1
BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Masalah
Kasus-kasus remaja yang berkaitan dengan masalah- masalah remaja meningkat seiring perkembangan jaman. Beberapa penelitan menunjukkan
gambaran fenomena yang sangat memprihatinkan tentang meningkatnya perilaku seksua l aktif di kalangan remaja. Hasil survey Kesehatan Reproduksi
Remaja Indonesia SKRRI, 2004 menunjukkan bahwa angka aborsi di kalangan remaja mencapai 700 sampai 800 kasus per tahun, sedangkan tingkat
kelahiran dari kalangan remaja mencapai 11 persen dari seluruh kelahiran. Hanya 55 persen remaja yang mengetahui proses kehamilan dengan benar,
42 persen mengetahui tentang HIVAIDS dan hanya 24 persen mengetahui tentang penyakit menular seksual PMS. Data dari Pusat Studi Seksualitas
PSS PKBI DIY mengungkapkan, angka konseling remaja KTD Kehamilan Tidak Diinginkan dari bulan Januari-Desember 2005 di Yogyakarta mencapai
550 kasus. Dari angka tersebut untuk usia remaja 18 sampai 24 tahun mencapai 465 kasus. Selain itu, merebaknya penularan HIVAIDS di
Yogyakarta sampai bulan November 2006 mencapai 309 kasus. Kasus-kasus di atas ini tidak lepas dari kurangnya pengetahuan remaja
akan masalah kesehatan reproduksinya, IMS dan HIVAIDS. Pemberian informasi yang jelas dan benar kepada remaja tentang kesehatan
reproduksinya, penyakit menular seksual PMS dan HIVAIDS, merupakan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2 hal yang sangat penting. Sementara meninjau berbagai fenomena yang terjadi
di Indonesia, agaknya masih timbul pro-kontra di masyarakat, lantaran adanya anggapan bahwa membicarakan seks adalah hal yang tabu dan pendidikan
seks akan mendorong remaja untuk berhubungan seks. Sebagian besar masyarakat masih berpandangan bahwa pendidikan seks seolah sebagai suatu
hal yang vulgar. Berdasarkan kesepakatan Internasional di Kairo The Cairo Consensus,
1994 tentang kesehatan reproduksi yang berhasil ditandatangani oleh 184 negara termasuk Indonesia, diputuskan tentang perlunya pendidikan seks bagi
para remaja. Dalam salah satu butir konsensus tersebut ditekankan tentang upaya untuk mengusahakan dan merumuskan perawatan kesehatan seksual
dan reproduksi serta menyediakan informasi yang komprehensif termasuk bagi remaja.
Pentingnya remaja mendapatkan informasi tentang segala hal yang berhubungan dengan seksualitas ini, dikarenakan meningkatnya minat remaja
terhadap seks sebagai salah satu perubahan yang terjadi selama masa remaja. Meningkatnya minat pada seks, membuat remaja selalu berusaha mencari
lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang berharap bahwa seluk-beluk tentang seks dapat dipelajari dari orang tuanya. Oleh
karena itu, remaja mencari pelbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya dengan membahas dengan teman-teman, buku-buku
tentang seks, atau mengadakan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu, atau bersengama Hurlock: 1991.
3 Perubahan lain yang terjadi pada masa remaja adalah perubahan sosial.
Penyesuaian terhadap perkembangan sosialnya menjadi salah satu tugas perkembangan yang tersulit yang dihadapi remaja. Remaja umumnya harus
menyesuaikan denga n lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum ada. Lingkungan sosial pada masa remaja tidak lagi terbatas pada lingkungan
keluarga saja, tetapi semakin luas. Remaja harus mengadakan penyesuaian sosial dengan orang di luar lingkungan keluarga, yaitu dengan lingkungan
teman sebaya baik yang sejenis maupun lawan jenis. Hal ini ditegaskan Monks 1987 bahwa pada perkembangan sosial, remaja memperlihatkan dua
macam gerak, yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman sebaya.
Dengan berkembangnya aspek sosial, remaja akan memperluas pengalaman sosialnya dan mulai mempersiapkan tugas-tugas ya ng lebih
spesifik yang sesuai dengan orang dewasa. Bertambah luasnya lingkup sosial, remaja semakin dituntut selalu menyesuaikan dan diharapkan mampu
membuat hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, serta mampu bertingkah laku sosial yang bertanggung jawab Havinghurst dalam Hurlock,
1991. Dalam proses penyesuaian diri tersebut, remaja sering manghadapi masalah. Permasalahan remaja sebenarnya merupakan masalah yang
kompleks, merupakan hasil interaksi dari berbagai sebab, antara lain remaja itu sendiri, lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial.
Lingkungan sosial dapat merupakan penyebab sekaligus sebagai sarana untuk penanggulangan permasalahan remaja. Penyebab dan penanggulangan
4 permasalahan remaja dapat dilihat melalui konsep dan dukungan sosial social
support . Dukungan sosial adalah sumber-sumber yang diberikan oleh orang
lain. Salah satu sumber dukungan sosial adalah kelompok teman sebaya. Kelompok teman sebaya merupakan konteks yang paling alami dan aman bagi
remaja, karena hubungan dengan teman sebaya merupakan interaksi yang mendalam Sugianto, 1994.
Hasil studi dari Afiatin, dkk 1994 menunjukkan bahwa remaja telah melakukan berbaga i usaha mengatasi permasalahan yang dirasakan. Usaha
yang telah dilakukan tersebut sebagian besar mencoba mengemukakan permasalahannya pada teman sebaya. Dengan sesama kelompok remaja
mereka merasa aman karena dapat bebas mengemukakan permasalahannya, saling belajar dan saling mendapat umpan balik dari teman sebayanya. Maka
dari studi di atas dapat diasumsikan bahwa pendekatan kelompok teman sebaya merupakan sarana yang cukup efektif untuk membantu remaja
memecahkan permasalahannya. Studi yang dilakukan Afiatin tidak mengungkap secara langsung
pemecahan masalah seksualitas pada remaja yang diselesaikan dengan mengemukakan permasalahannya dengan teman sebaya, akan tetapi survey
yang dilakukan oleh Youth Center PKBI di beberapa kota yaitu Cirebon, Tasikmalaya, Singkawang, Palembang, dan Kupang 2001 mengungkapkan
bahwa pengetahuan remaja tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi terutama didapat dari teman sebaya, disusul oleh pengetahuan dari televisi,
majalah atau media cetak lain, sedangkan orang tua dan guru menduduki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5 posisi setelah kedua sumber tadi. Oleh karena itulah, pengetahuan reproduksi
juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pengetahuan teman-teman sebayanya peer. Jika teman sebaya mempunyai pengetahuan yang memadai,
maka dia akan dapat memberikan pengetahuan ini kepada temannya. Sebaliknya, apabila pengetahuan remaja tentang seksualitas dan kesehatan
reproduksi rendah, maka yang beredar di kalangan remaja adalah informasi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, termasuk mitos- mitos yang
menyesatkan. Hal ini tentunya sangat membahayakan, apalagi mengingat bahwa mitos yang menyesatkan tersebut dapat berakibat fatal terhadap masa
depan remaja itu sendiri. Dengan menyadari hal ini, maka Youth Center PKBI seluruh Indonesia
mengembangkan program yang disebut Pendidik Sebaya, yaitu pendidikan yang dilakukan dengan cara mengkader sekelompok orang untuk menjadi
Pendidik Sebaya bagi kelompok sebayanya. Para Pendidik Sebaya adalah orang yang memberikan pendidikan kepada kelompok sebayanya. PKBI DIY
sampai saat ini telah mendampingi 17 sekolah tingkat menengah umum dan 5 sekolah tingkat menengah pertama. Konsep ini dikembangkan untuk
membantu remaja dalam menghadapi masalah-masalahnya. Salah satunya dengan memenuhi kebutuhan remaja akan informasi tentang seksualitas.
Informasi tentang seksualitas adalah informasi tentang segala hal tentang seksualitas, misalnya kesehatan reproduksi, resiko seksual aktif, dan penyakit
menular seksual ataupun HIVAIDS. Dari pemenuhan kebutuhan remaja akan informasi tentang seksual ini, diharapkan kasus-kasus seksual yang tidak
6 dikehendaki seperti hubungan seksual pra nikah, kehamilan tidak dikehendaki,
aborsi, dan penyakit menular seksual ataupun HIVAIDS dapat dikurangi dan dicegah.
Sebelum menjadi Pendidik Sebaya, para remaja ini mendapat pendidikan dulu dari para ahli di PKBI mengenai seksualitas, kesehatan
reproduksi dan masalah- masalah remaja lainnya, termasuk tentang
NARKOBA dan penyalahgunaannya. Setelah itu, diharapkan mereka dapat menularkan pengetahuannya tadi ke rekan-rekan sebayanya, serta
mempengaruhi mereka untuk mengambil keputusan yang sehat dan bertanggung jawab.
Pada intinya Pendidik Sebaya berperan sebagai pemberi informasi atau nara sumber bagi rekan sebayanya. Kegiatan yang dilakukan oleh Pendidik
Sebaya bermacam- macam dan dapat dilakukan di sekolah maupun si luar sekolah, misalnya menfasilitasi diskusi kelompok, menyelenggarakan
sarasehan, mengisi majalah dinding mading, memberikan informasi secara interpersonal dengan konseling sebaya peer counseling dan menjadi
motivator untuk kegiatan-kegiatan remaja lainnya baik di sekolah ataupun di lingkungannya, dan juga memberikan konseling sebaya peer counseling.
Dalam hal ini Pendidik Sebaya berperan mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi di antara rekan-rekan sebayanya, kemudian jika ada masalah yang
tidak dapat diselesaikan, merujuk rekan yang mengalami masalah tadi ke konselor, ahli yang ada di Youth Center. Dalam kegiatannya, mereka
7 didampingi oleh pihak sekolah dan divisi Pendamping Pendidik Sebaya PKBI
DIY. Kecanggungan yang dialami remaja ketika membuka komunikasi
dengan orang lain diharapkan akan berkurang bila ia berada dalam kelompoknya. Dengan sesama kelompok remaja ini, mereka akan dapat
merasa aman karena dapat bebas mengemukakan permasalahannya, saling belajar dan saling mendapat umpan balik dari teman sebayanya. Kelompok
remaja ini dipandang memiliki sifat-sifat positif dalam hal memberikan kesempatan luas untuk melatih caranya bersikap, bertingkah laku dalam
hubungan-hubungan sosial. Dengan demikian, kelompok teman sebaya dapat dijadikan sebagai agen perubahan change agent yang dapat membantu
remaja itu sendiri untuk memecahkan masalahnya dan berperilaku yang lebih sehat terutama dalam kaitannya dengan seksualitas.
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini ingin melihat apakah ada perbedaan tingkat perilaku seksual beresiko pada remaja sekolah yang
mendapat program Pendidik Sebaya Peer Educator dan remaja sekolah yang tidak mendapat program Pendidik Sebaya Peer Educator.
II. Rumus an Masalah