kedua suku, di mana pelaku upacara adat dari Suku Dayak Tunjung Tonyoi dapat memimpin upacara adat Suku Dayak Tunjung Rentenungk dan sebaliknya.
B. Suku Dayak Tunjung
Suku Dayak Tunjung meliputi beberapa Sub-Suku yang berdomisili di Kabupaten Kutai Barat dan tidak ada batasan tertulis mengenai Suku mana saja
yang menjadi bagian dari Suku Dayak Tunjung, dalam penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian terhadap dua Sub-Suku Dayak Tunjung yaitu
Dayak Tunjung Tonyoi
dan
Dayak Tunjung Rentenungk
.
Suku Dayak Tunjung Tonyoi adalah Suku dayak yang berdomisili di wilayah Desa Balok Asa, Desa Juhan Asa, Desa Ngenyan Asa, Desa Muara Asa, Desa
Pepas Asa, Desa Asa, Desa Ombau Asa, Desa Geleo Asa dan Desa Gemuhan Asa. Sedangkan Suku Dayak Tunjung Rentenungk adalah Suku Dayak yang
berdomisili di dataran Linggang yang meliputi wilayah Desa Linggang Bigung, Desa Linggang melapeh, Desa Linggang Amer, Desa Kebut, Desa Bigung Baru,
Desa Melapeh Baru, Desa Linggang Mapan, Desa Tering dan Desa Muara Lebandan Desa Mujan.
Data tertulis mengenai sejarah Suku Dayak Tunjung Tonyoi dan Suku Dayak Tunjung Rentenungk masih sanggat sedikit dan akurasi data tersebut masih perlu
diverifikasi kembali, hal ini merupakan permasalahan utama yang dihadapi dalam melakukan penelitian ini. Data-data yang ada hanya berupa data lisan dari
beberapa sumber yang kemudian diperkuat dengan keterangan yang berhubungan dari sumber-sumber lainnya. Untuk saat ini sumber-sumber
dilapangan adalah para Pemuka Adat, Tokoh Masyarakat, dan Masyarakat dari Suku Dayak Tunjung Sendiri.
Sejarah mengenai Suku Dayak Tunjung Tonyoi adalah permasalahan besar dalam penelitian ini untuk mengetahui asal-usul terciptanya kebudayaan mereka,
tidak ada data akurat yang dapat menjadi acuan mengenai sejarah Suku Dayak Tunjung Tonyoi. Berdasarkan data yang didapat dari lapangan, ada banyak
sekali persepsi tentang sejarah Suku Dayak Tunjung Tonyoi. Suku Dayak Tonyoi adalah penduduk asli dari wilayah Desa Balok Asa, Desa Juhan Asa,
Desa Ngenyan Asa, Desa Muara Asa, Desa Pepas Asa, Desa Asa, Desa Ombau Asa, Desa Geleo Asa dan Desa Gemuhan Asa. Dari data dilapangan, hanya ada
satu pernyataan mengenai asal-usul Suku Dayak Tonyoi. Pernyataan-pernytaan ini menunjuk pada satu kesimpulan yaitu Suku Dayak Tonyoi berasal dari
“Dewa”, sejenis orang pada masa lalu yang dikenal dengan nama
Tulur Aji Jangkat,
yang kemudian bermukim di daerah yang terletak di kawasan Kecamatan Melak, darah ini dikenal dengan nama Sentawar. Dari Sentawar,
kemudian keturunan dari Tulur Aji Jangkat kemudian menyebar dan mendiami daerah-daerah baru dan menetap disana hingga sekarang.
Berbeda dengan pandangan yang mengacu pada kesimpulan tunggal tentang sejarah Suku Dayak Tunjung Tonyoi, ada tiga pandangan berbeda tentang
sejarah Suku Dayak Tunjung Rentenungk atau yang dikenal pula sebagai Suku Dayak Tunjung Linggang. Pandangan pandangan tersebut menghasilkan tiga
kesimpulan yang berbeda, dalam penelitian ini peneliti mengelompokan
pandangan-pandangan tersebut menjadi tiga kesimpulan utuh. Dari hasil penelitian di dilapangan, data tertulis tentang Suku Dayak Rentenungk juga tidak
memadai ketersediaannya. Dalam hal ini data hanya diperoleh melalui metode wawancara secara menyeluruh terhadap narasumber yang mewakili setiap
lapisan masyarakat. Padangan pertama menghasilkan kesimpulan bahwa Suku Dayak Rentenungk
bukanlah suku asli dari dataran Linggang melainkan berasal dari bagian hulu sungai Mahakam, dan merupakan perpecahan dari Suku Dayak
Penihing
atau
Oaheng
. Pandangan ini diperkuat dengan kesamaan pandangan dari para Antropolog yang telah melakukan penelitian tentang Suku Dayak Tunjung
Linggang. Nieuwenhuis 1994, Mallinkrodt 1928, Sellato 1989, Coomans 1987, Boyce 1986, dan Rosseau 1990 berpandangan bahwa suku Dayak
Tunjung Rentenungk merupakan Suku yang berpindah dari daerah perhuluan sungai Mahakam. Diperkirakan bahwa Suku Dayak Rentenungk merupakan
bagian dari Suku Penihing yang terdesak oleh suku Dayak Bahau dam kemudian bermigrasi dari daerah Apau Kayan di bagian utara Kalimantan Timur sekarang
Kalimantan Utara, sekitar tahun 1700 – 1750.
Pernyataan kedua menyatakan bahwa Suku Dayak Rentenungk adalah Suku asli dari dataran Linggang, hal ini merupakan pendapat dari masyarakat Suku
Dayak Rentenungk Linggang sendiri berdasarkan legenda dan cerita yang berkembang secara turun temurun. Legenda tersebut menyatakan bahwa Suku
Dayak Rentenungk merupakan turunan dari delapan bersaudara sakti yang mediami dataran Linggang, mereka adalah dewa yang kemudian menjadi cikal
bakal Suku rentenungk, dalah legenda ini menunjukan kenapa adanya persamaan budaya antara Suku Dayak Rentenungk dan Suku Dayak Tunjung Tonyoi.
Dikatakan bahwa keturunan anak angkat dari delapan bersaudara tersebut yang dikenal dengan nama Tulur Aji Jangkat, kemudian menjadi menjadi Suku Dayak
Tonyoi. Sedangkan keturunan asli dari delapan bersaudara tersebutlah yang menjadi Suku dayak Rentenungk.
Pandangan ketiga mengatakan bahwa Suku Dayak Tunjung Rentenungk merupakan suku yang berasal dari daerah Kalimantan Tengah, yang bermigrasi
ke dataran Linggang melalui perhuluan sungai Mahakam. Hal ini tentunya berhubungan dengan pandangan pertama, dimana pandangan tersebut
menyebutkan bahwa Suku dayak Rentenungk berasal dari perhuluan sungai Mahakam.
Gambar 4.2 :
Masyarakat Suku Dayak Tunjung sedang mengumpulkan Latek
Sistem perekonomian Suku Dayak Tonyoi dan Rentenungk ditunjang oleh sektor pertanian tradisional, dimana sistem perladangan tradisional memenang
peran penting dalam kehidupan ekonomi. Pada tahun 1988-1997 perkebunan karet mulai diperkenalkan kepada Suku Dayak Tunjung, dan kemudian perlahan
sistem perladangan tradisional mulai ditinggalkan. Pada masa sekarang ini, perekonomian Suku Dayak Tunjung ditunjang oleh perkebunan karet.
Flora dan fauna yang sangat melimpah dalam kehidupan Suku Dayak Tunjung menyebabkan kehidupan Suku Dayak Tunjung sangat bergantung
dengan lingkungan sekitar dalam kesehariannya. Masyarakat Suku Dayak Tunjung sejak dahulu sangat memperhatikan keadaan alam sekitar dan
bagaimana memanfaatkannya. Tata-cara pemanfaatan sumber daya alam diatur dalam hukum adat dan diwariskan turun-termurun secara lisan. Aturan-aturan
tersebut berkaitan tentang tata cara membuka lahan pertanian, pengaturan batas lahan, pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam kehidupan sehari-hari, tata-cara
berburu dan lain-lain. Kebudayaan Suku Dayak Tunjung berhubungan erat dengan kepercayaan
mereka, dimana Suku Dayak Tunjung percaya bahwa terdapat Roh-Roh dan Dewa-dewa yang mengarahkan kehidupan mereka menuju kemakmuran dan
keselamatan. Untuk memberikan penghormatan terhadap roh dan dewa tersebut, maka lahir lah upacara-upacara adat. Hampir semua jenis tumbuhan yang
digunakan dalam Upacara Adat Suku Dayak Tunjung dipercaya merupakan pengetahuan yang didapat langsung dari roh dan dewa Suku Dayak Tunjung, di
mana para Pelaku Upaca Adat dipercaya mampu berkomunikasi dengan dewa dan roh-roh yang menjadi kepercayaan mereka.
Kepercayaan ini juga mempengaruhi sistem dan hukum adat yang berlaku, di mana hukuman atas tidakan pelanggaran dibagi menjadi menjadi dua. Pertama
yaitu hukuman langsung berupa denda materil dan atau bisa berupa pencabutan atas hak-hak yang dijatuhkan oleh dewan adat. Kedua, yaitu hukuman tidak
langsung atas pelanggaran yang dilakukan terhadap lingkungan sektar atau kepada anggota masyarakat lainnya, di mana kesalahan tidak memiliki cukup
bukti bagi dewan adat untuk menjatuhkan sanksi, maka hukuman yang akan diterima oleh yang bersangkutan adalah langsung oleh para roh dan dewa
kepercayaan Suku Dayak Tunjung.
C. Jenis tumbuh-tumbuhan yang digunakan dalam proses pelaksanaan