dampak perubahan sumberdaya manusia di wilayah pesisir Desa Pematang Pasir. Cannel dan Khan (dalam Bruce A. Chadwick, dkk., 1991) mendefinisikan wawancara sebagai “percakapan dua orang yang dimulai


(49)

oleh pewawancara dengan tujuan khusus memperoleh keterangan yang sesuai dengan penelitian, dan dipusatkan olehnya pada isi yang dititikberatkan pada tujuan-tujuan deskripsi, prediksi, dan penjelasan sistematik mengenai penelitian tersebut.

Fungsi cara pengumpul data interview dalam penelitian ini adalah sebagai cara primer atau cara utama. Penggunaan lembar kuesioner sulit untuk dilakukan karena warga yang dapat memberi informasi mengenai perubahan-perubahan yang terjadi di Desa Pematang Pasir sejak awal pembukaan desa sudah sangat minim, sehingga hal tersebut dapat menimbulkan rendahnya tingkat keakuratan data. Oleh sebab itu, peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggali informasi secara mendalam kepada beberapa informan. Berikut adalah pendapat Banney dan Hughes (dalam Bruce A. Chadwick., dkk 1991) tentang wawancara:

Wawancara dianggap sepadan dengan metodologi sosial: sosiologi telah menjadi

ilmu wawancara…Beberapa cabang kajian sosial dibedakan satu sama lain bukan

oleh logika melainkan oleh kecendrungannya terhadap jenis data dan instrument

tertentu dalam penggaliannya…Sosiologi telah menjadi pengkaji insan yang hidup. Tentu saja beberapa sosiolog masih mengkaji dokumen. Beberapa lainnya mengamati masyarakat secara langsung, sedangkan lainnya lagi melakukan percobaan terhadap mereka dan mengamatinya secara tidak langsung melalui studi kepustakaan. Walaupun demikian, secara luas sosiolog dari negara-negara lain, telah menjadi pewawancara merupakan alatnya, dan karya-karyanya membawa capnya.

Artinya wawancara hanya sebagai cara mendapatkan data, sehingga seiring perkembangan ilmu pengetahuan, sosiolog telah menggunakan cara pengumpulan data yang lain (kuesioner) dan bahkan menggabungkan keduanya (wawancara dan kuesioner). Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara, hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan oleh peneliti terarah tanpa mengurangi kebebasan


(50)

dalam mengembangkan pertanyaan serta suasana dapat tetap terjaga agar lebih dialogis dan informal. Akan tetapi, meskipun terdapat pedoman wawancara, instrument utama dalam penelitian ini tetap peneliti sendiri.

Proses wawancara mendalam dalam rangka mendapatkan data dilakukan kepada 5 (lima) orang informan yang usianya lebih dari 60 tahun dan merupakan warga Pematang Pasir yang telah tinggal di desa ini sejak 10 tahun pertama pembukaan desa. Kemudian data yang berkaitan dengan dampak perubahan sumberdaya manusia di wilayah pesisir dicari kebenarannya, dengan mewawancarai aparatur desa, karena penduduk yang usianya kurang dari 60 tahun kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai perubahan yang terjadi di lingkungan Desa Pematang Pasir sejak tahun 1973, sedangkan penduduk yang usianya lebih dari 70 tahun cukup sulit untuk mengingat dan menjawab pertanyaan. Oleh karena itu, wawancara yang dilakukan lebih terfokus pada warga yang usianya 60-70 tahun dan juga aparatur desa.

2. Observasi

Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan, dan dicatat secara sistematis, serta dapat dikontrol keandalan (reliabilitas) dan kesahihannya (validitas). Dalam menggunakan teknik observasi yang terpenting ialah mengandalkan pengamatan dan ingatan si peneliti.


(51)

Ada dua indra yanga sangat vital di dalam melakukan pengamatan, yaitu mata dan telinga. Dalam melakukan pengamatan, mata lebih dominan dibandingkan dengan telinga. Mata mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu mudah letih, sehingga perlu melakukan hal-hal berikut untuk mengatasinya:

a. Menggunakan kesempatan yang lebih banyak untuk melihat data-data. b. Menggunakan orang lain untuk turut sebagai pengamat (observers). c. Mengambil data-data sejenis lebih banyak.

Sedangkan untuk mengatasi kelemahan yang bersifat psikologis adalah:

a. Meningkatkan daya penyesuaian (adaptasi). b. Membiasakan diri.

c. Rasa ingin tahu.

d. Mengurangi prasangka. e. Memiliki proyeksi.

Dalam observasi diperlukan ingatan terhadap observasi yang telah dilakukan sebelumnya. Namun, manusia mempunyai sifat pelupa. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan catatan-catatan (check list); alat-alat elektronik, seperti tustel, video, tape recorder, dan sebagainya.

Jenis teknik observasi yang dipilih oleh peneliti adalah observasi partisipasi, diantaranya pasif, moderat, aktif, dan lengkap. Akan tetapi, yang digunakan oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi pasif. Observasi partisipasi pasif ialah observasi yang dilakukan dengan cara mengamati tanpa terlibat aktif dalam aktivitas informan (Soegiyono, 2008).


(52)

3. Dokumen

Dalam penelitian ini menggunakan dokumen untuk memperoleh data sekunder. Dokumen yang digunakan diantaranya adalah: foto-foto dan profil desa. Data yang diambil dalam dokumen tersebut dilakukan dengan cara dikutip secara langsung dan tidak langsung.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, yaitu hasil dari wawancara mendalam (indepth interview), maka selanjutnya adalah melakukan analisis data, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan, serta menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti (Nawawi dkk., 1992).

Analisis data dilakukan dengan cara menuangkan data yang dikumpulkan ke dalam bentuk laporan lapangan. Tujuan analisis data adalah untuk mengungkapkan:

1. Data apa yang masih perlu dicari. 2. Hipotesis apa yang perlu diuji. 3. Pertanyaan apa yang perlu dijawab.

4. Metode apa yang digunakan untuk mendapatkan data baru. 5. Kesalahan apa yang harus segera diperbaiki (Usman, 2004).


(53)

Dalam penelitian ini tidak menggunakan hipotesis sehingga poin 2 tidak dipergunakan dalam penelitian ini.

Dalam menganalisis data, harus melalui 3 tahap sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Setelah data terkumpul dan semakin banyak maka harus segera direduksi, untuk menghindari penumpukan data. Peneliti harus menganalisis data sejak dimulainya penelitian. Proses reduksi yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Pada tahap ini peneliti selalu mencatat hasil wawancara maupun pengamatan secara langsung ke dalam buku harian penelitian. Peneliti melakukan pekerjaan ini setiap malam ketika tidak lagi berinteraksi dengan informan. Data-data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya jika sewaktu-waktu diperlukan. Reduksi data juga merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi (Miles, dkk., 1992).

2. Display Data

Display data dalam penelitian ini adalah menyajikan data dalam bentuk matrik naratif dan table. Dengan demikian, peneliti dapat menguasai data dan tidak terbenam dengan setumpuk data. Dalam display data ini sangat


(54)

membutuhkan kemampuan interpretatif yang baik pada peneliti sehingga dapat menyajikan data secara lebih baik.

3. Pengambilan Keputusan dan Verifikasi

Data yang didapat kemudian diambil kesimpulan, dan memang pada mulanya kesimpulan itu kabur, tetapi lama kelamaan akan semakin jelas karena data yang diperoleh semakin banyak dan mendukung. Verifikasi dapat dilakukan dengan singkat yaitu dengan cara mengumpulkan data baru.

4. Kredibilitas/derajat Kepercayaan

Kredibilitas ialah kesesuaian antara konsep peneliti dengan konsep informan. Agar kredibilitas terpenuhi, maka harus dilakukan hal sebagai berikut:

a. Waktu yang digunakan dalam penelitian harus cukup lama.

b. Pengamatan yang terus-menerus.

c. Mengadakan triangulasi yaitu, memeriksakan kebenaran data yang telah diperoleh kapada pihak lain yang dapat dipercaya, dalam hal ini aparatur Desa Pematang Pasir.

d. Mendiskusikannya dengan teman seprofesi (seminar).

e. Menggunakan alat bantu dalam mengumpulkan data. Alat bantu yang peneliti gunakan adalah Recorder (MP4) dan Camera. Alat bantu ini


(55)

peneliti gunakan tanpa sepengetahuan informan, sehingga informan bebas bercerita tanpa ada rasa takut atau khawatir.

f. Menggunakan member chek, yaitu memeriksa kembali data informan dengan mengadakan pertanyaan ulang (Usman, dkk., 2004).

G. Hambatan-Hambatan Dalam Penelitian

Peneliti menghadapi hambatan internal dan eksternal pada proses penelitian. Hambatan secara internal yaitu:

1. Lokasi penelitian yang berjarak ± 110 KM dari tempat tinggal peneliti. Selain itu juga tidak ada kerabat dan teman sehingga peneliti harus melakukan strategi agar bisa diterima oleh masyarakat dan aparatur desa untuk melakukan penelitian, hingga pada akhirnya peneliti dapat bermalam di lokasi penelitian. Karena jarak tempuh lokasi penelitian cukup jauh maka biaya operasional penelitian yang dikeluarkan juga cukup besar. Akan tetapi hambatan internal ini tidak sulit diatasi karena penelitian ini dilaksanakan atas dasar semangat Vokasional yang dijelaskan oleh Gert dan Mills (1972) bahwa:

“Peneliti memahami makna vokasional berdasarkan kutipan dari Gunawan Wiradi

(2000) dan disunting oleh Noer Fauzi, yaitu “dengan profesionalisme, semua sikap dan perbuatan selau didasarkan atas perhitungan untung rugi. Karena itu, Money Politics adalah wajar, dan tidak akan mungkin diberantas selama kita mendewakan semangat profesionalisme. Sebaliknya seorang yang dilandasi semangat vokasional akan bersikap, berpikir, berbuat, dan bertindak berdasarkan panggilan jiwa. Disini yang dibicarakan bukan uang tetapi hati nurani, seorang vokasional tidak bisa dibeli, walaupun sadar bahwa uang memegang peran penting dan menentukan. Sebaliknya

seorang professional selalu dapat dibeli”.

2. Bertepatan dengan waktu penelitian yang dilakukan di Desa Pematang Pasir merupakan saat musim penghujan, dan warganya sedang terserang wabah


(56)

penyakit demam berdarah. Hal ini menjadi hambatan bagi peneliti untuk lama-lama bermalam di tempat penelitian karena khawatir dengan kondisi kesehatan peneliti.

Ada beberapa hambatan eksternal yang peneliti hadapi pada proses penelitian yaitu:

1. Masyarakat di lokasi penelitian yang menjadi target pada penelitian sangatlah minim, yaitu warga yang usianya > 60, tinggal di Desa Pematang Pasir sejak 10 tahun pertama pembukaan desa, dan masih bisa untuk diwawancarai. Hal ini disebabkan oleh banyaknya warga yang pindah ke daerah asal atau melakukan transmigrasi ke daerah lain. Hambatan ini yang menyebabkan informasi yang tadinya ingin disajikan dalam data kuantitatif tidak bisa diaplikasikan.

2. Sulitnya melakukan komunikasi yang baik dengan informan yang sudah lansia, sehingga wawancara yang dilakukan harus disetting dengan lebih santai tetapi tetap fokus agar informasi yang diperoleh tidak simpang-siur dari tujuan yang ingin diperoleh.

3. Desa Pematang Pasir tidak memiliki data kependudukan yang lengkap. Hal tersebut disebabkan oleh pemekaran yang terjadi, baik di lingkungan kecamatan maupun di lingkungan desa, sehingga data kependudukannya tidak memiliki keakuratan. Oleh karena itu, peneliti hanya dapat menggunakan data terakhir, yaitu profil desa.


(57)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Desa Pematang Pasir

Desa Pematang Pasir terletak di wilayah pesisir yang bagian depan desanya dibatasi oleh jalan Lintas Timur Sumatra, berada di Kecamatan Ketapang, Kabupaten Lampung Selatan. Desa Pematang Pasir dapat ditempuh dengan jarak ± 110 KM (lihat gambar 1) dari terminal induk Raja Basa Bandar Lampung, dengan memerlukan waktu ± 3 jam. Jenis kendaraan yang digunakan menuju Desa Pematang Pasir umumnya jasa travel, selain itu juga ada kendaraan umum (bus), tetapi hanya sampai di Desa Gayam, Kecamatan Penengahan. Dari Desa Gayam menuju Desa Pematang Pasir masih menempuh jarak ± 40 KM.

Untuk mencapai Desa Pematang Pasir, jenis bus yang dapat dinaiki adalah bus Bukit Barisan, Bus Rapid Trans (BRT), dan lain-lain. BRT dapat ditemui di loket dalam terminal induk Raja Basa dan dapat juga dinaiki di luar terminal, begitu juga dengan bus bukit barisan. Jika ingin cepat sampai, penumpang dapat menggunakan jasa travel yang biasanya ngetem di pinggir jalan baypas raya.

Kendaraan umum yang ditumpangi hanya sampai Desa Gayam dan tidak ada yang sampai ke Desa Pematang Pasir. Ongkos dari terminal Raja Basa menuju Desa Gayam yaitu Rp 25.000, kemudian jika ingin melanjutkan ke Desa Pematang


(58)

Pasir, memerlukan jasa ojek dengan biaya Rp 20.000 sampai Rp 25.000. Oleh karena itu, kebanyakan orang yang ingin menuju Desa Pematang Pasir menggunakan jasa travel dengan ongkos Rp 50.000. Biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan kendaraan umum dan jasa travel hampir sama, sehingga untuk mengefesiensikan waktu lebih baik menggunakan jasa travel agar tidak menyambung kendaraan.

Gambar 1. Peta Kecamatan Ketapang

Sumber: kingsandintl.com/WPS.pdf. 2013. Internet

Perjalanan menuju Desa Pematang Pasir dari Raja Basa dengan menggunakan jasa travel melewati 1 Kota, 1 Kabupaten, dan 7 Kecamatan. Dari Kecamatan Rajabasa, kendaraan yang ditumpangi melewati jalan raya baypas, ukuran jalannya sangat besar tetapi begitu banyak lubang dan berdebu. Di dalam


(1)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan bab-bab sebelumnya, maka ada beberapa hal yang menjadi kesimpulan yang akan diuraikan sebagai berikut:

1. Setting penelitian ini dibagi ke dalam 4 periode.

2. Seiring perubahan sumberdaya manusia yang terjadi pada setiap periodenya, potensi alam yang awalnya masih penuh dan belum dimanfaatkan kemudian mengalami perubahan ke arah positif dan negatif.

3. Dampak positif dialami oleh mangrove dan usaha persawahan yang saat ini kondisinya menjadi lebih terawat.

4. Dampak negatif dialami oleh potensi air tawar dan usaha tambak, dimana kualitasnya semakin menurun dan tidak terawat.

B. Saran

1. Sumberdaya manusia di Desa Pematang Pasir diupayakan untuk mengambil bidang pendidikan yang berkaitan dengan potensi alam di wilayah pesisir.


(2)

2. Supaya wawasan masyarakat semakin luas dan tidak putus pada satu generasi, disarankan pada pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat agar memberikan penyuluhan dan pelatihan secara intensif terkait potensi alam yang terdapat di wilayah pesisir, sehingga masyarakat dapat lebih bijaksana dalam memanfaatkan potensi yang terdapat di lingkungan tempat tinggalnya demi kesejahtaraan yang berkelanjutan.


(3)

Daftar Pustaka Buku:

Abdullah, W. Mulat. 2008. IPS SOSIOLOGI untuk SMP/MTs Kelas IX. Jakarta: Grasindo.

Adriani, M., dan B. Wirjatmadi. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Anonim. 2011. Profil Desa Pematang Pasir. Desa Pematang Pasir Kecamatan Ketapang Lampung Selatan.

Arief, Arifin. 2003. Hutan Mangrove, Fungsi, dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius.

Beer, Michael. Breking the Code of Change. USA: President and Fellow of Harvard College.

Cahyono, Bambang. 2001. Budi Daya Ikan di Perairan Umum. Yogyakarta: Kanisius.

Chadwick, Bruce A. 1991. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Semarang: IKIP Semarang.

Dahuri, H. R., J. Rais, S. P. Ginting, dan , M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Davidson, Jeff. 2005. Change Managemen, The Complete Ideal’s Duides. Jakarta: Prenada.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi, Epistemologi, Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.


(4)

Ghufran, M. dan Kordik. 2010. Nikmat Rasanya, Nikmat Untungnya-Pintar Budi Daya Ikan di Tambak secara Intensif. Yogyakarta: Lily Publisher.

Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Maryati, Kun dan J. Suryawati. 2001. Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas XII. Yogyakarta: Erlangga.

Miles, Mattew B dan A, Michael Huberman. 1992. Analisis Buku Kualitatif, buku sumber tentang metode-metode baru. Jakarta: Universitas Indonesia.

Nawawi, Hadari. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosal. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiSYogyakarta. Richard dan Louise Spilsbury. 2011. Sumber Bumi. Malaysia: Attin Press.

Saptina, S., D. Nugroho, dan A. Sutardi. 2009. Siap Menghadapi Ujian Nasional SMA/MA 2009 Sosiologi. Jakarta: Grasindo.

Satria, Arif. 2009. Pesisir dan Laut untuk Rakyat: IPB Press.

Siahaan, N. H. T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga.

Soegiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Subarnas, Nandang. 2007. Tampil Berkreasi. Bandung: Grafindo Media Pratama. Sugiharyanto. 2006. Seri IPS Geografi dan Sosiologi 2 SMP Kelas VIII.

Yogyakarta: Yudhistira.

Sumodiningrat, Gunawan dan Riant Nugroho D. 2005. Membangun Indonesia Emas. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(5)

Suryabrata, Sumadi. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Raga Grafindo Persada.

Suryabrata. 2000. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Raga Grafindo Persada. Tim Pena Cendekia. 2006. Wahana IPS. Yogyakarta: Quadra.

Tim Sosiologi. 2007. SOSIOLOGI Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat. Yogyakarta: Yudhistira.

Tirtarahardja, U., dan L. Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Usman, H. dan P. S. Akbar. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Utoyo, Bambang. 2010. Geografi Membuaka Cakrawala Dunia. Jakarta: PT. Setia Purna.

Vredenbergt, Jacob. 1980. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.

Widyatmanti, Wirastuti dan Dini Natalia. 2006. Geografi untuk SMP dan MTs. Jakarta: Grasindo.

Internet:

Dicktus (2013) “Definisi, Dampak, Pengendalian Hujan Asam Niken”, Diakses dari http://www.scribd.com/search?query=definisi+dampak, Diakses pada 20 Mei 2013

Suharsaputra, Uhar (2012) “Inovasi Pendidikan dan Peran Guru”, Diakses dari http://www. ispi.or.id/2012/02/05/inovasi-pendidikan-dan-peran-guru/, Diakses tanggal 09 April 2013

BPS “Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan

2010 (Kependudukan)”, Diakses dari http://www.bps.go.id/tab_sub/view. php?kat=1&tabel=1&daftar=1&idsubyek=12&notab=1, Diakses tanggal 14 maret 2013


(6)

Peta Kecamatan Ketapang, Diakses dari kingsandintl.com/WPS.pdf

https://www.google.com/search?q=RENCANA+TERMINAL+UMUM+INT

ERNASIONAL+KELAS+UTAMA+KETAPANG+- +LAMPUNG+SELATAN&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-beta, Diakses tanggal 01 April 2013

Profil Sumberdaya Wilayah Pesisir Desa Pematang Pasir, Kecamatan Ketapang. 2001, Diakses dari rmportal.net/library/content/.../at.../file, Diakses tanggal 15 maret 2013

Satria (2008) “Sumberdaya Alam Menurut Para Ahli”, Diakses dari http://id. shvoong.com/business-management/human-resources/2358474-penger tian-sumber-daya-manusia-menurut/, Diakses tanggal 09 April 2013