Pengolahan persiapan kain putih Menggambar pola

87 Kalau dahulu dipakai lilin lebah sebagai satu-satunya bahan penutup, maka dengan adanya industri serta pertambangan minyak tanah dewasa ini banyak dipakai lilin buatan pabrik paraffine, microwax, dll, baik murni atau dicampur dengan lilin alam. Lilin memang merupakan bahan penutup yang tepat bagi teknik karena mudah dituliskan pada kain, tetap melekat sewaktu dicelupkan dalam cairan warna, dan mudah pula dihilangkan apabila tak dipergunakan lagi. Di samping lilin lebah atau buatan, dahulu juga dipakai bahan penutup lain yaitu bubur beras ketan, seperti pada kain Simbut Jawa Barat. Lilin penutup hanya dapat dituliskan dalam bentuk cair; oleh karena itu pembatik harus memanaskan lilinnya dalam sebuah wajan kecil yang ditaruh di atas api dalam suatu anglo. Suhu lilin haruslah tepat, tidak boleh terlalu panas atau terlalu dingin. Kalau terlalu panas, lilin akan jauh meresap ke dalam kain, sehingga kemudian sukar untuk dibuang, sedangkan kalau tidak cukup panasnya akan terlalu kental sehingga sukar keluar dari alat penulis. Oleh karena itu kita lihat pembatik mengangkat wajannya dari api kalau dilihatnya bahwa lilinnya sudah terlalu panas. Lilin cair dituliskan pada kain putih dengan suatu alat yang menjadi tanda khas seni batik tulis, yaitu canting. Canting terbuat dari bambu dan tembaga. Gagang atau tempat memegang terbuat dari bambu sedangkan kepalanya yang dipakai untuk menyendok serta mencucurkan lilin terbuat dari tembaga. Mulut canting berupa pembuluh bengkok yang besarnya berbeda-beda dan dari mulut ini melelehlah cairan lilin, dapat diumpamakan dengan sebuah pulpen. Kain putih yang dilampirkan pada sebuah gawangan bambu atau kayu dipegang dengan tangan kiri sebagai tatakan, sedangkan tangan kanan memegang canting. Seperti diketahui bahwa Pulau Jawa merupakan pusat berkembangnya batik di Indonesia sehingga istilah-istilah yang lazim dipakai dalam dunia batik kebanyakan menggunakan kata-kata dalam bahasa Jawa. Adapun untuk mudahnya sebagai contoh dipakai proses pembuatan kain soga daerah Surakarta dan Yogyakarta dengan tatawarna sawo matang coklat, biru tua atau hitam dan putih, sehingga tahapan dalam proses batik dalam uraian ini disesuaikan dengan kain soga tersebut. Pemakaian zat warna kimia yang biasa dipakai sekarang ini sebenarnya tidak merubah urutan tahap, hanya mempersingkat saja. Lazimnya dapatlah dibedakan tahap-tahap sebagai berikut:

1.3.1. Pengolahan persiapan kain putih

Pengolahan persiapan kain dimaksudkan supaya lilin mudah melekat dan tidak mudah rusak sewaktu mencelup, dan disamping itu juga zat-zat warna mudah meresap. Dahulu bahan tumbuh-tumbuhan merupakan satu-satunya sumber pengolahan persiapan yang utama, walaupun zat- zat tersebut meresapnya lambat. Pengolahan ini terdiri atas mencuci kain putih yang telah dipotong-potong dengan air bersih agar supaya hilang Di unduh dari : Bukupaket.com 88 kanji perekatnya, kemudian diremas serta direndam dalam minyak jarak Ricinus Communis L. atau kacang Arachis hypogala. Ini dinamakan ngetel atau nglyor. Untuk menghilangkan kelebihan minyak, maka kain direndam dalam air saringan abu merang. Menurut cara modern, merang ini diganti dengan larutan soda, yang dapat mempercepat waktu dan lebih mudah dipakai. Pada mulanya diseling-seling dengan penjemuran dipanas matahari, sehingga memakan waktu berhari-hari. Kain putih yang telah mendapat pengolahan ini kemudian dilicinkan dengan menaruhnya di atas sebilah kayu dan memukul dengan pemukul kayu pula ngemplong. Dengan demikian kain siap untuk menjalani tahap selanjutnya.

1.3.2. Menggambar pola

Menggambar pola nyorek atau gambaran pertama dengan lilin cair diatas kain. Pada tahap ini si pembatik yang duduk di atas sebuah bangku kecil atau bersila di muka gawangannya, menyendok lilin cair dari wajannya dengan canting lalu mulai membuat garis-garis atau titik-titik sesuai dengan pola yang dikehendakinya, dengan posisi canting harus tepat, tidak boleh terlalu miring atau terlalu tegak. Canting mengikuti pola-pola yang telah digambar terlebih dahulu oleh seorang tukang pola atau kalau pembatik itu telah mahir sekali ia akan menggambar luar kepala. Gambaran lilin ini kemudian diteruskan pada belahan yang kemudian akan menjadi bagian dalam kain batik, oleh karena itu nama pekerjaan ini ialah nerusi. Itu sebabnya pula mengapa bahan kain putih yang dipakai tidak boleh terlalu tebal, karena kalau tidak akan menyukarkan pekerjaan meneruskan gambaran pertama itu.

1.3.3. Nembok