PERLINDUNGAN KARYA CIPTA FOTOGRAFI BERKENAAN DENGAN SENGKETA PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN FOTO DIRI TANPA IZIN

(1)

i Rama Fitro Pamuka

ABSTRAK

PERLINDUNGAN KARYA CIPTA FOTOGRAFI BERKENAAN DENGAN SENGKETA PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN FOTO DIRI TANPA IZIN

Oleh

RAMA FITRO PAMUKA

Fotografi merupakan salah satu karya seni yang berasal dari dari daya fikir atau ide dari manusia dari apa yang dilihat dan direalisasikan atau didokumentasikan melalui media kamera menjadi sebuah karya cipta, oleh karena itu fotografi dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Sedangkan potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun, diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 23 UUHC. Penelitian ini mengkaji tentang kaitan antara potret seseorang dengan karya fotografi. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, (a) ketentuan dalam UUHC hanya mengatur dan menjelaskan tentang potret sedangkan cakupan ciptaan yang dilindungi adalah fotografi, (b) bagaimana penyelesaian sengketa dalam pengambilan foto diri tanpa izin, (c) pengaturan dalam UUHC tentang pemanfaatan foto diri baik melalui izin maupun tanpa izin orang yang dipotret. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dengan tipe penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder, serta pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan studi kasus. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa UUHC lebih menjelaskan secara spesifik tentang pengaturan potret daripada hak cipta fotografi, karena hak cipta atas potret termasuk kedalam personal rights. Dalam personal rights yang mengacu kepada dua unsur, yaitu hak ekonomi dan hak privasi. Selanjutnya dalam penyelesaian kasus sengketa pengambilan foto diri tanpa izin dari kedua kasus yaitu, menggunakan jalur pengadilan (litigasi) karena bukan hanya merugikan personal namun juga telah melanggar ketertiban umum serta mengandung unsur asusila, dan dalam pemanfaatan foto diri berdasarkan ketentuan UUHC pemegang hak cipta terhadap orang yang diambil foto dirinya hanya sebatas meminta izin untuk mengumumkan, memperbanyak, dan memamerkan hasil karya ciptanya. Apabila pemegang hak cipta mengumumkan,


(2)

ii Rama Fitro Pamuka memperbanyak, memamerkan hasil ciptaannya tanpa melalui izin terlebih dahulu hal itu dianggap sebagai pelanggaran berdasarkan ketentuan UUHC.


(3)

PERLINDUNGAN KARYA CIPTA FOTOGRAFI BERKENAAN DENGAN SENGKETA PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN FOTO DIRI

TANPA IZIN

(Skripsi)\

Oleh

Rama Fitro Pamuka

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(4)

PERLINDUNGAN KARYA CIPTA FOTOGRAFI BERKENAAN DENGAN SENGKETA PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN FOTO DIRI

TANPA IZIN

(Skripsi)

Oleh

Rama Fitro Pamuka

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1...57

Gambar 2...68

Gambar 3...68


(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

SANWACANA

Dengan mengucapkan syukur Subhanallah Walhamdulillah Barokallah, atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkat, rahmat dan taufik serta hidaya-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Perlindungan Karya Cipta Fotografi Berkenaan dengan Sengketa Pengambilan dan Pemanfaatan Foto Diri Tanpa Izin” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan ilmu pengetahuan, bimbingan, dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H, M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung dan Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, motivasi dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan; 3. Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah


(11)

dan masukan yang membangun serta mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;

4. Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini; 5. Ibu Diane Eka Rusmawati, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang juga

telah memberikan saran dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini;

6. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

7. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya Bapak/Ibu Dosen Bagian Hukum Keperdataan Sumber Mata Air Ilmuku yang penuh ketulusan, dedikasi untuk memberikan ilmu yang bermanfaat dan motivasi bagi penulis, serta segala kemudahan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan studi;

8. Seluruh keluargaku tercinta: Ayahanda Drs. Abu Bakri, Mama Zairina, Kakak-kakak saya Alam Paliendo Pamuka dan Sinta Febrianti serta keluarga di besarku yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang selalu memberikan do’a dan motivasi untuk kesuksesanku;

9. Untuk teman-teman Fakultas Hukum: Haikal, Ibnu, Wahyu Keling, Terry, Eco, Alif, Aji, Agung, alm Tomi dan teman-teman lainya, atas do’a, motivasi dan semangat kebersamaan yang telah terjalin selama ini;

10. Teman-teman seperjuangan angkatan 13 UKM Fotografi Zoom Adi Adoy, Ableh, Mia, Iga, Ebta, Lian, Oktodidi, Resti, Mbung, Bima AIM yang selalu memberi semangat selalu bersama suka maupun duka terimakasih atas do’a,


(12)

Motivasi-motivasi biar gak galau, dukungan, dan kebersamaan yang telah terjalin selama ini;

11. Terimakasih yang sebesar-besarnya Kepada guru besar UKM Fotografi Zoom yang telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman beserta para Zoomers kepada para senior-senior : Bangkit, Ka Em, Ka Tegar, Ka Belly, Mbk Aya, Ka Rahmad, Mbk Resca, Ka Fahmi, Ka Arfan, Ka Haris. Kepada para generasi penerus adik-adik angkatan 14 : Ronal, Rifki, Dika, Donal, Gogon. Angkatan 15 : Adianto, Tata, Elmira, Ade, Irna, Gilas, Barry, Iam, Icha. Beserta para Zoomers yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas doa, dukungan, motivasi, canda, dan tawanya.

12. Semua teman-teman bagian hukum keperdata Angkatan 2010 : Richart, Doni, Ridho, Jimbo, Ridwan, Jefri, Yuri, Osa, Zul, Rindi, Dendri, Neil, Rahmat Jete, Saud, Abram, Yomi, Merly, Brian, Rio, Wana, Andi, Kelvin, dan teman-teman lainya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas doa, dukungan, dan kerjasamanya;

13. Teman-teman KKN Tugu Papak : Macro, Rikie, Ocha, Oyen, Ruslan, Nona Ria atas kebersamaan selama 40 hari dan do’a dalam penulisan skripsi ini; 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu telah membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas semua doa’a, bantuan dan dukungannya;


(13)

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemuliaan dan barokah, dunia dan ahirat khususnya bagi sumber mata air ilmuku, serta dilipat gandakan atas segala kebaikannya yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, September 2014 Penulis,


(14)

MOTO

“Dan kamu merasa lemah, dan janganlah pula kamu bertinggi hati, sebab kamu paling tinggi derajadnya apabila kamu beriman”

(QS : Al-Imran, Ayat 3)

“Di atas bumi kita di tempatkan pada tempat yang berbeda tetapi di dalam perut bumi kita di tempatkan pada tenpat yang sama “


(15)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa puji dan syukur Kehadirat Allah SWT dengan segala kerendahan hati kupersembahkan kepada :

Ayah Drs. Abu Bakri dan Mama Nun Zairina yang telah membesarkanku dengan sabar dan penuh kasih sayang serta selalu mendo’akanku agar senantiasa

diberikan kemudahan dan kelancaran dalam setiap langkahku, Kakak-kakak ku Alam Paliendo Pamuka, dan Sinta Febrianti yang telah Memberikan suportnya yang selalu memberikan nasihat-nasihat dan masukan

serta doanya.

Keluarga besar UKM Fotografi Zoom Unila yang telah memebrikan segudang pengalaman hidup yang berharga dan tidak akan terlupakan

Seluruh Keluarga Besarku Tercinta Sumber Mata Air Ilmu

Serta Almamaterku Fakultas Hukum Universitas Lampung

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, nikmat, barokah dan karunianya untuk kita semua sampai akhir zaman dunia dan ahirat. (amin)


(16)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Rama Fitro Pamuka, penulis dilahirkan pada tanggal 4 April 1992 di Jakarta. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Drs.Abu Bakri dan Nun Zairina. Penulis menyelsaikan, Sekolah Dasar Kartika Jaya II nomor 5 (persit) Bandar Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 25 Bandar Lampung pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 7 Bandar Lampung pada Tahun 2010. Tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Penulis juga sempat mendapatkan beasiswa prestasi akademik selama 2 periode. Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi mahasiswa, yaitu Mahasiswa Pengkaji Masalah Hukum (MAHKAMAH), sempat menjabat sebagai kepala divisi komunikasi dan jurnalistik pada tahun 2012.

Penulis juga tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Fotografi Zoom Unila pada tahun 2010, dalam perjalanan organisasi UKM Fotografi Zoom Unila penulis pernah menjabat sebagai kepala divisi dana dan usaha pada periode kepengurusan tahun 2012-2013, dan pada periode kepengurusan 2013-2014 penulis dipercaya untuk memegang amanah menjabat sebagai ketua umum UKM


(17)

Fotografi Zoom Unila, dan sampai pada periode kepengurusan 2014-2015 UKM Fotografi Zoom Unila penulis menjabat sebagai dewan penasihat kepengurusan.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah Intellectual Property Rights (IPR) diartikan sebagai Hak Milik Intelektual dan kemudian berkembang menjadi Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Berbicara tentang kekayaan tidak terlepas dari milik. Sebaliknya, berbicara tentang milik tidak terlepas dari kekayaan. Dalam undang-undang digunakan istilah Hak Kekayaan Intelektual sebagai istilah resmi dalam perundang-undangan Indonesia. Sedangkan, para penulis hukum ada yang menggunakan istilah Hak Milik Intelektual.1

HKI merupakan benda tidak berwujud, hasil kegiatan intelektual (daya cipta) manusia yang diungkapkan ke dalam suatu bentuk ciptaan atau penemuan tertentu. Kegiatan intelektual terdapat dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan teknologi. Ditinjau dari segi hukum, yang dilindungi adalah Hak Kekayaan Intelektual yang bukan merupakan benda material atau benda berwujud. Alasannya adalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak eksklusif yang hanya ada dan melekat pada pemilik atau pemegang hak, sehingga pihak lain apabila ingin memanfaatkan atau menggunakan hak tersebut untuk menciptakan

1

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citar Aditya Bakti, Bandung 2001, hlm 1


(19)

2

atau memproduksi benda material bentuk jelmaannya wajib memperoleh lisensi (izin) dari pemilik atau pemegang hak. Sebagai bentuk penghargaan atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI), perlindungan hukum atas hak-hak tersebut memerlukan perangkat hukum dan mekanisme perlindungan yang memadai. Melalui cara inilah HKI akan mendapat tempat yang layak sebagai salah satu bentuk hak yang memiliki nilai ekonomis.

Hukum Kekayaan Intelektual mengatur perlindungan bagi para pencipta dan penemu karya-karya inovatif sehubungan dengan pemanfaatan karya-karya mereka secara luas dalam masyarakat. Karena itu, tujuan hukum HKI adalah menyalurkan kreativitas individu untuk kemanfaatan manusia secara luas. Sebagai suatu hak eksklusif, HKI secara hukum mendapat tempat yang sama dengan hak-hak milik lainnya.2

Indonesia memiliki keanakearagaman seni dan budaya yang sangat kaya. Hal ini sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi kekayaan seni budaya itu meupakan salah satu sumber dari kekayaan intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang. Kekayaan itu tidak semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk kemampuan di bidang perdagangan, dan industri yang melibatkan para penciptanya. Dengan demikian kekayaan seni dan budaya yang dilindungi dapat meningkatkan kesejahteraan, tidak hanya bagi para penciptanya, tetapi juga bagi bangsa dan negara.

2


(20)

3

Indonesia telah ikut serta pergaulan masyarakat dunia dengan menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan tentang pembentukan organisasi perdagangan dunia), selanjutnya disebut WTO Agreement of Trade Related Aspecs of Intellectual Property Rights (persetujuan tentang perdagangan yang terkait dengan aspek-aspek Hak Kekayaan Intelektual), Undang-Undang Hak Cipta memberi perlindungan hukum terhadap karya cipta yang mencakup, buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yg diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan & ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, & seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket & seni ikat), fotografi, sinematografi, & tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalih wujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi Hak Cipta atas ciptaan asli.3

Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mencakup perlindungan terhadap karya cipta fotografi. Fotografi merupakan salah satu karya seni yang berasal dari dari daya fikir atau ide dari manusia dari apa yang dilihat dan direalisasikan atau didokumentasikan melalui media kamera

3


(21)

4

menjadi sebuah karya cipta. Oleh karena itu fotografi dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Fotografi saat ini sudah berkembang pesat. Melalui media kamera setiap orang dapat dengan mudah mendokumentasikan setiap peristiwa yang berharga di lingkungan sekitar, bahkan fotografi menjadi sesuatu yang dapat dikomersilkan.

Cakupan fotografi sangat luas karena terdapat jenis-jenis hasil karya cipta fotografi tidak hanya sebatas potret manusia, yang digolongkan foto human interest, foto potret, foto olah raga namun meliputi foto alam/nature, foto arsitektur dan lain-lain. Berdasarkan penjelasan di atas fotografi merupakan sebuah karya seni yang cakupannya sangat luas tidak hanya terpaku pada foto manusia. Di dalam Undang-Undang Hak Cipta terdapat peraturan yang menjelaskan secara detail dan spesifik tentang perlindungan hak cipta atas potret. Potret merupakan salah satu cabang ilmu fotografi yang memiliki arti yang sama yaitu foto diri seseorang atau foto orang baik wajah maupun seluruh badan. Namun dalam Undang-Undang Hak Cipta tidak menjelaskan pengaturan tentang fotografi secara detil dan spesifik. Mengenai hal tersebut, mengapa Undang-Undang Hak Cipta hanya menjelaskan pengaturan hak cipta atas potret lebih jelas dan spesifik daripada karya cipta fotografi, sedangkan potret merupakan salah satu cabang ilmu dari fotografi. Hak cipta atas potret atau yang juga sering disebut foto diri merupakan bagian dari cakupan fotografi. Potret juga diatur dalam Pasal 19 Ayat (3) Undang-Undang Hak Cipta, yaitu:

a) Atas permintaan sendiri dari orang yang dipotret;


(22)

5

c) Untuk kepentingan orang yang dipotret

Pada Pasal 20 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 disebutkan Pemegang Hak Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat:

a) tanpa persetujuan dari orang yang dipotret;

b) tanpa persetujuan orang lain atas nama yang dipotret; atau c) tidak untuk kepentingan yang dipotret.

Apabila Pengumuman itu bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret, atau dari salah seorang ahli warisnya apabila orang yang dipotret sudah meninggal dunia. Berdasarkan ketentuan di atas, hak atas potret diatur guna untuk melindungi orang sebagai objek yang difoto agar foto dirinya tidak disalah gunakan untuk kepentingan orang-orang tertentu saja. Seperti yang terjadi pada wartawan yang melakukan pemotretan dan dipublikasikan melalui media masa tanpa izin, atau hal-hal lain yang bersangkutan, sedangkan secara jelas diatur dalam pasal 19 Undang-Undang Hak Cipta harus ada kepentingan orang yang dipotret atau atas permintaan orang yang dipotret. Artinya belum tentu setiap orang mau atau setuju apabila foto dirinya dipublikasikan atau dimanfaatkan untuk kepentingan yang tidak menyangkut orang yang di potret. Seperti pada kasus penggunaan potret ibu negara Ani Yudhoyono ke dalam brosur dan diedarkan di Surabaya untuk kepentingan promosi pihak lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Atas pelanggaran memperbanyak, menyiarkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan tanpa izin dan persetujuan pemegang hak cipta terkait, tersangka dilaporkan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan seperti contoh lain yaitu kasus penyebaran foto model Novi yang mengandung


(23)

6

unsur asusila serta disebarluaskan melalui media elektronik. Atas laporan tersebut, tersangka menjalani proses hukum dalam penyelesaian atas pelanggaran sengketa hak cipta tersebut. Berdasarkan contoh kasus di atas bagaimanakah pengaturan ketentuan hukum yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta terkait atas pemanfaatan foto diri seseorang yang digunakan untuk kepentingan lain, seperti kepentingan yang bersifat komersil untuk melakukan promosi suatu produk atau jasa dalam bentuk brosur, pamflet, lifleat dan lain-lain dengan mendapatkan izin/persetujuan ataupun tanpa persetujuan dari orang yang dipotret.

Serta dalam kasus sengketa penyebaran foto diri tanpa izin para pelaku apakah dapat dijerat dengan Undang Hak Cipta ataukah menggunakan Undang-Undang lainnya yang berlaku pada kasus tersebut. Dari berbagai hal atau persoalan yang telah dijelaskan di atas mendorong penulis untuk melakuan suatu penelitian dengan judul “Perlindungan Karya Cipta Fotografi Berkenaan Dengan Sengketa Tentang Pengambilan Dan Pemanfaatan Foto Diri Tanpa Izin”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan, yaitu:

a. Mengapa ketentuan dalam Undang-Undang Hak Cipta hanya mengatur dan mejelaskan tentang potret sedangkan cakupan ciptaan yang dilindungi adalah fotografi?


(24)

7

b. Bagaimana penyelesaian sengketa tentang pengambilan foto diri tanpa izin ?

c. Bagaimanakah pengaturan dalam Undang-Undang Hak Cipta tentang pemanfaatan foto diri baik melalui izin maupun tanpa izin orang yang dipotret ?

2. Ruang Lingkup

Lingkup penelitian ini terdiri dari lingkup pembahasan dan lingkup bidang ilmu. Lingkup pembahasan dari penelitian ini adalah kaitan hak cipta fotografi dengan hak cipta atas potret berdasarkan UUHC. Sedangkan lingkup bidang ilmu dalam penelitian ini adalah hukum keperdataan (ekonomi) khususnya tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas maka yang menjadi tujuan penelitian adalah : a. Untuk meneliti dan mengkaji ketentuan hukum yang berlaku dalam

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 20002 tentang Hak Cipta yaitu perbedaan lingkup pengaturan hak cipta fotografi dengan hak cipta atas potret.

b. Untuk menganalisis proses hukum pada studi kasus yang ditempuh melalui litigasi atau nonlitigasi dalam contoh kasus sengketa pengambilan foto diri tanpa izin.


(25)

8

c. Untuk dapat mengetahui tentang pengaturan pemanfaatan foto diri seorang dengan izin maupun tanpa izin objek/orang menurut ketentutan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunanaan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat, memberikan sumbangsih pemikiran tentang pengetahuan hukum terutama dibidang Hak Cipta kepada setiap pencipta hasil karya dan untuk dapat mengetahui tentang batasan-batasan hukum dalam melakukan penciptaan karya dan pemanfaatan ciptaan khususnya di bidang Hak Cipta fotografi.

b. Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan hukum akan kesadaran terhadap setiap fotografer terhadap batsan-batasan dalam melakukan pendokumentasian atau pemotretan terhadap seseorang serta batasan-batasan hukum terrhadap pemanfaatan hasil karya fotografinya tersebut.

2. Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat, betapa pentingnya eksistensi Hak Cipta khususnya tentang perlindungan hukum serta pemanfaatan hasil karya cipta di mata hukum.


(26)

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum

Ketentuan hukum dan segala peraturan yang dibuat oleh masyarakat pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku di antara angota-anggota masyarakat itu dan antara perorangan dan pemerintah mewakili pula kepentingan masyarakatnya. Dalam ketentuan tersebut tercermin pengakuan masyarakat atas hak seseorang sebagian atau seluruh masyarakat dan pemerintah atas suatu barang (benda), sikap atau perbuatan disertai dengan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan tata nilai dan prilaku yang berlaku di masyarakat tersebut.

Dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan atas hak milik perindustrian yang diperoleh seseorang atau pihak dalam masyarakat dan pemerintah melalui karya yang dilakukan secara berhak dan wajar tanpa merugikan pihak lain. Namun, harus dipenuhi pula kewajiban dari pemilik hak milik perindustrian tersebut untuk memanfaatkan atau memungkinkan dimanfaatkannya hasil karya yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat dan dicegah perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan masyarakat. Bagi rakyat dan pemerintah Indonesia yang melandaskan kehidupan masyarakatnya pada Pancasila dan UUD 1945 pernyataan yang dicantumkan dalam pembukaan UUD


(28)

10

perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Jelas menggambarkan sikap untuk mengakui adanya hak milik yang dimiliki baik oleh orang Indonesia maupun orang asing.4 Menurut Dr. Wahyu Sasongko, perlindungan hukum adalah pemaknaan kata perlindungan secara keabsahan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur yaitu, unsur tindakan melindungi, unsur pihak-pihak yang melindungi, unsur cara-cara melindungi.5 Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh hukum atau perlindungan dengan menggunakan pranata dan sarana hukum. Hukum dalam memberi perlindungan dapat melalui cara-cara tertentu, antara lain yaitu dengan:

1. Membuat peraturan (by giving regulation), bertujuan untuk: a. Memberikan hak dan kewajiban;

b. Menjamin hak-hak para subyek hukum.

2. Menegakkan peraturan (by law enforcement), melalui:

a. Hukum administrasi negara yang berfungsi untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak, dengan perjanjian dan pengawasan;

b. Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi pelanggaran undang-undang, dengan mengenakan sanksi pidana dan hukuman;

c. Hukum perdata berfungsi untuk memulihkan hak, dengan memabayar ganti kerugian.

Cara dan langkah pertama yang dilakukan dalam perlindungan hukum adalah pembuatan peraturan perundang-undangan. Dikatakan sebagai perlindungan hukum karena tindakan-tindakannya harus didasarkan pada peraturan hukum.

4

Sopar Maru Hutagalung, Hak Cipta kedudukan dan peranan dalam pembangunan(Jakarta, Sinar Grafika, 2011) hlm 131

5

Wahyu Sasongko, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen(Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2007) hlm 30


(29)

11

Tanpa peraturan hukum, maka tindakan hukum belum dapat dilakukan. Peraturan dalam hal ini merupakan hasil dari kesepakatan yang dibuat oleh masyarakat melalui wakil-wakilnya di parlemen bersama-sama dengan pemerintah. Dengan demikian, tindakan perlindungan hukum berikutnya adalah melakukan tindakan, pelaksanaan, penerapan, dan penegakan peraturan.6

B. Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

1. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Hak Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI” atau akronim “HaKI”, adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.7

Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dijual, maupun dibeli. Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, karya tulis, dan seterusnya. Terakhir, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan hak-hak (wewenang/kekuasaan) untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual tersebut, yang diatur oleh norma-norma atau hukum yang berlaku.

6

Ibid. hlm 32 7

www.wikipedia.com/pengertianHAKI(hak atas kekayaan intelektual)diakses 18-2- 2014;pukul 19.24


(30)

12

Hak itu sendiri dapat dibagi menjadi dua :

a. Hak Dasar (Asasi) yang merupakan hak mutlak yang tidak dapat diganggu-gugat. Umpamanya hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan keadilan, dan sebagainya.

b. Hak Amanat Aturan/Perundangan, yaitu hak karena diberikan/diatur oleh masyarakat melalui peraturan/perundangan.8

Di berbagai negara termasuk Amerika dan Indonesia, HKI merupakan Hak Amanat Aturan, sehingga masyarakatlah yang menentukan, seberapa besar HKI diberikan kepada individu atau kelompok.

Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Di sinilah ciri khas HKI. Seseorang bebas mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eksklusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, atau pendesain) dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karyanya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Hukum mengatur beberapa macam kekayaan yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum.

Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu :

(1) Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekominukasi dan informasi, dan sebagainya;

(2) Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan pabrik;

8


(31)

13

(3) Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta.

2. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Di Indonesia terdapat cabang-cabang/ruang lingkup dari pengaturan hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. Untuk mengetahui masing-masing perbedaan ruang lingkup Hak Atas Kekayaan Intelektual. Secara umum dikemukakan dibawah ini :

1. Hak Cipta (Copyright)

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Paten (Patent)

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada Investor atas hasil investasinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

3. Merek Dagang (Trademark)

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Trademark/merek dagang, Merek Dagang adalah tanda atau gambar berupa, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan warna, atau kobinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan dagang barang dan jasa.


(32)

14

4. Rahasia Dagang (Trade secret)

Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang teknologi dan/atau bisnis mampunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaanya oleh pemilik Rahasia Dagang.

5. Desain Industri

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001 tentang Desain Indutri, Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk konfigurasi, atau komposisi, atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.

6. Desai Tata Letak Sirkuit Terpadu

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desai Tata Letak Sirkuit Terpadu. Ayat (1) menjelaskan Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang didalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian dan seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik. Ayat (2) menjelaskan Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya elemen tersebut


(33)

15

adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.

7. Indikasi Geografis

Berdasarkan Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek; Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukan derah asal suatu barang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri atau kualitas tertentu pada bangunan yang dihasilkan.9

C. Hak Cipta (Copyright)

1. Pengetian Hak Cipta, Pencipta, dan Ciptaan

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Pasal 1 Ayat (1) Tahun 2002 Hak cipta adalah adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasn menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian hak eksklusif adalah hak yang hanya dimiliki oleh pencipta atau penerima hak cipta sehingga tidak ada orang lain yang melakukan hak itu, kecuali dengan seizin pencipta atau penerima hak cipta. Hak cipta merupakan Hak Kekayaan Itelektual yang dilindungi oleh undang-undang, setiap orang wajib menghormati ciptaan dan hak cipta orang lain.

9Ibid, hlm 60


(34)

16

Selain itu pada Undang-undang tersebut dijelaskan pula definisi dari pencipta dan ciptaan. Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Pasal 1 Ayat (2) pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara besama-sama atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kempuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.10 Serta menurut Pasal 1 Ayat (2) ciptaan adalah setiap karya pencipta yang menunjukan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

2. Ciptaan Yang Dilindungi

Hak ciptadiberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak Cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu "seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi".

Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan satra, yang mencakup:

a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

10

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung, citra aditya bakti, 2010) hlm 483


(35)

17

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni

kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; g. Arsitektur;

h. Peta; i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi;

l. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.11

3. Hak Ekonomi dan Hak Moral Dalam Hak Cipta

Hak ekslusif yang dimiliki oleh pencipta meliputi dua aspek hal, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh pencipta untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas ciptaannya dengan cara memperoleh pembayaran dari pihak yang menggunakan ciptaannya dengan cara memperoleh pembayaran dari pihak yang menggunakan ciptaannya berdasarkan lisensi. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta hak ekonomi meliputi :

a. Hak Perbanyakan (penggandaan ciptaan).

11


(36)

18

b. Hak pengumuman/penyiaran/pendistribusian ciptaan.

c. Hak adaptasi, yaitu penyesuaian dari suatu bentuk ke bentuk lain, misalnya terjemahan atau cerita novel dijadikan film.

d. Hak pertunjukan/penampilan/pementasan, seperti pameran seni, pementasan drama, atau pertunjukan konser musik.

Hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta. Hak moral diatur dalam Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 UUHC. Hak moral sangat melekat kepada penciptanya, apabila hak dapat dialihkan kepada pihak lain, hak moral tidak dapat dipisahkan dari penciptanya karena bersifat pribadi dan kekal.

Berdasarkan ketentuan Pasal 24 UUHC mengatur tentang kewajiban mencantumkan nama pencipta dan larangan mengubah ciptaan sebagai berikut:

a. Pencipta atau ahli waris berhak untuk menuntut pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.

b. Suatu ciptaan tidak boleh diubah walaupun hak ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya

c. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku juga pada perubahan judul, dan anak judul ciptaan, pencantuman dan perubahannama atau nama samaran pencipta.


(37)

19

d. Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.12

4. Pelanggaran Hak Cipta dan Hak atas Cipta Potret.

Pelanggaran hak cipta adalah segala bentuk usaha dengan memanfaatkan hasil karya orang lain yang dapat mendatangkan keuntungan bagi seseorang tanpa memperoleh izin dari pencipta karya tersebut. Selain itu usaha untuk meniru karya orang lain yang dapat merusak integritas karya tersebut dapat juga dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Kemudian menurut Ralph, pelanggaran hak cipta adalah si pelaku mengubah materi isi, dan si pelaku memperoleh keuntungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tidak sah. Pelanggaran hak cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 merupakan hal yang memperkuat kedudukan (konsolidasi) tentang hak cipta. Seperti yang kita ketahui pelanggaran hak cipta dapat berupa perbuatan mengambil, mengutip, merekam, memperbanyak, atau mengumumkan sebagian atau seluruh ciptaan orang lain, tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta, atau yang dilarang Undang-Undang, atau melanggar perjanjian. Dilarang Undang-Undang artinya Undang-Undang tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan karena:

a. Merugikan pencipta/pemegang hak cipta, misalnya mengandakan sebagian ciptaan orang lain kemudian dijual belikan kepada masyarakat; atau

12


(38)

20

b. Merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan; atau

c. Bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual Video Compact Disc (VCD) porno.13

perbuatan pelanggaran hak cipta pada dasarnya ada 2 (dua) kelompok, yaitu: a. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan,

atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan dan ketertiban umum. b. Dengan sengaja memamerkan, mendengarkan, atau menjual kepada umum

suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta.14

Selain pelanggaran terhadap ketentuan pidana di bidang Hak Cipta untuk kemungkinan terjadi adanya pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan masalah hak cipta yang bersifat keperdataan. Di beberapa negara, penyelesaian persengketaan yang timbul di sekitar masalah hak cipta, diselesaikan dalam pengadilan niaga.

Umumnya, hak cipta dapat dikatakan telah melanggar jika materi hak cipta tersebut digunakan tanpa izin dari pencipta yang mempunyai hak eksklusif atas ciptaannya. Untuk terjadinya pelanggaran harus ada kesamaan antara dua

13

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti), 2001, hlm 219

14Ibid.,


(39)

21

ciptaan yang ada. Namun, pencipta atau pemegang hak cipta harus membuktikan bahwa karyanya telah dijiplak atau karya lain tersebut berasal dari karyanya. Cara lain yang dianggap sebagai pelanggaran atau dukungan oleh seseorang terhadap suatu hak cipta adalah saat orang lain tersebut

a. Memberi wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak lain untuk melanggar hak cipta;

b. Memiliki hubungan dagang/komersial dengan barang bajakan ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta;

c. Mengimport barang-barang bajakan ciptaan yang dilindungi hak cipta untuk dijual eceran atau didistribusikan; dan

d. Memperoleh suatu tempat pementasan umum untuk digunakan sebagai tempat melanggar pementasan atau penayangan karya yang melanggar hak cipta.

Jika suatu ciptaan itu ternyata hasil pelanggaran hak cipta, misalkan buku hasil plagiat-terjemahan orang lain dianggap terjemahan sendiri, maka pemegang hak cipta atau pencipta asli berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga yang berwenang dengan tidak mengurangi tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta.15

Sementara itu tentang pelanggaran hak cipta atas potret dijelaskan pada bagian keenam UUHC yang apabila seorang pemegang hak cipta ingin mengumumkan suatu hasil karya ciptanya harus mendapatkan izin dari orang yang dipotret

15

Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, TomiSuryoUtomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Ctk.kedua, Asian Law Group Pty Ltd & Penerbit P.T.Alumni, Jakarta), 2003, hlm 123


(40)

22

ataupun ahli warisnya. Atau pengumuman ciptaan berdasarkan atas permintaan orang yang dipotret, atas nama permintaan orang yang dipotret, dan atas kepentingan orang yang dipotret yang dijelaskan pada Pasal 19 UUHC. Seperti contoh dalam studio foto orang ingin dpotret atas kepentingannya sendiri dan atas perminataannya sendiri. Apabila seorang pencipta mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tanpa mendapatkan izin dari orang yang dipotret atau setiap orang dari beberapa orang yang wajahnya terdapat dalam karya akan dianggap suatu pelanggaran. Seperti yang dijelaskan didalam Pasal 20 UUHC seorang pencipta tidak boleh mengumumkan suatu ciptaan tanpa persetujuan orang yang dipotret, tanpa persetujuan orang lain atas nama orang yang dipotret, dan tidak untuk kepentingan orang yang dipotret. Walaupun ketentuan undang-undang ini hanya mengatur potret hanya sebatas permintaan izin, namun apabila suatu karya cipta potret ingin dimanfaatkan atau dikomersialisasikan oleh pencipta dapat saja orang yang dipotret mendapat royalti berdasarkan kesepakatan dan ketentuan lisensi yang diatur dalam Pasal 45 UUHC. Apabila dalam suatu perjanjian menggunakan lisensi maka orang yang potretnya dimanfaatkan berhak mendapatkan royalti atas potretnya tersebut. Ketentuan UUHC yang mengatur tentang potret untuk melindungi kepentingan pribadi orang yang dipotret, karena tidak selalu orang yang dipotret setuju apabila potretnya diumumkan tanpa persetujuan darinya.


(41)

23

5. Penyelesaian Sengketa Hak Cipta

A. Alternatif penyelesain sengketa (non litigasi)

Jalur arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa merupakan suatu jalur yang dapat ditempuh untuk dapat menyelesaikan sengketa bisnis/komersil termasuk dalam menyelesaikan sengketa hak cipta terkait dengan sengketa pengambilan foto diri tanpa izin diluar pengadilan. Penyelesain sengketa alternatif sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Berdasarkan Undang-Undang tersebut penyelesaian sengketa alternatif dapat dilakukan apabila terdapat itikad baik antara kedua bela pihak yang bersengketa dan mengesampingkan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan. Tahap-tahap penyelesaian sengketa menurut Undang-Undang Arbitrase Nomor 30 Tahun 1999 yaitu :

Tahap pertama : Pertemuan langsung para pihak.

Tahap kedua : Penunjukan penasihat ahli atau mediator oleh para pihak.

Tahap ketiga : Penunjukan mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa.

Tahap keempat : Penyelesaian oleh lembaga arbitrase atau oleh arbitrase adhoc.16

Menurut Munir Fuady terdapat beberapa model atau jalur penyelesaian sengketa alternatif untuk menyelesaikan sengketa diluar pengadilan yaitu :

1. Arbitrase

Arbitrase merupakan salah satu metode penyelesaian sengketa. Arbitrase merupakan suatu pengadilan swasta yang sering juga disebut pengadilan wasit.

16

Munir Fuady,alternatif penyelesaian sengketa bisnis(Bandung,PT.Citra aditya bakti,2000) hlm 7


(42)

24

Sehingga para arbiter dala peradilan berfungsi memang layaknya seorang wasit. Yang dimaksud dengan arbitrase adalah suatu pengajuan sengketa berdasarkan perjanjian antara para pihak kepada orang-orang yang dipilih sendiri oleh mereka untuk mendapatkan suatu keputusan. Dalam suatu sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud arbitrase adalah pengajuan suatu sengketa untuk diputuskan oleh orang-orang swasta yang tidak resmi, yang dipilih dengan cara ditetapkan oleh peraturan atau oleh suatu perjanjian.

Kemudian menurut Undang-Undang Arbitrase Nomor 30 Tahun 1999 yang dimaksud arbitrase adalah :

Cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang besengketa (Pasal 1 ayat(1) Undang-Undang Arbitrase Nomor 30 Tahun 1999).

Berdasarkan beberapa definisi terdapat karekteristik yuridis dari arbitrase yaitu : a. Adanya kontroversi di antara para pihak.

b. Kontroversi tersebut diajukan kepada arbiter.

c. Arbiter diajukan oleh para pihak atau badan tertentu. d. Arbiter adalah pihak diluar peradilan umum.

e. Dasar pengajuan sengketa arbitrase adalah perjanjian. f. Arbiter melakukan pmeriksaan perkara.

g. Setelah memeriksa perkara arbiter akan memberikan putusan arbitrase tersebut dan mengikat para pihak.

Dalam penyelesaian sengketa alternatif, arbitrase merupakan lembaga sengketa yang paling mirip dengan badan pengadilan, terutama jika di tinjau dari prosedur


(43)

25

yang berlaku kekuatan putusannya, keterikatan dengan hukum yang berlaku atau dengan aturan main yang ada.17

1. Negosiasi

Pada prinsipnya negosiasi dimaksudkan sebagai suatu proses tawar-menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah tertentu yang terjadi di antara para pihak, maupun hanya belum ada kata sepakat disebabkan belum pernah dibicarakan masalah tersebut. Negosiasi dilakukan oleh seorang negoisator. Mulai dari negoisasi yang paling sederhana dimana negoisator tersebut adalah pihak yang berkepentingan sendiri, sampai kepada menyediakan negoisator khusus, atau memakai lawyer sebagai negosiator. Agar suatu negosiasi dapat berjalan dengan sukses dan mendapat hasil yang optimum maka ada kekuatan negoisasi yang mesti diperhatikan dan digunakan sebagai berikut : a. Kekuatan dari pengetahuan dan keterampilan.

b. Kekuatan dari hubungan baik.

c. Kekuatan alternatif yang baik untuk bernegoisasi. d. Kekuatan untuk mencapai penyelesaian yang elegant. e. Kekuatan legitimasi.

f. Kekuatan komitmen.

Jika negosiasi bertujuan untuk menyelesiakan masalah yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan hak sebelumnya sudah ada. Di Indonesia negoisasi hak dilakukan sebelum ataupun ketika perkara hukum sudah diajukan ke pengadilan. Sebab, ada kewajiban bagi hakim sebelum memutus perkara untuk meminta para

17Ibid, hlm 11


(44)

26

pihak terlebih dahulu melakukan negosiasi, dalam hal in negoisasi hak atau di Indonesia yang sering disebut dengan isitlah populer musyawarah.18

2. Konsiliasi

Konsiliasi juga merupakan suatu proses penyelesaian sengketa diantara para pihak yang melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak memihak. Hanya saja peranan yang dimainkan oleh seorang mediator dengan konsiliator yang berbeda, sungguhpun dalam praktek isitlah mediasi dan konsiliasi sering saling dipertukarkan. Seperti juga dalam mediator tugas konsiliasi hanyalah sebagai pihak fasilitator untuk melakukan komunikasi diantara pihak ketiga sehingga dapat diketemukan solusi oleh para pihak sendiri. Dengan demikian pihak konsiliator hanya melakukan tindakan-tindakan seperti mengatur waktu dan tempat pertemuan para pihak, mengarahkan subjek pembicaran, membawa pesan dari satu pihak kepihak lain jika pesan tersebut tidak mungkin disampaikan secara langsung atau tidak mau bersemuka langsung. Selanjutnya pihak mediator juga melakukan hal-hal yang dilakukan oleh konsiliator tetapi juga melakukan hal yang lebih jauh dari itu. Sebab pihak mediator dapat juga menyarankan jalan keluar atau proposal penyelesaian sengketa yang bersangkutan hal mana yang paling secara teoritis, tidak ada dalam kewenangan pihak konsiliator.

Konsiliasi bisa bersifat sukarela tetapi juga ada yang bersifat wajib. Konsiliasi wajib adalah konsiliasi yang wajib dijalankan terlebih dahulu (diwajibkan oleh Undang-Undang) seelum perkara misalnya diajukan kepengadilan.

18Ibid. hlm 14


(45)

27

3. Pencari fakta

Pencari fakta oleh pihak pencari fakta. Pencari fakta sudah sering dipergunakan dalam praktek sehari-hari. Pihak pencari fakta tersebut dapat berbentuk :

a. Pencari fakta tunggal. b. Tim pencari fakta sepihak. c. Tim pencari fakta gabungan. d. Tim pencari fakat tri partit.

Para pihak pencari fakta biasanya mampunyai kewenangan untutk memberikan rekomendasi penyelesaian masalah. Bahkan berbeda dengan rekomendasi dari mediasi, maka rekomendasi dari pencari fakta dapat dipublikasikan secara umum. Dan ini pula membedakan antara pencari fakat yang tidak mengikat dengan arbitrase advisory. Dengan demikian tugas pecari fakta sebagai berikut :

a. Mengumpulkan fakta. b. Memverifikasi data. c. Menginterprestasi fakta.

d. Melakukan wawancara dan hearing. e. Menarik kesimpulan tertentu. f. Memberikan rekomendasi. g. Mempublikasikan.

Di samping pencari fakta tidak mengikat, dimungkinkan juga pencari fakta yang mengikat (binding). Dalam hal pencari fakta atau minimal salah satu dari anggota tim pencari fakta haruslah pihak yang netral dan tidak mengikat. Pencari fakta yang mengikat ini mirip denga arbitrase yang mengikat. Hanya seperti yang telah


(46)

28

disebutkan bahwa bedanya pada aspek publikasinya dimana hasil temuan dan rekomendasi pencari fakta tersebut dapat dipublikasikan untuk masyarakat.19

4. Peradilan mini (mini trial)

Peradilan mini adalah peradilan sistem swasta biasanya untuk menangani kasus-kasus korporat. Kasus tersebut diselesaikan oleh seorang yang disebut dengan manajer, yang diberi kewenangan untuk menegoisasikan suatu penyelesaian sengketa (settlement) diantara para pihak. Dalam hal, ini seorang yang netral, yang biasanya seorang pensiunan hakim atau seorang pengacara lain (selain pengacara para pihak) dapat juga diangkat untuk menentukan bagaimana seharusnya perkara tersebut diselelaikan. Prosedur yang diperlukan untuk suatu peradilan mini mesti jauh leboh sederhana dari prosedur kasus biasa. Dengan demikian cukup banyak waktu yang dapat dihemat dibandingkan dengan prosedur biasa.

Hampir sama dengan peradilan mini adalah apa yang disebut dengan “Hakim Sewaan”. Dalam model penyelesaian sengketa dengan hakim sewaan ini, dengan

persetujuan para pihak yang bersengketa, pengadilan mengangkat seorang yang netral dan tidak memihak untuk memutus perkara tersebut seolah-olah perkara tersebut diputuskan oleh pengadilan. Keputusannya sama kekuatannya dengan putusan pengadilan biasa. Dan terhadap putusan tersebut juga dapat dibanding ke pengadilan tinggi dengan prosedur biasa.20

19

Ibid.hlm 54

20


(47)

29

B. Penyelesaian sengketa melalui litigasi (peradilan)

Penyelesaian sengketa atas pelanggaran hak cipta atas potret dapat ditempuh dengan melalui jalur pengadilan (litigasi) yang di dalam Undang-Undang Hak Cipta telah diatur dalam Bab X, mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang cukup memadai tentang penyelesaian sengketa secara perdata dengan mangajukan gugatan ganti rugi oleh pemengang hak cipta atas pelanggaran hak ciptanya kepada Pengadilan Niaga. Jalur ini di tempuh apabila benar-benar melanggar Pasal 20 UUHC tentang terjadinya pencipta potret melakukan pengumuman tanpa mendapat persetujuan orang yang dipotret, tanpa persetujuan nama orang lain atas nama yang dipotret, dan tidak untuk kepentingan orang yang dipotret serta dalam pengumuman tersebut benar-benar merugikan orang yang dipotret baik materil maupun imateril. Terkait dengan kerugian materil gugatan ganti rugi sejumlah uang tertentu yang perhitungannya dengan sendirinya harus masuk akal dan harus dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Dalam Bab X telah dijelaskan tentang tata cara penyelesaian sengketa dalam hak cipta. Pada Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 59 Undang-Undang Hak Cipta telah diataur mengenai siapa yang berhak mengajukan tuntutan perdata terhadap pelanggaran hak cipta. Berdasarkan Pasal 56 menyebutkan bahwa:

a. Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu

b. Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagaian penghasilan yang


(48)

30

diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.21

Dengan adanya pelanggaran pengambilan dan pengumuman foto diri sanksi perdata yang dikenakan selain dikenakan gugatan ganti rugi, pihak yang merasa telah berhak atas pemulihan nama baik pencipta, pembatalan hak, dan berhak untuk menuntut penghentian semua kegiatan pelanggaran. Berdasarkan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56 dan Pasal 58 wajib diputuskan dalam tenggang waktu 90 (Sembilan puluh) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan Niaga yang bersangkutan22. Pengadilan Niaga wajib memutuskan gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 58 yang berarti dalam jangka 90 hari atau tiga bulan, Pengadilan Niaga sudah harus memutuskan gugatan ganti rugi tersebut. Tata cara mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran hak cipta serta pemeriksaannya diatur dalam Pasal 60 sampai Pasal 64 Undang-Undang Hak Cipta.

D. Fotografi

1. Sejarah dan Definisi Fotografi

Fotografi artinya “melukis dengan cahaya”. Tanpa cahaya, tidak akan ada karya

fotografi. Cahaya dan pencahayaan tidak mungkin lepas dari kreatifitas seorang fotografer. Dengan cahaya fotografer dapat melihat, menginformasikan struktur elemen visual, dan memberikan serta menambah rasa dari objek fotonya. Pada

21

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Pasal 56. 22


(49)

31

perkembangannya fotografi melalui proses perjalanan sangat panjang, dari mulai ditemukannya alat fotografi pertama sampai kamera tercanggih, hingga kehidupan eksistensi dan kegunaan fotografi dalam kehidupan. Kamera yang pertama kali ditemukan dan menghasilkan gambar adalah kamera pinhole (lubang jarum) oleh Aristoteles, merupakan ruang gelap yang kemudian hari disebut kamera obscura, dimana cahaya dapat selama mungkin menyinari ruang tersebut tetapi hanya melalui seukuran lubang pensil saja.

Seiring dengan perkembangannya ilmu pengetahuan, para ahli terus mengembangkan teknologi kamera sebagai alat fotografi, baik dari bentuk maupun ukuran serta lensa penangkap cahaya, serta unsur-unsur pendukung lainnya. Pada tahn 1630-1650 terjadi dua penemuan dua peralatan penting pada kamera obscura oleh dua orang Italia, Daniele Barbaro (1630) menemukan diafragma untuk mengatur besaran cahaya masuk, kemudian Giromalo Cardano (1650) menemukan lensa untuk meneruskan cahaya.

Pada abad ke-17 seniman dan ilmuan berusaha untuk menyempurnakan kamera obscura dengan berusaha menetapkangambar yang telah direkam melalui lensa dan diafragma. John Schulze kebangsaan Jerman, tahun 1727 menemukan perak nirat yang diletakkan pada kertas peka terhadap cahaya dan jejak cahaya tersebut dapat dilihat dan ini merupakan cikal bakal dari negatif film sekarang ini, kemudian dilanjutkan oleh Carl Schelle tahun 1737 di Swedia bereksperimen terhadap perak klorit yang peka terhadap spektrum sinar violet dan dapat ditetapkan dengan amoniak. Sehingga akhirnya seseorang berkebangsaan Prancis lah yang memiliki kemampuan menetapkan gambar secara permanen pada tahun


(50)

32

139 yaitu Louis Deguere. Prinsipnya adalah lempeng perak yang disintetiskan dengan iodine yang membentuk perak iodine. Lempeng tersebut disinari dalam kamera dan gambar dikembangkan dengan merkuri dan ditetapkan dengan soda hiposulfida dan dikeringakn diatas api proses tersebut dinamakan Deguerreotype.23

Fotografi menurut Amir Hamzah Sulaiman adalah fotografi berasal dari kata foto dan grafi yang mampunyai arti sebagai berikut, foto artinya cahaya dan grafi menulis jadi fotografi adalah menulis dengan bantuan cahaya atau lebih dikenal dengan melukis/merekam gambar melalui media kamera dengan bantuan cahaya.24

2. Perbedaaan Fotografi dan Potret

Fotografi dan potret merupakan hal yang saling berkaitan dan dilindungi oleh UUHC, namun mampunyai perbedaan. Fotografi merupakan sebuah karya seni yang dilindungi oleh Undang-Undang, namun tidak dijelaskan secara spesifik tentang pengertian fotografi. Potret juga merupakan hal yang dilindungi oleh Undang-Undang, dijleskan pengaturannya dan pengertiannya. Menurut UUHC potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun. Potret juga termasuk dalam cabang ilmu fotografi yang memiliki arti yang sama seperti yang dijelaskan oleh UUHC. Perbedannya adalah berdasarkan UUHC fotografi

23

Wahyu Syaifullah, representasi fotografer senior LKBN Oscar Matulloh dalam karya fotografi foto essay atlantis Van java (Bandar Lampung, Unila 2012) hlm 39

24

http://blogs.unpad.ac.id/momonsega/2011/12/15/pengertian-dan-sejarah-singkat-fotografi/ diakses 08-04-2014; pukul 15.17


(51)

33

merupakan perlindungan terhadap karya ciptanya yang merupakan sebuah pelanggaran apabila diumumkan, atau dipamerkan tanpa persetujuan dari penciptanya yaitu fotografer, sedangkan potret perlindungan hkum terhadap karya foto yang berupa gambar atau wajah orang yang apabila diumumkan, atau dipamerkan oleh seorang pencipta atau fotografer harus mendapat persetujuan dari orang yang ada dalam potret tersebut.

3. Pengertian Fotografer

Dalam karya fotografi orang yang menghasilkan karya fotografi disebut fotografer. Kamera hanyalah sebuah karya untuk menghasilkan sebuah karya seni. Nilai lebihnya tergantung pada tngan yang mengoprasikan alat tersebut, jika kamera dianalogikan sebuah piano setiap anak pasti bisa memainkan sebuah piano, tetapi bukan memainkan sebuah lagu. Dengan kamera setiap orang mampu mendokumentasikan dan merekam objek untuk difoto, tetapi tidak semua orang dapat menghasilakan sebuah karya yang indah untuk dilihat.

Untuk menghasilkan foto yang indah dan enak dilihat, diperlukan faktor penunjang tersebut diantaranya, komposisi, pencahayaan, ketajaman, dan ketetapan momen. Semuanya itu harus dipelajari serta dituntut pengetahuan dan keterampilan fotografi untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

Berdasarkan kemampuannya fotografer terbagi menjadi 2 jenis yaitu :

a. Fotografer profesional yaitu orang yang memiliki kepandaian khusus untuk menjalankan profesinya sebagai fotografer sehingga mengharuskan adanya permbayaran tertentu untuk melakukan kepandaiannya itu.


(52)

34

b. Fotografer amatir yaitu orang yang melakukan keahliannya atas dasar kesenangan dan bukan untuk memeproleh nafkah atau bukan sebagai profesi.25

4. Karya Fotografi

Fotografi merupakan salah satu karya cipta yang dilindungi oleh UUHC. Perlindungan karya cipta fotografi diatur dalam pasal 12 UUHC. UUHC tidak memberikan penjelasan tentang definisi fotografi secara lengkap. Berdasarkan sumber yang diperoleh dari buku fotografi bahwa istilah fotografi pertama kali digunakan oleh Sir John Hershel pada tahun 1839. Secara kebahasaan fotografi berasal dari kata Photos yang artinya cahaya, dan graphoo yang artinya menulis. Fotografi merupakan seni dan proses pengambilan gambar menggunakan cahaya pada film atau permukaan dipekakan. Artinya fotografi adalah teknik melukis menggunakan cahaya. Dalam hal ini, Tampak adanya persamaan fotografi dan seni lukis. Perbedaannya terletak pada media yang digunakan oleh kedua teknik tersebut, seni lukis menggunakan kuas, cat dan kanvas sedangkan fotografi menggunakan cahaya (melalui kamera) untuk menghasilkan suatu karya. Selain cahaya film diletakkan di dalam suatu kamera yang kedap cahaya memberikan kontribus yang cukup besar. Sebuah karya seni akan tercipta jika media terekspose dengan cahaya.26

25

Makarios Soekojo fotografi dasar (Jakarta,info sarana, 2001), hlm 3 26


(53)

35

5. Spesifikasi Fotografi

Materi jenis-jenis foto ini bertujuan untuk memperkenalkan beberapa jenis foto sebagai referensi lebih jauh lagi dalam memperdalam pengetahuan dunia fotografi. Jenis-jenis foto disini hanya sebagai pengelompokan secara garis besar, yang membantu mempermudah kita dalam memahami sebuah karya fotografi, dan ini bukan sebagai penggolongan yang paten untuk menghasilkan karya foto.

a) Foto Manusia

Foto manusia adalah semua foto yang obyek utamanya manusia, baik anak-anak sampai orang tua, muda maupun tua. Unsur utama dalam foto ini adalah manusia, yang dapat menawarkan nilai dan daya tarik untuk divisualisasikan. Foto ini dibagi lagi menjadi beberapa kategori yaitu :

1. Potret

Potret adalah foto yang menampilkan ekspresi dan karakter manusia dalam kesehariannya. Karakter manusia yang berbeda-beda akan menawarkan image tersendiri dalam membuat foto potret. Tantangan dalam membuat foto portrait adalah dapat menangkap ekspresi obyek (ekspresi, tatapan, kerut wajah) yang mampu memberikan kesan emosional dan menciptakan karakter seseorang.

2. Human Interest

Human Interest dalam karya fotografi adalah menggambarkan kehidupan manusia atau interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari serta ekspresi emosional yang memperlihatkan manusia dengan masalah kehidupannya,


(54)

36

yang mana kesemuanya itu membawa rasa ketertarikan dan rasa simpati bagi para orang yang menikmati foto tersebut.

3. Stage Photography

Stage Photography adalah semua foto yang menampilkan aktivitas/gaya hidup manusia yang merupakan bagian dari budaya dan dunia entertainment untuk dieksploitasi dan menjadi bahan yang menarik untuk divisualisasikan.

4. Sport

Foto olahraga adalah jenis foto yang merekam peristiwa menarik dan spektakuler dalam kejadian dan pertandingan olah raga. Jenis foto ini membutuhkan kecermatan dan kecepatan seorang fotografer dalam menangkap momen terbaik.

b) Foto Alam

Dalam jenis foto alam/nature obyek utamanya adalah benda dan makhluk hidup alami (natural) seperti hewan, tumbuhan, gunung, hutan dan lain-lain:

1. Foto Flora

Jenis foto dengan obyek utama tanaman dan tumbuhan dikenal dengan jenis foto flora. Berbagai jenis tumbuhan dengan segala keanekaragamannya menawarkan nilai keindahan dan daya tarik untuk direkam dengan kamera.

2. Foto Fauna

Foto fauna adalah jenis foto dengan berbagai jenis binatang sebagai obyek utama. Foto ini menampilkan daya tarik dunia binatang dalam aktifitas dan interaksinya.


(55)

37

3. Foto Lanskap

Foto lanskap adalah jenis foto yang begitu popular seperti halnya foto manusia. Foto lanskap merupakan foto bentangan alam yang terdiri dari unsur langit, daratan dan air, sedangkan manusia, hewan, dan tumbuhan hanya sebagai unsur pendukung dalam foto ini. Ekspresi alam serta cuaca menjadi moment utama dalam menilai keberhasilan membuat foto lanskap.

c) Foto Arsitektur

Kemanapun anda pergi akan menjumpai bangunan-bangunan dalam berbagai ukuran, bentuk, warna dan desain. Dalam jenis foto ini menampilkan keindahan suatu bangunan baik dari segi sejarah, budaya, desain dan konstruksinya. Memotret suatu bangunan dari berbagai sisi dan menemukan nilai keindahannya menjadi sangat penting dalam membuat foto ini. Foto arsitektur ini tak lepas dari hebohnya dunia arsitektur dan teknik sipil sehingga jenis foto ini menjadi cukup penting peranannya.

d) Foto Still Life

Foto still life adalah menciptakan sebuah gambar dari benda atau obyek mati.

Membuat gambar dari benda mati menjadi hal yang menarik dan tampak “hidup”,

komunikatif, ekspresif dan mengandung pesan yang akan disampaikan merupakan bagian yang paling penting dalam penciptaan karya foto ini. Foto still life bukan sekadar menyalin atau memindahkan objek ke dalam film dengan cara seadanya, karena bila seperti itu yang dilakukan, namanya adalah mendokumentasikan. Jenis foto ini merupakan jenis foto yang menantang dalam menguji kreatifitas, imajinasi, dan kemampuan teknis.


(56)

38

e) Foto Jurnalistik

Foto jurnalistik adalah foto yang digunakan untuk kepentingan pers atau kepentingan informasi. Dalam penyampaian pesannya, harus terdapat caption (tulisan yang menerangkan isi foto) sebagai bagian dari penyajian jenis foto ini. Jenis foto ini sering kita jumpai dalam media massa (koran, majalah, bulletin, dll).27

27

http://fotografiyuda.wordpress.com/seputar-fotografi/pengenalan-jenis-jenis-foto-dan-teknis-dasar-pemotretan/ diakses 08-04-2014; pukul 15.21


(57)

39

E. Kerangka Pikir

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak

Cipta (Copyright)

Hak Cipta merupakan cabang dari Hak kekayaan Intelektual yang diatur dalam undang Nomor 19 Tahun 2002 yang dimana dalam pengaturan Undang-undang tersebut terdapat cakupan ciptaan yang dilindungi yaitu karya cipta fotografi yang diatur dalam Pasal 12 Huruf (J) UUHC adan pengaturan tentang hak cipta atas potret merupakan ciptaan yang dilindungi oleh Undang-undang. Menururt Pasal 19 Bagian keenam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dijelaskan ketentuan hukum tentang potret, bagaimana

Perlindungan Karya Cipta Fotografi Pasal 12 Huruf (J)

Hak Cipta Atas Potret Pasal 19 UUHC

Hak cipta atas potret dijelaskan lebih spesifik tentang pengaturan dan penjelasannya dibanding hak cipta atas fotografi.

Penyelesaian sengketa pelanggaran terhadap pengambilan foto diri tanpa izin.

Pemanfaatan foto diri baik melalui izin objek maupun tanpa izin objek menurut UUHC.


(58)

40

mengumumkan atau mempublikasi sebuah karya yang objeknya potret/wajah orang dengan mendapatkan izin atau tanpa persetujuan atau izin, dan pelanggaran dalam hak cipta potret. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut penulis ingin melakukan penelitian tentang hak cipta atas potret yang mengapa menurut UUHC di jelaskan lebih spesifik tenatang pengaturanya di bandingkan dengan karya cipta fotografi yang secara keilmuan fotografi potret merupakan bagian dari cakupan ilmu fotografi , serta cara penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran hak cipta potret, dan pengaturan menurut UUHC tentang pemanfaatan foto diri baik melalui izin maupun tanpa seizin objek.


(59)

(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian Hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.28

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.2930 Penelitian ini berkaitan dengan Hak Cipta Potret tentang pengambilan objek foto, melakukan pengambilan objek foto dengan izin atau persetujuan ataupun tanpa persetujuan objek, dan upaya hukum apabila terjadi sengketa Hak Cipta fotografi ditinjau dari Undang-Undang No.19 Tahun 2002.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Yang bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat.31

28

Sarjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Rajawali Pers. Jakarta. 1990), hlml 1 29

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Citra Aditya Bakti, Bandung), 2004 hlm 3

30

31


(61)

42

C. Pendekatan Masalah

Metode pendekatan penelitian ini adalah pendekatan peraturan undang-undang (statute approach) suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.32Adapun substansi hukum pada penelitian ini yaitu tentang Hak Cipta potret mengenai pengambilan objek foto apabila objek bukanlah potret atau bukan gambar orang, melakukan pengambilan objek foto dengan izin atau persetujuan ataupun tanpa persetujuan objek, dan upaya hukum apabila terjadi sengketa Hak Cipta fotografi ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

D. Data dan Sumber Data

Dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam membahas skripsi ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan, bahan-bahan hukum yang terdiri dari :

1. Bahan hukum primer yaitu data normatif yang bersumber dari perundang- undangan yang menjadi. Bahan hukum primer meliputi:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt)

b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (Copyright).

32


(62)

43

c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik.

d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan

bahan primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.33

E. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cara studi kepustakaan (liberary research), serta menganalisis studi kasus tentang sengekta pengambilan,dan pemanfaatan foto diri tanpa izin yang diakses melalui internet. Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulisan dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan, buku-buku, media masa, dan bahan tulisan lainnya yang berhubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

F. Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan selanjutnya diolah dengan menggunakan metode:

a. Pemeriksaan data (editing), yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat kekurangan serta apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan.

33


(63)

44

b. Penandaan data (coding), yaitu memberi catatan atau data yang menyatakan jenis sumber data (buku literatur, dan perundang-undangan).

c. Rekonstruksi data, (reconstructing), yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis, sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan. d. Sistematisi data (sistematizing), yaitu melakukan penyusunan dan

penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistemasi sehingga memudahkan pembahasan.34

G. Analisis Data

Setelah dilakukan pengolahan data, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif, artinya hasil penelitian dilakukan penafsiran atau di interpretasikan dengan cara data ditafsirkan memuat teori-teori hukum dan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum. Hasil penafsiran tersebut diuraikan dalam bentuk kalimat, secara sederhana untuk menarik keseimpulan.

34


(64)

(65)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Alasan yang mengacu mengapa hak cipta atas potret diatur dan dijelaskan secara lebih spesifik daripada hak cipta fotografi, karena hak cipta atas potret termasuk kedalam personal rights (hak pribadi). Dalam personal rights yang mengacu kepada dua unsur yaitu hak ekonomi dan hak privasi. Dalam hak ekonomi hak cipta adalah hak kekayaan intelektual secara hukum dapat dialihkan kepada pihak lain. Apabila dialihkan kepada pihak lain, caranya dengan perjanjian tertulis yaitu perjanjian lisensi. Pengalihan hak cipta didasari oleh motif hak ekonomi, yaitu hak untuk memperoleh keuntungan secara komersial. Lisnesi merupakan suatu perjanjian tertulis untuk mengalihkan hak cipta kepada pihak lain untuk mengumumkan ciptaan dan untuk memperbanyak ciptaan, serta hak memberi izin untuk mengumumkan/memperbanyak ciptaan dengan tujuan memperoleh keuntungan royalti dari ciptaan yang dihasilkan hak privasi menyangkut hak orang tersebut untuk tidak dibeberkan/dipublikasikan kepada publik tanpa izin dengan cara atau bentuk apapun.


(66)

75

2. Dalam penyelesaian sengketa pengambilan dan pemanfaatan foto diri tanpa izin dapat saja dilakukan dengan melalui jalur nonlitigasi, namun yang memberatkan dalam kasus posisi 1 melibatkan Ibu Negara berserta perangkat Negara dengan memasang foto mereka tanpa seizin yang bersangkutan, dalam kasus tersebut tidak hanya dapat dituntut dari segi keperdataan, tapi juga dari segi pidana. Sehingga kasus tersebut langsung dilimpahkan ke pengadilan Negeri Surabaya dan akan di proses secara hukum dengan menempuh jalur peradilan (litigasi). Serta penyelesaian sengketa dalam kasus posisi kedua juga menggunakan jalur peradilan (litigasi) walaupun pelaku dijerat dengan menggunakan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, namun juga dapat beratkan juga berdasarkan Pasal 17 UUHC karena dalam kasus tersebut perbanyakan ciptaannya mengandung unsur asusila serta bertentangan dengan kebijakan pemerintah dan norma agama.

3. Dalam ketentuan UUHC tentang potret atau foto diri hanya sebatas meminta izin terhadap orang yang dipotret apabila seorang pemegang hak cipta ingin mengumumkan, memperbanyak suatu hasil ciptaannya seperti yang tercantum dalam Pasal 19 ayat 1,2,3 UUHC. Dalam UUHC lisensi hanya sebatas perjanjian terhadap pihak lain yang untuk memperbanyak suatu hasil ciptannya agar mendapatkan keuntungan ekonomis atau komersil. Artinya dalam ketentuan UUHC lisensi tidak wajib berlaku terhadap pemegang hak cipta atas potret, karena ketentuanya hanya meminta izin terhadap objek untuk fotonya diumumkan, dipamerkan, atau di perbanyak. Dalam pengumuman hasil karya cipta potret yang dimana karya tersebut dimumumkan, dipamerkan atau di publikasikan tanpa melakukan izin terdahulu dari orang yang dipotret


(1)

(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Alasan yang mengacu mengapa hak cipta atas potret diatur dan dijelaskan secara lebih spesifik daripada hak cipta fotografi, karena hak cipta atas potret termasuk kedalam personal rights (hak pribadi). Dalam personal rights yang mengacu kepada dua unsur yaitu hak ekonomi dan hak privasi. Dalam hak ekonomi hak cipta adalah hak kekayaan intelektual secara hukum dapat dialihkan kepada pihak lain. Apabila dialihkan kepada pihak lain, caranya dengan perjanjian tertulis yaitu perjanjian lisensi. Pengalihan hak cipta didasari oleh motif hak ekonomi, yaitu hak untuk memperoleh keuntungan secara komersial. Lisnesi merupakan suatu perjanjian tertulis untuk mengalihkan hak cipta kepada pihak lain untuk mengumumkan ciptaan dan untuk memperbanyak ciptaan, serta hak memberi izin untuk mengumumkan/memperbanyak ciptaan dengan tujuan memperoleh keuntungan royalti dari ciptaan yang dihasilkan hak privasi menyangkut hak orang tersebut untuk tidak dibeberkan/dipublikasikan kepada publik tanpa izin dengan cara atau bentuk apapun.


(3)

75

2. Dalam penyelesaian sengketa pengambilan dan pemanfaatan foto diri tanpa izin dapat saja dilakukan dengan melalui jalur nonlitigasi, namun yang memberatkan dalam kasus posisi 1 melibatkan Ibu Negara berserta perangkat Negara dengan memasang foto mereka tanpa seizin yang bersangkutan, dalam kasus tersebut tidak hanya dapat dituntut dari segi keperdataan, tapi juga dari segi pidana. Sehingga kasus tersebut langsung dilimpahkan ke pengadilan Negeri Surabaya dan akan di proses secara hukum dengan menempuh jalur peradilan (litigasi). Serta penyelesaian sengketa dalam kasus posisi kedua juga menggunakan jalur peradilan (litigasi) walaupun pelaku dijerat dengan menggunakan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, namun juga dapat beratkan juga berdasarkan Pasal 17 UUHC karena dalam kasus tersebut perbanyakan ciptaannya mengandung unsur asusila serta bertentangan dengan kebijakan pemerintah dan norma agama.

3. Dalam ketentuan UUHC tentang potret atau foto diri hanya sebatas meminta izin terhadap orang yang dipotret apabila seorang pemegang hak cipta ingin mengumumkan, memperbanyak suatu hasil ciptaannya seperti yang tercantum dalam Pasal 19 ayat 1,2,3 UUHC. Dalam UUHC lisensi hanya sebatas perjanjian terhadap pihak lain yang untuk memperbanyak suatu hasil ciptannya agar mendapatkan keuntungan ekonomis atau komersil. Artinya dalam ketentuan UUHC lisensi tidak wajib berlaku terhadap pemegang hak cipta atas potret, karena ketentuanya hanya meminta izin terhadap objek untuk fotonya diumumkan, dipamerkan, atau di perbanyak. Dalam pengumuman hasil karya cipta potret yang dimana karya tersebut dimumumkan, dipamerkan atau di publikasikan tanpa melakukan izin terdahulu dari orang yang dipotret


(4)

76

atau ahli warisnya adalah merupakan suatu pelanggaran untuk kepentingan apapun. Karena dalam pemanfataan atau pengumuman ciptaan tanpa izin telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dan apabila terjadi suatu pelanggaran atau sengketa, dapat digugat melalui jalur perdata, maupun pidana.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disarankan sebagai berikut:

1. Perlunya sosialisasi dan peran masyarakat dan pemerintah akan pemahaman cakupan dan apa saja ciptaan karya seni yang telah dilindungi, dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

2. Pemegang hak cipta fotografi agar lebih memahami peraturan yang berlaku yaitu Undang-Undang Hak Cipta dalam menghasilkan karya foto yang dan terdapat unsur potret (wajah orang) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari orang yang dipotret apabila karya foto tersebut ingin dipamerkan, diumumkan, atau dimanfaatkan (komersil). Karena dianggap sebuah pelanggaran apabila tidak dilakukan persetujuan terlebih dahulu terdapat orang yang dipotret ataupun ahli warisnya. Orang yang dipotret pun dapat mengajukan tuntutan apabila pemegang hak cipta melanggar hal tersebut dan dianggap merugikan hak privasi orang yang dipotret berdasarkan ketentuan Undang-Undang yang berlaku.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Djaja, Ermansyah, 2009Hukum Hak Kekayaan Intelektual,Sinar Grafika, Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional, 2004 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta.

Fuady, Munir, 2000.,Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Griwanda, Griand, 2002, Panduan Praktis Belajar Fotografi. Puspa Swara, Jakarta.

Hutagalung, M Sophar, 2012, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual.PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

---,2004.Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. ---,2007 Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual Cetakan

Kedua, PT. Citra Aditya Bakti, Bandar Lampung.

---,2010, Hukum Perusahaan Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Group,

Jakarta.

Sasongko, Wahyu, 2007, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Kosumen, Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Soekanto, Soerjono, 1990, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta. Sutedi, Adrian, 2009 Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika Jakarta.


(6)

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa, 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, cet 1.Balai Pustaka, Jakarta. Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, TomiSuryoUtomo. 2003. Hak

Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Jakarta :Ctk.kedua, Asian Law Group Pty Ltd & Penerbit P.T.Alumni

Yayasan Klinik HAKI (IP CLINIC). 2002. Kompilasi Undang-Undang Hak Cipta, Paten, Merek Dan Terjemahan Konvensi-Konvensi Di Bidang Hak Kekayaan Intelektual.Bandung :PT. Citra Aditya Bakti.

Skripsi :

Syaifullah Wahyu. Representasi fotografer senior LKBN Oscar Matulloh dalam karya fotografi foto essay atlantia Van java , 2012 FISIP-Universitas Lampung.

B. Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi dan Transaksi Elektronik Kitap Undang-Undang Hukum Perdata

C. Lainnya

www.wikipedia.com/pengertianHAKI(hak atas kekayaan intelektual)tgl 18 Februari 2014;pukul 19.24.

http://blogs.unpad.ac.id/momonsega/2011/12/15/pengertian-dan-sejarah-singkat-fotografi/ 08-04-2014; pukul 15.17

http://fotografiyuda.wordpress.com/seputar-fotografi/pengenalan-jenis-jenis-foto-dan-teknis-dasar-pemotretan/08-04-2014; pukul 15.21

mcreativephotography.blogspot.com/diunngah pada 08-04-2014: 15.10 http://pelanggaran-privasi-it.blogspot.com/pengertian-privasi.html/diunggah

pada08-04-2014 :15.45

Prabudi Gunawan,ST.SH. http://shootjustice.blogspot.com/2009/02/hak-hak-perdata.html.